Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang terbentuk oleh ribuan pulau yang
tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah tersebut.
Sebagaimana diketahui, di Indonesia ada beberapa suku yang sangat dikenal
masyarakat umum, antara lain suku Jawa, suku Cina, suku Minang, suku
Batak, suku Bugis, suku Melayu dan masih banyak lagi, penduduk Palembang
sebenarnya termasuk dalam suku Melayu, di samping ada juga suku Jawa dan
suku Cina. Budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak
ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang
menjadi modal dan landasan bangunan budaya bangsa seluruhnya yang hasil-
hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa. Sebagai modal dan landasan
pengembangan, serta untuk mewariskannya pada generasi mendatang perlu
pelestarian serta penggalian nilai-nilai budaya daerah yang hampir punah.
Dengan kehidupan masyarakat yang cukup makmur seperti tercermin dari
kebudayaan yang tinggi nilainya dari seluruh warganya, sifat gotong royong
merupakan suatu kebiasaan yang luhur terutama dalam melaksanakan upacara
perkawinan.
Berbicara masalah perkawinan yang terkadang menjadi persoalan
adalah tentang upacara resepsinya. Sebagaimana kita ketahui, bahwa
perkawinan ini terjadi antara dua sisi kehidupan yang sangat berbeda baik dari
jenis kelamin sampai kepada kepribadian. Dari kepribadian yang berbeda
inilah semua itu dimulai untuk disatukan dalam satu kendali kebersamaan.
Memang hal ini tidaklah semudah yang diucapkan. Setiap hal apapun tidaklah
mungkin langsung terjadi sedemikian rupa, tetapi diawali dengan proses yang
memakan waktu cukup lama, apalagi mengenai masalah pernikahan. Banyak
pola dan ragam dalam pelaksanaannya, khususnya dari segi upacara
resepsinya. Masyarakat Palembang juga mempunyai tradisi sendiri dalam

1
pelaksanaan upacara pernikahan. Masyarakat Palembang tergabung dari
beberapa suku yaitu Melayu, Jawa, Cina. Maka tidak heran jika dalam upacara
adat di Palembang masih kental dengan tiga ciri khusus etnis-etnis tersebut,
karena budaya yang ada saat ini memang menggabungkan budaya-budaya
ketiga etnis tersebut di samping tentunya ada unsur-unsur keagamaan.
Dilihat dari sisi lain, memang perkawinan tidak terlepas dari adanya
kebudayaan dengan peninggalan-peninggalan adat istiadat sebagai norma yang
hidup, tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakatnya.
Akan tetapi, ada beberapa adat istiadat yang senantiasa dapat mengikuti
perkembangan masyarakatnya, sehingga akan tetap lestari, seperti perkawinan
menurut agama islam.
Upacara adat perkawinan di Palembang merupakan salah satu
kebudayaan masyarakat yang sekarang ini masih belum juga usang untuk
dibicarakan di kalangan para sejarawan. Menurut Budoyo (1996) mengatakan
bahwa “adat perkawinan Palembang adalah pranata yang dilaksanakan atas
dasar budaya dan aturan-aturan adat istiadat Palembang”. Upacara perkawinan
merupakan bagian yang integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya.
Pelaksanaan upacara adat perkawinan diberbagai suku bangsa atau daerah di
Indonesia terdapat berbagai macam bentuk, tata cara dan nama yang berbeda.
Hal ini tidak luput dari pengaruh lingkungan geografis, pengalaman sejarah
dan kontak dengan suku bangsa atau suku bangsa lain yang memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda. Di Palembang sendiri mempunyai salah satu
upacara adat perkawinan yang disebut suap-suapan dan cacap-cacapan yang
sering dilakukan masyarakat Palembang di Kelurahan 26 Ilir Palembang.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
membahas dan meneliti permasalahan di atas dalam sebuah makalah yang
berjudul “Persepsi masyarakat Palembang terhadap nilai-nilai budaya Suap-
Suapan dan Cacap-Cacapan dalam Upacara Adat Perkawinan Palembang”.

