Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia peran telah terlihat kompleks, dengan berbagai
macam jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan kompetitif.
Kekomplekan ini telah menciptakan suatu sistem dan pesaing baru dalam
dunia peran, bukan hanya persaingan antar tetapi juga antara dengan lembaga
keuangan. Sebuah fenomena nyata yang telah menuntut manajer keuangan
untuk lebih antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam dunia peran.
Beberapa tahun yang lalu, pertumbuhan lembaga keuangan dan muamalat
dengan sistem syariah mulai bermunculan. Lembaga keuangan ini sudah sejak
lama berkembang di negara Arab Saudi, Kuwait, Turki, Iran dan beberapa
negara Timur Tengah lainnya. Perkembangan selanjutnya merebak ke wilayah
negara Eropa, seperti Swiss dan London, serta wilayah Asia, seperti Malaysia
dan Indonesia. Kegiatan operasional dalam bentuk penyaluran kredit, dapat
terhambat jika mobilisasi dana tidak sesuai dengan jumlah permintaan
pendanaan. Berdasarkan fenomena diatas, ingin diungkapkan disini bahwa ada
beberapa hal yang terkait antara mekanisme manajemen Syariah

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dala makalah ini yaitu :
1. Bagaimana akad dalam perbankan syariah?
2. Bagaimana produk bank syariah?
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Bagaimana akad dalam perbankan syariah
2. Untuk mengetahui Bagaimana produk bank syariah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad
Dalam Al-Quran, ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian,
yakni al-aqdu dan al-ahdu. Kata al-aqdu terdapat dalam QS. al-Maidah
(5): 1.







(1 : ) .
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad. Hewan
ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah Menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia
Kehendaki.
Secara etimologi, akad (al-aqdu) berarti perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan (al-ittifaq).1 Dikatakan ikatan karena memiliki maksud
menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah
satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seutas
tali yang satu.2 Sedangkan menurut Wahbah Az-zuhaily, yaitu3

Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan
secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.
Sedangkan al-ahdusecara etimologis berarti

masa,

pesan,

penyempurnaan, dan janji atau perjanjian. Kata al-ahduterdapat dalam QS.


Ali Imran (3): 76.

( : ) .
Sebenarnya barangsiapa menepati janji dan bertakwa, maka sungguh, Allah
Mencintai orang-orang yang bertakwa.
Istilah al-aqdu dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam
KUH Perdata, karena istilah akad lebih umum dan mempunyai daya ikat
1 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syariah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan
oleh Mariam Darus Badrulzaman, et al., cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), 247
2 Ghufron A. Masadi, Fiqh Muamalah Kontekstual, cet. 1, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002), 75
3 Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh, juz. IV, (Damsyik: Dar Al-Fikr,
1989), 80
2

kepada para pihak yang melakukan perikatan.Sedangkan al-ahdu dapat


disamakan dengan istilah overeenkomst, yang dapat diartikan sebagai suatu
pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu, dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan pihak lain. Janji ini
hanya mengikat bagi orang yang bersangkutan.4
Klasifikasi Akad
1. Akad munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu
selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksaan akad
adalah pernyataan yang disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula
ditentukan waktu 5
pelaksanaan adanya akad.
2.

Akad

mualaq

adalah

akad

yand

didalam

pelaksaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad,


misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah
adanya pembayaran.
3.

Akad

mualaq

ialah

akad

yang

didalam

pelaksaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksaan


akad, pernyataan yang pelaksaannya ditangguhkan hingga waktu yang
ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum
mempunyai akibat hukum sebelum tidanya waktu yang ditentukan:6
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan, yaitu:
1. Dalam keadaan muwadlaah (taljiah) kesepakan dua orang secara rahasia
untuk tuk akmengumumkan apa yang tidak sebenarnya, hal ini ada tiga
bentuk, yaitu:

4 Faturrahman Djamil, 247-248


5 Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al islami wa Adillatuhu, juz IV, damsyik, dar Al fikr, 1989,
hlm.80.
6 Ibid hal 61
3

a. Bersepakat secara rahasia sebelum melakukan akad, bahwa mereka


berdua akan melakukan jual beli atau yang lainnya secara lahiriah
saja, untuk menimbulkan sangkaan orang lain bahwa benda tersebut
telah dijual, seperti menjual harta untuk menghindari penguasa yang
zhalim atau penjualan harta untuk menghindari pembayaran hutang,
hal ini disebut mutawadlah pada asal akad. 7
b. Muawadlah terhadap benda yang digunakan untuk akad, seperti dua
orang gantbersepakat menyebut mahar dalam jumlah yang besar
dihadapan naib, wali pengantin laki-laki dan wali pengantin wanita
sepakat untuk menyebut dalam jumlah besar, sedangakan mereka
sebenarnya telah sepakat pada jumlah yang kecil dari jumlah yang
disebutkan dihadapan naib, hal ini disebut juga muwadlaah fi albadal.
c. Muwadlah pada pelaku (isim mustaar) ialah seseorang yang secara
lahiriah membeli suatu barang atas namanya sendiri, secara batiniah
untuk keperluan orang lain , seperti seseorang imembeli mobil atas
namanya kemudian diatur surat-surat dan keperluan-keperluan lainnya
setelah selesai semuanya dia mengumumkan bahwa akad yang dia
lakukan sebenarnya untuk orang lain pembeli hanyalah merupakan
wakil yang membeli dengan sebenarnya hal ini sama dengan wakalah
sirriyah (perwakilan rahasia).
2. Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main-main, mengolokolok(istihza) yang tidak dikehendaki adanya akibat hukum dari akad
tersebut. Hazl barwujud dalam beberapa bentuk antara lain dengan
muwadlaah yang terlebih dahulu dijanjikan, seperti kesepakatan dua
orang yang melakukan akad bahwa akad itu hanya main-main atau
disebut dalam akad seperti seseorang berkata: buku ini pura-pura saya

7 Op. cit, wahbah zuhaili, Fiqh Islam Wa adilatuhu, hlm. 5


4

jual kepada anda atau dengan cara-cara lain yang menunjukkan karinah
hazl.
Kecederaan-kecederaan kehendak ialah karena:
a. Ikrah, cacat yang terjadi pada keridlaan
b. Khilabah, ialah bujukan yang mambuat seseorang penjual suatu benda ,
terjadi pada akad.
c. Ghalath, ialah persangkaan yang salah , seperti seseorang membeli sebuah
motor ia menyangka motor tersebut mesinya masih normal yang
sebenarnya motor tersebut telah turun mesin.
Selain akad munjiz, muallaq dan mudhaf macam-macam akad beraneka
ragam tergantung dari sudut pandang tujuannya , mengingat ada perbedaanperbedaan tinjauan, maka akad akan ditinjau dari segi:
1. Ada dan tidaknya qismah pada akad, maka akad terbagi manjadi dua
bagian:
a. Akad musammah , yaitu akad yang telah ditetapkan syara dan telah
ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah dan ijarah.
b. Akad ghair musammah, yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara
dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
2. Disyariatkan dan tidaknya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi
dua bagian :
a. Akad musyaraah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara seperti
gadai dan jual beli. 8
b. Akad mamnuah ialah akad-akad yang dilarang syara seperti menjual
anak binatang dalam perut induknya.
3. Sah dan batalnya akad , di tinjau dari segi ini terbagi dua:
a. Akad shahibah, yaitu akad-akad yang mencukupi persyaratannya ,
baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b. Akad fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cidera kerana kurang
salah satu syarat-syaratnya baik itu syarat umum maupun syarat
khusus seperti nikah tanpa wali.,
4. Sifat bendanya, ditinjaau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a. Akad ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan
barang-barang seperti jual beli.

