Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQH MUAMALAH

“Teori Kafalah Dan Hiwalah’’

Disusun oleh :

Jodi Dwinata Febrianip (1911130014)

Syndi Septiana (1911130016)

Dosen Pengampuh :

Uswatun Hasanah, ME

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Sholawat serta salam tidak lupa kami haturkan kepada Nabi Muhammad Salallahu
‘Alaihi Wassalam. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
yang telah bersedia membimbing kami dalam penyusunan makalah ini, sehingga penyusunan
makalah dengan judul “Teori Kafalah dan Hiwalah’’ dapat terselesaikan tanpa ada halangan
yang berarti.
Penyusunan makalah ini berdasarkan literatur yang ada. Penulis menyadari akan adanya
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, makalah ini sedikit banyaknya bermanfaat
bagi pembaca.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, dengan hati terbuka kami
menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bengkulu, Mei 2021

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................5


A. Kafalah...............................................................................................................2
a. Pengertian Kafalah.....................................................................................2
b. Landasan Hukum Kafalah............................................................................3
c. Rukun Dan Syarat Kafalah..........................................................................5
d. Macam-macam Kafalah...............................................................................5
B. Hiwalah..............................................................................................................6
a. Pengertian Hiwalah.....................................................................................6
b. Landasan Hukum Hiwalah...........................................................................7
c. Rukun Dan Syarat Hiwalah.........................................................................7

BAB III PENUTUP............................................................................................................9


A. Kesimpulan..........................................................................................................9
B. Saran ................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kafalah, Hawalah/Hiwalah sering kita dengar baik dalam ekonomi syariah
maupun dalam lembaga keuangan syariah. Hal tersebut dalam dunia perbankan terdapat
dalam produk jasa. Pada umumnya masyarakat awam tidak begitu memahami apa yang
dimaksud dengan hal tersebut. Untuk Indonesia sebagai negara muslim sudah seharusnya
sistem keuangan yang digunakan berlandaskan prinsip syariah.
Kafalah secara bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara syara’
kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan tanggungan seorang
ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau barang, atau suatu pekerjaan.
Hawalah/Hiwalah dapat digunakan untuk pemindahan utang dari seseorang kepada orang
lain. Ini sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu pemakalah
mengangkat materi tentang, kafalah, dan hawalah/hiwalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kafalah dan hiwalah ?
2. Apa saja landasan hukum kafalah dan hiwalah ?
3. Apa saja rukun dan syarat kafalah dan hiwalah ?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui dan memahami pengertian kafalah dan hiwalah.
2. Mengetahui kafalah dan hiwalah.
3. Mengetahui rukun kafalah dan hiwalah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kafalah
a. Pengertian Kafalah
Kafalah dalam arti bahasa berasal dari kata: kafala, yang sinonimnya: dhamina
(menanggung), adh-dhammu (mengumpulkan), hamalah (beban), dan za’amah
(tanggungan). Secara istilah, sebagaimana yang dinyata kan para ulama fikih selain
Hanafi, bahwa kafalah adalah menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan
hutang.
Definisi lain adalah, Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada
pihak ketiga-pihak yang memberikan hutang/kreditor-(makfûl lahu) untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua-pihak yang berhutang/debitor-atau yang ditanggung (makful
‘anhu, ashil)1.
Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memilki definisi secara
lebih terssusun dan jelas sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah
menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang
ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban terhadap
orang lain . dalam dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf  itu juga kembali
disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti


atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat
memenuhi kewajibannnya.

b. Kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang


untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum
dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs.

c. Kafalah yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang dalam


mengembalikan ‘ain madhmunah peda orang yang berhak.

Pandangan beberapa mahzab tentang Kafalah sebagai berikut;

a. Menurut Hanafiyah

Ulama’- ulama’ hanafiyah mengemukakan dua definisi umtuk kafalah,


definisi pertama adalah kafalah atau dhaman adalah mengumpulkan suatu
tanggungan yang lain dalam penuntutan terhadap jiwa, harta, atau benda 2 Definisi

1
Rini Fatma Kartika, ‘Jaminan Dalam Pembiayaan Syariah (Kafalah Dan Rahn)’, Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar
Perguruan Tinggi Agama Islam, 15.2 (2016), 229–52 <https://doi.org/10.15408/kordinat.v15i2.6332>.
2
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah,  (Jakarta : Amzah, 2010) hlm. 433- 435

2
kedua adalah kafalah atau dhaman adalah mengumpulkan tanggungan kepada
tanggungan yang lain didalam pokok utang.

