Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AKAD JU’ALAH DAN PENERAPANNYA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu :
Dr. Fuad Zein

Disusun Oleh :

AZIZ SETIAWAN
18/437679/PMU/09820

AGAMA LINTAS BUDAYA MINAT EKONOMI ISLAM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
I. PENGERTIAN
Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali seseorang mendapatkan musibah berupa
kehilangan barang-barang berharga dan tinggi nilainya. Terlepas dari apa sebab hilangnya
barang tersebut, yang jelas berbagai upaya dilakukan untuk mengembalikan barang yang
dimilikinya. Biasanya, pemilik barang membuat pengumuman kepada masyarakat dengan
menjanjikan imbalan/komisi tertentu bagi siapa saja yang bisa mengembalikan barangnya.1
Model muamalah seperti ini biasanya dalam islam difasilitasi dengan istilah ju’alah.
Akad ju’alah identik dengan sayembara, yakni menawarkan sebuah pekerjaan yang belum
pasti dapat diselesaikan. Jika seseorang mampu menyelesaikannya, maka ia berhak
mendapatkan upah atau hadiah. Secara harfiah, ju’alah bermakna sesuatu yang dibebankan
kepada orang lain untuk dikerjakan, atau perintah yang dimandatkan kepada seseorang untuk
dijalankan.2
Misalnya, seseorang bisa berkata, “Barangsiapa membangun tembok ini untukku, ia
berhak mendapatkan uang sekian”. Maka, orang yang membangun tembok untuknya berhak
atas hadiah(upah) yang ia sediakan, banyak atau sedikit. Istilah lain dalam pengupahan adalah
ijarah. Penggunaan kedua istilah ini sesuai dengan teks dan konteksnya.3
Adapun di dalam Kamus al-Bisri, kalimat al-Ju’alah berarti (hadiah/persen) dan juga
berarti komisi. Sedangkan Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan al-Ju’alah secara bahasa sebagai
berikut, al-ju’alah adalah apa saja yang dijadikan (imbalan) bagi seseorang atas suatu pekerjaan
atau apa saja yang diberikan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Jadi
ju’alah adalah upah/imbalan atas suatu perjanjian dalam sebuah muamalah.4
Secara istilah, menurut madzhab Malikiyyah, ju’alah adalah akad sewa atas suatu
manfaat yang belum diketahui keberhasilannya (terdapat probabilitas atas keberhasilan atau
kegagalan dalam menjalankan suatu pekerjaan).5 Sementara menurut fatwa Dewan Syariah
Nasional Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan

1
Haryono, “Konsep Al Ju’alah dan Model Aplikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari”, Al Mashlahah Vol.
5 No. 09, 2017, hlm 644
2
Dimyauddin Djuwaini. 2015. Pengantar Fiqh Muamalah. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), hlm 165
3
Afriani dan Ahmad Saepudin, “Implementasi Akad Ju’alah dalam Lembaga Keuangan Syariah”,
EKSISBANK Vol. 2 No. 1 Desember 2018, hlm 60
4
Haryono, Op. Cit, hlm 645
5
Dimyauddin Djuwaini. Loc. Cit.
(reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
pekerjaan.6
Selanjutnya dalam fatwa dewan Syafiah Nasional disebutkan bahwa terdapat dua pihak
yang terlibat dalam akad ju’alah ini, yang pertama yaitu Ja’il ialah pihak yang berjanji akan
memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan (natijah) yang ditentukan. Yang
kedua adalah Maj’ul lah merupakan pihak yang melaksanakan Ju’alah.7

