Anda di halaman 1dari 16

Asbabun Nuzul

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Studi Al-Quran
Dosen Pembimbing: Faridatus Sa’adah, S.Th.I

Di susun oleh:
Achmad Syarifuddin (21801012067)
Muhammad Badrun Tamam Mageskar (21801012068)
Meylinda Rosyidah (21801012070)

FAKULTAS AGAMA ISLAM


AHWAL SYAKHSIYAH
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2018

i
KATA PENGANTAR

Bismillahir-Rahmanir-Rahim
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah memberi
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat mempersembahkan sebuah makalah
Studi Al-Quran dengan judul “Asbabun Nuzul”.
Ucapan terimakasih kami yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak
yang telah bersedia dalam pembuatan makalah kami ini:
1. Dosen mata pelajaran Pancasila yaitu: Faridatus Sa’adah, S.Th.I
2 Teman-teman sekelompok yang telah bekerja dengan sebaik-baiknya dalam
pembuatan makalah ini.
Kami berharap, semoga makalah ini dapat menjadi bahan ajar yang baik,
berguna, dan bermanfaat untuk kita semua yang mempelajarinya. Dan juga kritik
dan saran kalian atas kekurangan makalah ini sangat-sangat kami harapkan dalam
penyempurnaan pembuatan makalah kami yang selanjutnya.

Malang, 29 Oktober 2018

Penyusun

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari segala permasalahan itu pastinya mempunyai beberapa
sebab dan musababnya. Di karenakan adanya suatu masalah itu
pada mulanya adalah terjadinya suatu peristiwa-peristiwa yang
menjadi pendorong munculnya masalah tersebut. Tidak dapat
dipungkiri bahwa munculnya kejadian-kejadian itu, tentu adanya
faktor-faktor yang menjadi sebab musababnya.
Seperti halnya dengan Al-Qur’an, bagaimana sejarah
munculnya, proses turunnya Al-Qur’an hingga membahas sebab-
sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an atau disebut dengan Asbabun
Nuzul. Maka dari itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui
latar belakang atau asbabun nuzul dari ayat-ayat yang ada dalam
ayat-ayat Al-Qur’an, agar kita tidak salah dalam menafsirkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asbabun nuzul?
2. Bagagaimana pandangan ulama terhadap asbabun nuzul?
3. Bagaimana redaksi dan cara mengetahui asbabun nuzul?
4. Bagaimana fenomena seputar Asbabun Nuzul?
5. Asbabun Nuzul Surat Al-Insyrah?
6. Apa manfaat mengetahui asbabun nuzul?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian asbabun nuzul.
2. Menjelaskan beberapa pandangan ulama terhadap asbab an-nuzul.
3. Menjelaskan redaksi dan cara mengetahui asbabun nuzul.
4. Untuk mengetahui riwayat mengenai asbab an-nuzul, banyak ayat
satu sebab,yang dianggap/diakui adalah lafadz yang umum bukan
sebab yang khusus,ayat lebih dahulu turun daripada hukumnya.
5. Menjelaskan

1
6. Untuk mengetahui manfaat asbabun nuzul.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul


1. Secara Bahasa
Ungkapan Asbabun Nuzul merupakan bentuk idhafah dari
kata “‫ ”اسبب‬dan“ ‫ ” نزل‬. Secara etimologi Asbabun Nuzul adalah
sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu.1
2. Secara Istilah
Pengertian Asbabun Nuzul secara istilah, menurut para
ulama mempunyai pendapat yang hampir sama bahwa Asbabun
Nuzul adalah faktor-faktor yang melatar belakangi diturunkannya
ayat Al Qur’an dan menerangkan tentang kejadian-kejadian yang
terjadi pada masa itu. Untuk lebih jelasnya, disini akan diterangkan
pengertian Asbabun Nuzul menurut definisi dari beberapa ulama
diantaranya :
1) Menurut Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy
“Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau
beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi
jawaban tentang sebab itu, atau menerangkan hukumnya
pada masa terjadinya peristiwa itu”.2
2) Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan
‫س َؤا ٍل‬ َ ‫آن بِشَأْنِ ِه َو ْق‬
ُ ‫ت ُوقُ ْو ِع ِه َكحا َ ِدث َ ٍة ا َ ْو‬ ٌ ‫ماَنُ ِز َل قُ ْر‬
“Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebabkan turunya Al-Qur’an berkenaan dengannya

1
Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, cet.II (Bandung: Pustaka Setia, 2010) hlm. 60
2
Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an cet. III(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2010) hlm. 18

