Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH WAKAF

DAN PENERAPAN WAKAF DI BEBERAPA NEGARA

A. Sejarah Wakaf dalam Islam


Wakaf pada dasarnya memiliki akar keislaman yang kuat, dimana
dalam perkembangannya, pertumbuhan wakaf yang pesat tidak terlepas dari
dinamika sosial, ekonomi, dan budaya yang mengiringi perkembangan
masyarakat Islam dari masa ke masa. Persentuhan masyarakat muslim dengan
tradisi masyarakat di berbagai wilayah penaklukan ikut mempengaruhi
pembentukan kelembagaan wakaf yang lebih sistematis.
Wakaf dalam bentuknya yang masih sederhana telah dipraktikkan oleh
para sahabat berdasarkan petunjuk Nabi. Salah satu riwayat yang menjadi
dasar praktik wakaf pada masa awal Islam adalah hadits Ibnu Umar, Hadits ini
mengisahkan bahwa Umar bin Khattab mendapatkan sebidang tanah lahan
subur di daerah Khaibar dekat makkah. Umar yang hendak bersedekah dengan
lahan ini menanyakan kepada Nabi Muhammad SAW perihal niatnya tersebut
dan Nabi pun berkata kepada Umar “jika engkau bersedia, pertahankan
tanahnya dan sedekah hasilnya”.1 Sehingga mengikuti petunjuk dan saran
Nabi tersebut bahwa Umar telah mempraktikan wakaf. Meskipun ada
pendapat lain yang mengatakan, bahwa wakaf dalam Islam pertama kali
dilakukan oleh Nabi dengan mewakafkan sebiang tanah untuk Masjid.2
Ungkapan Nabi tersebut dan keseluruhan perbuatan Umar ini pada
gilirannya menjadi landasan doktrinal wakaf. Kemudian kejadian ini menjadi
sebuah hadits yang memiliki dasar hukum yang sedikitnya memberikan 5
prinsip umum yang membentuk kerangka konseptual dan praktis wakaf,
yakni:

1 Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Shaukani, Nailu al-Authâr, (Kairo : Mustafa
al-Bâb al-Halan, tth.) h. 127.
2 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Darul Ulum Press,

1999), h. 27

1
1. Prinsip yang mencakup kedudukan wakaf sebagai sedekah sunnah yang
berbeda dengan zakat;
2. Prinsip adanya kelanggengan asset wakaf atau harta wakaf yang tidak
boleh diperjual – belikan, diwariskan atau disumbangkan;
3. Prinsip adanya keniscayaan asset atau harta wakaf untuk dikelola secara
produktif;
4. Prinsip adanya keharusan menyedahkan hasil wakaf untuk berbagai tujuan
yang baik;
5. Prinsip diperbolehkannya pengelola wakaf mendapatkan bagian yang
wajar dari hasil wakaf;3
Pada masa awal Islam sekitar abad ke – 7 dan 8 masehi, kegiatan wakaf
telah cukup terlihat nyata. Perkembangan wakaf pada periode periode ini
terkait erat dengan dinamika sosial ekonomi dan keagamaan masyarakat.
Selama periode pembentukannya, masyarakat Islam awal terlibat dalam
kegiatan ekspansi ke luar wilayah Hijaz melalui kekuasaan militer. Seiring
dengan kegiatan itu, tugas keagamaan mengharuskan kaum muslim
mendirikan masjid di wilayah penaklukan. Tidak heran bila pada periode ini,
selain untuk keperluan militer, seperti kuda, senjata, budak untuk berjihad,
atau tempat-tempat berteduh para prajurit perang di tapal batas, wakaf banyak
didirikan untuk masjid. Namun pada demikian, selain untuk keperluan militer
dan keagamaan, wakaf pada masa awal telah juga dimanfaatkan untuk
menyantuni fakir – miskin dan untuk menjamin keberlangsungan hidup
kerabat dan keturunan waqif.
Pada masa abad pertengahan telah menjadi fenomena wakaf ahly.
Menurut Arjomand, yang mengutip penelitian Cahen, wakaf untuk keturunan
wakif ini memang cukup populer sejak periode awal. Berbeda dengan
kalangan Orientalis yang melihat kemunculan wakaf ahly sebagai fenomena

3
Andy Agung Prihatna dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, (Jakarta : CSRC, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006),
h. 30.