II. SYARAT DAN RUKUN

Ulama memberikan beberapa syarat terkait dengan keabsahan akad ju’alah yakni
sebagai berikut:8
A. Orang yang terlibat dalam akad ju’alah, harus memiliki ahliyyah. Al-ja’il (pemilik
sayembara) haruslah orang yang memiliki kemutlakan dalam bertransaksi (baligh, berakal,
rasyid), tidak boleh dilakukan oleh anak kecil, orang gila atau orang safih. Untuk ‘amil
(pelaku), haruslah orang yang memiliki kompetensi dalam menjalankan pekerjaan,
sehingga ada manfaat yang bisa dihadirkan.
B. Hadiah, upah (ja’l) yang diperjanjikan harus disebutkan secara jelas jumlahnya. Jika
upahnya tidak jelas, maka akad ju’alah batal adanya, karena ketidakjelasan kompensasi.
Seperti, barangsiapa menemukan mobil saya yang hilang, maka ia berhak mendapatkan
baju. Selain itu, upah yang diperjanjikan bukanlah barang haram, seperti minuman keras
atau barang ghasab.
C. Manfaat yang akan dikerjakan pelaku (‘amil) haruslah jelas dan diperbolehkan secara
syar’i. Tidak diperbolehkan menyewa tenaga paranormal untuk mengeluarkan jin, praktik
sihir, atau perkara haram lainnya. Kaidahnya adalah setiap aset yang boleh dijadikan
sebagai objek transaksi dalam akad ijarah, maka juga diperbolehkan dalam akad ju’alah.
D. Mazhab Malikiyyah menambahkan satu syarat, akad ju’alah tidak boleh dibatasi dengan
jangka waktu. Namun ulama lain mengatakan, diperbolehkan memperkirakan jangka
waktu dengan dengan pekerjaan yang ada. Misalnya, barang siapa mampu menjahitkan

6
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah
7
Ibid.
8
Dimyauddin Djuwaini, Op. Cit., hlm 168-169
baju saya dalam satu hari, maka ia berhak atas hadiah sekian. Jika dalam waktu sehari ia
mampu menyelesaikannya, maka ia berhak mendapat hadiah. Jika tidak, maka ia tidak
mendapatkan apa-apa.

Lebih lanjut dalam Afriani dan Ahmad Saepudin, rukun pengupahan (ju’alah) dibagi
menjadi empat point sebagai berikut :9

A. Lafal (akad). Lafal itu mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan tidak ditentukan
waktunya. Jika mengerjakan jialah tanpa seizin orang yang menyuruh (punya barang) maka
baginya tidak berhak memperoleh imbalan jika barang itu ditemukan.
B. Orang yang menjanjikan memberikan upah. Dapat berupa orang yang kehilangan barang
atau orang lain.
C. Pekerjaan (sesuatu yang disyaratkan oleh orang yang memiliki harta dalam sayembara
tersebut).
D. Upah harus jelas, telah ditentukan dan diketahui oleh seseorang sebelum melaksanakan
pekerjaan (menemukan barang).

III. DALIL-DALIL

Agama Islam merupakan agama dengan nilai-nilai universal yang hadir serta
menawarkan keteraturan dan keseimbangan hidup. Hal ini diperkuat dengan peran Al-Qur’an
dan Hadits yang digunakan sebagai sumber rujukan utama dalam setiap kegiatan atau perilaku
manusia. Adapun landasan hukum akad ju’alah terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Beberapa dalil dan hadits yang menjelaskan tentang akad ju’alah diantaranya adalah :
A. Dalam Al-Qur’an Surat Yusuf ayat 72.10

‫ير َو أ َن َا ب ِ هِ َز ِع يم‬ ِ ِ‫ق َ ا ل ُوا ن َ فْ قِ د ُ صُ َو ا ع َ الْ َم ل‬


ٍ ‫ك َو لِ َم ْن َج ا ءَ ب ِ هِ ِح ْم ُل ب َ ِع‬
“Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja. Siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya".

9
Afriani dan Ahmad Saepudin, Loc. Cit.
10
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk. 2014. Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4
Madzhab. (Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif), hlm 416
Bahan makanan (seberat) beban unta sudah ma’ruf dikalangan mereka, sedang syariat
umat sebelum kita juga berlaku bagi kita jika tidak ada nash dalam syariat kita yang
menentangnya.

