Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQH MUAMALAH

SHARF DAN JIZAF

Dosen Pengampu:

Dr. Maesyaroh, M.A.

Oleh:

1. Della Ayu Anggraeni ( 20170730115 )


2. Siti Lailatul Fajriah ( 20170730168 )
3. Tsabita Nur Afifah ( 20170730200 )

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019

1|fiqih Muamalah
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


hanya dengan segala rahmat-Nyalah akhirnya kami bisa menyusun makalah
dengan topik ’’Sharf dan Jizaf’’ ini tepat pada waktunya. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu kami yang telah memberikan
tugas ini kepada kami sehingga kami mendapatkan banyak tambahan pengetahuan
khususnya dalam masalah muamalah.

Kami berharap semoga makalah yang telah kami susun ini bisa memberikan
banyak manfaat serta menambah pengetahuan terutama dalam hal bermuamalah.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang
membutuhkan perbaikan, sehingga kami sangat mengharapkan masukan serta
kritikan dari para pembaca.

Yogyakarta, 19 Februari 2019

Penyusun

2|fiqih Muamalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 6
2.1 SHARF ............................................................................................................... 6
A. Pengertian Shorf................................................................................................ 6
B. Landasan Syariat Sharf .................................................................................... 7
C. Rukun dan Syarat Shorf ................................................................................... 8
D. Implementasi Akad Sharf dalam Praktik Perbankan Syariah..................... 9
2.2 JIZAF ............................................................................................................... 10
A. Pengertian Jual Beli Tebasan (Jizaf) ........................................................... 10
B. Landasan Syariat Jizaf ................................................................................... 10
C. Rukun dan Syarat Jizaf ................................................................................. 11
D. Implementasi jual beli Juzaf .......................................................................... 12
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 15

3|fiqih Muamalah
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia sebagai makhluk sosial maka tidak dapat lepas dari interaksi
antar sesama. Manusia berinteraksi masing-masing dengan tujuan dan
kebutuhannya masing-masing. Dalam interaksi jual-beli terdapat dimana
seseorang dengan sebuah produk menginginkan nilai manfaatnya sedangkan
yang lainnya menginginkan nilai tambah dari suatu produk. Jual beli terjadi
antara seorang pembeli dan penjual dimana uang di tukar untuk mendapatkan
sebuah barang yang dibutuhkan dilanjutkan dengan adanya kerelaan dari
keduanya.
Jual beli berfungsi sebagai salah satu bentuk muamalah antar sesame
manusia untuk menjalankan roda perekonomian. Namun ketika bermuamalah
ataupun beribadah kepada Allah tidak akan terlepas dengan yang namanya
hukum islam, yaitu hukum yang mengatur segala aktifitas umat islam dalam
kehidupan. Dengan tujuan untuk mendapatkan kemaslahatan tanpa
mendatangkan kemudhorotan.
Sangat banyak jenis jual beli dan salah satunya adalah jual beli mata uang
dan jual beli tebasan. Dan untuk mengetahui bgaimana hukum yang melandasi
serta bagaimana implementasinya dalam kehidupan maka pemakalah
bermaksud untuk menjelaskannya dalam tulisan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Sharf dan Jizaf?
2. Landasan hukum sharf dan jizaf?
3. Apa saja Rukun sharf dan jizaf?
4. Apa saja Syarat sharf dan jizaf?
5. Bagaimana Implementasi sharf dan jizaf?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu sharf dan jizaf.

4|fiqih Muamalah
2. Untuk mengetahui landasan hukum sharf dan jizaf.
3. Untuk mengetahaui rukun-rukun sharf dan jizaf.
4. Untuk mengetahui syarat-syarat sharf dan jizaf.
5. Untuk mengetahui bagaimana implementasi sharf dan jizaf dalam
kehidupan.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat teoritis:
Sebagai rujukan, sumber informasi, dan bahan referensi untuk pemakalah
yang menampilkan bahasan yang sama dengan makalah ini.

