1
BAB 1
PEMBAHASAN
A . Definisi Muzara’ah
1
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Seia, 2001), h.205.
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, (Darul Fath,2013), h.133.
2
terkandung didalamnya dimana ada pemberian ganti rugi dengan manfaat yang
telah dilakukan. Ulama Hanabilah memberikan pengertian sebagai jual beli jasa.3
B. Landasan Hukum
Golongan ini berpendapat bahwa kerja sama Nabi dengan orang Khaibar
dalam mengelola tanah bukan termasuk mukhabarah atau muzara’ah, melainkan
pembagian atas hasil tanaman tersebut dengan membaginya, seperti dengan s
epertiga atau seperempat dari hasilnya yang didasarkan anugerah ( tanpa
biaya ) dan kemaslahatan. Hal itu diperbolehkan.
Dasar hukum Muzara‟ah terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist, dalam Al-Qur’an
terdapat dalam :6
1. QS. Al-Baqarah ayat 267:
3
Firman Muh. Arif, Konstruksi Kekuatan Ekonomi Umat di Desa dengan Konsep Muzara’ah, Jurnal
Muamalah: Volume IV, No 1 April 2014.
4
Ibid, Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5.
5
Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad Asy-Syaukani sebagaimana dikutip oleh Rahmat Syafe’i,
Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Seia, 2001), h.206.
6
Beny Septyliyan Primada, Tinjauan Mekanisme Kontrak Pengelolaan Lahan Pertanian Berbasis
Adat Istiadat dalam Kajian Fiqh Muamalah, JESTT Vol. 2 No. 11 November 2015
3
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
4
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.
Sesungguhnya Thawus ra. Bermukhabarah, Umar ra. berkata; dan aku berkata
kepadanya; ya Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan, mukhabarah ini, nanti
mereka mengatakan bahwa Nabi saw melarangnya. Kemudian Thawus berkata;
telah menceritakan kepadaku orang yang sungguh-sungguh mengetahui hal ini,
yaitu Ibnu Abbas, bahwa Nabi saw. Tidak melarang mukhabarah, hanya Beliau
berkata, bila seseorang memberi manfaat kepada saudaranya, hal itu lebih baik
daripada mengambil manfaat dari saudaranya dengan yang telah dimaklumi.
(HR. Muslim)
Abu Yusuf dan Muhammad (sahabat Imam Abu Hanifah), Imam Malik,
Ahmad, dan Abu Dawud Azh-Zhahiri berpendapat bahwa muzara‟ah
diperbolehkan. Hal itu didasarkan pada pada hadis yang diriwayatkan oleh
jama’ah dari Ibn Umar bahwa Nabi SAW. bermuamalah dengan ahli Khaibar
dengan setengah dari sesuatu yang di hasilkan dari tanaman,baik buah-buahan
maupun tumbuh-tumbuhan. Selain itu, muzara‟ah dapat di kategorikan
perkongsian antara harta dan pekerjaan, sehingga kebutuhan pemilik dan
pekerja dapat terpenuhi. Tidak jarang pemilik tidak dapat memelihara tanah,
sedangkan pekerja mampu memeliharanya dengan baik. Tetapi tidak memiliki
tanah, dengan demikian , diperbolehkan sebagaimana dalam mudharabah.
5
Adapun skema dari pembiayaan muzara‟ah dapat ditunjukkan pada gambar di
bawah ini:7
Tanah
Perbuatan pekerja
Modal
Alat-alat untuk menanam
Menurut Hanafiyah :
7
Ridha Putri Amalia, Analisis Kesyariahan Pembiayaan pada Sektor Pertanian. Jurnal Ilmiah Studi
Kasus di Koperasi Serba Usaha Bin Syauf Syariah Batu, Tahun 2016.
8
Alauddin Al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung:
Pustaka Seia, 2001), h.207.
6
a. Syarat yang berkaitan harus „aqidain, yaitu harus berakal.
b. Syarat yang berkaitan dengan tanaman , yaitu disyaratkan adanya
oenentuan macam apa saja yang di tanam.
c. Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman, yaitu : bagian
masing-masing harus disebutkan jumlahnya (persentasenya ketika akad)
,hasil adalah milik bersama, bagian antara Amil dan Malik adalah dari
satu jenis barang yang sama,misalnya bila Malik bagiannya padi
kemudian Amil bagiannya singkong, maka hal ini tidak sah, bagian kedua
belah pihak sudah dapat diketahui.
d. Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami, yaitu : tanah
tersebut dapat ditanami, tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya.
e. Hal yang berkaitan dengan waktu, syaratnya ialah : waktunya telah di
tentukan, waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman dimaksud,
seperti menanam padi waktunya kurang lebih 4 bulan (tergantung
teknologi yang dipakainya, termasuk kebiasaan setempat ) .
f. Hal yang berkaitan dengan alat-alat muzara‟ah , alat-alat tersebut
disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada pemilik
tanah.9
9
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.158.