2
belakangan, para sarjana muslim seperti Qureishi dan Cizakca menganggap
bahwa wakaf ahly telah dipraktikkan oleh sahabat Nabi dan juga oleh para
ulama mazhab, seperti Imam Syafi’i yang mewakafkan rumahnya di daerah
Fustat untuk anak keturunannya.4
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan latar belakang maraknya
wakaf ahly. Penjelasan yang cukup populer adalah wakaf ahly dianggap
sebagai cara untuk melindungi harta benda keluarga dari ancaman sebagai
cara untuk melindungi harta benda keluarga dari ancaman perampasan oleh
penguasa. Ahli sejarah Islam dari Chicago, Marshal G.S. Hodgson, melihat
bahwa pada periode kekuasaan Bani Seljuk penyerahan tanah – tanah sebagai
wakaf didorong oleh ketidakpastian yang mendera kaum sipil akibat kebijakan
militer. Menurut Hodgson, keadaan inu kemudian ikut memperburuk iklim
investasi pada masa itu.
Meskipun setuju dengan pandangan ini, pakar Wakaf Turki, Koprulu,
seperti dikutip Cizakca, menganggap bahwa penjelasan seperti itu tidak dapat
menggeneraslisasi semua fenomena wakaf ahly. Pasalnya, beberapa pendirian
wakaf sepenuhnya didorong oleh rasa takut akan perampasan. Gerber secara
tegas menolak generalisasi ini khususnya untuk kasus-kasus wakaf selama
abad 15 M dan 16 M di Edirne Turki, dimana kalangan elit yang seharusnya
takut akan kasus perampasan mendirikan 80% wakaf khairy sedangkan para
wanitanya yang tidak mengkhawatirkan kasus perampasan mendirikan 64%
wakaf ahly.
Mengingat adanya ekses Hukum dan sosial ekonomi yang ditimbulkan
oleh pendirian wakaf ahly, di beberapa negara muslim, seperti : Mesir, wakaf
ahly dilarang sama sekali. Di Turki Sendiri pada abad ke – 16 M keluar fatwa
yang melarang praktik wakaf ahly setelah melihat banyaknya penyimpangan
wakaf ahly sebagai cara untuk menyelamatkan harta orang yang berhutang.

4
Andy Agung Prihatna dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, h. 31.

3
B. Penerapan Wakaf Di Beberapa Negara Muslim
1. Turki
Sejarah wakaf di Turki dapat dikatakan sangat tua, kata wakaf di
negeri ini dikenal dengan istilah Vakviye yang mengandung arti pelayanan
publik, untuk mempromosikan moralitas, kebajikan, penghargaan, dan
cinta dalam masyarakat. Sejak masa kekuasaan Turki Usmani wakaf telah
menghidupi berbagai pelayanan publik dan menopang pembiayaan
berbagai bangunan seni dan budaya. Jenis wakaf yang popular pada masa
itu adalah berbagai jenis properti tidak bergerak dan wakaf tunai, yang
telah dipraktikkan sejak awal abad ke 15 M. Tradisi ini secara ekstensif
terus berlangsung sepanjang abad ke - 16 M.
Berdasarkan tahun berdirinya, wakaf di Turki dibedakan menjadi tiga
jenis : pertama, wakaf peninggalan zaman Saljuk dan Turki Usmani,
kedua wakaf Mazbutah : dikelola oleh Dirjen Wakaf, ketiga wakaf
mulhaqah : dikelola oleh Mutawwali (nazhir) dan disupervisi oleh Dirjen
Wakaf. Dalam praktiknya, Dirjen Wakaf memiliki kewenangan untuk
mengelola wakaf Mazbutah dan juga mengawasi wakaf Mulhaqah. Selain
itu, Dirjen Wakaf bertugas mengawasi berbagai wakaf baru. Karena
terbatasnya ruang, bagian berikut hanya akan berkonsentrasi membahas
wakaf dalam periode Republik Turki secara selintas.
Pemerintah Republik Turki telah menetapkan berbagai regulasi wakaf
berdasarkan hukum sipil Turki. Wakaf harus mempunyai dewan
manajemen (pasal 77 Hukum sipil di Turki), Dirjen Wakaf melakukan
supervisi (pasal 78), harus diaudit minimal 2 tahun. Dirjen Wakaf berhak
memperoleh 5 % dari net income wakaf sebagai supervisi dan audit gratis.
Namun, tidak boleh melebihi 1 juta lira Turki. Dirjen ditunjuk oleh
Perdana Menteri dan berada di bawah kantor Perdana Menteri.5

5
Andy Agung Prihatna dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, h. 50-51.

4
Sebagai contohnya, mengenai potensi dan peruntukan Wakaf di Turki
berdasarkan data tahun 1987, Dirjen wakaf Turki mengelola sejumlah
37.917 wakaf, yang terdiri dari masjid (4.400), asrama mahasiswa (500),
pusat bisnis (453), hotel (150), toko (5.348), apartemen (2.254), property
lain (24.809). selain itu, Dirjen Wakaf mengelola sejumlah wakaf yang
berwujud investasi berbagai ladang bisnis. Singkatnya, potensi dan jumlah
wakaf di Turki sangat besar.
2. Mesir
Di Mesir wakaf telah memainkan peranan yang penting sejak dahulu
kala, terutama pada masa kekusaan Mamluk (1250 - 1517). Pada era
kejayaan Mamluk, wakaf telah berkembang pesat, yang tercermin dari
pemanfaatan wakaf untuk menghidupi berbagai layanan kesehatan,
pendidikan, perumahan, penyediaan makanan dan air, dan juga
penguburan mayat. Menurut Adam Sabra, wakaf yang diserahkan oleh elit
Mamluk, kususnya Sultan dan Amir, telah memampukan mereka dalam
memenangkan hati masyarakat, dan juga sebagai kendaraan untuk
mendemonstarsikan kemurahan hati. Contoh utama wakaf era ini adalah
rumah sakit yang dibangun oleh al- Manshur Qalawun. Rumah sakit ini,
bahkan mampu berfungsi dengan baik hingga abad ke - 19 M.
Sejarah kesuksesan wakaf di era Mamluk tidaklah berlangsung
selamanya. Dengan kata lain, wakaf di Mesir pernah juga mengalami
masa kelam, hingga bertahtanya pemerintahan Ali Pasha. Kala itu, suatu
gelombang baru yang bertajuk sentralisasi sistem wakaf mulai
diberlakukan. Untuk pertama kalinya, Ismail membentuk kementrian
wakaf. Akibatnya, beberapa asset wakaf disita dari para nazhir yang
dianggap melawan hukum yang berlaku. Semasa pendudukan Inggris
diberlakukan ketentuan yang membatasi kekuasaan nazhir, dengan
keluarnya pengaturan administrasi wakaf pada Juli tahun 1895.
Kemudian konflik baru menyeruak antara Inggris dan Khedive yang
berpangkal pada kementrian wakaf, setelah menyadari bahwa inggris

