Anda di halaman 1dari 11

DALIL DALIL HUKUM ISLAM

Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ushul Fiqih
prodi Manajemen Haji dan Umroh

Dosen Pengampu:
Dr. Hatta Abdul Malik, M. S. I

Disusun Oleh:
Fitrah : 1901056017
Umi ‘Adilah Lutfiyah : 1901056024
Ida Agustina : 1901056037

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Esa atas anugerah rahmat, hidayah, kasih, dan sayang-Nya sehingga kami dapat
menyusun makalah ini dengan lancar, tanpa suatu rintangan berarti. Makalah ini menyajikan
dalil-dalil hokum ijtihadi. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini guna memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Ushul Fiqih.

Selama melakukan penulisan ini, kami mendapat banyak bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, untuk itu dengan segenap kerendahan hati kami menyampaikan penghargaan
dan terimakasih, terutama kepada:

1. Dr. Hatta Abdul Malik, M. S. I, selaku dosen pengampu mata kuliah Ushul Fiqh yang telah
mempercayai kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Teman-teman Manajemen Haji dan Umroh, atas dorongan semangatnya.

Semoga kebaikan tersebut dicatat sebagai amal shalih dan mendapat balasan yang lebih
besar dari Allah SWT.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan, untuk itu kami membuka
diri terhadap kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya makalah ini maupun
makalah untuk seterusnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan
secara umum maupun pihak tertentu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, September 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………...i

KATA PENGANTAR ............................................................................ Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
2.1. Urf’................................................................................................ Error! Bookmark not defined.
2.2. Saddu Dzara’i .............................................................................................................................. 4
2.3. Mazhab Sahabi ............................................................................................................................. 4
2.4. Syar’u Man Qoblana .................................................................................................................... 5
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................... 7
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................................. 7
3.2. Saran ............................................................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak lepas dari
peranan syari’at atau hukum hukum seperti sholat, puasa, jual beli, dan lain sebagainya. Semua
itu membutuhkan hukum agar kita tidak salah arah dalam landasan agama.
Untuk mengetahui hukum-hukum syari’at agama, para ulama telah berjihad untuk
mengetahui hukum yang telah dijelaskan didalam alquran dan hadits agar jelas dan tidak
syubhat. Dalam era sekarang, banyak kita jumpai hal-hal yang pada zaman Rosul tidak terjadi,
untuk mengetahui bagaimana hukumnya hal tersebut, maka kita perlu mempelajari tentang
dalil hukum ijtihad, yaitu dalil-dalil yang bukan berasal dari nash, tetapi berasal dari dalil dalil
akal, namun tidak terlepas da nada hubungannya dengan asas asas pokok agama islam yang
terdapat dalam nash.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Urf?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Dzara’i?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Mazhab Sahabi?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan Syar’u Man Qoblana?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. ‘Urf’
‘Urf ialah apa yang biasa dijalankan orang, baik dalam kata-kata maupun perbuatan.
Dengan kata lain ‘urf ialah adat kebiasaan. Mazhab yang banyak menggunakan’urf sebagai
landasan hukum adalah mazhab hanafiyah disusul Malikiyah, dan Syafi’iyyah. Menurutnya,
pada prinsip 3 mazhab besar dalam fikih itu dapat menerima adat istiadat sebagai dalil hukum,
meskipun dalam jumlah dan rinciannya terdapat perbedaan pendapat. Oleh karena itu, ‘urf
dimasukkan ke dalam kelompok dalil-dalil yang diperselisihkan dalam ulama ushul fiqh.
Alasan para ulama yang memakai ‘urf dalam menentukan hukum antara lain:
1. Banyak hukum syariat, yang ternayata sebelumnya telah merupakan kebiasaan orang arab,
seperti adanya wali dalam pernikahan dan susunan keluarga dalam pembagian waris.
2. Banyak kebiasaan orang arab, baik berbuat lafaz maupun perbuatan, ternyata dijadikan
pedoman sampai sekarang. Sebagai contoh kata “walad” dalam adat arab berarti anak laki-
laki. Hingga kata “walad” dalam Al-Qur’an mereka artikan laki-laki tidak termasuk
perempuan.

Selain alasan, para ulama juga mempunyai syarat-syarat beberapa syarat dalam pemakaian
‘Urf, antara lain:

1. ‘Urf tidak boleh diapakai untuk hal-hal yang menyalahi nash yan ada. Sebagai
contoh, huruf arab dahulu yaitu tentang kebiasaan minum khamar.
2. ‘Urf tidak boleh dipakai bila mengesampingkan kepentingan umum.
3. ‘Urf bisa dipakai apabila tidak membawa kepada keburukan-keburukan atau
kerusakan. Sebagai contoh, mandi sekolam (sama jenis) melihat aurat temannya.