B. Dalam Hadis HR. Al-Bukhari: 2276.11


Hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri tentang kisah sekelompok
sahabat yang sedang safar kemudian me-ruqyah pemimpin sebuah kampung yang digigit ular
dengan surat Al-Fatihah.
“Dari abu Said al Khudri radhiyallahu anhu berkata, Sekelompok sahabat Nabi SAW
telah bersafar sehingga mereka sampailah ke sebuah perkampungan dari perkampungan suku
Arab dan meminta izin untuk singgah di dalamnya. Namun, saat itu penghuni kampung
tersebut enggan menerima mereka. Pada saat itu pemimpin kampung tersebut dipatok ular dan
mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk mengobatinya akan tetapi belum ada hasilnya.
Sebagian dari penghuni kampung tersebut berkata kepada kawannya, “Seandainya sebagian
dari kalian datang kepada kafilah tersebut dengan harapan ada salah seorang di antara mereka
yang mempunyai sesuatu yang bisa dijadikan untuk obat.” Maka, sebagian dari mereka benar-
benar mendatangi kafilah sahabat tersebut. Kemudian berkata kepada mereka, „Wahai kaum
sekalian, sesungguhnya pemimpin desa kami telah digigit ular dan kami berusaha sekuat
tenaga untuk mengobatinya namun belum ada hasilnya, Apakah ada salah seorang di antara
kalian yang mempunyai obatnya?
Maka, sebagian di antara sahabat tersebut menjawab, Ya, demi Allah sungguh aku akan
me-ruqyah-nya. Namun, bukankah kami telah meminta izin singgah dan kalian semua merasa
keberatan? Tidaklah jadi soal. Lantas bagaimana kalau seandainya kalian beri imbalan atas
jerih payah kami jika ternyata kami bisa mengobati atas izin Alloh ? Maka, orang kampung
tersebut menyetujuinya dan menjadikan imbalannya adalah sekumpulan kambing( dalam
riwayat Bukhori dari jalur yang lain 30 kambing ).
Kemudian bergegaslah sahabat yang mewakili tersebut menuju rumahnya untuk me-
ruqyah-nya. Setelah sampai, maka meludahlah sahabat tersebut dan dibacakan padanya “al
hamdulillahi rabbil ‘alamin (surat al Fatihah). Seketika itu kondisi pemimpin kampung
tersebut berangsur sembuh dan bisa berjalan seperti sedia kala. Setelah kejadian tersebut maka

11
Haryono, Op. Cit., hlm 648
dipenuhilah janji pemberian imbalan atas amal yang dilakukan sahabat tersebut dan kemudian
dia kembali lagi bersama kafilah.
Setelah sampai kepada rekannya berkatalah sebagian di antara mereka, Bagilah imbalan
tersebut dengan kami!‟ Maka diapun menjawab, Jangan kau lakukan hal itu sebelum kita
datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang terjadi kemudian baru kita lakukan
apa yang diperintahkan Rasulullah SAW kepada kita.‟ Lalu menghadaplah mereka kepada
Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang terjadi kepada Nabi SAW. Setelah Nabi
mendengar hal tersebut kemudian Beliau bertanya, Bagaimana kalian tahu bahwa surat al
Fatihah adalah ayat ruqyah? Sungguh tepat sekali apa yang kalian lakukan!” Kemudian Nabi
SAW melanjutkan perkataannya. Sekarang bagilah hasil yang kalian dapatkan dan sertakan
aku dalam pembagian tersebut. Maka saat itu tertawalah Rasulullah SAW dengan hal tersebut.”

IV. PENERAPAN
Penerapan akad ju’alah dalam muamalah sehari-hari sangat beragam dalam berbagai
bidang kehidupan. Berikut beberapa contoh penerapan akad ju’alah yang dapat diterapkan.

A. Penerapan Ju’alah untuk menemukan barang yang hilang


Ju’alah dapat diterapkan ketika seseorang kehilangan suatu barang tertentu. Pihak
yang kehilangan barang dapat mengumumkan sebuah sayembara dan ditempel di tepat
sekitar lokasi kehilangan barang. Pengumuman sayembara dilengkapi dengan ciri-ciri dan
spesifikasi barang yang hilang, dan tidak lupa hadiah untuk orang yang dapat menemukan
barang hilang tersebut. Selanjutnya orang-orang yang tertarik dapat langsung mencari
barang tersebut. Ketika sudah ketemu, dan barang yang hilang tersebut diserahkan ke
pemiliknya, hadiah akan diberikan oleh si pemberi sayembara kepada orang yang
menemukan barang tersebut. Sementara orang yang ikut mencari lainnya tidak mendapat
hadiah, karena hadiah hanya diberikan kepada orang yang menemukan barangnya,
walaupun sudah meluangkan waktu dan tenaga untuk mencarinya.

B. Penerapan Ju’alah dalam bidang pendidikan


Konsep al Ju’alah bisa kita terapkan dalam sebuah lembaga pendidikan baik
sekolahan maupun pondok pesantren. Penerapan konsep ini memiliki peran yang
signifikan dalam mendongkrak prestasi peserta didik maupun melejitkan potensi para guru.
Misalnya sekolah membuka peluang Ju’alah bagi para guru untuk membuat penelitian
tentang pengaruh ibadah shalat terhadap kedisiplinan siswa dan prestasi belajar. Bagi guru
yang mampu membuat penelitian tersebut, maka ia akan mendapatkan imbalan berupa
uang 10 juta rupiah misalnya.12

