2
sumur sampai mengeluarkan air, dan seseorang yang memenangkan
perlombaan. Oleh karena itu, ju’alah ini tidak hanya dapat digunakan
untuk menemukan suatu barang yang hilang, akan tetapi juga dapat
bermanfaat bagi seseorang.5
Menurut dewan penelitian pengupahan nasional, upah / komisi
yaitu sebagai suatu penerimaan imbalan dari pemberi kerje kepada
penerima kerja untuk atas suatu pekerjaan atau jasa yang dilakukan dan
berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup manusian dan produksi
yang teratur.6
Menurut beberapa ulama Wahbah al zuhaili mendefinisikan al-
Ju’alah secara bahasa sebagai berikut: “Al Ju’alah ialah sesuatu yang
dilakukan untuk seseorang atas suatu pekerjaan (hadiah) atau diberikan
kepada seseorang untuk pekerjaan tertentu.” Menurut sebagian para ulama
berbeda pendapat tentang definisi al-Ju’alah secara istilah menurut imam
syamsyuddin muhammad ibnu al-khatib asy syarbini yang juga diikuti
oleh wahbah al-juhaili dalam kitab nya mendefinisikan al-Ju’alah dengan
perkataan yaitu “kebiasaan (tanggung jawab) sebagai pemberian imbalan
yang disepakati atas suatu pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang belum
pasti bisa dilakukan.” Sayyid sabiq mendefinisikan al-Ju’alah yaitu “al-
Ju’alah adalah akad atas suatu manfaat yang diperkirakan akan
mendapatkan imbalan sebagaimana yang dijanjikan atas suatu pekerjaan.”7
Ju’alah atau ji’alah ini merupakan komisi yang diberikan kepada
seseorang karena sesuatu yang ia lakukan. Contoh nya ada Seseorang
berkata “ barang siapa melakukan hal ini, maka ia mendapatkan uang
sekian”. Orang tersebut memberikan harta dengan jumlah tertentu, kepada
orang yang melakukan suatu pekerjaan tertentu, seperti membangun pasar
dan lainnya.8 Jadi Dapat di simpulkan bahwa akad Ju’alah atau Ji’alah
5
abdul rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah (jakarta: kencana prenada media grup, 2010).
hlm. 141
6
Burhanuddin yusuf, Manajemen Sumber Daya Manusia Dilembaga Keuangan Syariah
(jakarta: PT rajagrafindo persada, 2015). hlm. 248
7
Wasilatur Rohmaniyah, Fiqh Muamalah Kontemporer (jl. masjid nurul falah bangkes
kadur pamekasan jawa timur, 2019). hlm. 160
8
Saleh Al-fauzan, Fiqh Sehari-Hari (jakarta: gema insani, 2005).
3
ialah suatu akad perjanjian seseorang kepada orang lain untuk
memberikan suatu hadiah atau imbalan karena telah memenuhi pekerjaaan
nya.
Ju’alah merupakan suatu kerjasama atas manfaat yang pasti
adanya, seperti seseorang yang berkomitmen untuk memberikan upah atau
hadiah tertentu kepada siapapun yang dapat mengembalikan suatu barang
yang hilang.Ju’alah / Ji’alah ialah salah satu akad kerjasama yang di
bolehkan di dalamnya bagi satu pihak dari dua pihak yang terlibat dalam
kerjasama ini, untuk membatalkan nya, Salah satu pihak yang
menanggung suatu pekerjaan di dalam akad Ju’alah/ Ji’alah berhak untuk
membatalkan nya sebelum ia memulai suatu pekerjaan itu. Dan
sebagaimana ia berhak membatalkan nya setelah memulai pekerjaan jika
dia rela terhadap pengguguran hak nya. Adapun dengan pihak yang
meminta akad Ju’alah / Ji’alah maka ia tidak berhak untuk
membatalkannya jika pihak yang bekerja dalam akad ini telah memulai
pekerjaan nya. Sebagian ulama melarang kerjasama semacam ini, diantara
nya yaitu ibnu hazm yang berkata dalam al-muhalla, yaitu tidak boleh nya
menetapkan Ju’alah / Ji’alah pada seseorang.9
9
sayyid sabiq, Fiqih Sunnah (jakarta selatan: cakrawala publishing, 2009). hlm. 401
4
hanafiyah, akad ju’alah tidak dibolehkan karena didalamnya terdapat unsur
penipuan yaitu gharar ketidak jelasan pekerjaan dan waktunya.10
Sedangkan Menurut ulama malikiyah, syafiiyah dan hanabilah,
akad al-Ju’alah atau Ji’alah dibolehkan dengan landasan kisah nabi yusuf
beserta saudaranya. Kedudukan transaksi upah (al-ju’l) ialah segala bentuk
pekerjaan, yang pemberi upah tidak mengambil sedikitpun dari upah
(hadiah) itu. Karena, jika pemberi upah mengambil sebagian dari upah itu,
berarti ia harus terikat dengan jasa dan pekerjaan. Dan jika calon penerima
upah itu (al-maj’ul) gagal mendatangkan manfaat, seperti yang ditetapkan
dalam transaksi upah (al-ju’l), ia tidak akan mendapatkan apa-apa. Jika
yang pemeberi upah (al-ja’il) mengambil hasil kerj acalon penerima upah ,
tanpa imbalan kerja atau jasa tertentu berarti ia telah melakukan suatu
kezhaliman.11
dalil firman allah dalam al-qur’an pada surah yusuf ayat 72
sebagai berikut :
10
wahbah al-zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5 (jakarta: gema insani, 2011). hlm.