Dari kedua definisi tersebut,  definisi pertama lebih shahih karena lebih
umum, yakni mencakup tiga jenis kafalah, yaitu kafalah terhadap jiwa, utang, atau
benda. Sedangkan definisi kedua hanya mencakup kafalah terhadap utang saja.

b. Menurut Malikiyah
Kafalah, dhaman dan hamalah mempunyai arti yang sama, yaitu
penggabungan oleh pemilik hak terhadap tanggungan penanggung dengan
tanggungan orang yang ditanggung, baik penggabungan tanggungan tersebut
bergantung kepada adanya sesuatu atau tidak.
c. Menurut Syafiiyah
Dhamman dalam pengertian syar’ adalah suatu  akad yang menghendaki
tetapnya suatu hak yang ada dalam tanggungan orang lain, atau menghadirkan
benda yang dihadirkan atau menghadirkan badan yang harus dihadirkan.
d. Menurut Hanabilah
Dhaman adalah menetapkan sesuatu yang wajib kepada orang lain
sedangkan sesuatu itu tetap dalam genggaman.
Jadi dengan demikian yang dimaksud dengan kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful ‘anhu)3

b. Landasan Hukum Kafalah


1. Al-Quran
Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam
al-Qur’an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf, yaitu firman Allah SWT :

Artinya : “Ya’kub berkata : sekali-sekali aku tidak akan melepaskannya (pergi)


bersama-sama kamu sebelum kamu memberikan janji yang teguh kepadaku atas
nama Allah bahwa kamu pasti kembali kepadaku” (QS Yusuf : 66)7
Ayat al-Qur’an di atas memberikan penjelasan bahwa dalam jaminan atau
tanggungan (al kafalah) harus terkandung suatu perjanjian akad yang kokoh
antara para pihak serta harus berlandaskan rasa saling percaya atas nama Allah,
agar semata-mata akad itu terjadi karena keyakinan seorang muslim4.
Dalil kafalah dipertegas juga dalam hadis riwayat Bukhari, yang artinya:
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah saw. (mayat seorang laki-laki untuk
dishalatkan). Rasulullah saw. bertanya “Apakah dia mempunyai warisan?” Para
sahabat menjawab, “Tidak”. Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai

3
Ibid,..Ahmad Wardi Muslich
4
Ibid,..Kartika.

3
hutang?” Sahabat menjawab “Ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah pun
menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu
Qatadah lalu berkata, “Saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka
Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut.” (HR. Bukhari)5

2. Hadist
Dalam salah satu hadit pun dikisahkan dari Jabir bin Abdullah ra. Berkata
: Kepada Nabi SAW pernah didatangkan sesosok jenazah agar beliau
menshalatkannya. Lalu beliau bertanya, “Apakah ia punya hutang?” Para
Sahabat berkata, “Benar, dua dinar.” Beliau bersabda, “Shalatkan teman
kalian!” Kemudian Abu Qatadah berkata, “Keduanya (dua dinar itu) menjadi
kewajibanku, ya Rasulullah.” Nabi saw pun lalu menshalatkannya (HR Ahmad,
Abu Dawud, an-Nasa’I dan al-Hakim).
Imam al-Bukhari meriwayatkan hadis ini dari Salamah bin al-Akwa’ dan
disebutkan bahwa utangnya tiga dinar. Di dalam riwayat Ibn Majah dari Anu
Qatadah, ia ketika itu berkata, “Wa ana attakaffaiu bihi (Aku yang
menanggungnya),” Di dalam riwayat al-Hakim dari Jabir di atas terdapat
tambahan sesudahnya: Nabi bersabda kepada Abu Qatadah, “Keduanya menjadi
kewajibanmu dan di dalam hartamu sedangkan mayit tersebut terbebas?” Abu
Qatadah menjawab, “Benar.” Lalu Nabi saw menshalatkannya. Saat bertemu Abu
Qatadah Rasul saw bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh dua dinar?”
Akhirnya Abu Qatadah berkata, “Aku telah membayar keduanya, ya Rasulullah.”
Nabi saw bersabda, “Sekarang engkau telah mendinginkan kulitnya.” (HR al-
Hakim).Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Hutang itu harus ditunaikan, dan orang yang menanggung itu harus
membayarnya.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi dan dishakhihkan oleh Ibni
Hibban).6