2
1.2.RumusanMasalah
Adapun masalah yang dapat diambil pada makalah ini adalah :
1. Apa saja adat istiadat perkawinan di palembang
2. Apa yang dimaksud tradisi suap-suapan dan cacap-cacapan pengantin
Palembang
3. Apa makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam adat istiadat suap-
suapan dan cacap-cacapan pengantin Palembang

1.3.Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini :
1. Untuk mengetahui tentang adat istiadat perkawinan di palembang
2. Untuk mengetahui tentang tradisi suap-suapan dan cacap-cacapan
pengantin
3. Untuk mengetahui mengapa suap-suapan dan cacap-cacapan dilakukan
pada pengantin dan makna yang terkandung di dalamnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Adat Istiadat Perkawinan Palembang

Menurut Tahyudin (1997) mengatakan bahwa Perkawinan merupakan


akad yang paling sakral dan agung dalam sejarah perjalanan hidup manusia
yang dalam islam disebut sebagai mitsaqan ghalidhan, yaitu akad yang sangat
kuat untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Menurut Budoyo (1996) mengatakan bahwa “adat perkawinan Palembang
adalah pranata yang dilaksanakan atas dasar budaya dan aturan-aturan adat
istiadat Palembang”. Upacara perkawinan merupakan bagian yang integral
dari kebudayaan masyarakat pendukungnya.
Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan
ritual adatnya mewariskan keagungan serta kejayaan raja-raja dinasti
Sriwijaya yang mengalami keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu
berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama
berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada
dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan
bobot, bibit dan bebet. Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan
oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri. Untuk memperkaya
pemahaman dan persiapan pernikahan.
Saat akan memasuki jenjang pernikahan menurut adat istiadat
perkawinan Palembang, banyak tahap yang mesti dilalui. Ketika mencari
calon mempelai, wakil dari keluarga laki-laki memulainya dengan melakukan
kunjungan ‘terselubung’ ke rumah si gadis. Kunjungan tersebut untuk meneliti
apakah si gadis pantas menjadi istri dilihat dari kecantikan, tabiat, ketaatan
ibadah dan kepandaiannya. Utusan yang berkunjung itu haruslah orang yang
berpengalaman dan lues dalam berkomunikasi. Karena demikian lues dan
piawainya, keluarga yang dikunjungi tidak mengerti bahwa kunjungan itu

4
sebenarnya bukan silahturahmi biasa, tapi sedang terjadi suatu ‘penyelidikan’.
Peristiwa ini disebut madik. Utusan yang telah melakukan madik, selanjutnya
ditugasi mengulang kunjungan untuk memastikan keadaan si gadis. Apakah
masih kosong atau sudah ada yang melamar.
Utusan menanyakan status si gadis kepada orang tua dan pihak
keluarganya dalam bahasa sindiran : “Seperti buah itu, apakah ada yang
menyenggung atau belum?” Jika sudah ada yang menyenggung pembicaraan
tak dilanjutkan. Tapi jika belum pembicaraan dilanjutkan ke arah yang lebih
serius. Lain halnya jika orangtua si gadis belum siap menikahkan anak
gadisnya karena alasan usia. Berarti harus mendapatkan informasi dari
keluarga lainnya. Semua hasil pembicaraan harus dilaporkan kepada pengutus.