432
11
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Analisis Fiqih Para Mujtahid (jakarta: pustaka amani,
2007). hlm. 102
12
ibnu rusyd, Bidayatu I-Mujtahid (jakarta: pusaka amini, 2007). hlm. 230
5
Demikian juga dengan sabda Rasulullah dalam sebuah hadist yang
menceritakan tentang orang yang mengambil upah atas pengobatan dengan
surah Al-fatihah, yang diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Imam Nasa’I
dari abu Sa’id AL-Khudri. Diriwayatkan bahwa beberapa orang sahabat
Rasulullah sampai pada satu kampung badui tapi mereka tidak dijamu.
Pada saat demikian tiba-tiba kepala suku badui disengat kalajengking.
Penduduk kampung itu bertanya, “apakah diantara kalian ada yang bisa
mengobati?”. Para sahabat menjawab, “kalian belum mejamu kami, kami
tidak akan melakukannya jika kalian member kami upah”.13
Maka mereka menyiapkan sekawanan domba, lalu seorang sahabat
membaca surah AL-Fatihah dan mengumpulkan air ludahnya. Kemudian
meludahkannya sehingga kepada suku itupun sembuh penduduk kampung
itupun lalu memberi domba yang dijanjikan kepada para Sahabat. Para
sahabat itu berkata, “ kami tidak akan megambilnya hingga kami tanyakan
dahulu kepada Rasulullah ”. kemudian sahabat itu menanyakan hal
tersebut kepada Rasulullah, maka beliau pun tertawa dan berkata,
“tidakkah kalian tahu? Surah AL-Fatihah itu adalah obat. Ambilah domba
itu dan berikan kepadaku satu bagian”.
Akad jualah adalah akad yang tidak mengikat atau tidak terikat.
Masing-masing berasal dari pihak yang berakad boleh saja menetapkan
hubungan kerja sebelum berakhirnya pekerjaan, dan apabila terjadinya
pembatalan akad sebelum memulai pekerjaan atau amil, memutuskan
hubungan kerja setelah dimulainya pekerjaan. dalam kedua masalah diatas
amil tidak berhak menerima kompensasi sepeserpun. Berbeda dengan
halnya perkara pembatalan akad yang dilakukan oleh pemilik setelah
pekerjaan dimulai, pemilik berkewajiban untuk membayar biaya yang
13
wahbah az-zuhayli, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid V (jakarta: gema insani, 2011).
hlm. 434
6
sesuai dengan pekerjaan tersebut. Dan pemilik berhak menambah atau
mengurangi biaya/hadiah sebelum amil menyelesaikan pekerjaannya. Hal
ini diperbolehkan secara hukum, seperti hal nya dalam akad jual beli pada
masa khiyar (memilih), bahkan ia lebih layak dilakukan. Sebagai akibat
dari perubahan ini, pemilik berkewajiban untuk biaya/hadiah yang sesuai.14
D. Rukun-rukun Ju’alah
Rukun-rukun Jualah ada 4 yaitu:
1. Kedua pihak yang berakad
Pihak yang menyediakan kompensasi disebut ja’il dan orang yang
melakukan pekerjaan disebut amil. Apabila amil melakukan pekerjaan
tanpa izin jail atau orang yang melakukan pekerjaan bukan orang yang
diberi izin maka keduanya tidak berhak atas kompensasi. Oleh karena
itu amil harus merupakan orang yang telah diberi izin oleh ja’il.