3. Ijma’ Ulama

Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam


pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada
sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga7
didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat
bagi orang-orang yang berhutang.

5
Desycha Yusianti, ‘Desycha Yusianti Penggunaan Akad Kafalah Bi Al- ‘Ujrah Pada Pembiayaan Take Over’, Maliyah,
07.01 (2017), 108–36.
6
Ibid,..Kartika.
7
Lc Ustadz Kholid Syamhudi, ‘Dhaman Atau Kafalah | Almanhaj’ <https://almanhaj.or.id/6999-dhaman-atau-
kafalah.html> [accessed 19 May 2021].

4
Para ulama sepakat dengan bolehnya kafalah karena sangat dibutuhkan
dalam mu’amalah masyarakat. Dan agar pihak yang berpiutang tidak dirugikan
dengan ketidakmampuan orang yang berutang. Hanya saja, mereka berbeda
pendapat dalam beberapa hal. Perlu diketahui, kafalah yang dilakukan dengan
niat yang ikhlas mempunyai nilai ibadah yang berbuah pahala.8

c. Rukun dan Syarat Kafalah


Seperti halnya amalan yang lain dalam muamalah, dalam kafalah pun mempunyai
rukun dan syarat, rukun kafalah adalah bagian-bagian yang harus ada dalam praktek
kafalah, sedangkan syarat kafalah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh
semua pihak dan objek agar syah atau diterima oleh syariat praktek kafalah tersebut.
Adapun Rukun dan Syarat adalah sebagai berikut :
1. Rukun
a. Sighat Kafalah (ijab qabul), adalah kata atau ucapan yang harus diucapkan
dalam praktek kafalah
b. Makful bih (obyek tanggungan), adalah barang atau uang yang digunakan
sebagai tanggungan.
c. Kafil (penjamin/penanggung), adalah orang atau barang yang menjamin dalam
hutang atau uang sipeutang.
d. Makful’anhu (tertanggung), adalah Pihak atau Orang yang Berpiutang.
e. Makful lahu (Penerima tanggungan), adalah Pihak Orang yang berutang.
2. Syarat
a. Sighat diekspresikan secara konkrit dan jelas’
b. Makful bih (Obyek tanggungan) bersifat mengikat terhadap tertanggung dan
tdk bisa dibatalkan secara syar’i.
c. Kafil : seorang yang berjiwa filantropi (suka berbuat baik demi kemaslahatan
orang lain).
d. Makful’ :anhu ada kemampuan utk menerima obyek tanggungan baik atas
dirinya atau yang mewakilinya. Makful ‘anhu harus dikenal baik oleh kafil.
e. Makful lahu juga harus dikenal dengan baik oleh kafil9.

d. Macam-macam kafalah
Adapun macam-macam pembagian kafalah sebagai berikut.
1. Kafalah bin-nafs/Kafalah bil wajhi, adalah jaminan diri (personal guarantee) dari
si penjamin (kâfîl). Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk bentuk
kafalah bin-nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan (murabahah)
dengan jaminan nama baik seorang tokoh/pemuka masyarakat. Walaupun bank
secara fisik tidak memegang barang apa pun, tetapi bank berharap tokoh tersebut

8
Ustadz Kholid Syamhudi.
9
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 11/DSN-MUI/ VI/2000 tentang Kafalah;

5
dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami
kesulitan10.
2. Kafalah bi al-mal (kafalah harta), adalah kewajiban yang harus ditunaikan oleh
penjamin/kâfîl dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta atau pelunasan
hutang orang lain. Sebagai contoh jaminan pelunasan hutang si mayit oleh Abu
Qatadah (kafalah bi ad-dayn).
3. Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin
pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya beakhir. Jenis pemberian
jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank unutk keperluan nasabahnya (yang
dijamin) dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan (penerima
jaminan). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan, dan
pihak bank diperbolehkan memungut uang biaya administrasi kepada nasabah
tersebut (yang dijamin oleh bank).
4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan
untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah al-mu’allaqah, bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari
kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan
tujuan tertentu pula11.

