Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat adalah rukun islam ketiga setelah syahadat dan shalat. Zakat
merupakan sandi pokok agama yang sangat penting, bukan saja karna ia
merupakan kewajiban utama kepada Allah yang wajib di tunaikan, namun karena
kewajiban ini mengandung ekses strategis dalam rangka membangun kekuatan
ekonomi masyarakat islam. Sebuah realita yang tidak dapat di pungkiri bersama
terpampang dihadapan kita, bahwa kehidupan ekonomi masyarakat dunia memiliki
ketimpangan diantara sebagian masyarakat dengan sebagian lainnya. beberapa
kelompok masyarakat memiliki kekayaan yang luar biasa banyak, sedangkan
beberapa kelompok lainnya mengalami kesulitan ekonomi yang serius, bahkan
hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok seharinya.
Realitas ini muncul dan selalu ada di karenakan sistem nilai yang mengatur
tata kehidupan ekonomi masyarakat memang tidak menjamin terselesaikannya
kesenjangan ekonomi ini dengan baik.demikian itu karna ia di rumuskan tanpa
rujukan nilai-nilai ilahiyah. Padahal nilai-nilai ilahiyah itulah sebuah nilai yang
ketika menetapkan aturan-aturannya jauh dari unsure-unsur kepentingan subjektif,
karena datang dari dzat yang menciptakan dan menguasai selirih makhluk.
Konsep zakat, sebagai konsep yang ditetapkan oleh Allah Swt., diturunkan'
untuk menjamin terjadinya proses taawun atau kerjasama antar hamba-hamba
Allah dalam membangun kehidupan ekonominya. Demikian itu karena merupakan
sunnatullah bahwa manusia berbeda kondisinya antara yang satu dengan yang lain.
Zakat disyariatkan memang dengan tujuan menciptakan keharmonisan hubungan
antara si kaya dan si miskin. Zakat di tetapkan bukan untuk menghilangkan
kemiskinan, juga bukan untuk merampas harta dari si kaya. Ini Karena islam
sendiri mengakomodasi kepemilikan pribadi sehingga batas yang sangat jauh.yang
di inginkan islam hanyalah bagaimana agar harta sisa darii si kaya bisa member
manfaat dan tersalurkan kepada mereka yang kekurangan. Dengan begitulah maka
kesenjangan ekonomi tidak berbuah kecemburuan, tidak menimbulkan dengki dan
kebencian. Masyarakat yang dipenuhi oleh orang-orang kaya yang dermawan dan

orang-orang miskin yang hatinya rela dan lapang, sungguh merupakan masyarakat
yang di cita-citakan oleh siapapun. Dan ini hanya bisa di wujudkan dengan baik
jika konsep zakat di terapkan dengan professional dan didukung oleh semua
komponen masyarakat.
Maka, jika shalat berfungsi untuk membentuk kesalehan pribadi muslim
secara khusus, zakat lebih luas dampaknya, yakni bisa membentuk harmoni
hubungan persaudaraan dan kemasyarakatan yang hangat. Pembentukan pribadi
muslim yang ideal dan pembentukan masyarakat muslim tang tentram itulah
tujuan utama diturunkannya risalah islam kepada umat manusia. Maka tuntunan
agama yang berdimensi sosial sesungguhnya tidak kalah banyak, bahkan
sesungguhnya lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan tuntunan agama
yang hanya berdimensi pribadi atau hanya berurusan dengan ubudiyah kepada
1
Allah Swt.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rikaz dan bagaimana dasar hukumnya?
2. Apa saja syarat-syarat Rikaz?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rikaz dan bagaimana dasar

hukumnya.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat-syarat Rikaz.