5|fiqih Muamalah
BAB II PEMBAHASAN

2.1 SHARF
A. Pengertian Shorf
Secara harfiah atau etimologi sharf (Al-Ziyadah) diartikan sebagai
penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli.
Sedangkan secara istilah atau terminologi, terdapat beberapa definisi dari
beberapa ulama sebagai berikut:
1. Ulama Al-Hanafiyah mengatakan sharf adalah perjanjian jual beli suatu
valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis maupun
yang tidak sejenis, seperti jual beli emas dengan emas, perak dengan
perak atau emas dengan perak dan perak dengan emas, baik berupa emas
perak perhiasan maupun sebagai alat tukar.1
2. Ulama Al-Hanabilah dan Al-Syafi’iyah sharf adalah perjanjian jual beli
suatu valuta (mata uang) dengan valuta yang lainnya baik yang sejenis
maupun yang tidak sejenis.
3. Ulama Al-Malikiyah membedakan perjanjian jual beli valuta (mata uang)
yang sejenis dengan yang tidak sejenis, perjanjian jual beli valuta yang
sejenis disebut dengan al-murathilah, dan perjanjian jual beli valuta yang
tidak sejenis disebut dengan sharf.2
4. Fuqaha mendefinisikan sharf adalah memperjual belikan uang dengan
uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis. 3
Pertukaran mata uang asing dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan
money changer atau foreign exchange, dalam bahasa arab sering disebut
dengan kata al-sharf . Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa
alsharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Dari beberapa definisi di
atas dapat disimpulkan bahawa Al- Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta

1
Ala’u Al-Din Al-Kasany, Bada’iu Al-Shana’iy, Juz V hlm. 215.
2
Mughni Al-Muhtaj Juz III halaman 25 dan Ghayah Al-Muntaha Juz II hlm 59.
3
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, Juz IV hlm. 356.

6|fiqih Muamalah
dengan valuta lainnya. Al-sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang
dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain.
Jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang
mencakup pembelian mata uang, pertukaran mata uang, pembelian barang
dengan uang tertentu.

B. Landasan Syariat Sharf


1. Al-Quran
Dalam Al-Quran tidak ada penjelasan mengenai jual beli sharf itu
sendiri, melainkan hanya menjelaskan dasar hukum jual beli pada umumnya
yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 275, yaitu:
‫س ٰذَلِكَ بِأَنَّ ُه ۡم قَالُ ٓواْ إِنَّ َما ۡٱلبَ ۡي ُع‬ ِّۚ ِ ‫ط ُن ِمنَ ۡٱل َم‬ َ ٰ ‫ش ۡي‬
َّ ‫طهُ ٱل‬ُ َّ‫ٱلربَ ٰواْ ََل يَقُو ُمونَ إِ ََّل َك َما يَقُو ُم ٱلَّذِي يَت َ َخب‬ ۡ
ِ َ‫ٱلَّذِينَ يَأ ُكلُون‬
ِۖ َّ ‫ف َوأَمۡ ُر ٓۥهُ إِلَى‬
ِ‫ٱَّلل‬ َ َ‫سل‬ َ ‫ة ِمن َّربِِۦه فَٱنت َ َه ٰى فَلَ ۥه ُ َما‬ٞ ‫ظ‬ َ ‫ٱلربَ ٰو ِّۚاْ فَ َمن َجا ٓ َء ۥهُ َم ۡو ِع‬ َّ ‫ٱلربَ ٰو ْۗاْ َوأ َ َح َّل‬
ِ ‫ٱَّللُ ۡٱلبَ ۡي َع َو َح َّر َم‬ ِ ‫ِم ۡث ُل‬
ٰٓ
َ‫ار ه ُۡم فِي َها ٰ َخ ِلدُون‬ِ ِۖ ‫َو َم ۡن َعادَ َفأ ُ ْولَئِكَ أَصۡ ٰ َحبُ ٱل َّن‬
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.4
2. Al-Hadits

