Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP ISLAM SEBAGAI AGAMA WAHYU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas kelompok pada Mata Kuliah Pendekatan Studi
Islam

Dosen Pengampu: Dr. Ahmad Nabil Athoillah, M.Hum.

Oleh :

KELOMPOK 2
A S R I Y A H - NIM. 211000850
ISMAWATI - NIM. 2011000865

PROGRAM PASCA SARJANA


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM


CIAMIS JAWA BARAT
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia beserta seluruh inderanya yang senantiasa bersentuhan dengan alam


materi akan merasa kesulitan dalam menalar dan mengenal alam non materi
(metafisik), oleh karena itu, ia cenderung menolak perkara-perkara gaib yang dibawa
oleh para nabi, dan selalu saja menuntut bukti dan saksi akan hubungan mereka
dengan alam gaib yang menjadi dakwah para nabi. Masalah “Wahyu” dan bagaimana
hubungan seorang nabi dengan alam gaib hingga ia dapat menerima wahyu,
merupakan perkara metafisikal yang hakikatnya sulit diketahui manusia. Menurut
ucapan Muhammad Hasan Qadardan : Para urafa’ yang telah berhasil mencapai Wâdy
Gaib dalam perjalanan Sair Suluk-nya, menyatakan kelemahan mereka dalam
mengenal hakikat wahyu. Allamah Thabathaba’i menyebut wahyu dengan “Syu’ur
Marmuz” (logika misterius) yang dijadikan sebagai judul buku tulisannya. Imam
Khomaini mengatakan: Mengenal hakikat wahyu bagi manusia merupakan sesuatu
yang mustahil.
Faktor ketidakmampuan ini sangatlah jelas, karena memang manusia akan
selalu kewalahan dalam mendeteksi perkara yang tidak pernah dijamahnya. Namun
walaupun demikian, akal manusia yang selalu aktif bekerja terus mendorongnya untuk
mengkaji dan mengenal hakikat wahyu, dan dengan modal premis dan basis
pengetahuannya ia pun akan berupaya menafsirkan hakikat wahyu. Di sini secara
ringkas kami mencoba mengkaji beberapa analisa yang ada, kemudian secara lebih
terpirinci kami akan menyoroti dan membandingkan antara pengalaman keagamaan
(religius) dan wahyu.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Alloh kepada nabi Muhammad SAW
disampaikan kepada umatNya. Islam merupakan agama yang sederhana dan mudah
untuk didikuti, karena siapaun bisa masuk Islam, hanya dengan keyakinan diri kepada
Alloh SWT, dan membaca 2 kalimat syahadat. Islam secara hafiah adalah tunduk,
patuh, taat, sejahtera, selamat dan sentosa.” (Kaelany:2000,21). Setiap manusia pasti
menginginkan hidup sejahtera selamat dunia dan akhirat dan Islam adalah jalan yang
terbaik. Islam disebut agama wahyu karena islam bersumber dari Allah SWT lewat
malaikat-malaikat kepada Rasul-Nya. Wahyu merupakan suatu isyarat, bisikan, atau
petunjuk yang disampikan Alloh kepada para nabi dan rosul. Dengan demikian dalam
kata wahyu terkandung arti penyampian sabda alloh kepada orang pilihan Nya. Agar
diteruskan umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup (Ali:2011,326).
Berdasarkan latar belakang tersebut dalam makalah ini akan mencoba
membahas lebih mendalam tentang konsep Islam sebagai agama wahyu, ciri-ciri
agama wahyu, dan konsep dasar wahyu.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana konsep agama Islam sebagai wahyu?
2. Bagaimana ciri-ciri agama wahyu?
3. Bagaimana konsep dasar wahyu?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep agama Islam sebagai wahyu.
2. Untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri agama wahyu.
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar wahyu.
BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP ISLAM SEBAGAI AGAMA WAHYU