BAB II
ZAKAT RIKAZ

A. Pengertian Rikaz dan Dasar Hukumnya

Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan
harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang
mengaku sebagai pemiliknya. Zakat atas harta terpendam adalah 20% (seperlima)
dari jumlah hartanya dan tidak disyaratkan harus dimiliki lebih dulu selama satu
tahun. Dalam sebuah hadits riawayat Jama'ah dari Abi Hurairah, Nabi Muhammad
saw bersabda bahwa dalam rikaz itu ada kewajiban zakat sebesar satu per lima
atau 20 persen. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa dalam rikaz tidak
ada nisabnya (Fiqh Zakat, I: 453). Jadi, berapa pun harga dari rikaz itu dikeluarkan
zakatnya 20 persen. Sebagian ulama berpendapat bahwa rikaz itu ada nisabnya,
yaitu sama dengan emas dan perak, senilai 85 gram. Karena itu, jika harta rikaz itu
bernilai di atas delapan juta rupiah, maka keluarkan zakatnya sebesar 20 persen.
Abu hanifah menggabungkan barang tambang dengan rikaz dan tariff zakatnya
adalah 20% tanpa mensyaratkan haul. Mustahiq di analogikan ke harta fai. barang
tambang yang disamakan dengan rikaz menurut abu hanifah adalah barang
tambang keras seperti besi, tembaga, emas dan lain-lain.
Sedangkan jumhur ulama tidak memasukan barang tambang pada rikaz
walaupun mereka sepakat bahwa barang tambang wajib di keluarkan zakatnya.
Mereka juga sepakat bahwa mustahiq zakat tambang sama dengan mustahiq zakat
pada umumnya. Mereka juga mensyaratkan nishab tanpa mensyaratkan haul.
Madzhab syafiI mewajibkan zakat rikaz pada emas dan perak saja, bagitu juga
pada barang tambang. Madzhab syafiI sependapat dengan madzhab maliki,
mereka menentukan wajib zakat 2,5% pada zakat barang tambang. Tetapi jika
tidak ada beban biaya operasional, zakatnya 20%. Sedangkan madzhab Hambali
menentukan bahwa barang tambang yang wajib di zakati adalah mencakup barang
tambang keras dan cair, seperti minyak, bensin dan lain-lain, dan tarif zakatnya
adalah 2,5%.

Melihat perkembangan dunia modern sekarang ini, pertambangan tidak


membedakan jenisnya, baik padat maupun cair, baik emas maupun perak atau
yang lainnya. maka pendapat yang kuat adalah pendapat madzhab ahmad yang
tidak membedakan barang tambang. Jumhur ulama membedakan antara rikaz dan
barang tambang pada besarnya zakat yang harus dikeluarkan disebabkan karna
pada barang tambang membutuhkan beban tenaga dan biaya operasional yang
besar untuk mengeksplorasi dan mengolahnya, sedangkan rikaz tidak. Kalaupun
membutuhkan biaya tidak sebesar pada barang tambang.
Kepemilikan barang tambang ada pada Negara, walaupun tanah dimana
barang tambang berada itu milik pribadi ada swasta. Pendapat ini diyakini oleh
madzhab malik.1 Hasil tambang emas dan hasil tambang perak, apabila sampai
satu nisab, wajib di keluarkan zakatnyapada waktu itu juga dengan tidak di
syaratkan sampai satu tahun, seperti pada biji-bijian dan buah-buahan, zakatnya
adalah 1/40 (2 %).
.

Bahwasannya Rasulallah Saw. telah mengambil sedekah (zakatnya) dari hasil
tambang di negeri Qabaliyah (Riwayat Abu Dawud Dan Hakim)
Sabda rasulullah saw :
.
Pada emas-perak, zakat kaduanya seperempat puluh (2 %). (Riwayat
Bukhori)2
Adapun tentang hasil tambang, yang lebih tepat, ialah bahwa zakat hasil
tambang yang berupa emas dan perak, disamakan dengan zakat perdagangan
(yakni 2 % dari jumlahnya) mengingat bahwa ia adalah usaha yang di harapkan
labanya seperti hal-nya perdagangan. Tetapi tidak perlu ada persyaratan haul, demi
memperhatikan kepentingan kelompok-kelompok penerima. Dalam hal ini, ia
dapat disamakan dengan zakat pertanian. Begitu pula tentang di penuhinya
persyaratan nishab-nya. Walaupun demikian, untuk ihtiyath-nya (yakni manjaga
diri dari kemungkinan tersalah) sebaiknya mengeluarkan khumus-nya, baik dari
hasil yang banyak maupun yang sedikit. Dan juga di kaluarkan dalam bentuk emas
1 Ahmadi; Sari, Yeni Priyatna, 2004. Zakat Pajak Dan Lembaga Kauangan Islami Dalam
Tinjauan Fiqih. Jl. Slamet Riyadi, Pajang, Laweyan, Solo: Era Intermedia. Hal.55-56
2 H. Rasyid sulaiman, 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal. 205-206