4
Al-Qur’an al-Karim

7|fiqih Muamalah
Hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah (Ahmad, al-Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, Ibnu Majah, at-Tirmidzi, dan an-Nasa-i) dari ‘Ubadah bin ash-
Shamit Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
‫ير َوالت َّ ْم ُر ِبالتَّ ْم ِر َو ْال ِم ْل ُح ِب ْال ِم ْلحِ ِمثْالً ِب ِمثْ ٍل‬
ِ ‫ير ِبال َّش ِع‬ َّ ‫ض ِة َو ْالب ُُّر ِب ْالب ُِر َوال‬
ُ ‫ش ِع‬ َّ ‫ضةُ ِب ْال ِف‬
َّ ‫ب َو ْال ِف‬ ِ ‫لذَّهَبُ ِبالذَّ َه‬
‫ْف ِشئْت ُ ْم ِإذَا َكانَ َيدًا ِب َي ٍد‬ َ ‫َاف فَ ِبيعُوا َكي‬ُ ‫صن‬ ْ َ ‫ت َه ِذ ِه األ‬ ْ َ‫اخت َ َلف‬
ْ ‫س َواءٍ َيدًا ِب َي ٍد فَإِذَا‬َ ‫س َوا ًء ِب‬
َ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual
dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir,
kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah
(takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis
barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu,
namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)5
Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa al-sharf diperbolehkan
dengan ketentuan dan syarat: apabila barang tersebut sejenis maka
kuantitasnya harus sama, dan apabila barang tersebut tidak sejenis maka
nilainya harus seimbang.
C. Rukun dan Syarat Shorf
Menurut para fuqaha syarat yang harus dipenuhi oleh bank syariah ketika
hendak memberikan jasa jual beli uang terdiri dari sebagai berikut:
a. Nilai tukar yang diperjualbelikan harus telah dikuasai oleh pembeli dan
penjual sebelum keduanya berpisah badan. Penguasaan bisa berbentuk
penguasaan nyata (fisik), ataupun penguasaan secara yuridis.
b. Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis yang
sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam mata uang
sejenis yang kualitas dan kuantitasnya sama sekalipun model mata uang
itu berbeda
c. Dalam sharf tidak boleh dipersyaratkan dalam akadnya adanya hak
khiyar sayarat bagi pembeli, yaitu hak pilih bagi pembeli untuk
melanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah selesai berlangsungnya
jual beli yang terdahulu atau tidak melanjutkan jual beli itu, yang syarat

5
Syekh Abdurrahman as-Sa’adi, dkk. Fiqh al-Bay’ wa asy-Syira’. 2008. Hal. 4-5.

8|fiqih Muamalah
itu diperjanjikan ketika berlangsungnya transaksi terdahulu tersebut.
Hal ini ditujukan untuk menghindari riba.
d. Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara
penyerahan mata uang yang saling dipertukarkan, karena sharf
dikatakan sah apabila penguasaan objek akad dilakukan secara tunai
atau kurun waktu 2x24 jam (harus dilakukan seketika itu juga dan tidak
boleh dihutang) dan perbuatan saling menyerahkan itu harus telah
berlangsung sebelum kedua belah pihak yang melakukan jual beli
valuta itu berpisah. Akibat hukumnya, jika salah satu pihak
mensyaratkan tenggang waktu, maka akad sharf tersebut tidak sah,
karena berarti terjadi penangguhan kepemilikan dan penguasaan obyek
akad sharf yang saling dipertukarkan.

Singkatnya adalah akad sharf harus memenuhi persyaratan sebagai


berikut (1) harus tunai (2) serah terima harus dilksanakan dalam majelis
kontrak (3) bila dipertukarkan mata uang yang sama harus dalam jumlah yang
sama.