a. Beberapa Persfektif Mengenai Hakikat Wahyu


1. Perspektif Psikologis
Sebagian Orientalis mengatakan bahwa wahyu adalah buah dari keyakinan-
keyakinan yang terkandung dalam jiwa dan batin para Nabi. Para nabi yang
memiliki pribadi yang luhur dan hati yang bersih sangat berkeinginan membimbing
dan memberi petunjuk kepada umat manusia, benak mereka senantiasa terobsesi
untuk mencari solusi yang tepat guna menyelamatkan manusia dari penyembahan
berhala dan segala kecenderungan hawa nafsu dan duniawi. Dengan berlalunya
masa, kondisi tersebut semakin menguat dan pada akhirnya para nabi berimajinasi
bahwa ada pesan atau perintah suci yang turun kepada mereka dan memerintahkan
mereka untuk memberi petunjuk kepada umat manusia.
Akar sejarah pandangan di atas kembali ke masa keemasan ilmu Psikologi
dan metafisik yang mencuat di Barat.Farid Wajdi memaparkan dalam Dâiratul
Ma’ârif-nya bahwa hingga abad enam belas para ilmuan Barat percaya akan wahyu
serta kemetafisikannya, namun dengan maraknya empirisme dan filsafat materialis,
mereka mulai mengingkari segala sesuatu yang metafisik seperti hipnotis, meramal
(tenung), wahyu dan lainnya, akan tetapi dengan maraknya

ilmu-ilmu yang berbau metafisis -seperti ilmu yang berkenaan dengan ruh, ilmu
tenung, dan lainnya- yang mencuat pada tahun 1848 M, telah memaksa mereka
untuk merevisi kembali pandangannya tentang wahyu, namun meskipun demikian
mereka tetap saja menafsirkannya sesuai dengan doktrin empirisme dan
psikologi.(Harun Nasution:1986, 106-110)

2. Perspektif Sosiologis
Kelompok ini menggangap bahwa wahyu bukanlah hasil bisikan (ilham) dan
kondisi kejiwaan serta ego manusia, akan tetapi ia merupakan hasil karya dan intuisi
sebagian orang-orang jenius. Perjalanan sejarah dan kondisi sosial banyak
menelurkan orang-orang jenius dalam barbagai aspek, para nabi tidak lain adalah
bagian dari para jenius tersebut yang dengan kecerdasan yang tinggi dan penguasaan
terhadap kondisi sosial, mereka mampu merumuskan serentet undang-undang sosial
dan individu demi memberi petunjuk kepada umat manusia, undang-undang inilah
yang kemudian disebut dengan “agama”.Kebanyakan sosiolog Barat
menginterpretasikan agama dan wahyu secara materialistis. Emile Durkheim
megatakan: Pemikiran Lahut (keagamaan) yang ada dalam benak masyarakat
berakar dari masyarakat itu sendiri.

3. Persfektif Filosofis
Para filosof meyakini bahwa selain alam materi terdapat alam lainnya yang
disebut dengan alam Aql dan alam Mitsâl (berdasarkan teori filsafat Iluminasi) dimana
seluruh fenomena yang ada di dunia ini terlukiskan secara abstak di alam tersebut,
dikarenakan substansinya yang berbeda dengan alam duniawi ia sangat jauh dari
jangkauan manusia, namun dengan kedudukan yang tinggi, seorang nabi dapat
mancapainya. Jiwa manusia dengan melepaskan belenggu materi dan melakukan
penyucian diri, ia akan mampu berinteraksi dengan alam Aql dan alam Mitsal dan
menagkap perkara dan berita gaib yang tersimpan di dalamnya, menyaksikan Malaikat
dan mendengar ucapannya dapat terjalin dengan kekuatan nalar dan imajinasi seorang
nabi. Dengan menyaksikan wujud Aqli dan Mitsâli Malaikat,
Sa’duddin Faraghani dengan membagi wahyu menjadi beberapa bagian, ia
meyakini bahwa mendengar kalam Ilahi tanpa melaui perantara, merupakan tingkatan
wahyu yang tinggi. Ia mengatakan: Tingkatan wahyu yang paling tinggi adalah
mendengar kalam Ilahi tanpa melalui perantara seperti yang dialami Nabi Musa As,
tingkatan selanjutnya adalah mendengarnya dengan perantara malaikat dengan bentuk
tertentu atau lainnya. Dalam kesempatan lain Faraghani mengingatkan bahwa
turunnya wahyu dengan perantara Malaikat adalah bentuk zahir dari proses penurunan
wahyu. Namun bisa jadi dikarenakan kekuatan ruhnya, seorang Nabi dengan jalan
Syuhud dan tanpa perantara dapat mengetahui muatan wahyu sebelum wahyu tersebut
diturunkan melalui malaikat Jibril, hal seperti inilah yang dialami oleh Rasulullah
Saw.
Imam Khomaini juga menegaskan akan kapabilitas para Nabi dalam menurunkan
malaikat, beliau berkata: Sesungguhnya manusia-manusia sempurna seperti para Nabi,
mereka mampu menjelmakan hakikat-hakikat dalam alam mitsâl sesuai ikhtiar
mereka dan dari alam mitsâl mereka.
Di dalam bukunya Fazlur Rahman yang membahas tentang konsep kenabian dan
wahyu Allah, kenabian dan wahyu Allah ini adalah berdasarkan kepengasihan Allah
dan ketidak dewasaan manusia di dalam persepsi dan motifasi ethisnya.Para nabi
adalah manusia-manusia luar biasa, yang kepekaan mereka, ketabahan mereka, karena
wahyu Allah mereka terima serta yang kemudian mereka sampaikan kepada manusia
dengan ulet tanpa mengenal takut.Dapat mengalihkan hati nurani ummat manusia dari
ketenangan tradisional dan tensi hipomoral ke dalam suatu kawasan sehingga mereka
dapat menyaksikan Tuhan sebagai Tuhan dan syetan sebagai syetan. (Fazlur
rahman:1996, 119)
Kata wahyu dan kata sejenisnya digunakan dalam Alquran sebanyak tujuh delapan
kali. Makna dasar dari kata wahyu secara bahasa adalah memahamkan sesuatu
dengan cepat dan tersembunyi.Makna ini terdapat dalam penggunaan kata wahyu
secara keseluruhan.(Nazar :1999,11)