2.2. Tradisi Suap-Suapan dan Cacap-Cacapan Pengantin Palembang


Pelaksanaan upacara adat perkawinan diberbagai suku bangsa atau
daerah di Indonesia terdapat berbagai macam bentuk, tata cara dan nama yang
berbeda. Hal ini tidak luput dari pengaruh lingkungan geografis, pengalaman
sejarah dan kontak dengan suku bangsa atau suku bangsa lain yang memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda.
Di Palembang sendiri mempunyai salah satu upacara adat perkawinan
yang disebut suap-suapan dan cacap-cacapan yang sering dilakukan
masyarakat Palembang di Kelurahan 26 Ilir Palembang. Dalam acara suap-
suapan kedua mempelai diminta melakukan pengasuhan terakhir yang akan
diaturkan oleh pengasuh-pengasuh mereka semenjak dari kecil, seperti nenek,
wak bibik, saudaranya yang tua-tua ataupun keluarganya, sebagai tanda
berkah dan selamat. Untuk acara suap-suapan biasanya dibawakan dua piring
yang berisikan nasi kunyit panggang ayam, yang telah disediakan lebih dulu
diatas piring-piring biru tua yang sengaja disediakan.Lalu dipanggil satu
persatu secara bergiliran para pengasuh penganten. Dalam acara cacap-
cacapan dimana kedua mempelai mejalani prosesi dimana air bunga setaman
diambil untuk ditepuk-tepuk kekepala kedua mempelai yang dilakukan kaum

5
bapak dalam jumlah yang ganjil. Bapak pengantin pria mencacapi kepala
pengantin wanita dahulu baru kepala pengantin pria, dan sebaliknya.
Menurut Akib (1975) mengatakan bahwa:Prosesi dalam upacara adat
perkawinan Palembang sebagai berikut:
a. Madik
b. Menyenggung
c. Meminang atau melamar. Diiringi dengan “sirih hanyut” dan uri-nya.
d. Berasan, disertai dengan “pinang hanyutnya”.
e. Mutuskan kato, berikut dengan pertunagan.
f. Munggah, disertai dengan upacara sirih penyapa, menimbang dan
pengasuhanterakhir, berupa penyuapan nasi kunyit oleh nenek wak bibik
dan sesepuh.
g. Bercacap dan mandi simburan. Diakhiri dengan sebaikan dan tepung
tawar. Didalam suap-suapan dan cacap-cacapan terkandung nilai
kerohanian karena didalam acara adat perkawinan Palembang tersebut
terkandung nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai
moral dan nilai religius.Karena didalam suap-suapan terkandung makna
dari setiap rangkaian acaranya yang mencakup semua aspek nilai
kerohanian. Seperti halnya prosesi suap-suapan yang dilakukan oleh kaum
ibu yang bermakna bahwa anak tersebut dari kecil hingga diantarkan
kepintu gerbang pernikahan diberikan suapan terakhir oleh ibu yang
mengasuhnya sebagai makna ridho dan doa seorang ibu kepada anaknya
yang mengandung nilai kebaikan atau nilai moral dan nilai religius, lalu
suap-suapan dilakukan dalam jumlah ganjil suap-suapan haruslah
berjumlah ganjil karena diyakini masyarakat bahwa jumlah ganjil adalah
jumlah yang disenangi Allah SWT seperti halnya mengacu pada Asmaul
Husna yang berjumlah ganjil. Suap-suapan terdiri dari ibu laki-laki dan ibu
wanita dan satu lagi yang mewakili keseluruhan baik tamu maupun
keluarga yang mengandung nilai kebenaran. Dan menu dari suap-suapan
itu sendiri berupa nasi kunyit panggang ayam yang bermakna kemakmuran
dan keagungan.Dan prosesi terakhir kedua mempelai diberi minum air