D. Implementasi Akad Sharf dalam Praktik Perbankan Syariah


Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam produk jasa berupa
tukar-menukar mata uang asing dengan mendasarkan pada kurs jual dan kurs
beli suatu mata uang. Pihak bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih
antara kurs jual dan kurs beli yang ada, ditambah dengan biaya-biaya
administrasi yang besarnya ditentukan sesuai dengan kebijakan bank yang
bersangkutan.
Teknis penerapan akad Sharf sebagai produk perbankan syariah di bidang
jasa dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tertanggal 17 Maret 2008.
Di dalam SEBI disebutkan bahwa kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pemberian jasa pertukaran mata uang atas dasar akad Sharf, berlaku
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran
maupun pihak yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah

9|fiqih Muamalah
b. Transaksi penukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta
asing) hanya dapat dilakukan dalam bentuk transaksi spot
c. Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap mata uang
berlainan jenis dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus
dilakukan secara tunai dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat
transaksi dilakukan.6

2.2 JIZAF
A. Pengertian Jual Beli Tebasan (Jizaf)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tebasan (jizaf) berarti
memborong hasil tanaman (misalnya: padi, buah-buahan) ketika belum dituai
atau dipetik.7 Al-jizaf secara bahasa berarti mengambil dalam jumlah banyak.
Sedangkan, dalam ilmu fiqih Al-Jizaf berarti jual beli sesuatu tanpa ditimbang
atau dihitung melainkan dengan cara menaksir atau mengira-ngira jumlah
objek.8

B. Landasan Syariat Jizaf


Jama’ah (imam hadits) kecuali at-Tirmidzi dan Ibnu Majah
meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
ُ‫سلَّ َم أ َ ْن يَ ِب ْيعُ ْوا َحتَّى يَ ْنقُلُ ْوه‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫سو ُل‬ ِ ‫ام ُجزَ افًا ِبأ َ ْعلَى الس ُّْو‬
َّ ‫ق فَنَ َها ُه ُم‬
ُ ‫الر‬ َّ ‫كَانُ ْوا َيتَبَا َيعُ ْونَ ال‬
َ ‫ط َع‬
“mereka (para sahabat) biasa melakukan jual beli makanan (gandum dan
sebagainya) di tengah-tengah pasar tanpa ditimbang dan ditakar terlebih
dahulu, lalu Rasulullah SAW melarang mereka untuk menjual makanan
tersebut sampai mereka memindahkannya (ketempat lain)”9
Dalam hadits ini menerangkan bahwa Rasulullah tidak melarang
sabahat untuk jual beli dengan cara tanpa ditakar, namun Beliau melarang
jual beli sesuatu yang sudah mereka beli sebelum mereka menerimanya.

6
Abdul Ghofur Anshori.2009. Perbankan Syariah Di Indonesia. Hal. 175.
7
KBBI.web.id
8
Moh. Adif Rohman dan Homaidi Hamid, S.Ag., M.Ag. Implementasi Jual Beli Padi Dengan Sistem
Tebasan Menurut Fiqih. Hal. 10
9
Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid. Hal. 73

10 | f i q i h M u a m a l a h
Hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim:
Artinya: Telah menceritakan kepadaku 'Ali bin Al Haitsam telah
menceritakan kepada kami Mu'allaa bin Manshur Ar-Raziy telah
menceritakan kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami
Humaid telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik radliallahu 'anhu
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Beliau melarang menjual
buah-buahan hingga jelas kebaikan dan (melarang pula menjual) kurma
hinga sempurna. Ada yang bertanya; "Apa tanda sempurnanya?" Beliau
menjawab: "Ia menjadi merah atau kuning".