b. Pengertian Islam secara etimologi

Secara etimologi Islam berasal dari kata “aslama” yang berarti menyerah kepada
kehendak Alloh SWT, kemudian dari kata “silmun” yang berarti damai dengan alloh
SWT dan sesama makhluk, serta dari kata “salima” yang berarti selamat dunia akhirat.
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang
memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya .
Di dalam al-Qur’an, kata bermakna Islam yang terambil dari akar kata s-l-m disebut
sebanyak 73 kali, baik dalam bentuk fi’il (kata kerja), mashdar (kata dasar/asal),
maupun isim fa’il (kata sifat/pelaku

c. Arti Islam secara Terminologis

Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan Islam adalah agama


wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh
manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan
manusia.
Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada. Suatu sistem
keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan
asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam
lainnya.
Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariat dan akhlak. Bersumberkan
Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai
penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.
Terminologi Islam secara bahasa (secara lafaz) memiliki beberapa makna.
Makna-makna tersebut ada kaitannya dengan sumber kata dari "Islam" itu sendiri. Islam
terdiri dari huruf dasar (dalam bahasa Arab): "Sin", "Lam", dan "Mim". Beberapa kata
dalam bahasa Arab yang memiliki huruf dasar yang sama dengan "Islam", memiliki
kaitan makna dengan Islam. Dari situlah kita bisa mengetahui makna Islam secara
bahasa.
Jadi, makna-makna Islam secara bahasa antara lain: Al istislam (berserah diri),
As salamah (suci bersih), As Salam (selamat dan sejahtera), As Silmu (perdamaian),
dan Sullam (tangga, bertahap, atau taddaruj).

d. Islam sebagai millah/ajaran para rasul

Nama “Islam” bagi agama ini diberikan oleh Allah SWT sendiri. Dia juga
menyatakan hanya Islam agama yang diridhai-Nya dan siapa yang memeluk agama
selain Islam kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga dinyatakan telah
sempurna sebagai ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan ,karunia-Nya bagi umat
manusia, sehingga mereka tidak memerlukan lagi ajaran-ajaran selain Islam.
Banyaknya nabi yang diutus Allah dengan membawa agama- Nya untuk umat
dan zaman yang berbeda-beda tidaklah berarti bahwa agama Allah itu banyak sebab
seluruh millah atau ajaran yang dibawa oleh para nabi di bawah satu panji yakni Islam.
An-Nisa:125
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia
mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim sebagai
kesayangan-Nya