Apabila amil bekerja tanpa izin ja’il maka dia tidak berhak
mendapatkan kompensasi karena dia telah menyerahkan jasanya secara
cuma-cuma.
Imam Mawardhi berkata apabila ada seorang yang berkata “ siapa
yang mendatangkan budak ku yang lari, maka untuknya satu dinar”.
Maka siapapun yang mendapatkannya baik laki-laki ataukah
perempuan, anak-anak ataukah budak, berakal ataukan gila, berhak
menuntut upah karena mendengar seruan atau mengetahui adanya
seruan itu. Karena dalam lafaz “siapa yang mendatangkan” memberi
pengertian umum termasuklah mereka.15
2. Sighat
Sighat dalam jualah wajib berisi keterangan pekerjaan yang harus
dilakaukan dengan menggunakan nilai kompensasi yang jelas atas izin
ja’il. Seandainya ada seorang yang beramal tanpa sepengetahuan yang
memberikan janji, atau seandainya orang yang mengucapkan tersebut
14
wahbah az-zuhayli, Fiqih Imam Syafi’i (jakarta: almahira, 2017). hlm. 70
15
syamsuddin muhammad bin ahmad al-khatib as Syarbaini, Al Mugni (al muhtaj, n.d.).
hlm 583
7
telah menunjuk menunjukan orang tertentu, kemudian ada orang lain
yang beramal semisalnya, menyelesaikan tugasnya, maka dia tidak
wajib mendapatkan imbalan. Sebab, pada dasarnya orang yang
beramal tanpa mengetahui amal tersebut adalah jualah dia beramal
sukarela saja. Isyarat seorang yang bisu dalam sighat namun bisa
dipahami, maka hal tersebut kedudukannya seperti halnya sighat yang
sah.16
3. Pekerjaan
Bentuk pekerjaan dalam jualah dapat bersifat jelas maupun yang tidak
jelas seperti mencari benda yang hilang atau menemukan penemuan
inovatif.
4. Gaji atau upah komisi
Gaji atau upah komisi besarnya harus dikaetahui kedua belah pihak
dan mempunyai nilai jual menurut syar’i.17
E. Syarat-syarat jualah
1. Pihak-pihak yang berjialah wajib memiliki kecakapan bermuamalah
(ahliyyah al-tasharruf), yaitu berakal baligh dan rasyid (tidak sedang
dalam perwalian). Jadi jialah tidak sah dilakukan oleh orang gila atau
anak kecil.
2. Upah (Ja’il) yang dijanjikan harus disebutkan secara jelas jumlahnya.
Jika upahnya tidak jelas, maka akad jialah batal adanya karena ketidak
pastian kompensasi.
3. Aktivitas yang akan diberi kompensasi wajib aktivitas yang mubah,
bukan yang haram dan diperbolehkan secara syar’i. tidak
diperbolehkan menyewa tenaga paranormal untuk mengeluarkan jin,
praktek sihir atau praktek haram lainnya. Kaidahnya adalah setiap aset
yang boleh dijadikan sebagai obyek transaksi dalam akad jialah.
16
yahya bin syaraf an Nawawi, Mugni Al Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfadz Al Minhaj
(dar al-fikr, beirut, n.d.). hlm. 582
17
leni masnidar nasution H. asyura, Multilevel Marketing Syariah Diindonesia
(yogyakarta: cv budi utama, 2021). Hlm. 39
8
4. Kompensasi (materi) yang diberikan harus jelas diketahui jenis dan
jumlahnya (ma’lum), disamping tentunya harus halal.18
18
sri sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer (mdan: febi uin-su press, 2018). Hlm. 231
19
Wahbah Al-zuhayli, Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuhu, Jilid V (damascus suriah, n.d.).
hlm. 3865
20
zainuddin ibrahim bin muhammad bin najm Al-mishry, Al-Bar Al-Ra-Iq Syarh Kanz
Al-Daqaiq, Jilid VI (ttp: dar al-kitab al-islamy, n.d.).
9
G. Cakupan Standar Akuntansi Dan Akun-Akun Akad Ju’alah
Berdasarkan hasil rapat pada tanggal 2 maret 2011, dewan standar
akuntansi syariah (DSAS) menetapkan untuk tidak melanjutkan
pembahasan ED PSAK 110 tentang akuntansi hawalah dan PSAK 111
tentang akuntansi penyelesaian uatng piutang murabahah bermasalah.