dan perak yang di hasilkan. Semua ini demi menghindari khilafiyat (perbedaan
pendapat) di kalangan para ahli fiqih.3
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulallah Saw. bersabda,
, artinya: Pada rikaz zakatnya 1/5 (Muttafaqunalaihi).4 Rikaz ialah
harta yang terpendam sejak masa jahiliyah, dan ditemukan di suatu bidang tanah
yang belum pernah dimiliki oleh seseorang pada masa islam. Apabila rikaz atau
tambang yang ditemukan itu berupa emas atau perak, maka si penemu wajib
mengeluarkan zakatnya sebanyak khumus (seperlima)-nya. Pada harta rikaz ini
tidak di perlukan berlalunya haul. Juga sebaiknya tidak usah mempersyaratkan
terpenuhinya nishab, mengingat bahwa kewajiban mengeluarkan khumus-nya
membuatnya mirip dengan ghanimah (rampasan perang). Akan tetapi,
mempersyaratkan terpenuhinya nishab di dalamnya, juga dapat di pertimbangkan,
karena ada juga kemiripannya dengan zakat. Hal ini mengingat bahwa orang-orang
yang berhak menerimanya adalah sama juga seperti mereka yang berhak menerima
zakat. Dan karena itu pula, zakat rikaz harus di keluarkan dalam bentuk emas dan
perak menurut pendapat yang shahih.5
Rikaz adalah emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah (sebelum
islam). Apabila kita mendapat emas atau perak yang ditanam oleh kaum jahiliyah
itu, wajib kita kaluarkan zakat sebanyak 1/5 (20%). Sabda Rasulullah Saw:
.
Dari abu hurairah, rasulullah saw. telah berkata, zakat rikaz seperlima.
(Riwayat Bukhari Dan Muslim)
Rikaz tidak di syaratkan sampai satu tahun. Tetapi apabila di dapat, wajib
di keluarkan zakatnya pada waktu itu juga, seperti zakat hasil tambang emas dan
perak. Adapun nisabnya, sebagian ulama berpendapat bahwa disyaratka sampai
satu nisab. Pendapat ini menurut mazhab syafii. Menurut pendapat yang lain,
3 Al-Ghazali, 1993. Rahasia Puasa Dan Zakat. Jl. Yodkali No.16, Bandung 40124:
Charisma. Hal.57
4 Ibid, Ahmadi; Sari, Yeni Priyatna, 2004. Zakat Pajak Dan Lembaga Kauangan
Islami Dalam Tinjauan Fiqih. Jl. Slamet Riyadi, Pajang, Laweyan, Solo: Era
Intermedia. Hal.53
5 Ibid, Al-Ghazali, 1993. Rahasia Puasa Dan Zakat. Jl. Yodkali No.16, Bandung
40124: Charisma. Hal.56

seperti pendapat imam maliki, imam abu hanifah serta imam ahmad dan pengikutpengikut mereka, nisab itu tidak menjadi syarat. Rikaz itu menjadi kepunyaan
yang mendapatkannya, dan ia wajib membyar zakat apabila didapat dari tanah
yang tidak dipunyai orang. tetapi kalau didapat dari tanah yang dipunyai orang.
Maka perlu ditanyakan kepada semua orang yang telah memiliki tanah itu. Kalau
tidak ada yang mengakuinya, maka rikaz itu kepunyaan yang membuka, Tanah
itu.6
Tidak dipersyaratkan nishob dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada
kewajiban zakat ketika harta tersebut ditemukan. Besar zakatnya adalah 20% atau
1/5. Demikian makna tekstual dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Zakat rikaz sebesar 20%.7 Inilah pendapat jumhur (mayoritas
ulama). Di mana disalurkan zakat rikaz? Para ulama berselisih pendapat dalam hal
ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa rikaz disalurkan pada orang yang berhak
menerima zakat. Demikian pendapat Imam Syafii dan Imam Ahmad. Dan Imam
Ahmad berkata, Jika hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin, maka
sah. Pendapat kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang yang
berhak menerima fai (harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari orang kafir
tanpa melakukan peperangan). Kedua pendapat ini berasal dari dalil yang lemah.
Oleh karena itu yang tepat dalam masalah ini adalah dikembalikan kepada
keputusan penguasa. Demikian pendapat Abu Ubaid dalam Al Amwal.
B. Nisab Zakat Rikaz

Rikaz adalah barang temuan peninggalan orang dulu (harta karun) yang
nisabnya disamakan dengan nisab emas dan perak. Bila barang yang ditemukan
adalah emas, maka nisabnya adalah 93,6 gram. Bila barang yang ditemukan itu

6 Ibid. H. Rasyid sulaiman, 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Hal. 206-207
7 Ahmadi; Sari, Yeni Priyatna, 2004. Zakat Pajak Dan Lembaga Kauangan Islami
Dalam Tinjauan Fiqih. Jl. Slamet Riyadi, Pajang, Laweyan, Solo: Era Intermedia.
Hal.54-55

perak , nisabnya adalah 624 gram. Adapun zakatnya adalah sebesar 20%.8 Cara
menghitungnya adalah:
1. Temuan emas : 93,6 gram x = 18,72 gram
2. Temuan perak : 624 gram x = 124,8 gram

8 https://hafidlotulfa.wordpress.com/2010/12/15/makalah-zakat/ diakses pada tgl 12


Desember 2015

Untuk lebih jelasnya tertera pada tabel-tabel dibawah ini :


1. Tabel Zakat Rikaz Emas

No.