C. Kontes desain yang diselenggarakan oleh 99designs.com.


99designs adalah sebuah perusahaan yang mengelola platform marketplace online
kreatif global dalam bidang desain grafis, yang memudahkan para desainer dan klien untuk
bekerja sama untuk membuat desain yang mereka sukai. 99designs.com menghubungkan
lebih dari satu juta desainer freelance berbakat dengan orang-orang yang membutuhkan
pekerjaan desain. 99designs berkantor pusat di San Fransisco, Amerika Serikat, dan juga
memiliki kantor cabang di Melbourne, Berlin, Paris, London, dan Rio de Jeneiro. 13
Kontes desain dimulai dengan pihak pemberi kontes memasukkan detail
persyaratan ke web site 99designs.com dan meluncurkan kontesnya. Setelah itu peserta
kontes yang cocok dengan jumlah hadiah dan segala persyaratannya akan apply ke dalam
kontes yang diadakan oleh pemberi kontes. Jangka waktu kontes ditentukan oleh pemberi
kontes, namun secara default biasanya kurang lebih satu bulan berjalan. Diakhir kontes,
pemberi kontes akan menseleksi desain yang cocok dengan kriterianya dan menentukan
satu pemenang. Hanya pemenang kontes yang akan menerima hadiah dari pemberi kontes.

Peserta kontes

Peserta kontes
Input Kontes

Peserta kontes
Pemberi 99designs.com
kontes Peserta kontes

Peserta kontes
Mekanisme sederhana kontes di 99designs.com

12
Haryono, Op. Cit., hlm 654
13
https://99designs.com/about, diakses 27 November 2019
D. Penerapan dalam Surat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Implementasi akad ju’alah di prbankan syariah sebenarnya tidak masuk pada usaha
pengerahan dana maupun pada penyaluran dana. Implementasi akad ju’alah hanya terjadi
antara Bank Indonesia sebagai pihak yang memiliki tugas untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter dengan bank syariah sebagai pelaksana jasa keuangan.
Menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank
Indonesia Syariah bahwa akad ju’alah ini digunakan dalam Sertifikat Bank Indonesia
Syariah (SBIS).14
Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disebut SBIS adalah surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah
yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah
satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah yang menggunakan akad ju’alah. SBIS mempunyai
karakteristik sebagai berikut: 15
1. Satuan unit sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan.
3. Diterbitkan tanpa warkat (scripless).
4. Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
5. Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan akad ju’alah, yang bisa
memiliki SBIS ini adalah BUS atau UUS yang bisa memenuhi persyaratan Financing to
Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia membayar
imbalan pada saat jatuh waktu SBIS. Perbankan syariah yang telah memiliki SBIS
menerima imbalan pada saat jatuh tempo dari Bank Indonesia dengan catatan perbankan
syariah yang bersangkutan telah melakukan dan mencapai tujuan yang diharapkan oleh
Bank Indonesia. Apabila perbankan syariah yang bersangkutan tidak mampu mencapai

14
Yadi Janwari. 2015. Lembaga Keuangan Syariah. (Bandung: Remaja Rosdakarya), hlm 158
15
Khozainul Ulum, “Penyelesaian Utang Impor, Ju’alah dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Perspektif Fatwa DSN-MUI”, JES Vol. 2 No. 2, 2018, hlm 224
tujuan yang diinginkan atau ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam hal pengendalian
moneter berdasarkan prinsip syariah, maka perbankan syariah yang bersangkutan tidak
akan menerima imbalan dari Bank Indonesia.16

V. BERAKHIRNYA TRANSAKSI JU’ALAH


Jualah menjadi batal karena beberapa hal berikut ini.
A. Salah satu dari dua orang yang melakukan transaksi meninggal dunia atau gila yang parah.
Menurut Malikiyyah, jika pekerja telah mulai melakukan pekerjaan, transaksi tidak
menjadi batal karena hal tersebut. Ahli waris masing-masing meneruskan kewajiban dalam
transaksi jika ahli waris pekerja dapat dipercaya.
B. Pekerja membatalkan ju’alah
C. Penyuruh (ja’il) membatalkan transaksi ju’alah sebelum pekerja memulai pekerjaannya.17