Sehingga kedua ED PSAK tersebut tidak dilanjutkan pembahasan nya
menjadi PSAK.
ED PSAK 110 dan ED PSAK 111 dikeluarkan pada februari 2008
oleh dewan standar akuntansi keuangan (DSAK), dan permintaan
tanggapan sampai dengan tanggal 30 juni 2008. (catatan : sebelumnya
DSAK telah membentuk komite akuntansi syariah (KAS) untuk
mengembangkan PSAK berbasis transaksi syariah. Saat ini, KAS
ditingkatkan menjadi DSAS yang setara dengan PSAK.
DSAS berkesimpulan pengaturan akuntansi untuk penyelesaian
utang piutang murabahah bermasalah secara prinsip telah diatur di PSAK
lain yang ada saat ini. Sehingga tidak perlu pengaturan tersendiri untuk
masalah tersebut.
Sementara pengaturan untuk hawalah direncanakan akan
digabungkan dengan akad-akad lain dalam suatu PSAK tersendiri untuk
fee-based income yang berbasis syari’ah, seperti kafalah, jualah, serta
wakalah.21
21
http://iaiglobal.or.id/berita-kegiatan/detailarsip-231 diakses pada tanggal 30 oktober
2021, jam 01:58 wib.
10
H. Operasional Hukum Ju’alah
Pelaksanaan dalam system pengupahan menurut al-jazaeri
diantaranya mengandung hukum-hukum pengupahan (jualah) yaitu
sebagai berikut22:
1. Pengupahan (jualah) merupakan akad yang diperbolehkan. kedua belah
pihak yang bertransaksi dalam pengupahan diperbolehkan
pembatalannya. Jika pembatalan terjadi sebelum pekerjaan dmulai
maka pekerja tidak mendapatkan apa-apa. Jika pembatalan terjadi di
tengah-tengah proses pekerjaan maka pekerja berhak mendapatkan
upah atas pekerjaan.
2. Dalam pengupahan (jualah), masa pengerjaan tidak disyaratkan
diketahui. Jika seseorang berkata, “ barang siap bisa menemukan
untaku yang hilang ia akan mendapatkan hadiah 1 dinar”. Orang yang
berhasil menemukannya berhak atas hadiah tersebut walaupun
menemukannya setelah sebulan atau setahun.
3. Jika pengerjaan dilakukan sejumlah orang maka upah atau hadiahnya
dibagi secara merata antara mereka.
4. Pengupahan (jualah) tidak boleh pada hal-hal yang diharamkan jadi,
seseorang tiak boleh berkata, “barang siapa yang menyakiti atau
memukuli si pulan atau memakinya, ia mendapatkan upah (jualah)
sekian”.
5. Barang siapa menemukan barang tercecer atau barang yang hilang atau
mengerjakan sesuatu pekerjaan dan sebelumnya ia tidak mengetahui
kalau di dalamnya terdapat upah (jualah), ia tidak berhak atas upah
tersebut.
6. Jika seseorang berkata, “barang siapa makan dan minum sesuatu yang
dihalalkan ia berhak atas upah (jualah),” maka jualah seperti itu
diperbolehkan, kecuali jika ia berkata, “barang siapa makan dan tidak
22
H. ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik Dan Kontemporer (bogor: galia indonesia,
2012). hlm. 192
11
memakan sesuatu dari padanya, ia berhak atas jualah,” jualah seperti
ini tidak sah.
7. Jika pemilik jualah dan pekerja tidak sependapat tentang besarnya
jualah maka ucapan yang diterima adalah ucapan pemilik jualah
dengan disuruh bersumpah. Jika kedua berbeda pendapat tentang
pokok jualah maka ucapan yang diterima ialah ucapan pekerja dengan
disuruh bersumpah.
23
Ibid. hlm. 192
12
J. Hal-hal yang membatalkan Jualah
Adapun hal-hal yang dapat membatalkan Jualah adalah sebai berikut:
1. Salah satu pihak membatalkan akad sebelum menyelesaikan
pekerjaan.
2. Seorang pekerja meninggalkan pekerjaannya tanpa mempunyai alasan
yang pasti, maka ia tidak mendapatkan haknya.