B. Hiwalah
a. Pengertian Hiwalah
Menurut bahasa, kata "al-hiwalah"--huruf ha’ dibaca kasrah atau kadang-
kadang dibaca fathah--berasal dari kata "at-tahawwul" yang berarti 'alintiqal'
(pemindahan/pengalihan).1 Orang Arab biasa mengatakan, "Hala ’anil’ahdi" yaitu
'berlepas diri dari tanggung jawab'. Abdurrahman Al-Jaziri berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan "al-hiwalah", menurut bahasa, adalah, “Pemindahan dari suatu
tempat ke tempat yang lain.”
Sedangkan pengertian Hiwalah secara istilah, para Ulama’ berbeda-beda dalam
mendefinisikannya, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Hanafiyah, yang dimaksud "al-hiwalah" adalah, “Memindahkan beban
utang dari tanggung jawab muhil (orang yang berutang) kepada tanggung jawab
muhal ‘alaih (orang lain yang punya tanggung jawab membayar utang pula).”
2. Menurut Maliki, Syafi’i, dan Hanbali, "al-hiwalah" adalah, “Pemindahan atau
pengalihan hak untuk menuntut pembayaran utang dari satu pihak kepada pihak
yang lain.”12

10
Kartika.
11
Kartika.
12
Nizaruddin, ‘Hiwalah Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah’, Studia Islamika, 7.1 (2013), 326–65.

6
Hiwalah merupakan pengalihan hutang dari orang yang berutang kepada orang
lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau
hak dari satu orang kepada orang lain. Dalam istilah ulama, hiwalah adalah
pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan
muhal ‘alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).

Gambaran sederhananya adalah: Si A (muhal) memberi pinjaman kepada si B


(muhil), sedangkan si B masih mempunyai piutang pada si C (muhal ‘alaih). Begitu
si B tidak mampu membayar utangnya pada si A, ia mengalihkan beban utang
tersebut kepada si C. Dengan demikian, si C yang harus membayar utang si B kepada
si A, sedangkan utang si C sebelumnya--yang ada pada si B-dianggap selesai.

b. Landasan Hukum Hiwalah


1. Al-Quran

َ ‫ان ُذ ْو عُسْ َر ٍة َف َنظِ َرةٌ ا ِٰلى َمي َْس َر ٍة ۗ َواَنْ َت‬


‫ص َّدقُ ْوا َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَم ُْو َن‬ َ ‫َواِنْ َك‬

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (Q.S. Al-Baqarah : 280)

2. Hadist

‫ َفإِ َذا أُ ْت ِب َع أَ َح ُد ُك ْم‬، ‫ظ ْل ٌم‬


ُ ِّ‫ َقا َل « َم ْط ُل ْال َغنِى‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ أَنَّ َرسُو َل هَّللا‬- ‫ رضى هللا عنه‬- ‫َعنْ أَ ِبى ه َُري َْر َة‬
ْ
ْ‫َعلَى َملِىٍّ َفل َي ْت َبع‬

Artinya : “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Penundaan (pembayaran hutang dari)
seorang yang kaya adalah sebuah kelaliman, maka jika salah seorang dari kalian di
pindahkan kepada seorang yang kaya maka ikutilah.” HR. Bukhari.

3. Ijma’
Para ulama sepakat membolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada
hutang yang tidak berbentuk barang/ benda, karena hawalah adalah
perpindahan utang, oleh sebab itu harus pada utang atau kewajiban finansial.13

c. Rukun dan Syarat Hiwalah

Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang
dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Syarat-syarat
hiwalah hiwalah menurut Hanafiyah ialah :

13
Ibid,..Nizaruddin.

7
1. Orang yang memindahkan utang (muhil), adalah orang yang berakal, maka batal
hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn), adalah orang yang berakal, maka
batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
3. Orang yang di hiwalahkan (muhal alaih) juga harus orang berakal dan disyaratkan
juga ia meridhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih14.