Para ulama membenarkan penggunaan ‘urf hanya dalam hal-hal muamalat,itu pun setelah
memnuhi syarat-syarat diatas. Yang perlu diketahui adalah,bahwa dalam hal ibadah secara
mutlak tidak berlalu ‘urf yang menentukan dalamibadah adalah al-Quran dan hadits.

Macam-macam ‘Urf

a) Dilihat dari segi sumbernya, 'urf dapat digolongkan menjadi dua macam.

1) 'Urf Qauli, yaitu kebiasaan yang berupa ucapan. Seperti kata "‫ "لحْ م‬yang berarti daging.
Pengertian daging bisa mencakup semua daging, termasuk daging ikan, sapi,
kambing, dan sebagainya. Namun dalam adat kebiasaan, kata daging tidak berlaku

2
untuk ikan. Oleh karena itu, jika ada orang bersumpah, "Demi Allah, saya tidak akan
makan daging." tapi kemudian ia makan ikan maka menurut adat ia tidak melanggar
sumpah

2). 'Urf amaly, yaitu kebiasaan yang berupa perbuatan. Seperti, transakasi antara penjual
dan pembeli tanpa menggunakan akad.

b) Dilihat dari ruang lingkup penggunaannya, 'urf juga dibagi menjadi dua macam.

1). 'Urf Am (Umum), yaitu kebiasaan yang telah umum berlaku di mana saja hampir di
seluruh penjuru dunia tanpa memandang negara, bangsa, dan agama. Contohnya,
menganggukkan kepala pertanda setuju dan menggelengkan kepala pertanda menolak,
mengibarkan bendera setengah tiang menandakan duka cita untuk kematian orang
yang dianggap terhormat.

2). 'Urf khas (Khusus), yaitu kebiasaan yang dilakukan oleh sekelompok orang di tempat
tertentu atau pada waktu tertentu dan tidak berlaku di sembarang waktu dan tempat.
Umpamanya adat menarik garis keturunan melalui garis ibu atau perempuan
(matriliniel) di Minangkabau atau melalui bapak (patrilineal) di kalangan suku Batak.
Bagi masyarakat umum, penggunaan kata budak dianggap menghina, karena kata itu
berarti hamba sahaya. Tapi bagi masyarakat tertentu, kata budak biasa digunakan
untuk memanggil anak-anak.

c) Ditinjau dari baik dan buruknya menurut syariat, 'urf terbagi menjadi dua macam.

1). 'Urf Saḥīh, yaitu adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan norma agama.
Umpamanya, memberi hadiah kepada orang tua dan kenalan dekat pada waktu-waktu
tertentu, mengadakan acara halal bi halal (silaturahmi) pada hari Raya, memberi
hadiah sebagai penghargaan atas prestasi, dan sebagainya.

2). 'Urf Fāsid, yaitu adat atau kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama.
Contohnya, berjudi untuk merayakan peristiwa perkawinan atau meminum minuman
keras pada hari ulang tahun.

Kedudukan ‘Urf dalam Penetapan Hukum


Para ulama sepakat bahwa 'urf merupakan salah satu dalil untuk menetapkan hukum.
Mereka beralasan dengan firman Allah:

١٩٩ َ‫ض َع ِن ۡٱل َٰ َج ِهلِين‬ ِ ‫ُخ ِذ ۡٱل َع ۡف َو َو ۡأ ُم ۡر ِب ۡٱلعُ ۡر‬


ۡ ‫ف َوأ َ ۡع ِر‬
3
“Jadilah engkau seorang pemaaf dan suruhlah orang menerjakan yang ma’ruf dan
berpalinglah dari orang-orang bodoh” ( QS Al A’raf : 199).

Kata al ‘urf dalam ayat di atas secara harfiah yaitu sesuatu yang dianggap baik dan pantas.
Dari makna harfiah di atas maka para ulama’ menjadikanya sebagai sumber hukum.

B. Saddu Dzara’i

Saddu artinya menutup, menghalangi. Dzara’i atau Dzari’ah artinya bahaya-bahaya atau
sarana/jalan menuju suatu tujuan. Menurut istilah syara’, adalah "Sesuatu yang secara lahiriah
hukumnya boleh, namun hal itu akan menuju kepada hal-hal yang dilarang". Contoh,
melakukan permainan yang berbau judi tanpa taruhan dilarang karena dikawatirkan akan
terjerumus kedalam perjudian.