3. Pihak ja’il membatalkan Jualahnya, maka seorang pekerja yang
belum bekerja tidak mengharuskan pihak ja’il memberikan upah.24
4. Meninggalnya pihak ja’il, karena tidak ada sesuatu (upah) bagi
pekerja atas apa yang dikerjakannya apabila meninggalnya pihak
Ja’il.25
K. Pelaksanaan Jualah
Pelaksanaan Jualah ( Pemberian Upah) dapat dilakukan dengan dua
cara, pertama secara khusus ditentukan orang yang mencari barang yang
hilang, contohnya: Ali dengan sendirinya berusaha mencari barang yang
hilang. Kedua secara umum artinya orang yang dibebani pekerjaan
mencari barang yaang hilang, tidak ditentukan seorang, tetapi untuk semua
orang (berlaku umum), contohnya baranga siap yang menemukan barang
saya yang hilang, akan saya beri imbalan.
Yang harus diperhatikan dalam pemberian upah bahwa
pemberitahuan itu diisyaratkan datang dari orang yang kehilangan,
melainkan juga bisa dari orang lain yang mendengarnya. Contohnya
seseorang berkata: “ siapa saja yang bisa menyembukan penyakit anak
saya, maka akan saya beri upah atau imbalan”. Di kemudian hari ada
seorang yang bisa menyembuhkan anaknya, baik pemberitahuan itu
diterima dari orang yang menyampaikan pemberitahuan langsung maupun
pemberitahuan itu diterima dari orang lain, maka orang yang
24
imam abi zakariya mahyuddin bin syaraf An-nawawi, Al-Majmu Syarah Al Muhazzab,
Juz XV (beirut: darul fikri, n.d.). hlm. 459
25
mahyuddin yahya bin syaraf abi zakariya An-nawawi, Raudah at Thalibin, Juz IV
(beirut: darul fikri, n.d.). hlm. 438
13
menyembukah tersebut akan berhak menerima upah. Hal tersebut bisa
dibenarkan, karena dalam jualah (pemberian upah) tidak disyaratkan
kehadiran dua belah pihak yang bertransaksi, namun disyaratkan besar
jumlah upah yang diterimakan. Artinya ia harus tahu berpa jumlah yang
akan ia terima jika ia berhasil menyembuhkan anak, karena hal ini sama
dengan sewa-menyewa. Kalau upah yang akan diberikan itu Majhul (tidak
jelas) maka hukumnya rusak.26
Jika yang diberikan adalah asset nonkas maka harus dinilai dengan
harga wajar, setelah sebelumnya nilai asset nonkas tersebut dinilai
sejumlah harga wajarnya.
26
taqiyuddin abu bakar ibn muhammad Al-husaini, Kifayahal Ahyar (bandung: al ma’rif,
t.tp, n.d.). hlm. 705
14
pendapatan ju’alah xxx
jika yang diberikan adalah asset nonkas lain maka harus dinilai dengan
harga pasar.27
27
https://jagoakuntansi.com/2016/10/18/jualah/ diakses pada tanggal 29 oktober 2021,
jam 12:05 wib.
28
ahmad bin ar Razi, Ahkamul Wur’an (beirut: dar al kutub al ilmiya, tt. jilid 3, n.d.). hlm.
226
29
hendri tanjung H. ibdal syah, Fiqh Muamalah (bogor: azam dunia, 2014). hlm. 90
15
7. Adanya penghargaan hasil karya orang lain. Sudah sepantasnya bagi
direktur perusahaan, kepada instansi atau siapa saja pemegang dan
pengelola suatu lembaga untuk menghargai jerih payah orang lain.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-mishry, zainuddin ibrahim bin muhammad bin najm. Al-Bar Al-Ra-Iq Syarh
n.d.
An-nawawi, mahyuddin yahya bin syaraf abi zakariya. Raudah at Thalibin, Juz
kencana, 2019.
Ghazaly, abdul rahman. Fiqh Muamalah. jakarta: kencana prenada media grup,
2010.
H. ibdal syah, hendri tanjung. Fiqh Muamalah. bogor: azam dunia, 2014.
17
Hasan, muhammad ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam ( Fiqih
indonesia, 2012.
Nawawi, yahya bin syaraf an. Mugni Al Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfadz Al
Razi, ahmad bin ar. Ahkamul Wur’an. beirut: dar al kutub al ilmiya, tt. jilid 3, n.d.
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid Analisis Fiqih Para Mujtahid. jakarta: pustaka
amani, 2007.
sri sudiarti. Fiqih Muamalah Kontemporer. mdan: febi uin-su press, 2018.
n.d.
wahbah al-zuhaili. Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5. jakarta: gema insani, 2011.
18
19