2
waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
3) Menurut Ash-Shabuni
“Asbab Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian
yang berkaitan dengan urusan agama”.3
B. Pandangan Ulama Terhadap Asbabun Nuzul
Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan Asbab al-Nuzul.
Mayoritas ulama tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat
yang mempunyai riwayat Asbab al-Nuzul, karena yang terpenting bagi
mereka adalah apa yang tertera di dalam redaksi ayat.
Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah yaitu: “Yang
dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab”.
Sedangkan minoritas ulama memandang penting keberadaan
riwayat-riwayat Asbab al-Nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini
juga menetapkan suatu kaidah yaitu: “Yang dijadikan pegangan adalah
kekhususan sebab, bukan keumuman lafal”.
Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan
berdasarkan sebab khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum,
maka yang dijadikan pegangan adalah lafal umum.
Az-Zarkasyi dalam menghubungkan kekhususan sebab turunnya
suatu ayat dengan keumuman bentuk dan rumus kalimatnya. Dia
mengatakan “adakalanya sebab turunnya ayat bersifat umum”. Ini untuk
mengingatkan bahwa didalam lafaz yang bersifat umum terdapat hal yang
perlu diperhatikan. Sebagai contoh, turunnya QS.Al-Maidah (5):38.
ٌ ‫ع ِز‬
‫يز َح ِكي ٌم‬ َّ ‫َّللاِ ۗ َو‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫طعُوا أ َ ْي ِديَ ُه َما َجزَ ا ًء بِ َما َك‬
َّ َ‫سبَا نَ َك ًاًل ِمن‬ َ ‫ارقَةُ فَا ْق‬
ِ ‫س‬َّ ‫ار ُق َوال‬
ِ ‫س‬َّ ‫َوال‬

3
Dikutip oleh Rosihon Anwar dari kitab Studi Ilmu Al-Qur’an, Muhammad Ali Ash-Shabunny,
hlm.22

3
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”.
Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan
yang dilakukan seseorang pada masa nabi. Tetapi ayat ini menggunakan
lafal am. Yaitu isim mufrad yang dita’rifkan dengan alif lam (al)
jinsiyyah. Mayoritas ulama memahami ayat tersebut berlaku umum, tidak
hanya kepada yang menjadi sebab turunnya ayat.
Sebaliknya, minoritas mempunyai sisi pandangan lain. Mereka
berpegang kepada kaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang
dimaksud Tuhan adalah kaidah lafal umum, bukan untuk menjelasakan
suatu peristiwa atau serba khusus, mengapa Tuhan menunda penjelasan-
penjelasan hukum-nya hingga terjadinya peristiwa tersebut.
Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang menolak pendapat
kedua dengan alasan bahwa lafal umum ialah kalimat baru, dan hukum
yang terkandung didalamnya bukan merupakan hubungan kausal dengan
peristiwa yang melatarbelakanginya. Bagi kelompok ulama ini kedudukan
Asbab al-Nuzul tidak terlalu penting. Sebaliknya minoritas ulama
menekankan pentingnya riwayat Asbab al-Nuzul dengan memberikan
contoh tentang Al-Baqarah (2):115, yaitu:
‫ع ِلي ٌم‬ َّ ‫َّللاِ ۚ إِ َّن‬
َ ‫َّللاَ َوا ِس ٌع‬ ُ ‫َو ِ َّّلِلِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر‬
َّ ُ‫ب ۚ فَأ َ ْينَ َما ت ُ َولُّوا فَث َ َّم َوجْ ه‬
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas
(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Jika hanya berpegang pada redaksi ayat, maka hukum yang
dipahami dari ayat tersebut adalah tidak wajib menghadap kiblat pada
waktu shalat, baik dalam keadaan musafir aatu tidak. Pemahaman seperti
ini jelas keliru karena bertentangan dengan dalil lain dan ijma’ para ulama
Akan tettapi dengan memperhatikan Asbab al-Nuzul ayat tersebut, maka
dipahami bahwa ayat itu bukan ditujukan kepada orang-orang yang berada

4
pada kondisi biasa atau bebas, tetapi kepada orang-orang yang karena
sebab tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat.
Kaidah kedua lebih kontestual, tetapi persoalannya ialah tidak semua ayat-
ayat alquran mempunyai Asbab al-Nuzul jumlahnya sangat terbatas.
Sebagian diantaranya tidak shahih, ditambah lagi satu ayat kadang-kadang
mempunyai dua atau lebih riwayat Asbab al-Nuzul.4