Ayat-ayat sebelumnya mengisahkan bahwa kelak di hari kiamat mereka akan


menerima balasan sesuai dengan perbuatan masing-masing. Pada saat itu tidak ada
tempat untuk meminta bantuan dan pertolongan. Hanya dua yang bisa menyelamatkan
seorang, yaitu amalannya selama di dunia dan Allah yang menciptakan. Lalu kembali
dipertegas bahwa siapa saja yang berbuat amal kebajikan atas dasar keimanan, maka
Allah menjanjikan surga baginya. Pada waktu itu mereka betul-betul menyaksikan
keadilan yang sesungguhnya di mana pada saat itu betul-betul tidak ada kecurangan
walau hanya sedikit. Sehingga semuanya menerima pas, sesuai dan seimbang dengan
perbuatan masing-masing.
Pada ayat 125 ini Allah kembali menegaskan, bahwa siapa yang mengikhlaskan
dirinya kepada Allah, di mana ia betul-betul berserah pada-Nya, meninggalkan segala
bentuk pengkhianatan pada- Nya, maka itulah prototipe orang yang betul-betul
beragama dan tunduk kepada Allah. Islam adalah agama yang mengharuskan
pemeluknya tunduk, pasrah dan hanya berserah kepada Allah semata. Setelah itu Islam
juga mengharuskan umatnya untuk senantiasa berbuat amal kebajikan, sebab itu adalah
bentuk penyempurnaan dari komitmen seseorang untuk “ber-Islâm” (berserah diri
kepada Allah). Allah tegaskan lagi bahwa Islam itu adalah millah yang dulu pernah
dibawa oleh Ibrahîm. Ungkapan ini adalah bantahan terhadap Yahudi dan Nasrani,
yakni bahwa Ibrahîm adalah seorang muslim dan bukan berasal dari kalangan mereka,
yahudi atau nashrani. Kemudian pada ayat ini juga diinformasikan bahwa Ibrahîm
adalah seorang nabi pilihan di mana ia diberi gelar khalîlullah.(Abu Al-Qosim:Juz
1,602)

2. CIRI-CIRI AGAMA WAHYU

Agama Samawi adalah agama yang diturunkan (wahyu) dari Allah SWT melalui
malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi/Rasul yang telah dipiliholeh Allah SWT
untuk disebarkan kepada umat manusia. Agama ini memiliki kitab suci yang otentik
(ajarannya bertahan / asli dari Tuhan). Mempunyai nabi/rasul yang bertugas
menyampaikan dan menjelaskan lebih lanjut dari wahyu yang diterima. Agama samawi
/wahyu dapat dipastikan kelahirannya. Ajarannya serba tetap. Kebenerannya adalah
universal yaitu berlaku bagi setiap manusia,masa, dan keadaan. Allah berfirman:
َٰ
ُ ‫َذلِكَ ا ْل ِكت‬
‫َاب ََل َر ْي َب ۛ ِِه ِِ ۛ ُُ ىً لِ ْْ ُُتقِِه‬
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa. (Q.S Al Baqarah: 2)
Kitab Al Qur’an yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Kitab taurat, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa.
Kitab Injil, yaitu kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa.
Kitab zabur, yaitu kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Daud as.
Shuhuf Ibrahim dan Musa, yaitu lembaran yang tertulis di dalamnya wahyu dari Allah
yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa. Allah berfirman di dalam surat
Al A’la:
‫ف ْاْلُولَ َٰى‬ ُّ ‫إِنق َٰ َُ َذا لَفِي‬
ِ ‫الص ُح‬
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
‫س َٰى‬
َ ‫ف إِ ْب َرا ُِه َم َو ُمو‬
ِ ‫ص ُح‬
ُ
(yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (Q.S Al A’la: 18-19)

Ciri-ciri agama wahyu adalah (kaelany: 2000, 19)


1. Disampikan oleh manusia yang dipilih Alloh sebagai utusan –Nya.” Maksudnya
hanya orang tertentu yang diberikan kelebihan oleh Alloh berupa pemahaman
tentang Islam yang benar. Biasanya mereka disebut dengan ustadz, ulama, kiyai,
atau ahli agama lainnya.
2. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia”. Maksudnya, Al-
Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang bersumber dari Alloh SWT, telah
dipastikan kemurniannya karena mengandung petunjuk-petunjuk serta kebenaran
di dalamnya.
3. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya berubah sesuai dengan situasi dan
kondisi atau sesuai dengan kemajuan rasio, kecerdasan dan kepekaan manusia,
namun ajaran Islam tetap sama.
4. “Konsep ketuhanan adalah mutlak (tauhid). Yang mengandung kebenaran yang
mutlak juga (absolut).
5. “Kebenarannya bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap manusia, masa dan
keadaan. Tidak ada batasan dalam menganut agama wahyu.” Dalam hal
kebenaran ajaran agama wahyu bersifat universal, ada kaitan erat dengan konsep
ketuhanan yang mutlak (Tauhid). “Ajaran tauhid memang merupakan pokok dari
segala nabi atau bukan nabi. Seseorang pembawa agama, tapi tidak jelas apa
nama agama yang dibawa agama, tapi mengajarkan doktrin tauhid, ada
kemungkinan ia adalah nabi. Namun perlu diketahui bahwa setiap nabi datang
sebelum nabi Muhammad SAW, karena beliau adalah penutup para nabi, dan
tidak ada lagi nabi sesudahnya.” (QS.Al-Ahzab:40)

Selain agama wahyu, ada juga Agama Ardhi. Agama adalah agama yang
berkembang berdasarkan budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima
secara global. Serta tidak memiliki kitab suci dan bukan berlandaskan wahyu.