Sedangkan, menurut madzhab Maliki, Syafi‟i, da Hambali, rukun hiwalah ada 6 yaitu:

1. Muhil (orang yang berhutang kepada pihak yang haknya di pindahkan).


2. Muhal (pemberi pinjaman, yaitu pemilik piutang yang wajib dibayar oleh pihak
yang memindakan hutang).
3. Muhal ‘alaih (penerima akad pemindahan hutang)
4. Piutang milik muhal wajib dilunasi oleh muhiil (objek hokum akad pemindahan
hutang).
5. Piutang milik muhiil yang wajib dilunasi oleh muhal ‘alaih.
6. Lafadz atau shighat hiwalah, ijab (pernyataan yang melaksanakan hiwalah) dari
muhiil (pihak pertama) dan qabul (pernyataan menerima hiwalah) dari muhal
(pihak kedua) kepada muhal ‘alaih (pihak ketiga)15.

14
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 12/DSN-MUI/ IV/2000 tentang Hawalah;
15
Fitri Yani Dewi, ‘TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGALIHAN HUTANG KE PIHAK KETIGA (Studi Kasus Di
Yayasan At-Tamam Sukarame Bandar Lampung)’ (Fakultas Syari ’ Ah Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung, 2018).

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kafalah adalah, Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga-pihak yang memberikan hutang/kreditor-(makfûl lahu) untuk memenuhi
kewajiban pihak kedua-pihak yang berhutang/debitor-atau yang ditanggung (makful
‘anhu, ashil). Sedangkan hiwalah adalah pemindahan beban hutang dari muhil (orang
yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih (orang yang berkewajiban membayar
hutang).
Adapun macam-macam pembagian kafalah yaitu Kafalah bin-nafs/Kafalah bil
wajhi, Kafalah bi al-mal (kafalah harta), Kafalah bi al-taslim, Kafalah al-munjazah dan
Kafalah al-mu’allaqah.
Rukun kafalah adalah bagian-bagian yang harus ada dalam praktek kafalah,
sedangkan syarat kafalah adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh semua pihak dan
objek agar syah atau diterima oleh syariat praktek kafalah tersebut. Sedangkan rukun
hiwalah hanya satu yaitu ijab dan kabul yang dilakukan antara yang menghiwalahkan
dengan yang menerima hiwalah. Syarat-syarat hiwalah hiwalah menurut Hanafiyah ialah:
orang yang memindahkan utang (muhil), orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn),
orang yang di hiwalahkan (muhal alaih), dan adanya utang muhil kepada muhal alaih.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi penambah ilmu pengetahuan bagi
pembacanya. Dan kami sadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, masih banyak
kesalahan dari berbagai sisi, maka dari itu kami harap kritik dan saran yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSAKA

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah,  (Jakarta : Amzah, 2010) hlm. 433- 435

Desycha Yusianti, ‘Desycha Yusianti.Penggunaan Akad Kafalah Bi Al- ‘Ujrah Pada Pembiayaan
Take Over’, Maliyah, 07.01 (2017), 108–36.

Lc Ustadz Kholid Syamhudi, ‘Dhaman Atau Kafalah | Almanhaj’ <https://almanhaj.or.id/6999-


dhaman-atau-kafalah.html> [accessed 19 May 2021].

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 12/DSN-MUI/ IV/2000 tentang Hawalah

Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 11/DSN-MUI/ VI/2000 tentang Kafalah

Nizaruddin, ‘Hiwalah Dan Aplikasinya Dalam Lembaga Keuangan Syari’ah’, Studia Islamika,
7.1 (2013), 326–65.

Fitri Yani Dewi, ‘TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENGALIHAN HUTANG KE


PIHAK KETIGA (Studi Kasus Di Yayasan At-Tamam Sukarame Bandar Lampung)’ (Fakultas
Syari ’ Ah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2018).

10

Anda mungkin juga menyukai