C. Redaksi dan Cara Mengetahui Asbabun Nuzul


Ditinjau dari segi bentuk redaksi yang digunakan par perawi dalam
meriwayatkan asbab al-Nuzul ayat Al-Qur’an, ada 2 macam bentuk
redaksi sebagaimana deskripsi berikut.5
Pertama, shighat sharih (bentuk konkrit/jelas). Redaksi sharih
adalah riwayat yang sudah jelas menunjukkan asbab al-Nuzul suatu ayat
dan tidak mungkin menunjukkan sebab yang lain. Bentuk redaksi ini bisa
dikatakan sharih jika perawi misalnya menggunakan redaksi berikut ini.
1. ...‫(سبب نزل هذه اآلية كذا‬sebab turunnya ayat ini adalah begini…)
2. ...‫فنزلت الآلية‬...‫(حدث هذا‬telah terjadi peristiwa ini…, maka turunlah
ayat…)
3. ...‫فنزلت اآلية‬...‫(سئل رسول هللا عن كذا‬Rasulullah ditanya tentang ini… maka
turunlah ayat…)

Kedua, shighat muhtamilah (bentuk abstrak/kemungkinan/asumsi).


Redaksi muhtamilah adalah riwayat yang belum jelas menunjukkan asbab
al-Nuzul suatu ayat dan ada kemungkinan menunjukkan sebab yang lain.
Bentuk redaksi bisa dikatakan muhtamilah, jika perawi misalnya
menggunakan redaksi berikut ini.

1. ...‫(نزلت هذه اآلية في كذا‬ayat ini turun dalam masalah ini…)


2. ...‫(أحسب هذه اآلية نزلت في كذا‬aku menduga ayat ini turun dalam masalah
ini…)

4
Muhammad al-Aruzi Abd Qadir, Masalah Takhsish al-‘Am bi al-Sabab, (t.p.; Jamiah Umm Al-
Qur’an, 1983).
5
Al-Qaththan, Mabahist, 85

5
3. ...‫(ماأحسب نزول هذه اآلية إًل في كذا‬aku tidak menduga turunnya ayat ini
kecuali dalam masalah ini…)

Dengan demikian, maka redaksi yang dapat dijadikan pedoman


dalam menetapkan sebab turunnya ayat al-Qur’an adalah redaksi sharih.
Karena redaksi ini sudah jelas-jelas menunjukkan turunnya suatu ayat al-
Qur’an, sehingga lebih unggul dari pada redaksi muhtamilah.

Contoh dari redaksi sharih ialah apa yang diriwayatkan dari ibnu
umar, yang mengatakan:

.‫أنزلت {نساءكم حرث لكم}اآلية في إتيان النساء في أدبارهن‬

“Ayat istri-istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok


tanam (QS. Al-Baqarah:223) turun berhubungan dengan masalah
menggauli istri dari belakang.”6

Contoh dari redaksi muhtamilah ialah apa yang diriwayatkan dari


Abdullah bin Zubair, bahwa Zubair mengajukan gugatan kepada seorang
laki-laki dari kaum Anshar yang pernah ikut dalam perang Badar bersama
Nabi, dihadapan Rasulullah tentang saluran air yang mengalir dari tempat
yang tinggi; keduanya mengairi kebun kurma masing-masing dari situ.
Orang Anshar berkata: “Biarkan airnya mengalir”. Tetapi Zubair menolak.
Maka kata Rasulullah: Airi kebunmu itu Zubair, kemudian biarkan air itu
mengalir ke kebun tetanggamu”. Orang Anshar itu marah, katanya:
“Rasulullah, apa sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian?”
Wajah Rasulullah menjadi merah. Kemudian ia berkata: “Airi kebunmu itu
Zubair, kemudian tahanlah air itu hingga memenuhi pematang, lalu
biarkan ia mengalir ke kebun tetanggamu.” Rasulullah dengan keputusan
ini telah memenuhi hak Zubair, padahal sebelum itu ia mengisyaratkan
keputusan yang memberikan kelonggaran kepadanya dan kepada kaum
Anshar itu. Ketika Rasulullah marah kepada orang Anshar, ia memenuhi
hak Zubair secara nyata. Maka kata Zubair: “Aku tidak mengira ayat

6
Hadist riwayat Bukhori

6
berikut ini turun kecuali mengenai urusan tersebut. Maka demi Tuhanmu,
mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka persilisihkan.” (QS. An-Nisa’:65).7