C. Rukun dan Syarat Jizaf

Fuqaha Malikiyah dan pendapat ulama berbagai mazhab m ensyaratkan 7


syarat sahnya jual beli jizaf, (al-mausu’ah al-fiqhiyah, juz 9:73-76),
syaratnya adalah sebagai berikut:
1. Ketika sedang melakukan akad obyek transaksi harus terlihat oleh
mata kepala baik pembeli maupun penjual. Para ulama sepakat dengan
syarat ini maka gharar jahalah (ketidaktahuan obyek) akan dapat
dihindari atau dihilangkan.
2. Tidak diketahuinya kadar obyek jual beli secara jelas baik timbangan,
takaran atau hitungannya, namun jika sang penjual mengetahui kadar
obyek yang ia transaksikan maka tidak perlu menjualnya secara jizaf.
Menurut Imam Ahmad. jika sang penjual tetap menjualnya secara jizaf
dengan kondisi ia mengetahui kadar obyek transaksi, maka jual beli
sah dan bersifat lazim, namun makruh tanzih.
3. Jual beli dilakukan atas sesuatu yang dibeli secara tebasan atau
borongan, bukan per satuan. Akad Jizaf diperbolehkan atas sesuatu
yang bisa ditakar atau ditimbang, seperti biji-bijian dan yang
sejenisnya. Jual beli Jizaf tidak bisa dilakukan atas pakaian, kendaraan
yang dapat dinilai per satuannya. Berbeda dengan barang yang
nilainya sangat kecil per satuannya, atau memiliki bentuk yang relatif

11 | f i q i h M u a m a l a h
sama. Seperti telor, apel, mangga, semangka, kurma dan sejenisnya.
Jika obyek transaksi bisa dihitung tanpa adanya upaya yang
melelahkan dan rumit, maka tidak boleh ditransaksikan secara jizaf,
dan berlaku sebaliknya.
4. Obyek transaksi bisa ditaksir oleh orang yang memiliki keahlian
dalam penaksiran. Akad jizaf tidak bisa dipraktikkan atas obyek yang
sulit untuk ditaksir. Madzhab Syafiiyyah sepakat atas adanya syarat
ini, mereka menetapkan bahwa kadar shubroh (kumpulan makanan
tanpa ada timbangan dan takarannya) harus bisa diketahui, walaupun
dengan cara menaksir.
5. Obyek akad tidak boleh terlalu banyak sehingga sangat sulit untuk
ditaksir, namun juga tidak terlalu sedikit sehingga sangat mudah
diketahui kuantitasnya.

6. Tanah yang digunakan sebagai tempat penimbunan obyek transaksi


haruslah rata, sehingga kadar obyek transaksi bisa ditaksir. Jika tanah
dalam kondisi menggunung atau landai, maka kemungkinan kadar
obyek transaksi bisa berbeda (misalnya, kacang tanah). Jika ternyata
tanah dalam kondisi tidak rata, maka keduanya memiliki hak khiyar.
7. Tidak diperbolehkan mengumpulkan jual beli barang yang tidak
diketahui kadarnya secara jelas, dengan barang yang diketahui
kadarnya secara jelas, dalam satu akad. Misalnya, jual beli kurma satu
kilo, dikumpulkan dengan apel yang berada dalam satu pohon, dengan
satu harga atau dua harga.10

D. Implementasi jual beli Juzaf


Implementasi jual beli padi dengan sistem juzaf (tebasan) di Desa Kranji
menurut penelitian Moh. Adif Rohman dan Homaidi Hamid, S. Ag., M. Ag.
Dilakukan dengan beberapa tahap sebagai berikut:

10
Moh. Adif Rohman dan Homaidi Hamid, S. Ag., M. Ag. Implementasi Jual Beli Padi Dengan
Sistem Tebasan Menurut Fiqih. Hal. 10-11