5
mencoba memanfaatkan kementrian wakaf sebagai wahana bagi formulasi
kebijakan-kebijakannya. Akhirnya Taufiq membubarkan kementrian
wakaf pada tahun 1884 dan menggantinya dengan administrasi umum
yang bertanggung jawab secara langsung kepadanya. Kontroversi mulai
merebak mengenai siapa yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol
sistem wakaf di Mesir.
Sehingga bisa di katakan pada periode – periode ini wakaf kurang
berkembang. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Mesir berusaha
menertibkan tanah wakaf dan harta wakaf lainnya dengan menjaga,
mengawasi, dan mengarahkan harta wakaf untuk kepentingan Publik.
Dalam konteks ini, pemerintah kemudian menetapkan perundang-
undangan yang relevan dengan situasi serta tetap berlandaskan syari’ah.
Pada tahun 1971, dibentuk suatu departemen wakaf yang khusus
menangani permasalahan wakaf dan pengembangannya sesuai dengan UU
No. 80 tahun 1971. Departemen wakaf ini selanjutnya memikul tanggung
jawab dalam melakukan kerja sama untuk memeriksa tujuan perundang-
undangan dan program kementrian wakaf. Selain itu, ia juga bertugas
mengusut dan memanfaatkan wakaf.
Terlepas dari situasi politik yang tidak kondusif yang mempengaruhi
perkembangan wakaf, hingga kini pemanfaatan wakaf telah memberikan
kontribusi bagi perkembangan perekonomian Mesir. Beberapa contoh
mengenai hubungan yang sinergis antara wakaf dengan perekonomian di
Mesir adalah bahwa pihak pengelola wakaf menitipkan hasil harta wakaf
di bank sehingga dapat berkembang. Selain itu, departemen wakaf dapat
membentuk bank – bank Islam, bekerja sama dengan pabrik gula,
perseroan rumah sakit Islam dan bank perumahan. Departemen wakaf juga
memanfaatkan tanah – tanah kosong dan selanjutnya dikelola secara
produktif dan membeli saham perusahaan serta obligasi. Sementara
hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan kesehatan, keagamaan, dan
pendidikan. Contohnya dalam bidang pendidikan adalah Universitas Al-

6
Azhar yang dihidupi oleh wakaf, dimana menurut Azyumardi Azra
dengan dana pengelolaan wakafnya yang besar Universitas Al-Azhar
sangat independen. Bahkan, anggaran belanja lembaga pendidikan ini
melalmapui anggran belanja Negara Mesir sendiri. Tetapi, kenyataan
tersebut terjadi sebelum nasionalisasi harta wakaf pada masa Nasser.6
3. Kuwait
Praktik wakaf di Kuwait sudah setua eksistensi kebudayaan orang –
orang Kuwait. Dengan kata lain, orang Kuwait. Dengan kata lain, orang
Kuwait sudah terbiasa membangun masjid dan mendedikasikannya
sebagai wakaf. Para sejarahwan mencatat bahwa dokumentasi wakaf yang
pertama di Kuwait adalah wakaf masjid Ibnu Bahar. Secara umum, di
masa lalu asset wakaf hanya melingkupi rumah – rumah tua dan uang
yang terbatas. Karenanya, keterbatasan asset wakaf cukup menyulitkan
pembiayaan operasional masjid dan menggaji para karyawannya. Namun,
setelah penemuan minyak, nilai wakaf yang berbentuk properti
berkembang pesat. Banyak wakaf properti dijadikan komplek komersial,
bangunan pemukiman, pertokoan, dan pusat rekreasi.
Ketika Kuwait memproklamirkan kemerdekaannya, departemen wakaf
dikonversikan menjadi kementrian wakaf yang diformalkan pada tanggal
17 November 1962. Sementara itu, pada tanggal 25 Oktober 1965
kementrian wakaf itu dikembangkan sehingga mencakup “Urusan-Urusan
Islam”. Karenanya nama kementrian ini berubah menjadi “kementrian
wakaf dan urusan-urusan Islam”. Pada masa invasi Irak pada tahun 1990-
an. Beberapa lembaga wakaf mengambil langkah untuk memproteksi
dokumen – dokumen wakafnya. Setelah Irak berhasil dipaksa keluar dari
Kuwait oleh pasukan multinasional pimpinan Amerika Serikat,
departemen wakaf direorganisasi dan diaktifkan lagi. Pada periode ini
dikerahkan upaya restorasi peranan wakaf yang efektif dalam