Adapun Ciri-ciri Agama Ardhi ,yaitu :

1. Agama diciptakan oleh tokoh agama.


2. Tidak memiliki kitab suci.
3. Tidak memiliki nabi sebagai penjelas agama ardhi.
4. Berasal dari daerah dan kepercayaan masyarakat.
5. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan akal pikiran
penganutnya
6. Konsep ketuhanannya yaitu Panthaisme, dinamisme dan animisme
Contoh Kitab Ardhi

Kitab-kitab yang disusun oleh seseorang dalam ajaran tertentu sangatlah banyak.
Diantaranya adalah:
1. Tripitaka. Tripitaka adalah kitab umat Buddha. Setiap umat Buddha berpegang
teguh kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat ucapan
dan ajaran sang hyang Buddha Gautama.
2. Weda. Weda merupakan kitab dari agama Hindu, weda adalah kitab suci umat
Hindu yang disusun oleh seorang Maharesu dari kaum brahma krishna
Dwaipayana Wyana bersama-sama muridnya.
Zen avesta. Zen avesta adalah kitab suci dari kaum Majusi atau yang dikenal
dengan nama Zoroaster.
Sishu Wujing, sishu wujing adalah kitab suci penganut konghuchu, Kitab ini
disusun oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551 SM. Agama Kong Hu
Cu ini dianut oleh sebagian masyarakat Tionghoa (China)