VI. PERBEDAAN JU’ALAH DAN IJARAH


Meskipun ji'alah berbentuk upah atau hadiah sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu
Qudamah, ulama Mazhab Hanbali, ia dapat dibedakan dengan Ijarah dari lima segi. Pertama,
pada ji'alah upah atau hadiah yang dijanjikan hanya boleh diterima oleh orang yang
menyatakan sanggup untuk mewujudkan apa yang menjadi objek pekerjaan atau perbuatan
tersebut, jika pekerjaan atau perbuatan tersebut telah mewujudkan hasil dengan sempurna.
Sedangkan pada ijarah, orang yang melaksanakan pekerjaan tersebut berhak menerima upah
sesuai dengan ukuran atau kadar prestasi yang telah diberikannya meskipun pekerjaan itu
belum sempurna dilaksanakannya.
Kedua, pada ji'alah terdapat unsur gharar (penipuan, spekulasi, untunguntungan) karena
di dalamnya terdapat ketidaktegasan dari segi batas waktu penyelesaian pekerjaan ataupun cara
dan bentuk penyelesaian pekerjaannya. Sedangkan dalam ijarah, batas waktu penyelesaian,
bentuk pekerjaan, dan cara kerjanya disebutkan secara tegas dalam perjanjian, sehingga orang
yang melaksanakan pekerjaan dalam ijarah harus mengerjakan pekerjaan yang dijadikan objek
perjanjian sesuai dengan batas waktu dan bentuk pekerjaan yang disebutkan dalam transaksi.

16
Ibid
17
Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar dkk. Op. Cit., hlm 422
Dengan kata lain, yang dipentingkan dalam ju'alah adalah keberhasilan pekerjaan, bukan batas
waktu penyelesaian ataupun bentuk atau cara mengerjakannya.
Ketiga, pada ji'alah tidak dibenarkan adanya pemberian imbalan upah atau hadiah
sebelum pekerjaan dilaksanakan. Sedangkan dalam ijarah, pemberian upah terlebih dahulu
dibenarkan, baik secara keseluruhan ataupun sebagian, baik sebelum pekerjaan dilaksanakan
maupun ketika pekerjaan sedang berlangsung.
Keempat, tindakan hukum yang dilakukan dalam ji’alah bersifat sukarela. Sehingga apa
yang dijanjikan boleh saja dibatalkan (fasakh) selama pekerjaan belum dimulai tanpa
menimbulkan akibat hukum, sedangkan ijarah merupakan transaksi yang bersifat mengikat
semua pihak yang melakukan perjanjian kerja. Dengan demikian, jika perjanjian tersebut
dibatalkan, maka tindakan itu menimbulkan akibat hukum bagi pihak bersangkutan, salah satu
pihak yang melakukan perjanjian ijarah dapat mengajukan tuntutan ganti rugi kepada pihak
yang lain jika perjanjian ijarah tersebut dibatalkan.
Kelima, dari segi ruang lingkupnya, Mazhab Maliki menetapkan kaidah bahwa semua
yang dibenarkan menjadi objek dalam transaksi ji'alah boleh menjadi objek dalam transaksi
ijarah, tetapi tidak semua yang dibenarkan menjadi objek dalam transaksi ijarah dibenarkan
pula menjadi objek dalam transaksi ji'alah. dengan kata lain, ruang lingkup ijarah lebih luas
dari pada ruang lingkup ji'alah.18

18
Afriani dan Ahmad Saepudin, Loc. Cit.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani, A. Saepudin. 2018. Implementasi Akad Ju’alah dalam Lembaga Keuangan Syariah.
EKSISBANK 2: (1)
Ath-Thayyar, A. M., A. M. Al-Muthlaq, M. Ibrahim. 2014. Ensiklopedi Fiqih Muamalah dalam
Pandangan 4 Madzhab. Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif
Djuwaini, Dimyauddin. 2015. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Haryono. 2017. Konsep Al Ju’alah dan Model Aplikasinya Dalam Kehidupan Sehari-hari. Al
Mashlahah 5: (09)
Janwari, Yadi. 2015. Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Remaja Rosdakarya

Jauhari, Syofwan. 2016. Ju’alah Dalam Multi Level Marketing: Studi Atas Marketing Plan MLM
PT K-Link Indonesia. Ijtihad; Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial 32: (2)
Majelis Ulama Indonesia. 2007. Dewan Syari’ah Nasional nomor 62 akad Ju’alah

Ulum, Khozainul. 2018. Penyelesaian Utang Impor, Ju’alah dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) Perspektif Fatwa DSN-MUI. JES 2: (2)

Sumber website :

https://99designs.com/about, diakses 27 November 2019

Anda mungkin juga menyukai