6
Andy Agung Prihatna dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, h. 54-58.

7
mewujudkan kemajuan dan kemakmuran masyarakat. Upaya tersebut
menghasilkan pembentukan Kuwait Awkaf Public Foundation (KAPF)
pada bulan November 1993.
Tugas utama KAPF adalah mendorong perkembangan wakaf berdasar
pada syari’ah dan mempromosikan perbaikan ekonomi budaya dan sosial
kemasyarakatan, dan meringankan kaum miskin. Investasi sumber daya
wakaf berkembang dan tetap dipengaruhi oleh lemahnya kinerja di masa
lalu yang melemahkan kapabilitas wakaf untuk perbaikan sosial ekonomi.
Inilah alasan dilakukannya reorganisasi sector wakaf untuk
menggerakkannya kearah modernisasi. KAPF lahir untuk tujuan tersebut.
KAPF telah membentuk dana wakaf dan proyek wakaf. Secara
kolektif dua program ini sebagai unit yang tunggal dan membagi tanggung
jawab secara mutualis. Dana-dana wakaf digunakan untuk membiayai
proyek yang bermanfaat untuk kepentingan publik, terutama di wilayah
yang kurang mendapat perhatian. KAPF menyediakan fasilitas
infrastruktur bagi dana wakaf dan menyatakannya sebagai cara terbaik.
Sementara proyek – proyek wakaf adalah satu entitas independen dari
KAPF, yang bertugas untuk menyediakan fasilitas untuk institusi wakaf
terutama dalam aktivitas pembangunan.
Berikut ini beberapa proyek wakaf yang telah berjalan :
a. Proyek untuk studi-studi mengenai perkembangan Islam.
b. Proyek industri skala kecil dan menengah.
c. Proyek kerja sukarela.
d. Proyek untuk pendidikan tentang hak dan kewajiban bagi pasangan
yang baru menikah, dan cara mengatasi perceraian.
e. Proyek wakaf untuk menghubungkan sektor wakaf dengan organisasi
pemerintah dan non pemerintah yang berpartisipasi dalam segala
proyek wakaf.

8
Kemudian dalam struktur lembaga wakaf di Kuwait diatur oleh satu
dewan direktur yang terdiri dari sejumlah tokoh terkemuka yang dipilih
oleh ketua badan kepengurusan wakaf. Masa kerja anggota dewan adalah
dua tahun dan dapat dipilih kembali. Badan memilih seorang ketua dan
wakil ketua dari anggota dewan yang ada. Dewan dibantu oleh seorang
Direktur yang ditunjuk oleh KAPF. Direktur bertindak sebagai anggota
dewan dan menjadi sekretarisnya. Dalam melaksanakan tugasnya direktur
boleh menunjuk satu atau dua asisten yang membantunya.7

4. Malaysia
Sistem Wakaf di Malaysia tidaklah monolitik. Artinya, tidak ada satu
hukum federal yang mengatur wakaf dengan suatu aturan yang sama.
Meskipun demikian, seperti dinyatakan Murat Cizacka, terdapat
pengecualian di derah Johor dan wilayah federal yang dimungkinkan
untuk mendirikan wakaf dalam bentuk penyediaan dana tunai dan
rekening bank. Sementara itu, baik negara pusat maupun negara bagian
tidak mengalokasikan anggaran khusus untuk pengelolaan wakaf.
Pendanaan dalam pengelolaan wakaf dapat menggunakan kredit
perbankan. Misalnya, Islamic Bank yang berdiri sejak tahun 1983 telah
membuka kesempatan untuk penjaminan dana guna mengembangkan
wakaf.
Seperti halnya wakaf di Indonesia, di Malaysia sebelumnya juga
kebanyakan Wakaf adalah berupa tanah. Kesamaan lain tradisi wakaf
antara Indonesia dan Malaysia adalah sama – sama menganut Fiqih
Syafi’i. Dalam praktiknya, pada umumnya tanah wakaf hanya
memebrikan sedikit income, karena kebanyakannya tidak produktif. Hal
yang cukup berkembang di Malaysia adalah tanah wakaf sering disewakan
untuk waktu yang lama. Dari hasil penyewaan itulah mereka memperoleh
keuntungan untuk mengembankan wakafnya.
7
Andy Agung Prihatna dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang Wakaf
dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, h. 58-62.

