Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TENTANG
SEJARAH MANDAILING DAN BUDAYANYA

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Dan Budaya Mandailing Natal)

Disusun Oleh:
Ahmad Faisal Hamidi (18010081)
M. Iksan Maulana(18010054)
Helda Yunita (18010148)

Dosen Pengampu:
Drs. H. Puli Taslim, MA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Konsep Dasar Penilaian
Pembelajaran.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok dalam mata
Kuliah Islam Dan Budaya Mandailing Natal. Tentu saja didalam makalah ini masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, termasuk pihak yang telah memberikan referensi bagi
kami dalam menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kemajuan pendidikan kita semua,  aamiin.

Panyabungan, 28 September 2021

Penulis
                  
 

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Mandailing.......................................................................................2
B. Budaya Mandailing.......................................................................................4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................9
B. Saran..............................................................................................................9

DAFTAR PUSTKA......................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan dan Masyarakat merupakan suatu hal yang tidak dapat terpisahkan satu
sama lain. Keduanya saling berkaitan erat. Masyarakat menjadi bagian dari kebudayaan,
sedangkan kebudayaan itu sendiri merupakan hasil dari adanya masyarakat. Seperti halnya
kebudayaandan suku batak, suku batak sudah tidak asing lagi kita dengar dalam
pembelajaran kita maupun dalam kehidupan sehari-hari. Suku batak sendiri memiliki
beraneka ragam jenis subsub suku/etnis yang memang berbeda-beda dan unik. Bahkan
diluar sana menurut pengamatan penulis masih banyak orang yang belum mengetahui
mengenai suku batak lebih spesifik.
Masih banyak orang-orang yang beranggapan suku batak identik dengan logat yang
kasar, berteriak saat berbicara, keras dsb. Padahal tidak semua suku batak seperti itu.
Masing masing etnis/sub dari suku batak, memiliki ciri-ciri adat istiadat tersendiri, system
kekerabatan yang berbeda pula, berbeda dialek/logat, dll. Semua itu tergantung pada
kebudayaan yang mereka anut sejak dulu. Terutama suku batak mandailing natal, yang
berbeda dengan suku batak lainnya. Maka dari itu dalam hal ini, penulis akan membahas
mengenai Kebudayaan Suku Batak Mandailing. Agar pembaca dapat mengetahui dan
memahami perbedaan suku batak yang satu ini serta agar dapat menambah wawasan
pembaca mengenai suku batak mandailing.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah mandailing ?
2. Bagaimana budaya mandailing?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah mandailing.
2. Untuk mengetahui budaya mandailing.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Mandailing
Mandailing adalah kawasan yang terbentang di pedalaman pesisir Pantai Barat.
Banyak pendapat tentang asal kata Mandailing. Sebagian mengatakan berasal dari kata
Mande Hilang (Minangkabau), artinya ibu yang hilang. Sumber lainmengatakan dari
Mandala Holing (Koling, yang berasal dari kerajaan Kalingga dari India).
Sampai saat ini sejarah nama Mandailing belum dapat dipastikan secara pasti.
Daerah Mandailing dibagi tiga berdasarkan daerah aliran sungai Batang Gadis yaitu: bagian
selatan disebut Mandailing Julu (Mandailing Bagian Hulu) yang dikenal juga dengan
Mandailing Kecil, bagian tengah disebut Mandailing Godang (Mandailing Besar) dan di
bagian Utara disebut Mandailing Jae (Mandailing Hilir) (Harahap, dkk. 1998:87).
Eksistensi masyarakat Mandailing sebagai suku-bangsa atau kelompok etnis
ditandai dan dikukuhkan oleh kenyataan bahwa masyarakat Mandailing memiliki
kebudayaannya sendiri, yang didalamnya termasuk bahasa, sehingga mereka dapat
dibedakan dari suku-bangsa lain di Indonesia. Di samping itu warga masyarakat
Mandailing juga menyadari adanya identitas dan kesatuan kebudayaan mereka sendiri yang
membuat mereka (merasa) berbeda dari warga masyarakat yang lain. Secara historis,
eksistensi suku-bangsa Mandailing didukung oleh kenyataan dengan disebutnya nama
Mandailing dalam Kitab Nagarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada abad ke-
14 (1365). Kitab tersebut berisi keterangan mengenai sejarah Kerajaan Majapahit. Kitab
Negarakertagama adalah sebuah karya paduansejarah dan sastra yang bermutu tinggi dari
zaman Majapahit. Dalam Pupuh XIII, nama Mandailing bersama nama banyak negeri di
Sumatera dituliskan oleh Mpu Prapanca sebagai “negara bawahan” Kerajaan Majapahit
sebagai berikut:
”Lwir ning nuasa pranusa pramuka sakahawat kaoni ri Malayu/ning Jambi mwang
Palembang i Teba len Darmmacraya tumut/Kandis, Kahwas Manangkabwa ri Siyak i
Rekan Kampar mwang Pane/Kampe Haru athawa Mandahiling i Tumihang Perlak mwang
i Barat”…..