Emas yang
Ditemukan

Cara Menghitungnya

Besarnya Zakat

1.

93,6 gram

93,6 gram x

18,72 gram

2.

200 gram

200 gram x

40 gram

3.

300 gram

300 gram x

60 gram

4.

400 gram

400 gram x

80 gram

5.

500 gram

500 gram x

100 gram

2. Tabel Zakat Rikaz Perak

No.

Perak yang
Ditemukan

Cara Menghitungnya

Besarnya Zakat

1.

624 gram

624 gram x

124,8 gram

2.

700 gram

700 gram x

140 gram

3.

800 gram

800 gram x

160 gram

4.

900 gram

900 gram x

180 gram

5.

1000 gram

1000 gram x

200 gram

C. Syarat-syarat Rikaz

Jumhur ulama berpendapat bahwa rikaz adalah kekayaan yang terpendam


dari peninggalan masyarakat jahiliyah. Adapun madzhab syafeI mensyaratkatkan
bahwa rikaz adalah kekayaan pada tanah yang tidak bertuan. Adapun jika
mendapatkannya di masjid atau jalan, maka disebut luqathah. Jika mendapatkan di
tanah yang ada pemiliknya, dan pemilik tersebut mendapatkannya, maka dia yang
berhak. Apabila orang lain yang mendapatkannya, sedangkan pemilik tanah
mengaku miliknya maka pemilik tanah yang berhak, jika tidak untuk yang
mendapatkannya.
Madzhab syafeI mengkhususkan rikaz pada emas dan perak, sedangkan
madzhab yang lain mencakup barang lainnya, seperti tembaga, besi, dan lain-lain.
Madzhab syafeI juga menentukan nishab sedangkan yang lainnya tidak. Mustahiq
(sasaran zaka) pada rikaz menurut madzhab syafeI sama dengan musthiq zakat,
sedangkan jumhur ulama menganggap mustahiq pada rikaz di analogikan ke harta
faiI atau ghanimah.

10

BAB III
SIMPULAN

Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan
harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang
mengaku sebagai pemiliknya. Zakat atas harta terpendam adalah 20% (seperlima)
dari jumlah hartanya dan tidak disyaratkan harus dimiliki lebih dulu selama satu
tahun. Dalam sebuah hadits riawayat Jama'ah dari Abi Hurairah, Nabi Muhammad
saw bersabda bahwa dalam rikaz itu ada kewajiban zakat sebesar satu per lima
atau 20 persen. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa dalam rikaz tidak
ada nisabnya (Fiqh Zakat, I: 453). Jadi, berapa pun harga dari rikaz itu dikeluarkan
zakatnya 20 persen. Sebagian ulama berpendapat bahwa rikaz itu ada nisabnya,
yaitu sama dengan emas dan perak, senilai 85 gram. Karena itu, jika harta rikaz itu
bernilai di atas delapan juta rupiah, maka keluarkan zakatnya sebesar 20 persen.
Abu hanifah menggabungkan barang tambang dengan rikaz dan tariff zakatnya
adalah 20% tanpa mensyaratkan haul. Mustahiq di analogikan ke harta fai. barang
tambang yang disamakan dengan rikaz menurut abu hanifah adalah barang
tambang keras seperti besi, tembaga, emas dan lain-lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rikaz adalah kekayaan yang terpendam
dari peninggalan masyarakat jahiliyah. Adapun madzhab syafeI mensyaratkatkan
bahwa rikaz adalah kekayaan pada tanah yang tidak bertuan. Adapun jika
mendapatkannya di masjid atau jalan, maka disebut luqathah. Jika mendapatkan di
tanah yang ada pemiliknya, dan pemilik tersebut mendapatkannya, maka dia yang
berhak. Apabila orang lain yang mendapatkannya, sedangkan pemilik tanah
mengaku miliknya maka pemilik tanah yang berhak, jika tidak untuk yang
mendapatkannya.

DAFTAR PUSTAKA

11

Ahmadi; Sari, Yeni Priyatna, 2004. Zakat Pajak Dan Lembaga Kauangan Islami
Dalam Tinjauan Fiqih. Jl. Slamet Riyadi, Pajang, Laweyan, Solo: Era Intermedia.
Hal.55-56
H. Rasyid sulaiman, 2013. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Hal. 205206
Al-Ghazali, 1993. Rahasia Puasa Dan Zakat. Jl. Yodkali No.16, Bandung 40124:

11

Anda mungkin juga menyukai