9
Meskipun begitu perkembangan wakaf di Malaysia sudah mulai
berkembang, Malaysia adalah negara jiran yang berbatasan langsung
dengan Indonesia. Pengelolaan wakaf secara profesional sudah berjalan
sejak lama. Untuk mengembangkan harta wakaf, investasi dilakukan
melalui instrumen sukuk dan Pasar Modal Malaysia yang diterbitkan oleh
Suruhanjaya Sekuriti pada Februari 2001. Penerbitan Saham Wakaf
dilakukan oleh beberapa negeri seperti Johor, Melaka, dan Selangor. Hal
ini dilakukan sesuai dengan keputusan Majma’ Fiqh Islami pada 24
November 2005. Saat ini luas tanah wakaf di Malaysia mencapai
20.735,61 hektar. Berdasarkan Jabatan Kemajuan Islam Malaysia
(OAKIM), wakaf dikelola secara produktif dengan sistem sewa. Hasil
sewa digunakan untuk pemberdayaan umat. Seperti membangun masjid,
pemakaman, sekolah, penyaluran ke panti asuhan, panti jompo, dan tak
lupa membayar gaji para pengurus yang terlibat di dalamnya.
Untuk pengelolaan wakaf tunai, dibentuk Badan Wakaf bernama Pelan
Takaful Wakaf oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad yang berdiri sejak
tahun 1997. Organisasi ini dijalankan berdasarkan pada prinsip
mudharabah. Bisa dibilang wakaf sudah dikelola secara maksimal di
Malaysia. Kita bisa melihat bangunan pelayanan publik yang berasal dari
wakaf dan sudah tersebar di seluruh penjuru Malaysia. Sebagai contoh
dana wakaf digunakan untuk membangun hotel syari’ah. Salah satunya
adalah hotel di Negeri Sembilan, negara bagian Malaysia, yang dibangun
di tempat pariwisata dengan pemandangan pantai yang indah.8
C. Macam-macam Wakaf
Wakaf bila ditinjau dari segi peruntukannya dibagi dua macam:
1. Wakaf Ahli:

8
https://www.rumahwakaf.org/ternyata-wakaf-di-malaysia-sudah-dikelola-secara-
profesional/. diakses pada hari Jum’at, 18-10-2019, jam 05.45 WIB

10
Wakaf ahli adalah wakaf yang kepada orang-orang tertentu, seorang atau
lebih, keluarga si wāqif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut Wakaf
Dhurri. Apabila ada seseorang yang mewakafkan sebidang tanah kepada
anaknya lalu kepada cucunya, wakafnya sah dan yang berhak mengambil
manfaatnya dalam mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf. Wakaf
jenis ini (wakaf ahli) kadang-kadang juga disebut wakaf 'ala al aulad,
yaitu wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial
dalam lingkungan kerja (family), lingkungan kerabat sendiri.
Dalam satu segi, wakaf (dhurri) ini baik sekali, karena si wāqif akan
mendapat dua kebaikan dari amal ibadah wakaf, juga kebaikan dari
silaturahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf. Akan tetapi,
pada sisi lain wakaf ahli ini sering menimbulkan masalah, seperti:
Bagaimana kalau anak cucu yang sudah tidak ada lagi (punah)? Siapa
yang berhak mengambil manfaat benda (harta wakaf) itu? Sebalikya, jika
anak cucu si wāqif yang menjadi tujuan wakaf itu berkembang, bagaimana
cara meratakan pembagian hasil harta wakaf?
Pada perkembangan selanjutnya wakaf ahli untuk saat ini dianggap
kurang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena
sering menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan
wakaf oleh keluarga yang diserahi harta wakaf.
Di beberapa Negara tertentu seperti: Mesir, Turki, Maroko dan
Aljazair, wakaf untuk keluarga (ahli) telah dihapuskan, karena
pertimbangan dari berbagai segi, tanah-tanah wakaf dalam bentuk ini
dinilai tidak produktif. Untuk itu, dalam pandangan KH. Ahmad Azhar
Basyir, MA. bahwa keberadaan jenis wakaf ahli ini sudah selayaknya
ditinjau kembali untuk dihapuskan.9
Meskipun wakaf ini diperbolehkan menurut shara', tetapi ada sebagian
kalangan yang mensinyalir jenis wakaf seperti ini akan menimbulkan

9
Depag RI, Fikih Wakaf, 14-16.

11
kecenderungan untuk mementingkan diri sendiri, sehingga harta wakaf
ahli itu biasanya sering digunakan hanya untuk kepentingan pribadi,
misalnya diberikan kepada ahli warisnya yang kurang peduli dengan
kepentingan umat Islam.
Sebagaimana yang terjadi di beberapa Negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, misalnya Suriah dan Mesir yang semula
membolehkan adanya praktek wakaf ahli, sekarang tidak
membenarkannya lagi.
Oleh karena itu dapat dipahami jika ulama menghubungkan wakaf ahli
ini dengan teori "inqirad" yaitu kesinambungan institusi wakaf tersebut,
dengan asumsi bahwa kemungkinan penyalahgunaan dalam wakaf Ahli
dapat diatasi.
Adapun kelanjutan dan penetapan pendayagunaan wakaf ahli yang
berubah statusnya menjadi wakaf khairi ada di tangan kewenangan hakim;
apakah peruntukannya ditujukan untuk kepentingan ibadah, seperti
masjid, kepentingan sosial, seperti rumah sakit, sekolah dan sebagainya.
Dengan demikian, wakaf ini sekalipun sejak semula ditentukan kepada
pribadi tertentu atau sejumlah orang tertentu pada akhirnya tetap
tujuannya untuk kemaslahatan dan kepentingan umum.
2. Wakaf Khairi
Wakaf Khairi adalah wakaf yang secara tegas untuk kepentingan
keagamaan, atau kemasyarakatan (kebajikan umum), seperti wakaf yang
diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan,
rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.
Dalam tinjauan penggunaannya wakaf jenis ini jauh lebih banyak
manfaatnya dibandingkan dengan jenis wakaf ahli, karena tidak
terbatasnya pihak-pihak yang mengambil manfaat. Jenis wakaf inilah yang
sesungguhnya paling sesuai dengan tujuan perwakafan itu sendiri secara
umum. Dalam jenis ini juga si wāqif dapat mengambil manfaat dari harta
yang diwakafkan itu, seperti wakaf masjid, maka si wāqif boleh saja