2
Teks tersebut menceritakan, bangsa asing dengan agama Hindu tersebar dari
Malaya (Sumatra) dari Jambi, Palembang, Muara Tebo, Darmasraya, Haru,
Mandahiling dan Majapahit. Jadi nama Mandailing ada dalam Kitab
Negarakertagama menceritakan sejarah bangsa asing dari India/Indochina menganut
agama Hindu, budaya, peradaban, teknologi, sistem pemerintahan berbaur dengan
masyarakat asli setempat membentuk suatu bangsa, masyarakat, suku, etnik,
budaya, peradaban baru sesuai dengan kultur masing-masing daerah tersebut sekitar
1030 M sampai dengan 1365 M khususnya kerajaan Hindu di Padang Lawas
( Nasution. 2007:11).

Memang tidak ada keterangan lain mengenai Mandailing kecuali sebagai


salah satu “negara bawahan” Kerajaan Majapahit. Namun, dengan dituliskannya
nama Mandailing dapat memberikan bukti sejarah yang otentik bahwa pada abad
ke-14 telah diakui keberadaannya sebagai salah satu “negara bawahan” Kerajaan
Majapahit. Pengertian ”negara bawahan” dalam hal ini tidak jelas artinya karena
tidak ada keterangan berikutnya.

Orang Mandailing adalah salah satu dari sekian ratus suku-bangsa penduduk
asli Indonesia. Dari zaman dahulu sampai sekarang orang Mandailing secara turun-
temurun mendiami wilayah etnisnya sendiri yang terletak di Kabupaten Mandailing
Natal (Madina), Provinsi Sumatra Utara. Menurut tradisiorang Mandailing mereka
menamakan wilayah etnisnya sebagai Tano Rura Mandailing yang artinya Tanah
Lembah Mandailing. Namun namanya yang populer sekarang ialah Mandailing,
sama dengan nama suku-bangsa yang mendiaminya. Secara tradisional wilayah
etnis Mandailing terdiri dari dua bagian yaitu Mandailing Godang (Mandailing
Besar) berada di bagian utara, dan Mandailing Julu (Mandailing Hulu) berada di
bagian selatan yang berbatasan dengan daerah Provinsi Sumatra Barat (Cut Nuraini.
2004:71).

3
Suku-bangsa Mandailing merupakan masyarakat agraris yang bersifat
Patrilineal. Sebagian besar warganya bertempat tinggal di daerah pedesaan dan
hidup sebagai petani dengan mengolah sawah dan mengerjakan kebun Karet, Kopi,
Kulit Manis, dan sebagainya. Sampai pada masa pemerintahan kolonial Belanda,
penduduk di kawasan Mandailing Godang dipimpin oleh raja-raja dari Marga (clan)
Nasution, sedangkan penduduk di kawasan Mandailing Julu dipimpin oleh raja-raja
dari Marga Lubis. Pada masa itu, di ke dua kawasan tersebut terdapat banyak
kerajaan tradisional yang kecil-kecil berupa komunitas yang dinamakan Huta atau
Banua (kampung), yang masing-masing mempunyai kesatuan teritorial dan
pemerintahan otonom. Latar Belakang Perpindahan Suku Mandailing ke Kecamatan
Bandar Perpindahan Suku Mandailing kebeberapa wilayah diNusantara bermula
sejak lama diantaranya adalah disebabkan perselisihan faham keluarga, kalah
perang,pelarian,dan buruan karena berbagai kesalahan adat atau hukum.
Kedatangan tentara Paderi sebagai serta masuknya kolonial belanda juga telah
mengakibatkan berpindahnya masyarakat mandailing kewilayah lain. Banyak raja-
raja Mandailing yang menentang, terpaksa mundur dan berpindah dari satu daerah
ke daerah lain.

B. Budaya Mandailing
Budaya suku Mandailing diatur dalam Surat Tumbaga Holing (Serat Tembaga
Kalinga), yang selalu dibacakan dalam upacara-upacara adat. Orang Mandailing mengenal
tulisan yang dinamakan Aksara Tulak-Tulak, yang merupakan varian dari aksara
ProtoSumatera, yang berasal dari huruf Pallawa, bentuknya tak berbeda dengan Aksara
Minangkabau, Aksara Rencong dari Aceh, Aksara Sunda Kuna, dan Aksara Nusantara
lainnya. Suku Mandailing mempunyai aksara yang dinamakan urup tulak-tulak dan
dipergunakan untuk menulis kitab-kitab kuno yang disebut pustaha (pustaka). Umumnya
pustaka-pustaka ini berisi catatan pengobatan tradisional, ilmu-ilmu gaib, ramalan-ramalan
tentang waktu yang baik dan buruk, serta ramalan mimpi.