Pada dasarnya, dzari’ah adalah penilaian terhadap akibat suatu perbuatan. Apabila
perbuatan itu menjurus kepada suatu kewajiban, dzari’ahnya menjadi wajib. Bila perbuatan
itu menjurus kepada kerusakan, maka dzari’ahnya menjadi haram.
Sebagai contoh misalnya, masalah berteman atau bersahabat dengan orang-orang
jahat. Ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, orang-orang jahat tersebut menjadi
orang baik karena bersahabat dengan kita. Kedua, sebaliknya mungkin pula kita menjadi
orang jahat akibat persahabat itu. Masalah bersahabat adalah mubah hukumnya. Contoh lain
seperti pemerintah menjual kontrasepsi, buku porno, bayi tabung dari orang lain demi
penyalahgunaan.
Sesuatu yang menyebabkan jatuh atau terbawa kepada yang terlarang dilihat dari segi
bentuknya dapat dibagi tiga:
1. Sesuatu yang jika dilakukan, biasanya akan terbawa kepada yang terlarang.
2. Sesuatu yang jika dilakukan tidak terbawa kepada yang terlarang.
3. Sesuatu perbuatan yang jika dilakukan menurut pertimbangan adalah sama
kemungkinan untuk terbawa kepada terlarang dan tidak terlarang.

Ulama yang terkenal memakai saddu dzarai dikalangan ushul fiqih adalah Malik bin
Anas yang dikenal sebagai sebuatan Imam Malik.

C. Mazhab Sahabi
Mazhab Sahabi adalah pendapat sahabat Rosululah tentang suatu kasus dimana
hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah saw adalah
setiap orang muslim yang hidup bergaul bersama Rosulullah dalam waktu yang cukup lama

4
serta menimba ilmu dari Rosulullah seperti, Umar bin Khattab,Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin
Sabit dan lain-lain.

Menurut sebagian ulama’ yang lain bahwa pendapat sahabat yang seperti itu tidak bisa
dijadikan sebagai sumber hukum. Alasan mereka adalah bahwa kita harus berpegang kepada
Al-Qur’andan Hadis adis dan dalil lain yang mengarah kepada teks Al-Qur’an dan Hadis.
Sementara pendapat sahabat tidak termasuk bagian itu. Ijtihadd dengan akal bisa kemungkinan
benar bisa kemungkinan salah, baik itu pendapat sahabat maupun pendapat lainya. Meskipun
bagi sahabat, kemungkinan salah sangatlah kecil.

D. Syar’u Man Qoblana


Syar'u man qablana atau syariat umat sebelum kita adalah hukum-hukum yang
disyariatkan Allah kepada umat sebelum Nabi Muhammad yang diturunkan melalui para
nabinya seperti seperti ajaran nabi Musa, Ibrahim, Isa dan nabi-nabi yang lain. Syar’u man
qoblana terbagi menjadi 4, yaitu:

1) Ajaran umat sebelum kita yang diabadikan di dalam al qur’an atau hadis dan ada dalil
yang menyatakan bahwa syariat itu berlaku untuk kita. Dalam hal ini para ulama’ sepakat
bahwa syariat mereka berlaku untuk kita, seperti diwajibkannya berpuasa dalam firman
Allah:

١٨٣ َ‫ع َلى ٱلَّذِينَ ِمن قَ ۡب ِل ُك ۡم لَ َعلَّ ُك ۡم تَتَّقُون‬ َ ِ‫َٰيََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ُكت‬
ِ ‫ب َعلَ ۡي ُك ُم‬
َ ِ‫ٱلصيَا ُم َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-
Baqarah:183)

2) Ajaran umat sebelum kita yang diabadikan di dalam al qur’an melalui kisah atau
dijelaskan Rasulullah, tetapi ada dalil yang menyatakan bahwa syariat tersebut dihapus
oleh syariat kita atau Islam. Dalam hal ini para ulama’ sepakat bahwa syariat mereka
tidak berlaku untuk kita, seperti sabda Rasulullah saw:

‫ َولَ ْم ت ُ َح َّل ِِل َ َحد قَ ْب ِلى‬, ‫َوأ ُ ِحلَّتْ ِلى الغَنَائِ ُم‬
“Dan ghanimah dihalalkan untuk kami, tidak dihalalkan bagi umat sebelum kami”.

Dari hadis di atas diketahui bahwa ghanimah tidak dihalalkan untuk umat sebelum
rasulullah dan dihalalkan bagi umat Rasulullah saw.

5
3). Ajaran syariat umat sebelum kita yang tidak di tetapkan oleh syariat kita, para ulama’
sepakat hal itu bukan syariat bagi kita.