8 Kamil Musa , Al Ahkam Al muamalat, hlm.105


5

b. Akad ghair ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barang-barang, karena tanpa penyerehan baranga-barang pun akad
sudah berhasil seperti akad amanah.
5. Cara melakukanya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
a. Akad yang harus dilaksanakan dengan udpacara tertentu seperti akad
pernikahan dihadiri oleh dua saksi , wali dan petugas pencatat nikah.
b. Akad ridlaiyah yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara
tertentu dan terjadi karena keridhoan dua belah pihak, seperti akad
pada umumnya.
6. Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini dibagi minjadi dua bagian:
a. Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas penghalangpenghalang akad.
b. Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuanpersetujuan seperti akad fudluli (akad yang berlaku setelah disetujui
pemilik harta).
7. Luzum dan dapat dibatalkanya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:
a. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat
dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak dapat
dipindahkan kepada orang lain , seperti bersetubuh, tapi akad nikah
dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara seperti thalak dan
khulu
b. Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat
dipindahkan dan dirusakkan seperti persetujuan jual beli dan akadakad lainnya.
c. Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak , seperti rahn , orang
yang menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan
melepaskan rahn atau menebus kembali barangny
d. Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu
persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang
menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima titipan atau
yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan
kepeda yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari yang
menitipkan.
8. Tukar menukar hak, dari segi ini dibagi menjadi tiga bagian :

a. Akad muawadlah yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik
seperti jual beli.
b. Akad tabarruat , yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian
dan pertololongan, seperti hibah
c. Akad yang tabarruat pada awalnya dan menjadi akad muawadlah pada
akhirnya seperti qiradh dan kafalah.
9. Harus dibayar ganti tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
a. Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua
sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b. Akad amanah, yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda ,
bukan yang k oleh yang memegang barang , seperti titipan
c. Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu

segi

merupakan dlaman, menurut segi yang lain merupakan amanah ,


seperti rahn(gadai).
10. Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima
golongan:
a. Bertujuan tamlik seperti jual beli.
b. Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama( perkongsian) seperti
syirkah dan mudharabah.
c. Bertujuan tautsiq (memperkokoh kepercayaan) saja seperti rahn dan
kafalah.
d. Bertujuan menyerahkan kekuasaan seperti wakalah dan washiyah.
e. Bertujuan mengadakan pemeliharaan , seperti ida atau titipan.
11. Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a. Akad fauriyah yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak
memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebebtar saja
seperti jual beli.
b. Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus
berjalan , seperti iarah.
12. Asliyah dan thahiiyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a. Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan
adanya sesuatu dari yang lain , seperti jual beli dan iarah
b. Akad Thahiiyahyaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain,
seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak adanya hutang.9
B. Produk Perbankan Syariah
1. Produk Penghimpunan Dana
9 Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras. 2011. Hal 35
7

Produk-produk pendanaan bank syariah ditujukan untuk mobilisasi


dan investasi tabungan untuk pembangunan perekonomian dengan cara
yang adil sehingga keuntungan yang adil dapat dijamin bagi semua
pihak. Tujuan mobilisasi dana merupakan hal penting karena Islam
secara tegas mengutuk penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan
sumber dana secara produktif dalam rangka mencapai tujuan sosial
ekonomi Islam. Dalam hal ini, bank syariah melakukannya tanpa
menerapkan sistem bunga (riba), melainkan dengan prinsip-prinsip yang
sesuai dengan syariat Islam, terutama wadiah (titipan), qardh (pinjaman),
mudharabah (bagi hasil), dan ijarah.10
a. Prinsip Wadiah
Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah
yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah yad dhamanah
berbeda dengan wadiah yad amanah. Dalam wadiah yad amanah,
pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak
yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadiah yad dhamanah, pihak
yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
Produk pendanaan pada bank syariah yang menerapkan prinsip
wadiah diantaranya adalah giro wadiah yang merupakan simpanan
dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk
keamanan dan kemudahan pemakaiannya. Giro wadiah ini didukung
dengan adanya fatwa DSN MUI NO: 01/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Giro. Beberapa fasilitas giro wadiah yang disediakan bank syariah
untuk nasabah, antara lain: buku cek, bilyet giro, kartu ATM, fasilitas
pembayaran, travellers cheques, wesel bank, wesel penukaran,
kliring, dan lain-lain.
Sementara produk pendanaan lain yang menerapkan prinsip
wadiah adalah tabungan wadiah, yang merupakan simpanan dari
nasabah dalam bentuk rekening tabungan (savings account) untuk
10 Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press, 2000. Hal. 40
8

keamanan dan kemudahan pemakaiannya, seperti halnya giro wadiah.