4
1. Adat Pertunangan
Mangarisika Adalah kunjungan utusan pria yang tidak resmi ke tempat wanita
dalam rangka penjajakan. Jika pintu terbuka untuk mengadakan peminangan maka pihak
orang tua pria memberikan tanda mau (tanda holong dan pihak wanita memberi tanda
mata). Jenis barang-barang pemberian itu dapat berupa kain, cincin emas, dan lain-lain.
a. Horja Siriaon (Upacara Adat Perkawinan).
Sebelum acara adat dimulai, biasanya diperlukan perlengkapan upacara adat,
seperti sirih (napuran/burangir) terdiri dari sirih, sentang (gambir), tembakau, soda,
pinang, yang semuanya dimasukkan ke dalam sebuah tepak. Lalu, sebagai simbol
kebesaran (paragat) disiapkan payung rarangan, pedang dan tombak, bendera adat
(tonggol) dan langit-langit dengan tabir. Adat pada suku Mandailing melibatkan
banyak orang dari dalian na tolu, seperti mora, kahanggi dan anak boru. Prosesi
upacara pernikahan dimulai dari musyawarah adat yang disebut makkobar/makkatai,
yaitu berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik. Setiap anggota
berbalas tutur, seperti berbalas pantun secara bergiliran.
Orang pertama yang membuka pembicaraan adalah juru bicara yang punya
hajat (suhut), dilanjutkan dengan menantu yang punya hajat (anak boru suhut), ipar
dari anak boru (pisang raut), peserta musyawarah yang turut hadir (paralok-alok), raja
adat di kampung tersebut (hatobangan), raja adat dari kambpung sebelah (raja torbing
balok) dan raja diraja adat/pimpinan sidang (raja panusunan bulang). Setelah itu,
dilaksanakan acara tradisi yang dikenal dengan nama mangupa atau mangupa tondi
dohot badan. Acara ini dilaksanakan sejak agama Islam masuk dan dianut oleh etnis
Mandailing dengan mengacu kepada ajaran Islam dan adat. Biasanya ada kata-kata
nasihat yang disampaikan saat acara ini. Tujuannya untuk memulihkan dan atau
menguatkan semangat serta badan.
Pangupa atau bahan untuk mangupa, berupa hidangan yang diletakkan ke
dalam tampah besar dan diisi dengan nasi, telur dan ayam kampung dan garam
Masingmasing hidangan memiliki makna secara simbolik. Contohnya, telur bulat
yang terdiri dari kuning dan putih telur mencerminkan kebulatan (keutuhan) badan

5
(tondi). Pangupa tersebut harus dimakan oleh pengantin sebagai tanda bahwa dalam
menjalin rumah tangga nantinya akan ada tantangan berupa manis, pahit, asam dan
asin kehidupan. Untuk itu, pengantin harus siap dan dapat menjalani dengan baik
hubungan tersebut.
b. Mengharoani
sesudah lahir anak-anak yang dinanti-nantikan itu, ada kalanya diadakan lagi
makan bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu yang dikenal
dengan istilah mengharoani (menyambut tibanya sang anak). Ada juga yang
menyebutnya dengan istilah mamboan aek si unte karena pihak hula-hula membawa
makanan yang akan memperlancar air susu sang ibu. Makna spiritualitas yang
terkandung adalah yaitu menunjukkan kedekatan dari hula-hula terhadap si anak yang
baru lahir dan juga terhadap si ibu maupun ayah dari si anak itu.
c. Pelestarian Horja Mambulungi/ Horja Siluluton (Upacara Adat Kematian).
Didalam adat istiadat Mandailing, seorang yang pada waktu perkawinannya
dilaksanakan dengan upacara adat perkawinan, maka pada saat meninggalnya juga
harus dilakukan dengan upacara adat kematian terutama dari garis keturunan Raja-
Raja Mandailing. Seorang anak keturunan Raja, apabila ayahnya meninggal dunia
wajib mengadati (Horja Mambulungi). Jika belum mengadati seorang anak atau
keluarganya tetap menjadi kewajiban /utang adat bagi keluarga yang disebut mandali
di paradaton dan jika ada yang akan menikah, tidak dibenarkan mengadakan pesta
adat perkawinanan (horja siriaon). Pelaksanaan Upacara Adat Kematian
dilaksanakan:
1) Pada saat penguburan.
2) Pada hari lain yang akan ditentukan kemudian sesuai dengan kesempatan dan
kemampuan keluarganya.