7
Ditetapkan ukuran diantara keduanya <seperti setengah ,
sepertiga, dan lain-lain.
Hasil dari tanaman harus menyeluruh di antara dua orang yang
akan melangsungkan akad. Tidak di perbolehkan mensyaratkan
bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan
sekedar pengganti biji.
5. Tujuan akad
Akad didalam muzara‟ah harus didasarkan pada tujuan syara’ yaitu untuk
memanfaatkan pekerja atau memanfaatkan tanah.
6. Syarat muzara‟ah
Dalam muzara‟ah diharuskan menetapkan waktu. Jika wakti tidak
ditetapkan, muzara‟ah dipandang tidak sah.
Ulama Hanabilah
Ulama Hanabilah sebagaimana ulama Syafi’iyah, tidak mensyaratkan
persamaan antara penghasilan dua orang yang akad. Namun demikian,
mereka mensyaratkan lainnya :
a. Benih berasal dari pemilik, tetapi diriwayatkan bahwa Imam Ahmad
membolehkan benih bersal dari penggarap,
b. Kedua orang yang melaksanakan akad harus menjelaskan bagian
masing-masing.
c. Mengetahui dengan jelas jenis benih.
8
Sifat akad Muzara’ah
D. Hukum Muzara’ah
10
Muhammad Ali, Fiqih, (Gedongmenneg, Bandar Lampung: Anugerah Utama Raharja, 2013),
h.67.
9
b. Hukum Muzara’ah Fasid Menurut Hanafiyah
Telah disinggung bahwa Ulama Syafi’iyah melarang Muzara‟ah,
jika benih berasal dari pemilik , kecuali bila dianggap sebagai Musyaqah.
Begit pula jika benih dari penggarap , hal itu tidak boleh sebagaimana
dalam Musyaqah.
Dengan demikian, hasil dari pemeliharaan tanah diberikan semuanya
untuk pemilik , sedangkan penggarap hanya diberi upah.
Rafi’ bin Khadij berkata, “ Kami dulu adalah yang paling banyak bercocok
tanam di antara penduduk Madinah. Kami menyewakan tanah dengan imbalan
salah satu sisinyayang ditentukan untuk pemilik tanah. Sering kali sisi yang itu
ditimpa bencana dan sisi yang lain selamat. Dan sering kali sisi yang lain ditimpa
11
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Seia, 2001), h.207-211.
10
bencana dan sisi yang lain itu selamat. Kami pun dilarang untuk melakukan itu.”
12
Diriwayatkan juga bahwa Nabi SAW. berkata, “ apa yang kalian perbuat
dengan lading-ladang kalian?” mereka berkata, “ kami menyewakannya dengan
imbalan apa yang tumbuh di atas saluran air atau dengan imbalan sekian wasq
kurma dan gandum.” Beliau pun bersabda,
“ Janganlah kalian melakukan itu. Tanamilah ia, atau berikanlah ia kepada orang
lain agar ditanaminya, atau biarkanlah ia terbengkalai.” Rafi‟ berkata, “aku
berkata, „kami mendengar dan taat.’”13
F. Penghabisan Muzara’ah
G. Eksistensi Muzara’ah
12
Bukhari sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Darul Fath, 2013), h.137.
13
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Darul Fath, 2013), h.137.
14
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Tangerang : Gaya Media Pratama, 2007) h.111
11
d. Muzara‟ah tidak boleh jika tanah dan hewan berasal dari pemilik
tanah, sedangkan benih dan pekerjaan dari penggarap.15
H. Hikmah Muzara’ah
Muzara‟ah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-hal lainnya yang bersifat teknis
disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalam upaya
menyatukan potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bisa
saling menguntungkan.16
15
Rachmat Syafi’i, Fiqh Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001) h.210
16
Saleh Al-Fuzan, Fiqh Sehari-hari, (Jakarta : Gema Insani Press, 2005) h.159
12
PENUTUP
Kesimpulan
13
DAFTAR PUSTAKA
Firman Muh. Arif, Konstruksi Kekuatan Ekonomi Umat di Desa dengan Konsep
Muzara‟ah, Jurnal Muamalah: Volume IV, No 1 April 2014
14