D. Asbabun Nuzul Surah Al-Insyirah


A. QS. Al-Insyirah: 1-8
‫يم‬ ‫ٱلرحْ َٰم ِن ه‬
ِ ‫ٱلر ِح‬ ‫ٱَّللِ ه‬
‫س ِم ه‬
ْ ِ‫ب‬
ٓ ‫﴾ ٱلهذ‬2﴿ ‫﴾ ووض ْعنا عنك ِو ْزرك‬1﴿ ‫أل ْم نشْرحْ لك صدْرك‬
‫﴾ ورف ْعنا‬3﴿‫ِى أنقض ظهْرك‬
﴾7﴿‫﴾ ف ِإذا فر ْغت فٱنص ْب‬6﴿‫س ًرا‬ ْ ُ‫﴾ إِنه مع ٱ ْلع‬5﴿‫س ًرا‬
ْ ُ‫س ِر ي‬ ْ ُ‫﴾ ف ِإنه مع ٱ ْلع‬4﴿‫لك ِذكْرك‬
ْ ُ‫س ِر ي‬
﴾8﴿‫ٱرغب‬
ْ ‫وإِل َٰى ربِك ف‬
1. Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?
2. Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu.
3. Yang memberatkan punggungmu?
4. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama) mu.
5. Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.
8. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.

B. Penafsiran QS. Al-Insyirah: 1-8


Yang dimaksud dengan beban di sini ialah kesusahan-
kesusahan yang diderita Nabi Muhammad s.a.w. dalam
menyampaikan risalah.
Meninggikan nama Nabi Muhammad s.a.w di sini
Maksudnya ialah meninggikan derajat dan mengikutkan namanya
dengan nama Allah dalam kalimat syahadat, menjadikan taat
kepada Nabi Termasuk taat kepada Allah dan lain-lain.

7
Hadist riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan yang lain.

7
Maksudnya: sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu
(Muhammad) telah selesai berdakwah Maka beribadatlah kepada
Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia Maka
kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: apabila
telah selesai mengerjakan shalat berdoalah.8

C. Asbabun Nuzul QS. Al-Insyirah: 1-8


Menurut as-suyuthi ‘ayat ini turun ketika kaum musyrikin
memperolo olokan kaum muslimin Karena kekafirannya’
’Dari al hasan, berkata: ketika turun ayat 6 Rasulullah
SAWbersabda:bergembiralah kalian karena akan dating kemudaan
bagi kalian,kesusahan tidak aan mengalahkan 2
kemudahan”(HR.Ibnu Jarir)
E. Fenomena Seputar Asbabun Nuzul
1. Riwayat Mengenai Asbabun Nuzul

2. Banyak Ayat Satu Sebab


Terkadang banyak ayat yang turun, sedangsebabnya hanya
satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena
itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan
dengan suatu peristiwa.
Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur,
Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu
Hatim, Ath-Thabrani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari
Ummu Salamah, ia berkata:
“Wahai Rasulullah. Aku tidak mendengar Allah menyebut kaum
perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan:
“Maka Tuhan mereka Memperkenankan permohonannya (dengan
berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang
yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan,

8
Juz Amma Terjemah Perkata ,Jabal:Bandung

8
(karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang
lain…….” (Ali Imran: 195)
Juga hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul
Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah
katanya, “Aku telah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah
kami tidak disebutkan dalamAl-Qur’an seperti kaum laki-laki?
‘Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di
atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh, laki-laki dan
perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki
dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-
laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan
perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”
(Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata,
“Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping
itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding
laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri
hati terhadap karunia yang telah Dilebihkan Allah kepada
sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki
ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan
(pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32) Dan ayat:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuanyang muslim……..” ketiga
ayat di atas turun karena satu sebab.

9
3. Lafadz Yang Umum Bukan Sebab Yang Khusus

4. Ayat Lebih Dahulu Turun Daripada Hukumnya


Az-zarkasyi mengemukakan satu macam pembahasan yang
berhubungan dengan sebab nuzul yang dinamakan “Penurunan
Ayat lebih dahulu daripada hukum”. Contoh yang di berikannya
dalam hal ini tidaklah menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai
hukum tertentu, kemudian pengamalannya datang sesudahnya.
Tetapi hal tersebut menunjukkan bahwa ayat itu di turunkan
dengan lafazd mujmal, yang mengandung arti lebih dari satu
kemudian penafsirannya di hubungkan dengan salah satu arti- arti
tersebut, sehingga ayat tadi mengacu kepada hukum yang datang
kemudian.9
Di dalam al- Burhan di sebutkan” ketahuilah bahwa nuzul
atau penurunan sesuatu ayat itu terkadang mendahului hukumnya.
Misalnya firman Allah dalam surah al- A’la: 14 yang berbunyi:
‫ق ْد أ ْفلح م ْن تزك َٰهى‬
artinya: sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan beriman).
Mereka menjadikan ayat tersebut untuk wajibnya zakat fitrah, padahal
ayat ini turun di Mekkah atau makkiyah dan zakat fitrah diwajibkan
dalam bulan Ramadhan. Pada waktu itu tidak ada “idul fitri dan tidak ada
zakat.10
F. Manfaat Mengetahui Asbabun Nuzul
Ketika seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu
ayat al-Quran, ke manakah mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat
Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui sebab turunnya ayat-ayat al-Quran
akan membantu seseorang itu memahami kandungan makna dan kejelasan