12
beribadah di sana atau mewakafkan sumur, maka si wāqif boleh
mengambil air dari sumur tersebut sebagaimana yang telah pernah
dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan sahabat Usman bin Affan.
Secara subtansinya, wakaf inilah yang merupakan salah satu cara
membelanjakan (memanfaatkan) harta di jalan Allah Swt.
Tentunya dilihat manfaat kegunaannya merupakan salah satu sarana
pembangunan, baik di bidang keagamaan, khususnya peribadatan, juga
bidang lainnya seperti perekonomian, kebudayaan, kesehatan, keamanan
dan sebagainya.
Institusi wakaf dalam bentuk wakaf khairi inilah yang masih umum
berjalan di negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim. Begitu
pentingnya lembaga wakaf ini sehingga di negara-negara Islam seperti
Mesir dan Arab Saudi, ada Kementerian Wakaf yang khusus mengelola
masalah perwakafan. Bila dibandingkan dengan wakaf ahli, jenis wakaf
semacam inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan dianjurkan
pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh
pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia
telah meninggal dunia yang juga merupakan salah satu cara
membelanjakan harta di jalan Allah Swt. Sehingga daya guna dan hasil
guna dari wakaf seperti ini akan lebih menonjol manfaatnya bagi
kepentingan masyarakat banyak. Wakaf khairi telah dicontohkan
pelaksanaannya oleh sahabat Umar bin Khattab. Beliau memberikan hasil
kebunnya kepada fakir miskin, ibnu sabil dan kepentingan umum lainnya.

13
REGULASI WAKAF

D. Regulasi Dan Peraturan Perundang-Undangan Wakaf Di Indonesia


Perwakafan di Indonesia selain bersumber pada Agama juga berumber
pada hukum positif yang merupakan hasil pemikiran para pakar hukum di
Indonesia. Menurut Rahmat Djatmika Sumber hukum Perwakafan di
Indonesia yaitu:
1. Setelah Islam masuk ke Indonesia sampai tahun 1905 belum ada peraturan
yang mengatur tentang wakaf. Wakaf hanya didasarkan pada kitab-kitab
fiqh dan hukum adat.
2. Pada zaman kolonial belanda, pemerintah belanda mengeluarkan sirculer,
yaitu mengatur tentang peribadatan, masjid dan wakaf.
a. Pada tnggal 31 Januari 1905 dikeluarkan bijblad op het staatsblad No.
6196 bedehuizen, Mosken, Toezicht opden bouw van Mohammadaan
sehe begehuizen, yang mengatur tentang mendirikan tanah wakaf
harus mendapat izin Bupati.
b. Pada 4 Juni 1931 di Bogor, dikeluarkan dikeluarkan bijblad op het
staatsblad No. 12573. Bedehuizen, vrijdagdiensten. Wakaps. Bahwa
mendirikan tanah wakaf haru mendapat izin dari Bupati dan tidak
bertentangan dengan kepentingan umum.
c. Pada 24 Desember 1934 Buitenzorg, dikeluarkan bijblad op het
staatsblad No. 13390. Bedehuizen, vrijdagdiensten. Wakaps. Bahwa
wakaf supaya diberitahukan kepada Bupati untuk dicatat dan
dibebaskan dari pajak.
d. Pada 27 Mei 1935 Buitenzorg, dikeluarkan bijblad op het staatsblad
No. 13390. Bedehuizen, vrijdagdiensten. Bahwa wakaf cukup
dilaporkan.
3. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar Pokok-
pokok Agraria (UUPA).

14
4. PP No. 28 tahun 1977 yang terdiri dari 18 pasal. Dengan
dikeluarkannya PP No. 28 tahun 1977 ini maka semua peraturan
sebagaimana pada angka 2 diatas dinyatakan tidak berlaku lagi.
Bahwa selain peraturan-peraturan yang sudah tersebut diatas, ada 3
ketentuan lain yang mengatur perwakafan di Indonesia. Pertama Kompilasi
Hukum Islam (KHI). kedua Instruksi menteri Agama RI No. 15 tahun 1989.
Ketiga, instruksi bersama Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 tahun
1990 atau no. 24 tahun 1990 mengenai target pensertifikatan tanah wakaf
pada Pelita IV.
Pada tanggal 27 oktober 2004 Pemerintah mengeluarkan peraturan baru,
Undang-undang khusus yang berkaitan dengan perwakafan di Indonesia yaitu
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf.10
Latar belakang disusunya RUU wakaf dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Pertama aspek historis, kedua aspek sosiologis, ketiga aspek sosiologis.
Lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Aspek Historis
Peraturan perwakafan di Indonesia sudah dimulai sejak awal abad
ke 20, dan terus berkembang sampai dengan saat ini. Berdasarkan
peraturan-peraturan yang terus berkembang tersebut ada upaya pemerintah
untuk menjaga dan melestarikan perwakafan di Indonesia.11
Perwakafan di Indonesia sejak dulu sampai saat ini objeknya
berupa tanah. Maka peraturan-peraturan perundang-udangannya yang ada
hanya mengatur hak milik saja. Hal ini bisa kita jumpai pada UUPA No. 5
tahun 1960 dan PP no. 28 tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik.
Dalam UUPA No. 5 tahun 1960 masalah wakaf dapat kita ketahui pada
pasala 5, 14 ayat (1) dan pasal 49 yang berbunyi sebagai berikut:

10
Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Ciputat Press, nopember 2005), h. 79.
11
Farida Prihatinni, Hukum Islam Zakat dan Wakaf “teori dan Prakteknya di
Indonesia”(Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005), h. 123.