6
putih yang bermakna agar kedua mempelai kembali menjadi bersih
kembali dalam membangun rumah tangga yang baru yang mengandung
nilai keindahan, nilai moral dan nilai religius.
Adapun nilai dari cacap-cacapan yang mencakup nilai kerohanian
seperti dapat dilihat dari prosesi yang dilakukan seperti kedua pengantin
sebelum dicacapi haruslah duduk berjongkok dihadapan orang tuanya
sebagai tanda memohon restu dari ayah dan ibunya yang mengandungnilai
moral. Lalu cacap-cacapan dilakukan oleh ibu mempelai wanita dan
diakhiri oleh ayah mempelai laki-laki untuk mengeramasi kedua mempelai
dengan cara pemercikkan air wangi-wangian yang terdiri dari tujuh macam
bunga-bungaan, minyak wangi-wangian, jeruk purut dan jeruk nipis pada
dada, leher, tengkuk dan kepala kedua pengantin serta pada rambut dan
kepala mereka secara bergiliran yang bermakna sebagai lambang kasih
sayang orang tua kepada anak dan menantu, dengan harapan semoga
keduanya akan selalu hidup rukun, damai dan sejahtera yang mengandung
nilai keindahan dan nilai moral. Dan yang terakhir dibacakanlah doa-doa
selamat oleh salah seorang dari keempat orang tua yang bermakna agar
kedua mempelai selalu berpikir jernih sebening air, berpikir positif bercita-
cita tinggi, selalu menjaga nama baik seindah dan seharum bunga setaman
yang mengandung nilai religius dan nilai kebaikan atau nilai
moral.Masyarakat Palembang beranggapan bahwa prosesi upacara adat
perkawinan berupa suap-suapan dan cacapan merupakan acara yang harus
ada dalam sebuah pernikahan masyarakat Palembang. Tetapi ada sebagian
juga masyarakat memiliki persepsi bahwa acara tersebut hanya menambah
banyak biaya pernikahan sehingga membebani keluarga maupun pasangan
yang akan menikah. Karena banyaknya prosesi dan bahan-bahan yang
harus disiapkan didalam acara tersebut.Sehingga acara tersebut ada
sebagian yang tidak menggunakan dan ada juga yang mempersingkat acara
tersebut sehingga kesakralan acara suap-suapan dan cacap-cacapan hanya
dijadikan sebagai hal yang tidak terlalu penting dan menyebabkan nilai-

7
nilai yang ada didalam acara suap-suapan dan cacap-cacapan tidak
tersampaikan didalam sebuah pernikahan adat Palembang.
Berdasarkan hasil refrensi terdahulu yang berkenaan dengan nilai
dan manfaat suap-suapan dan cacap-cacapan dalam upacara adat
perkawinan Palembang bahwa upacara perkawinan adat Palembang
merupakan salah satu adat yang mempunyai budaya yang tinggi, akan
tetapidengan adanya perkembangan zaman upacara perkawinan adat
Palembang kurang diperhatikan oleh sebagian masyarakat, oleh karena itu
meneliti masalah ini sangat penting artinya untuk memperkenalkan
kembali upacara perkawinan tersebut, agar dihayati dan di pahami hingga
akhirnya akan membangkitkan kebanggaan pada.

2.3. Makna dan Nilai-nilai yang Terkandung dalam Adat Istiadat Suap-
Suapan dan Cacap-Cacapan Pengantin Palembang
Upacara adat perkawinan merupakan serangkaian kegiatan
tradisional turun temurun yang mempunyai maksud dan tujuan agar
sebuah perkawinan selamat sejahtera serta mendatangkan kebahagiaan di
kemudian hari. Saat ini acara Suap-suapan dan Cacap-cacapan masih
digunakan oleh masyarakat Palembang di kelurahan 26 Ilir karena di 26
Ilir rata-rata penduduknya bermayoritas masyarakat Palembang.
Sebagai acara yang mempunyai manfaat dan nilai yang sakral
dalam suatu perkawinan. Tetapi masih banyak juga Masyarakat
Palembang Asli belum memahami nilai yang terkandung didalam acara
suap-suapan dan cacap-cacapan itu sendiri. Sehingga tidak dapat
memahami makna yang terkandung didalamnya. Oleh sebab itu peneliti
mencoba untuk melihat bagaimana persepsi masyarakat terhadap nilai
suap-suapan dan cacap-cacapan dalam upacara adat perkawinan
Palembang,
Apakah dapat dimaknai dalam kehidupan sehari-hari atau hanya
menjadi simbol dalam acara perkawinan saja. Penganten merupakan
pelambang kedua pengantin untuk terakhir menerima pemberian makan

8
dari orang tua mereka. Suap-suapan merupakan pengasuhan terakhir yang
dilakukan oleh pengasuh-pengasuh pengantin semenjak dari kecil sebagai
tanda berkah dan selamat. dan cacap-cacapan atau sering disebut nyacapi
pengantenmerupakan lambang kasih sayang orang tua kepada anak dan
menantu, dengan harapan semoga keduanya akan selalu hidup rukun,
damai dan sejahtera dan senantiasa akan memperoleh lipahan barokah dan
karunia dari Allah SWT. Biasanya suap-suapan dilakukan oleh ibu-ibu,
sedangkan cacap-cacapan dilakukan oleh bapak-bapak.