9
Manna Al- Qathan, Mabahis fil “ulumul Qur’an, Terj, Mudzakir,( Bogor: Pustaka litera,2004)
Hal.133-144
10
Kahar Mansyhur, Pokok-pokok Ilmu Qur’an,(Jakarta: PT Rineka Cipta,1992) Hal.105

10
maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun nuzul sangat besar
pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami
asbabun nuzul, sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu. Diantara
kitab termasyhur yang membahas tentang asbabun nuzul adalah; Asbabun
Nuzul, karya Imam Al-Wahidi, Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul karya
Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul antara lain:

1. Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hukum. Imam Al-Wahidi


mengatakan,”Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa
mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”.
2. Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah
mengatakan,”Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk
memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan
mendapatkan ilmu musabbab”.
3. Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan dengannya,
dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas.
4. Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang hukum yang
nampak lahirnya menyempitkan.
Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil
Qur’âninya(3/94): “Abu Kuraib telah bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr),
katanya(Abu Kuraib): “Abû Dâwud telah bercerita kepada kami((Abu
Kuraib) dari Sufyan dari Ja’far bin Iyas dari Sa’îd bin Jubair dari Ibnu
‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs): “dahulu mereka tidak mau memberi
sebagian kecil hartanya kepada kerabat mereka dari kalangan Musyrikin,
lalu turunlah:
‫َّللاَ يَ ْهدِي َم ْن يَشَا ُء َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْر فَأل ْنفُ ِس ُك ْم َو َما ت ُ ْن ِفقُونَ إًِل ا ْبتِغَا َء‬ َّ ‫ع َليْكَ ُهدَا ُه ْم َولَ ِك َّن‬ َ ‫َلي‬
َ ‫ْس‬
ْ ُ ‫ف ِإ َل ْي ُك ْم َوأ َ ْنت ُ ْم ًل ت‬
َ‫ظ َل ُمون‬ َّ ‫َّللاِ َو َما ت ُ ْن ِفقُوا ِم ْن َخي ٍْري َُو‬
َّ ‫َوجْ ِه‬
Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan
tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-
Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka

11
pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu
melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang
kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (Surat al-Baqarah, ayat: 272)
Keterangan:
Kata Ibnu Jarîr: “Hadis di atas para rawinya adalah rawi shahih”.
Pendapat Ibnu Jarîr juga dikuatkan kerajihannya dengan Hadis yang dinisbahkan
Ibnu Katsîr dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/323) kepada: “an-Nasâ’î”.
Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb
an-Nuzûlinya (Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) kepada: “an-Nasâ’î, al-Hakim, al-
Bazzâr, ath-Thabrânî dan Ibnu Abî Hâtim”, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbâs.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga menisbahkan dalam ash-Shahîh al-
Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya (Surat al-Baqarah, ayat: 272) kepada: “at-
Tirmidzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî dan al-Hâkim”.

12
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Asbabun nuzul adalah sebab turunnya al-Qur’an (berupa
peristiwa/pertanyaan) yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an
dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-
masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
Sebagian besar ulama berpendapat tidak memberikan
keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat
asbabun nuzul. Karena yang terpenting bagi mereka adalah apa yang
tertera didalam redaksi ayat. Sedangkan minoritas ulama memandang
yang dijadikan pegangan adalah ke umuman lafadzh bukan ke khususan
sebab.
Cara mengetahui riwayat asbabun nuzul melalui
periwayatan yang benar dari orang-orang yang melihat dan melihat
langsung turunnya ayat.
Surah Al-Insyirah turun ketika kaum musyrikin mencela
(memperolokan) kaum muslimin karena ke kafirannya.
B. SARAN
Dengan disusunnya makalah tentang asbabun Nuzul ini,
kami mengharapkan pembaca dapat mengetahui lebih jauh, lebih
banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan asbabun nuzul,
pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai
pengarang, karena penulis hanya membahas garis besar saja
membahas lebih dalam tentang asbabun nuzul.
Disini kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang
membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat
diharapkan.

13

Anda mungkin juga menyukai