Macam –macam jenis adat istiadat yang ada dalam suku Batak Mandailing Natal:

6
a) Dalihan Na Tolu merupakan fondasi budaya Angkola-Sipirok, Padang Lawas dan
Mandailing, yang saat ini lambat laun mengalami ancaman kepunahan. Pada Dalihan
Na Tolu terdapat 3 unsur, yaitu:
1) Kahanggi, adalah kelompok yang mengayomi.
2) Anak boru, adalah kelompok yang melaksanakan tugas.
3) Mora, adalah kelompok yang dalam posisi penasehat.
Pada Dalihan Na Tolu terdapat 109 nilai, yang diperas menjadi 9 nilai budaya
utama, yaitu:
a. Kekerabatan, mencakup hubungan primordial, suku, kasih sayang atas dasar
hubungan darah dan perkawinan.
b. Religi, mencakup kehidupan beragama.
c. Hagabeon, mencakup banyak anak-cucu serta panjang umur.
d. Hasangapon, kemuliaan, kewibawaan dan kharisma.
e. Hamaraon, mencakup kekayaan yang banyak tapi halal.
f. Hamajuon, mencakup kemajuan dalam menuntut ilmu pengetahuan.
g. Hukum, mencakup “ptik dan uhum’’ dalam rangka menegakkan kebenaran.
h. Pengayoman, nilainya lebih kecil dari 7 unsur lainnya, karena orang Angkola
Mandailing harus mandiri.
i. Konflik, mencakup terjadi pertarungan kekuatan tentang masalah tanah dan warisan.

b) Mamodomi Boru
Mungkin semua orang sering mendengar istilah kawin lari, di Mandailing. Biasa
disebut dengan Mangalojongkon Boru. Bila seorang pemuda membawa kawin lari
seorang gadis, biasanya si gadis ditemani satu orang gadis juga yang disebut dengan
Pandongani. Dalam tradisi Mandailing ini masih sering terjadi. Untuk menghindari
sesuatu yang dianggap melanggar norma-norma, lahirlah tradisi yaitu “Mamodomi
Boru”. Mamodomi Boru artinya, meramaikan/menemani seorang gadis yang mau
menikah pada malam hari dirumah kediaman calon suaminya sebelum dijatuhi akad
nikah. Mamodomi boru biasanya diramaikan oleh gadis-gadis setempat selama tiga

7
malam. Dan rumah kediaman calon suami akan selalu ramai karena, pemuda-pemuda
juga ikut berkunjung ke rumah itu.
Pada momen ini juga biasanya disediakan daun sirih (Burangir) beserta dengan
kombinasinya seperti sontang sejenis daun kering yang biasa dimakan bersamaan
dengan daun sirih. Dan perlu diketahui sontang bisa jadi obat saat suara kita serak. Bila
para gadis mau tidur, diperkenankan kepada para pemuda untuk bubar. Begitulah
seterusnya pada setiap malamnya sampai akad nikah telah dilaksanakan.
Mamodomi boru sering juga disebut dengan istilah paboru-boru. Seperti yang
diuraikan tadi, bila akad nikah sudah dilakukan sipandongani juga boleh pulang
kerumahnya. Tapi perlu diketahui sebelumnya, kalau selama akad nikah belum
terlaksana. Dari pihak laki-laki atau calon suami harus pergi ke rumah orangtua calon
istri, untuk menyatakan kalau anak gadisnya telah dibawa kawin lari, ini biasa disebut
mandokon ulang agoan. Nah begitulah salah satu adat di Mandailing yang mempunyai
nilai dan norma yang baik.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mandailing adalah kawasan yang terbentang di pedalaman pesisir Pantai Barat.
Banyak pendapat tentang asal kata Mandailing. Sebagian mengatakan berasal dari kata
Mande Hilang (Minangkabau), artinya ibu yang hilang. Sumber lainmengatakan dari
Mandala Holing (Koling, yang berasal dari kerajaan Kalingga dari India).
Sampai saat ini sejarah nama Mandailing belum dapat dipastikan secara pasti.
Daerah Mandailing dibagi tiga berdasarkan daerah aliran sungai Batang Gadis yaitu: bagian
selatan disebut Mandailing Julu (Mandailing Bagian Hulu) yang dikenal juga dengan
Mandailing Kecil, bagian tengah disebut Mandailing Godang (Mandailing Besar) dan di
bagian Utara disebut Mandailing Jae (Mandailing Hilir)
Adapun budaya mandailing banyak sekali diantaranya adalah seperti acara
peminangan, perkawinan dan lain sebagainya.

B. Saran

9
Demikian materi yang dapat kami sampaikan mengenai sejarah dan Kebudayaan
Suku Mandailing. Kami berharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jika pembaca ingin memperdalam pengetahuan mengenai judul ini, maka dapat dipelajari
melalui sumber-sumber pengetahuan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mandailing
https://daerah.sindonews.com/read/1260799/29/asal-asul-mandailing-sejarah-dan-
kebesaranmarga-marga-1511712612

10

Anda mungkin juga menyukai