3. KONSEP DASAR WAHYU

a. Macam-Macam Wahyu
Diterimanya wahyu oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
merupakan peristiwa yang sangat besar. Turunnya merupakan peristiwa yang tidak
disangka-sangka. Begitulah Allah memberikan titahNya kepada manusia terpilih,
yaitu Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Wahyu, secara bahasa artinya
adalah, pemberitahuan secara rahasia nan cepat. Secara syar’i, wahyu berarti
pemberitahuan dari Allah kepada para nabiNya dan para rasulNya tentang syari’at
atau kitab yang hendak disampaikan kepada mereka, baik dengan perantara atau
tanpa perantara. Wahyu secara syar’i ini jelas lebih khusus, dibandingkan dengan
makna wahyu secara bahasa, baik ditinjau dari sumbernya, sasarannya maupun
isinya.
Ada bermacam-macam wahyu syar’i, dan yang terpenting ialah sebagaimana
penjelasan berikut.
1. Taklimullah (Allah Azza wa Jalla berbicara langsung) kepada NabiNya dari
belakang hijab. Yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan apa yang
hendak Dia sampaikan, baik dalam keadaan terjaga maupun dalam keadaan
tidur. Sebagai contoh dalam keadaan terjaga, yaitu seperti ketika Allah Azza wa
Jalla berbicara langsung dengan Musa Alaihissallam, dan juga dengan Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada peristiwa isra’ dan mi’raj. Allah
berfirman tentang nabi Musa : ” …Dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung” [an Nisaa`/4 : 164]. Adapun contoh ketika dalam keadaan
tidur, yaitu sebagaimana diceritakan dalam hadits dari Ibnu Abbas dan Mu’adz
bin Jabal. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‫أَتَانِي َربِّي فِي أَحْ َس ِن‬
ُُ ‫َ ََ يَ َد‬ َ ‫ت َربِّ َل أَ ْْ ِر فَ َو‬ ُ ‫ص ُم ْال َم ََلُ ْاْلَ ْعلَى قُ ْل‬
ِ َ‫ك َربِّ َو َس ْع َد ْيكَ قَا َل فِي َم يَ ْخت‬ ُ ‫صُو َر ٍة فَقَا َل يَا ُم َح َّم ُد قُ ْل‬
َ ‫ت لَبَّ ْي‬
َ‫ت لَبَّ ْيكَ َربِّ َو َس ْع َد ْيك‬ ُ ‫ب فَقَا َل يَا ُم َح َّم ُد فَقُ ْل‬ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬
ِ ‫ت َما بَ ْينَ ْال َم ْش ِر‬ ُ ‫ت بَرْ َْهَا بَ ْينَ ثَ ْديَ َّي فَ َعلِ ْم‬ ُ ‫بَ ْينَ َكتِفَ َّي فَ َو َج ْد‬
‫ت‬ ُ ‫َص ُم ْال َم ََلُ ْاْلَ ْعلَى ق ُ ْل‬
ِ ‫“ … قَا َل فِي َم يَ ْخت‬Aku didatangi (dalam mimpi) oleh Rabb-ku dalam
bentuk terbaik, lalu Dia berfirman : “Wahai, Muhammad!” Aku
menjawab,”Labbaik wa sa’daika.” Dia berfirman,”Apa yang diperdebatkan oleh
para malaikat itu?” Aku menjawab,”Wahai, Rabb-ku, aku tidak tahu,” lalu Dia
meletakkan tanganNya di kedua pundakku, sampai aku merasakan dingin di
dadaku. Kemudian, aku dapat mengetahui semua yang ada di antara timur dan
barat. Allah Azza wa Jalla berfirman,”Wahai, Muhammad!” Aku
menjawab,”Labbaik wa sa’daika!” Dia berfirman,”Apa yang diperdebatkan oleh
para malaikat itu?” Aku menjawab,”………”. (Al hadits).
Dalam hal wahyu ini, para ulama salaf, Ahli Sunnah wal Jama’ah memegangi
pendapat, bahwa Nabi Musa Alaihissallam dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, keduanya pernah mendengar kalamullah al azaliy al qadim [1], yang
merupakan salah satu sifat di antara sifat-sifat Allah. Pendapat ini sangat berbeda dan
tidak seperti yang dikatakan oleh sebagian orang, bahwa yang terdengar adalah
bisikan hati atau suara yang diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla pada sebatang pohon.
2. Allah Azza wa Jalla menyampaikan risalahNya melalui perantaraan Malaikat
Jibril.
dan ini meliputi beberapa cara, yaitu : pertama, Malaikat Jibril
menampakkan diri dalam wujud aslinya. Cara seperti ini sangat jarang terjadi, dan
hanya terjadi dua kali. Pertama, saat Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah masa vakum dari wahyu, yaitu setelah Surat al ‘Alaq
diturunkan, lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima wahyu
beberapa saat. Masa ini disebut masa fatrah, artinya kevakuman. Kedua,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Malaikat Jibril dalam wujud
aslinya, yaitu saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dimi’rajkan.
Kedua, Malaikat Jibril Alaihissallam terkadang datang kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam wujud seorang lelaki. Biasanya dalam wujud
seorang lelaki yang bernama Dihyah al Kalbiy. Dia adalah seorang sahabat yang
tampan rupawan. Atau terkadang dalam wujud seorang lelaki yang sama sekali
tidak dikenal oleh para sahabat. Dalam penyampaian wahyu seperti ini, semua
sahabat yang hadir dapat melihatnya dan mendengar perkataannya, akan tetapi
mereka tidak mengetahui hakikat permasalahan ini. Sebagaimana diceritakan
dalam hadits Jibril yang masyhur, yaitu berisi pertanyaan tentang iman, Islam dan
ihsan. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Di awal hadits ini,
‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu menceritakan : ‫صلَّى‬ َّ ‫ُول‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ ‫بَ ْينَ َما نَحْ نُ ِع ْن َد َرس‬
‫ب َش ِدي ُد َس َوا ِْ ال َّش َع ِر َل ي َُرى َعلَ ْي ِه أَثَ ُر ال َّسفَ ِر َو َل‬ ِ َ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َذاتَ يَوْ ٍم إِ ْذ طَلَ ََ َعلَ ْينَا َر ُج ٌل َش ِدي ُد بَي‬
ِ ‫اض الثِّيَا‬ َّ
‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َّ ‫صلَّى‬ َ َ‫ْرفُهُ ِمنَّا أَ َح ٌد َحتَّى َجل‬
َ ‫س إِلَى النَّبِ ِّي‬ ِ ‫ … يَع‬Pada suatu saat, kami sedang duduk
bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul seorang lelaki
yang berpakaian sangat putih, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat tanda-tanda
melakukan perjalanan jauh, dan tidak tidak ada seorangpun di antara kami yang
mengenalnya, sampai dia duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kemudian di akhirnya, yaitu sesaat setelah orang itu pergi, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bertanya kepada Umar Radhiyallahu ‘anhu : ‫يَا ُع َم ُر أَتَ ْد ِر َم ْن السَّائِ ُل‬
‫ال فَإِنَّه ُ ِجب ِْري ُل أَتَا ُك ْم يُ َعلِّ ُم ُك ْم ِْينَ ُك ْم‬
َ َ‫َّللاُ َو َرسُولُهُ أَ ْعلَ ُم ق‬
َّ ‫ت‬ُ ‫“ قُ ْل‬Wahai, ‘Umar. Tahukah engkau,
siapakah orang yang bertanya tadi?” Aku menjawab,”Allah dan RasulNya yang
lebih mengetahui,” (kemudian) Rasulullah bersabda,”Dia itu adalah Malaikat Jibril
datang kepada kalian untuk mengajarkan kepada kalian din (agama) kalian.” Ini
menunjukkan, meskipun para sahabat dapat melihatnya dan bisa mendengar
suaranya, namun mereka tidak mengetahui jika dia adalah Malaikat Jibril yang
datang membawa wahyu. Mereka mengerti setelah diberitahu oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga, Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun ia tidak terlihat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui kedatangan
Malaikat Jibril dengan suara yang mengirinya. Terkadang seperti suara lonceng,
dan terkadang seperti dengung lebah. Inilah yang terberat bagi Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga dilukiskan saat menerima wahyu seperti
ini, wajah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah. Meski pada cuaca
yang sangat dingin, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bermandikan keringat, dan
pada saat itu bobot fisik Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berubah secara
mendadak. Sebagaimana diceritakan oleh salah seorang sahabat, yaitu Zaid bin
Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : “Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara itu paha beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di atas pahaku. Lalu paha beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi berat, sampai aku khawatir pahaku akan
hancur”.[2] Beratnya menerima wahyu dengan cara seperti ini, juga diceritakan
sendiri oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa
ass ditanya : ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَحْ يَانًا يَأْتِينِي ِم ْث َل‬
َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫َّللا َك ْيفَ يَأْتِيكَ ْال َوحْ ُي فَقَا َل َرسُو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ ِ َّ ‫ُول‬
َ ‫يَا َرس‬
ُ َ‫ال َوأَحْ يَانًا يَتَ َمثَّ ُل لِي ْال َمل‬
‫ك َرج ًًُل فَيُ َكلِّ ُمنِي‬ َ َ‫ْت َع ْنهُ َما ق‬ َّ َ‫س َوهُ َو أَ َش ُّد ُُ َعل‬
َ ‫ي فَيُ ْف‬
ُ ‫ص ُم َعنِّي َوقَ ْد َو َعي‬ ِ ‫صلَ ِة ْال َج َر‬
َ ‫ص ْل‬
َ
ُ‫ فَأ َ ِعي َما يَقُول‬Baca Juga Perang Mu'tah “Wahai, Rasulullah. Bagaimanakah cara
wahyu sampai kepadamu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab,”Terkadang wahyu itu datang kepadaku seperti suara lonceng, dan
inilah yang terberat bagiku, dan aku memperhatikan apa dia katakan. Dan
terkadang seorang malaikat mendatangi dengan berwujud seorang lelaki, lalu dia
menyampaikannya kepadaku, maka akupun memperhatikan apa yang dia
ucapkan.” Berdasarkan riwayat dan penjelasan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ini, maka dapat dipahami bahwa saat menerima semua wahyu,
Rasulullah merasa berat. Namun, yang paling berat ialah cara yang semacam ini.
3. Wahyu disampaikan dengan cara dibisikkan ke dalam kalbu.
Yaitu Allah Azza wa Jalla atau Malaikat Jibril meletakkan wahyu yang
hendak disampaikan ke dalam kalbu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disertai
pemberitahuan bahwa, ini merupakan dari Allah Azza wa Jalla. Seperti hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitab al Qana’ah, dan Ibnu Majah, serta
al Hakim dalam al Mustadrak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
‫ب َولَ يَحْ ِملَ َّن‬ِ َ‫ لَ ْن تَ ُموْ تَ نَ ْفسٌ َحتَّى تَ ْستَ ْك ِم َل ِر ْزقَهَا فَاتَّقُوْ ا َّللاَ َوأَجْ ِملُوْ ا فِي الطَّل‬: ‫ث فِي رُوْ ِعي‬ ِ ‫إِ َّن رُوْ َح ْالقُد‬
َ َ‫ُس نَف‬
ْ َ‫ق أَ ْن ي‬
ِ ‫طلُبَهُ بِ َم ْع‬
‫صيَ ِة َّللاِ فَإِ َّن َّللاَ لَ يُنَا ُل َما ِع ْن َد ُُ إِلَّ بِطَا َعتِ ِه‬ ِ ‫“ أَ َح َد ُك ْم ا ْستِ ْبطَا ُء ال ِّر ْز‬Sesungguhnya Ruhul
Quds (Malaikat Jibril) meniupkan ke dalam kalbuku : “Tidak akan ada jiwa yang
mati sampai Allah Azza wa Jalla menyempurnakan rizkinya. Maka hendaklah
kalian bertakwa kepada Allah, dan carilah rizki dengan cara yang baik. Janganlah
keterlambatan rizki membuat salah seorang di antara kalian mencarinya dengan
cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya apa yang di sisi Allah Azza wa Jalla
tidak akan bisa diraih, kecuali dengan mentaatiNya”.
4. Wahyu diberikan Allah Azza wa Jalla dalam bentuk ilham.
Yaitu Allah memberikan ilmu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
saat beliau berijtihad pada suatu masalah.
5. Wahyu diturunkan melalui mimpi.
Yaitu Allah Azza wa Jalla terkadang memberikan wahyu kepada para
nabiNya dengan perantaraan mimpi. Sebagai contoh, yaitu wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Ibrahim Alaihissalllam agar menyembelih anaknya. Peristiwa ini

sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku


sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang sabar”. [ash Shaffat/37 : 102]. Demikian cara-cara penerimaan wahyu
Allah Azza wa Jalla yang diberikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Semua jenis wahyu ini dibarengi dengan keyakinan dari si penerima
wahyu, bahwa apa yang diterima tersebut benar-benar datang dari Allah Azza wa
Jalla, bukan bisikan jiwa, apalagi tipu daya setan.

BAB III
Kesimpulam

Wahyu yang diterima oleh para nabi dan rasul Allah SWT adalah
komunikasi yang terjadi antara Allah SWT dan hamba-hamba pilihan-Nya tersebut.
Komunikasi tersebut secara samar dan tidak mampu dipahami prosesnya oleh pihak
ketiga yang tidak terlibat dalam kontak komunikasi tersebut. Komunikasi tersebut
terkadang terjadi secara langsung tanpa perantara apapun atau siapapun, dan terkadang
terjalin melalui perantaraan malaikat yang sebelumnya telah diberi wahyu, agar ia
menyampaikan pesan Allah tersebut kepada seorang nabi. Orang yang berkerhormatan
berkomunikasi dengan Allah,Tuhan Yang Maha Agung disebut Nabi atau Rasul.
Agama Islam adalah agama samawi yang SWT diturunkan oleh Alloh kepada
nabi Muhammad dengan melalaui wahyu yang diturunkan memalui malaikat jibril
dikumpulkan dalam kitab suci al_qur’an. Kitab suci al-Quran ini merupakan kitab suci
terakhir yang menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya seperti taurait dzabur dan
injil. Serta Agama Islam merupakan agama yang diridhai-Nya dan siapa yang
memeluk agama selain Islam kehidupannya akan merugi di akhirat nanti. Islam juga
dinyatakan telah sempurna sebagai ajaran-Nya yang merupakan rahmat dan ,karunia-
Nya bagi umat manusia, sehingga mereka tidak memerlukan lagi ajaran-ajaran selain
Islam.

Daftar Pustaka
Alwi Shihab, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Cet.V,
Bandung.1999
Aritonang, Jan s. Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Geraja. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2008.
Al-Futuhat al-Makkiyyah, Jus. 2.
Boehlke, Robert R. Sejarah Perkemabagan Pikiran dan Praktek Pendidkan Agama
Kristen. Jakarta: Gunung Mulia, 2009.
Departemen Agama RI, Al-quran dan Terjemahan, Cet.I. Jakarta: Bumi Aksara
2009.
Dairatul Ma’arif, jld 10
Din Pazuhi, terjemahan Bahauddin Khuramsyahi, Jld 1
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Pustaka: Bandung, 1996.

Harun Nasution , Akal Dan Wahyu Dalam Islam., UI Press: Jakarta: 1986

Iqbal, Muhammad, The Recontraction Of Religion Thought In Islam, New Delhi:


Barvan, 1981
Misbah al-Hidayah
Najar, Abdul Majid An. Khilafah: Tinjauan Wahyu dan Akal. Jakarta: GEMA
INSANI PRESS, 1999.
Ta’liqat ‘ala Syarhi Fushus al-Hikam,. Syarh Du’a as-Sahr, cetakan Muassese,
Tandzim Atsar Imam, Tehran.
Zaini Dahlan,MA. Dkk, Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya
Yogyakarta:PT. Dana Bakti Wakaf,1991

Referensi: https://almanhaj.or.id/816-macam-macam-wahyu.html

Anda mungkin juga menyukai