15
a. Pasal 5 UUPA No. 5 tahun 1960, bahwa hukum adat lah yang
menjadi dasar hukum agraria di Indonesia, yaitu hukum asli Indonesia
yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia yang mengandung unsur agama.
b. Pasal 14 pengaturan tanah untuk keperluan ibadah.
c. Paal 49 UUPA No. 5 tahun 1960 berisi ketegasan bahwa soal-soal
yang bersaangkutan dengan peribadatan dan keperluan suci lainnya
dalam hukum agraria, hal ini terkait dengan perumusan PP No. 28
tahun 1977.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1977,
memiliki tujuan agar perwakafan di Indonesia mejadi tertib, rapih, serta
memiliki kekuatan hukum sehingga terhindar dari perselisihan-
perselisihan dan penyelewengan. Maka, perwakafan ini menjadi sebuah
investasi yang sangat luar biasa bagi pekembangan umat islam di
Indonesia.12
Pada tahun 1991 presiden mengeluarkan Inpres no. 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam. Terjadi perkembangan dalam wakaf
baik dari segi definisi maupun objek wakaf yang tidak hanya berupa tanah
milik sebagaimana dalam PP no. 28 tahun 1977, namun lebih jelas dan
terperinci yang tertuang dalam:
1. BAB I pasal 215 memuat ketentuan umum, arti wakaf, ikrar wakaf,
benda wakaf, nazhir, dan pejabat pembuat akta ikrar wakaf (PPAIW).
2. BAB II berisi 7 pasal (pasal 216-222) yang memuat ketentuan fungsi,
unsur-unsur san syarat wakaf.
3. BAB III berisi 2 pasal (pasal 223-224) yang berisi tentang tata cara
wakaf dan pendaftaran wakaf.
4. BAB IV berisi 3 pasal (pasal 224-226) yang memuat tentang
perubahan, penyelesaian perselisihan dan pengawasan benda wakaf.

12
Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia (Yogyakarta: Pilar
Media, 2005), h. 7.

16
5. BAB V berisi pasal 228 dan 229 tentang peraturan peralihan dan
penutup.13
Pada tanggal 22 Mei tahun 2002 keluarlah fatwa MUI tentang wakaf
uang, menjawab permasalahan-permasalah di masyarakat yang ingin
melaksanakan ibadah wakaf namun tidak memiliki tanah. Dengan adannya
fatwa ini masyarakat yang tidak memiliki tanah dapat pula melaksanakan
ibadah wakaf yang pahalanya tidak akan putus sampai hari kiamat.
2. Aspek Teologis
Manusia sama derajatnya dihadapan Allah SWT, yang membedakan
adalah ketaqwaannya. Taqwa adalah perasaaan yang melembaga atau
melekat didalam hati manusia sehingga keluar daripadanya dan
memunculkan dalam diri manusia tersebut akhlak yang terpuji sesuai
dengan tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW yaitu untuk
menyempurnakan Akhlak. Wakaf adalah salah satu bentuk hasil ketaqwaan
manusia kepada Allah SWT yang dapat kita lihat di masyarakat karena
didalamnya terdapat keridlaan sosial dan realitas ajaran agama Islam.
Wakaf merupakan amalah sunnah yang tidak memiliki konsekuensi apa-
apa apabila tidak menjalankannya, namun memiliki daya tarik luar biasa,
efek yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat, sehingga tidak sedikit
masyarakat yang berlomba-lomba untuk melaksanakan wakaf.
3. Aspek Sosiologis
Di Indonesia jumlah tanah wakaf cukup banyak jumlahnya, bahkan
tidak sedikit yang belum terdaftar sebagai tanah wakaf. Wakaf di Indonesia
pemanfaatannya masih berada disekitar sarana dan prasarana keagamaan
saja seperti masjid dan sekolah, belum memberikan dampak yang
signifikan bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Hal ini karena
kurang maksimalnya pengelolaan tanah wakaf, karena umumnya nazhir
hanya sebagai penjaga saja. Sehingga mengakibatkan perwakafan di