9
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari rangkaian pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa:


Prosesi upacara adat pernikahan yang ada di Palembang mempunyai berbagai
aneka ragam yang dimulai dari sebelumnya pelaksanaan upacara adat
pernikahan (madik, nyenggung, meminang, berasan, mutus kato, bemasak)
pelaksanaan upacara pernikahan (upacara ngulemi wali, khobat nikah, akad
nikah) sampai sesudah pelaksanaan upacara pernikahan (upacara munggah,
cacap-cacapan, suap-suapan, timbang pengantin, ngantarke baking, nyanjoi,
ngalie turon, pengantin balik, mandisimburan, tepung tawar, beratib)
merupakan rangkaian upacara peninggalan dari nenek moyang zaman dahulu
yang diwariskan secara turun temurun kepada masyarakat Palembang.
Pernikahan adat Palembang yang rangkaian pelaksanaannya memiliki
suatu makna tertentu. Setiap tahap-tahapan upacara mulai dari proses
penyelidikan (madik) sampai upacara munggah terkandung maksud, pesan
dan harapan bermanfaat untuk kedua calon pegantin yang akan menjalani
kehidupan berumah tangga. Makna-makna tersebut terdapat dalam
perlengkapan-perlengkapan yang digunakan dalam jalannya upacara adat
pernikahan. Upacara adat pernikahan Palembang tidak pernah terlepas dari
perpaduan atau ketekaitan antara budaya Palembang dengan unsur syariat
Islam, dalam unsur Islam terdapat nilai aqidah, nilai akhlaq, nilai ibadah yang
semuanya saling menopang satu sama lainnya.

3.2. Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa harapan


bagi pengembangan yang lebih baik, berupa saran-saran sebagai berikut :
1. Kepada pembaca makalah ini baik itu mahasiswa maupun dosen
diharapkan sebagai generasi muda dapat menjunjung tinggi kebudayaan

10
yang ada didaerahnya agar nilai-nilai yang terkandung didalamnya dapat
terjaga.
2. Kepada masyarakat agar selalu melestarikan kebudayaan daerah, sebagai
bentuk dorongan dan partisipasi masyarakat.
3. Kepada pemerintah daerah diharapkan memfasilitasi ruang untuk
melestarikan kebudayaan dan memberikan informasi agar seluruh
masyarakat mengetahui kebudayaan-kebudayaan yang ada didaerah
masing-masing agar nilai dan kelestariannya tetap terjaga dizaman yang
modern ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Akib.(1975). Sejarah dan Kebudayaan Palembang. Palembang: Architect

Budoyo, Sasono. 1996. Tradisional Palembang Wedding Ceremony. Jakarta: Julu

Sugiyono. (2013). (Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Tahyudin, Hamid. 1997. Perkembangan Budaya Palembang. Palembang:


Pemerintah Daerah.

Jurnal 1 ; https://ejournal.unsri.ac.id
Diakses 8 Mei 2019 pukul 13.00

Jurnal 2 ; http://digilib.uin-suka.ac.id
Diakses 8 Mei 2019 pukul 13.00

12
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengantin melakukan prosesi suap-suapan yang dilakukan oleh kedua orang
tua dan keluarga terdekat pengantin.

Gambar 2. Pengantin melakukan prosesi cacap-cacapan yang dilakukan oleh kedua orang
tua dan keluarga terdekat pengantin.

13
Gambar 3. Sajian yang akan digunakan untuk prosesi suap-suapan dan cacap-cacapan
berupa nasi kuning dan ayam sebagai sajian suap-suapan serta air kembang (bunga)
sebagai sajian yang digunakan untuk prosesi cacap-cacapan pengantin.

14

Anda mungkin juga menyukai