12 | f i q i h M u a m a l a h
1. Pertama, tahap penawaran barang dari penjual dimana pada tahap ini
biasanya petani akan menghubungi calon penebas dan menawarkan padi
yang sudah terlihat atau muncul, kurang lebih padi yang berumur 3
bulan (ada petani yang menjual pada saat padi masih hijau da nada juga
petani yang menjualnya pada saat padi sudah menguning).
2. Kedua, tahap penaksiran dan penentuan harga dimana pada tahap ini
penebas mendatangi atau mensurvei kondisi padi yang akan dibeli
dengan melihat kualitas padi di sawah tersebut dan mengambil beberapa
sampel.
3. Ketiga, tawar menawar atau negosiasi. Setelah dilakukan proses
pengamatan kualitas padi tersebut barulah ketahap tawar menawar atau
negosiasi mengenai harga yang akan disepakati antara penjual dan
pembeli serta dilakukannya penaksiran.
4. Keempat, tahap perjanjian. Setelah ditentukan kesepakatan harga antara
penebas dan petani biasanya kedua belah pihak melakukan perjanjian
mengenai uang muka sebagai tanda jadi pembelian.
5. Kelima, Tahap pembayaran uang muka atau pelunasan. Biasanya pihak
penjual akan meminta uang muka kepada pembeli dengan tujuan untuk
berjaga-jaga apabila terjadi pelanggaran perjanjian dari masing-masing
pihak. Ketika musim panen tiba dan padi telah ditebas barulah penebas
membayar secara penuh padi yang telah dibelinya. Tetapi ada juga yang
langsung membayar lunas dimuka. Semua tergantung kesepakatan
kedua belah pihak.11

11
Moh. Adif Rohman dan Homaidi Hamid, S. Ag., M. Ag. Implementasi Jual Beli Padi Dengan
Sistem Tebasan Menurut Fiqih. Hal. 12-14.

13 | f i q i h M u a m a l a h
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pertukaran mata uang asing dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan
money changer atau foreign exchange, dalam bahasa arab sering disebut
dengan kata al-sharf . Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan
bahwa alsharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Dari beberapa
definisi di atas dapat disimpulkan bahawa Al- Sharf adalah perjanjian jual
beli satu valuta dengan valuta lainnya. Al-sharf secara bebas diartikan
sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat
pembayaran yang sah di negara lain. Jual beli mata uang merupakan
transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang mencakup pembelian mata
uang, pertukaran mata uang, pembelian barang dengan uang tertentu.
Sedangkan, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tebasan (jizaf)
berarti memborong hasil tanaman (misalnya: padi, buah-buahan) ketika
belum dituai atau dipetik.12 Al-jizaf secara bahasa berarti mengambil dalam
jumlah banyak. Sedangkan, dalam ilmu fiqih Al-Jizaf berarti jual beli
sesuatu tanpa ditimbang atau dihitung melainkan dengan cara menaksir atau
mengira-ngira jumlah objek

12
KBBI.web.id

14 | f i q i h M u a m a l a h
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kholiq Syafa’at, Rohmatulloh. Jurnal Darussalam ; Jurnal Pendidikan,
Komunikasi dan Pemikiran Hukum Islam Vol. X, No 1: 162-179,
analisis hukum islam terhadap praktik jual beli hasil pertanian padi sistem
tebasan di dusun kelir desa bunder kecamatan kabat kabupaten
banyuwangi

Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta:


University Gadjah Mada Press.

Moh. Adif Rohman dan Homaidi Hamid, S. Ag., M. Ag. Implementasi Jual Beli
Padi Dengan Sistem Tebasan Menurut Fiqih.
As-Sa’adi, Syekh Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqh al-Bay’ wa asy-Syira’. Jakarta:
Senayan Publishing.

Rusyd, Ibnu. 1990. Terjemahan Bidayatul Mujtahid. Semarang: CV. As-Syifa’

Syaparuddin. 2011. Jurnal Al-Bayyinah: Jurnal Hukum dan Kesyariatan. Sulawesi


Selatan: STAIN Watampone

Shofa, Aizza Alya. 2017. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Padi
dengan Sistem Tebas. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

15 | f i q i h M u a m a l a h

Anda mungkin juga menyukai