4) Syariat sebelum kita yang ada di dalam Al Qur’an dan Hadis tetapi tidak ada dalil yang
menyatakan sebagai syariat kita. Sepereti firman Allah

‫نف َو ۡٱۡلُذُنَ ِب ۡٱۡلُذ ُ ِن َوٱلس َِّن‬ ِ َ ‫نف بِ ۡٱۡل‬َ َ ‫س بِٱلنَّ ۡف ِس َو ۡٱلعَ ۡينَ بِ ۡٱلعَ ۡي ِن َو ۡٱۡل‬ َ ‫علَ ۡي ِه ۡم فِي َها َٰٓ أ َ َّن ٱلنَّ ۡف‬
َ ‫َو َكت َ ۡبنَا‬
َٰٓ
‫ٱَّللُ فَأ ُ ْو َٰلَ ِئ َك‬
َّ ‫ۥهُ َو َمن لَّ ۡم َي ۡح ُكم بِ َما َٰٓ أَنزَ َل‬ٞۚ َّ‫ة ل‬ٞ ‫ار‬
َ َّ‫صدَّقَ بِِۦه َف ُه َو َكف‬
َ َ ‫اص فَ َمن ت‬ٞۚٞ ‫ص‬ َ ِ‫بِٱلس ِِن َو ۡٱل ُج ُرو َح ق‬
٤٥ َ‫ٱلظ ِل ُمون‬ َّ َٰ ‫ُه ُم‬

“dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka
mereka itu adalah orang-orang yang zalim.( Al Maidah : 45)

Menurut sebagaian ulama’ seperti ulama’ Hanafi bahwa hal itu sebagai bagian dari
syariat kita. Mereka beralasan bahwa para ulama’ mewajibkan qisas dengan berdalil pada surat
al maidah ayat 45, yang jelas-jelas itu adalah syariat untuk bani Israil.

Mereka juga beralasan pada salah satu riwayat Muhamad bin Hasan bahwa nabi
bersabda:

" ‫ص ِل ْي َها إِذَا ذَك ََر َها‬ ِ َ‫صالَ ٍة أ َ ْو ن‬


َ ُ‫س َي َها فَ ْلي‬ َ ‫َم ْن نَا َم ع َْن‬
Lalu beliau membaca ayat:

َّ ‫َوأَقِ ِم ال‬
‫صالَةَ ِل ِذك ِْرى‬
Padahal ayat tersebut ditujukan kepada nabi Musa

Menurut ulama’ Syafii bahwa hal itu bukan syariat bagi kita sehingga tidak bisa
dijadikan sebagai hujjah, mereka beralasan bahwa syariat kita menghapus syariat sebelum kita.

6
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
‘Urf ialah adat kebiasaan, macam macam ‘Urf dapat dilihat dari segi sumbernya, baik
buruknya menurut syariat, dan ruang lingkup penggunaannya. Dari segi sumbernya yaitu (‘Urf
Qauli dan ‘Urf Amaly), segi baik buruknya yaitu (‘Urf Shahih dan ‘Urf Fasid), dan segi ruang
lingkup penggunaanya yaitu (‘Urf Khass dan ‘Urf ‘Am). Menurut istilah syara’ Saddu Dzarai
adalah "Sesuatu yang secara lahiriah hukumnya boleh, namun hal itu akan menuju kepada hal-
hal yang dilarang". Contoh, melakukan permainan yang berbau judi tanpa taruhan dilarang
karena dikawatirkan akan terjerumus kedalam perjudian. Mazhab Sahabi adalah pendapat
sahabat Rosululah tentang suatu kasus dimana hukumnya tidak dijelaskan secara tegas dalam
Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah saw. Syar'u man qablana atau syariat umat sebelum kita
adalah hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada umat sebelum Nabi Muhammad yang
diturunkan melalui para nabinya seperti seperti ajaran nabi Musa, Ibrahim, Isa dan nabi-nabi
yang lain.

3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan para pakar utama, penulis mengharapkan
saran dan kritik ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun, dan akan kami terima dengan
senang hati demi kesempurnaan makalah selanjutnya.

Kepada semua pihak khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah Ushul Fiqh
yang telah memberi kritik dan saran demi kesemprnaan makalah ini. Kami ucapkan
terimakasih.

7
DAFTAR PUSTAKA

Djalil, Basiq. 2014. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: PT Kharisma Putra Utama

Rokhmad, Abu. 2015. Ushul Al-Fiqh. Semarang: Cv. Karya Abadi Jaya

Anda mungkin juga menyukai