13
Yulia Mirwati, Wakaf Tanah Ulayat Dalam Dinamika Hukum Indonesia (Jakarta : Rajawali
Press, 2016), h.98

17
Indonesia tidak mengalami perkembangan yang dapat mensejahterakan
masyarakat.
Bahwa setelah lahirnya Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang
wakaf pada tanggal 27 oktober 2004 oleh Susilo Bambang Yudhoyono,
undang-undang memiliki urgensi selain untuk kepentingan ibadhan
mahdhah, juga menekankan pentingnya pemberdayaan wakaf demi
kepentingan sosial masyarakat (kesejahteraan ummat).14
Undang-undang wakaf ini memiliki substansi antara lain:
1. Benda yang diwakafkan. Dalam peraturan-peraturan sebelumnya wakaf
hanya menyangkut perwakafan benda tak bergerak yang lebih banyak
digunakan untuk kepentingan yang tidak produktif seperti, masjid,
sekolah, kuburan, yayasan yatim piatu, pesantren dan sebagainya.
Sedangkan saat ini UU wakaf ini juga mengatur benda wakaf yang
bergerak, seperti uang, saham, surat-sura berharga lainnya dan hak
kekayaan intelektual. Tentu saja ini merupakan terobosan yang luar biasa
dalam dunia perwakafan. Wakaf uang, saham, atau surat berharga lainnya
sebagaimana diatur dalam Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf bukan
untuk dibelanjakan secara konsumtif seperti kekhawatiran sebagian orang.
Pemanfaatan secara konsumtif berarti menyalahi konsep dasar wakaf itu
sendiri, karena esensinya adalah agar wakaf uang, saham, atau surat
berharga lainya yang diamanatkan kepada nazhir dapat dikelola secara
produktif sehingga memiliki manfaat yang lebih besar untuk kepentingan
masyarakat.
2. Pentingnya pendaftaran benda-benda wakaf oleh Pejabat Pembuat Akta
Ikrar Wakaf (PPAIW) kepada instansi yang berwenang paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sejak Akta Ikrar wakaf ditanda tangani. Urgensi
pendaftaran wakaf dimaksudkan agar seluruh perwakafan dapat dikontrol

14
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif “Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat” (Jakarta: Mitra Abadi Press, Oktober 2006), h. 90.

18
dengan baik, sehingga terhindar dari penyelewengan yang tidak perlu oleh
nazhir dan pihak ketiga lainnya.
3. Pensyaratan nazhir. Ada beberapa hal yang diatur dalam UU wakaf
mengenai nazhir yaitu: (a) selain perseorangan, terdapat berupa badan
hukum dan organisasi, sehingga dengan menekankan bentuk bdan hukum
atau organisasi diharapkan dapat meningkatkan peran nazhir dalam
mengelola wakaf menjadi lebih baik. (b) persyaratan nazhir dilakukan
pembenahan seperti ; amanah, memiliki pengetahuan wakaf,
berpengalaman dibidang manajemen keuangan, serta kemampuan lainnya
dalam menjalankan tugas sebagai nazhir. (c) pembatasan masa jabatan
nazhir. (d) nazhir dapat menerima hak pengelolaan sebesar 10 % dari hasil
bersih pengelolaan dan pengembangan benda wakaf.
4. Menekankan pentingnya pembetukan sebuah lembaga wakaf nasional
yang disebut sebagai Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang berfungi baik
sebagai nazhir maupun sebagai pembina nazhir sehingga benda wakaf
dapat dikelola dan dikembangkan secara produktif.
5. Undang-undang wakaf ini juga menekankan pentingnya pemberdayaan
wakaf yang menjadi ciri utama UU ini.
6. Catatan penting dalam UU ini adanya ketentuan pidana dan sanksi
administrasi sebagaimana disebutkan dalam Bab IX.15

15
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif “Sebuah Upaya
Progresif Untuk Kesejahteraan Umat”, h. 92

19
KESIMPULAN

Regulasi perwakafan di Indonesia dimulai sejak tahun 1905 dibawah


pemerintahan kolonial belanda yang memuat aturan tentang wakaf. Regulasi
perwakafan di Indonesia setelah kemerdekaan hanya tertuang dalam
peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan menteri agama dengan undang-
undangnya masih menggunakan UUPA. Kemudian pada tahunn 1991 dalam
instruksi presiden Soeharto lahirlah Kompilasi Hukum Islam didalanya wakaf
menjadi sebuah pembahasan utama yang menjadi sumber hukum materiil bagi
pengadilan agama, yang pada akhinya dalam rangka penyempurnaan regulasi
wakaf di Indonesia dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 41 Tentang
Wakaf.

20
Daftar Pustaka

Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Ciputat Press, nopember


2005.
Prihatinni, Farida, Hukum Islam Zakat dan Wakaf “teori dan Prakteknya di
Indonesia” Jakarta: Fakultas Hukum UI, 2005.
Anshori, Abdul Ghofur, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia
Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Al-Asyhar, Achmad Djunaidi dan Thobieb, Menuju Era Wakaf Produktif
“Sebuah Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat” Jakarta: Mitra
Abadi Press, Oktober 2006.
Mirwati, Yulia, Wakaf Tanah Ulayat Dalam Dinamika Hukum Indonesia
Jakarta : Rajawali Press, 2016.
Al-Shaukani, Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad, Nailu al-Authâr, (Kairo :
Mustafa al-Bâb al-Halan, tth.)
Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Darul Ulum
Press, 1999)
Prihatna, Andy Agung dkk., Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi
tentang Wakaf dalam Perspektif Keadilan Sosial di Indonesia, (Jakarta
: CSRC, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)

https://www.rumahwakaf.org/ternyata-wakaf-di-malaysia-sudah-dikelola-
secara-profesional/. diakses pada hari Jum’at, 18-10-2019, jam 05.45
WIB

21

Anda mungkin juga menyukai