Tabungan yang menggunakan prinsip wadiah didukung pula dengan
adanya fatwa dari DSN MUI NO: 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Tabungan yang memperbolehkan nasabah dalam menggunakan
produk tersebut.
b. Prinsip Qardh
Qardh adalah memberikan (meminjamkan) uang kepada orang
lain tanpa mengharapakn imbalan, untuk dikembalikan dengan
pengganti yang sama dan dapat ditagih atau diminta kembali kapan
saja oleh pihak yang menghutangi.
Simpanan giro dan tabungan juga dapat menggunakan prinsip
qardh, ketika bank dianggap sebagai penerima pinjaman tanpa bunga
dari

nasabah

deposan

sebagai

pemilik

modal.

Bank

dapat

memanfaatkan dana pinjaman dari nasabah deposan untuk apa saja,


termasuk untuk kegiatan produktif mencari keuntungan. Bonus
tabungan qardh lebih besar daripada bonus giro qardh, karena bank
lebih leluasa dalam menggunakan dana untuk tujuan produktif.
Prinsip qardh didukung dengan adanya fatwa DSN MUI NO:
19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Qardh.11
c. Prinsip Mudharabah
Mudharabah merupakan akad antara pemilik modal (shahibul
maal) dalam hal ini pihak bank yang menyerahkan dana kepada
pengelola modal (mudharib) dalam hal ini pihak nasabah, dengan
syarat bahwa keuntungan yang diperoleh dibagi dua belah pihak
sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan
dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu:
Pertama, mudharabah mutlaqah atau URIA (Unrestricted
Investment Account), dimana tidak ada pembatasan bagi bank dalam
menggunakan dana yang dihimpun. Dari penerapan mudharabah
11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
9

muthlaqah ini, dikembangkan produk tabungan dan deposito,


sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah.
Kedua, mudharabah muqayadah atau RIA (Restricted Investment
Account), dimana terdapat dua jenis, yaitu Mudharabah Muqayadah
on Balance Sheet, yang merupakan simpanan khusus dimana pemilik
dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus diikuti oleh
bank. Kemudian Mudharabah Muqayadah of Balance Sheet yang
merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana
usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang
mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.
Fatwa DSN MUI yang mengatur tentang mudharabah ini adalah
fatwa

DSN

NO:

07/DSN-MUI/IV/2000

Tentang

Pembiayaan

Mudharabah (Qardh).
d. Prinsip Ijarah
Akad ijarah dapat dimanfaatkan oleh bank syariah untuk
penghimpunan dana dengan menerbitkan sukuk, yang merupakan
obligasi syariah. Dengan sukuk ini, bank mendapatkan alternatif
sumber dana berjangka panjang (lima tahun atau lebih) sehingga dapat
digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan berjangka panjang. Sukuk
ini dapat menggunakan beberapa prinsip yang dibolehkan syariah,
seperti menggunakan prinsip bagi hasil (sukuk mudharabah dan sukuk
musyarakah), menggunakan prinsip jual beli (sukuk murabahah,
salam, istishna), menggunakan prinsip sewa (sukuk ijarah), dan lain
sebagainya.
2. Produk Pembiayaan/ Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori, yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:12
12 MervvynLewis dan Latifa Algaoud,Perbankan Syariah Prinsip, Praktik,
Prospek, (Yakarta : Serambi, 2001). Hal. 19

10

a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (Bai)


Transaksi

jual

beli

dibedakan

berdasarakan

bentuk

pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:


1) Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut
jumlahkeuntungannya.Bank

bertindak

sebagai

penjual,

sementara nasabah sebagai pembeli.Harga jual adalah harga beli


bank dari pemasok ditambah keuntungan.Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.Harga jual
dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak
dapat

berubah

selama

berlakunya

perbankan, murabahah lazimnya

dilakukan

akad.
dengan

Dalam
cara

pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang


diserahkan

segera

setelah

akad,

sedangkan

pembayaran

dilakukan secara tangguh.

2) Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika
barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan
menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara
angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan
barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual
kembali secara tunai atau secara cicilan.
3) Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam
istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam
beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur
dan kontruksi. Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :

11

Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam,


ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati
dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah
selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah
akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap
ditanggung nasabah.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada
dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun
perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli
objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek
transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang
disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah
dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang diikuti
dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual
disepakati pada awal perjanjian.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil
Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan
pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah,
dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati.
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi
hasil adalah:13
1) Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan
dua pihak atau lebih dimana secara bersama sama memadukan
seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak
berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama
dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset),
13 Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Sumber : http://didiklaw.
blogspot.com /2014/05/perbankan-syariah-dan-produk-produknya.html

12

kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan


(property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti
hak

paten

atau

goodwill),

kepercayaan/reputasi

(credit

worthiness) dan barang barang lainnya yang dapat dinilai


dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu
kontribusi masing masing pihak dengan atau tanpa batasan
waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
2) Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih
pihak dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal
kepada

pengelola

keuntungan.Bentuk

dengan
ini

suatu

perjanjian

menegaskan

pembagian

kerjasama

dengan

kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari


pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah;
a) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku
pengelola modal harus diserahkan tunai;
b) Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat
diperhitungkan

dengan

dua

cara:

perhitungan

dari

pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari


keuntungan proyek (profit loss sharing).
c) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad
pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
d) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan,
namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha
nasabah.
d. Akad Pelengkap
Untuk

mempermudah

pelaksanaan

pembiayaan,

biasanya

diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan


untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari
keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta
pengganti biaya biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad

13

ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang
benar benar timbul.
1) Hiwalah ( Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam
praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk
melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas
jasa pemindahan piutang.
a) Rahn (Gadai)
Tujuan

akad

rahn

adalah

memberikan

jaminan

pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan


pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Milik nasabah sendiri,
2. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan
nilai riil pasar,
3. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh
bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan
merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang
digadaikan

rusak

atau

cacat,

maka

nasabah

harus

bertanggungjawab.
b) Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam
perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
1.

Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon


haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat

penyetoran biaya perjalanan haji.


2. Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu
kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk

14

menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan


3.

mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.


Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana
menurut

perhitungan

bank

akan

memberatkan

si

pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual


beli, ijarah, atau bagi hasil.
4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank
menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya
kebutuhan

pengurus

bank.

Pengurus

bank

akan

mengembalikannya secara angsur melalui potongan


gajinya.
c) Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili
dirinya

melakukan

pekerjaan

jasa

tertentu,

seperti

pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.


Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad
pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk
pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka
penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan
pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau
musyarakah.
d) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk
mrnjamin

suatu

kewajiban

pembayaran.

Bank

dapat

mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah


dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat pula
menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank
mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.
3. Produk Service
a. Al-Sharf
Sharf menurut

bahasa

adalah

penambahan,

penukaran,

penghindaran, atau transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli
15

suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau


pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata uang yang
sejenis atau yang tidak sejenis. Dalam istilah fiqh al-muamalah
prinsip ini biasa disebut dengan bayal-sharf (jual beli mata uang).
Dalam mekanisme perbankan syariah, sharf berarti jual beli suatu
valuta dengan valuta lainnya. 14
Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah perjanjian jual-beli suatu
valuta dengan valuta lainnya. Beli mata uang asing (valas) dala
dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya
rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah
dengan dolar atau sebaliknya.
Sharf juga bisa diartikan sebagai jual beli uang logam dengan
uang logam lainnya. Misalnya jual beli dinar, emas dan dirham perak.
Menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, sharf
adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk
melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf yang
dibenarkan secara Syariah/
Menurut ulama Fiqh, Sharf adalah sebagai memperjualbelikan
uang dengan uang yang sejenis maupun tidak sejenis.
Sharf hukumnya mubah bila syarat-syaratnya terpenuhi. Sharf
bisa dibagi menjadi 2 bentuk:
a. Mempertukarkan mata uang sejenis, seperti : menukar uang
rupiah dengan pecahan rupiah yang lebih keci. Syart yang harus
dipenuhi ada2:

Jumlahnya harus sama

Serah-terima harus dilakukan tunai


b. Mempertukarkan mata yang yang berlainan jenis, seperti menukar
mata uang rupuah dengan mata yang real. Hanya disyaratkan
serah terima berlangsung sebelum berpisah dari majlis akan dan
tidak disyaratkan jumlahnya sama. Maka dibolehkan jumlah
keduanya berbeda sesuai dengan kurs pasar dihari itu atau
keduanya sepakat dengan kurs sendiri.
14 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI,
1999. Hal. 65

16

Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan normanorma syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir,
gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan
sebagai berikut :
a.Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya
masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masingmasing mata uang pada saat yang bersamaan.
Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil,

b.

yaitu transaksi barang dan jasa, buka dalam jual beli rangka
spekulasi.
c.Harus dihindari bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya
kembali pada tanggal tertentu dimasa mendatang.
d.
Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang
diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
e.Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau
dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hal
kepemilikan.
f. Penukaran harta atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu
benda (barang) yang dilakukan antara kedua pihak dengan
kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
Rukun dan syarat jual beli harus sempurna jika tidak maka

g.

dianggap batal.
h.
Serah-terima dilakukan secara langsung dan tunai.
b. Ijarah
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership / milkiyah) atas barang itu sendiri.
Pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli,
tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual
beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek transaksinya adalah
barang maupun jasa.
Dalam Fatwa DSN No. 6 Tahun 2000 tentang Pembiayaan Ijarah
telah dijelaskan secara rinci tentang Rukun dan Syarat Ijarah,
Ketentuan Obyek Ijarah, dan Kewajiban LKS dan Nasabah dalam

17

Pembiayaan Ijarah.Adapun Rukun dan Syarat Ijarah menurut Fatwa


DSN No. 6 Tahun 2000 tersebut adalah:
a.Pernyataan ijab dan qabul
b.
Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi
sewa (lessor, pemilik aset, LKS), dan penyewa (lessee, pihak
yang mengambil manfaat dari penggunaan aset, nasabah).
c.Obyek kontrak: pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan
aset.
d.

Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarah adalah obyek


kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi

sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.


e.Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak
yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang
equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan
penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Sedangkan ketentuan Obyek Ijarah menurut Fatwa DSN No. 6
Tahun 2000 antara lain:
a.Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau
jasa.
b.

Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan

dalam kontrak.
c.Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
d.
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai
dengan syariah.
e.Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah

g.

kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat


dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam
Ijarah.
Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari

h.

jenis yang sama dengan obyek kontrak.


18

i. Kelenturan

(flexibility)

dalam

menentukan

sewa

dapat

diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah
lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni
yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan
menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan, maka agama islam
termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang
dari landasan dan prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya
perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem sosialis dan
konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas tapi juga
bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral dalam
berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan
perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll)
sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan
rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma
dzalim.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat saya sampaiakan kurang lebihnya mohon
di maafkan, kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan, jika ada
kesalahan mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan saya ke
depan. Semoga apa yang tertera disini bisa membawa manfaat untuk kita
semua dan bisa menambah wawasan kita semua dalam kompeterensi terkait.

19

DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Penerbit Fakultas
Ekonomi UI, 1999.
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta: UII Press,
2000.
Muhammad SyafeI Antonio, Bank Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya; (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002),cetakan keenam.

MervvynLewis dan Latifa Algaoud,Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, Prospek,


(Yakarta : Serambi, 2001).

Kasmir,SE.,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Sumber : http://didiklaw.


blogspot.com /2014/05/perbankan-syariah-dan-produk-produknya.html

20

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah
memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Bengkulu,

April 2015

Penyusun

i
21

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................
C. Tujuan

.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Akad ...........................................................................................
B. Produk Perbankan Syariah .........................................................

2
8

BAB III PENUTUP


A.

Kesimpulan..................................................................................

20

B.

Kritik dan Saran .........................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

iii

ii
22

MAKALAH
MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH
Akad Akad Dan Produk Produk Bank Syariah

Di Susun Oleh :
Heni Astuti
Muslimin
Zulmeira Annisa

Dosen :
Idwal, B.MA

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BENGKULU
2015

23

Anda mungkin juga menyukai