Anda di halaman 1dari 25

MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PENGELOLA

ZAKAT DAN WAKAF


Rafika Chudriana Putri (3004193069) – Musyarrafah Itsnaini (3004193041)

ABSTRAK

Manajemen risiko dalam pengelolaan zakat merupakan suatu hal yang penting dan strategis.
Selama ini kita mengenal istilah manajemen risiko sering terjadi pada lembaga profit yang hanya
mengedepankan keuntungan semata sehingga manajemen risiko diperlukan oleh lembaga profit.
Namun saat ini lembaga non profit juga memerlukan manajemen risiko dalam pengelolaan
lembaga zakat karena hal ini sangat penting dan mempengaruhi kualitas pengelolaan dana zakat.
Berdasarkan pertemuan perdana International Working Group on zakat Core Principles
(IWGZCP) akhir agustus lalu, disepakati bahwa identifikasi risiko dalam pengelolaan zakat
merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi kualitas Pengelolaan Zakat ke
depan. Paling tidak, ada empat jenis risiko yang telah teridentifikasi dan dunia perzakatan harus
memiliki konsep yang jelas dalam memitigasi risiko-risiko tersebut. Pertama, risiko reputasi dan
kehilangan muzakki; Kedua, risiko penyaluran; Ketiga, risiko operasional, dan yang keempat
adalah risiko transfer zakat antar negara1. Untuk melakukan identifikasi risiko digunakan metode
Enterprise Risk Management (ERM). Dengan melakukan ERM maka dapat dilakukan
identifikasi kemungkinan terjadinya risiko (risk probability), dampak dari risiko (risk impact),
dan mitigasi risiko.

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia zakat dan wakaf sebagai filantropi Islam kini semakin pesat dan
memerlukan kemampuan manajemen risiko yang baik agar bisa terus dipercaya oleh masyarakat.
Dalam situasi ini dibutuhkan pula kepercayaan masyarakat pada kedua lembaga tersebut, dan
untuk terus menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat ini, lembaga zakat dan wakaf harus
1
Baga, Beik dan Triyani, 2015, Analisis Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, Jurnal Ekonomi Islam Republika,
IQTISHODIA, 31 Desember 2015, Jakarta, Republika
mampu menunjukan kualitas pengelolaannya secara baik dan transparan. Hal ini dikarenakan
salah satu faktor utama penyebab belum optimalnya penghimpunan zakat dan wakaf adalah
masih rendahnya kepercayaan masyarakat dalam menyalurkan zakat dan wakaf melalui institusi.
Selain mengedukasi masyarakat, salah satu strategi yang perlu dilakukan institusi dan zakat
adalah menjaga kredibilitas dan akuntabilitas. Kesalahan dan pelanggaran dalam pengelolaan
zakat akan berpotensi menimbulkan reputasi buruk bagi institusi zakat dan wakaf yang juga akan
menimbulkan risiko yang fatal.

Dalam implementasinya, lembaga zakat maupun wakaf harus memiliki sistem dan
prosedur yang jelas dalam menghimpun, mengelola dan mendayagunakan lembaganya. Ini tak
lain karena kedua lembaga ini mengelola amanah masyarakat dan setiap amanah harus
dipertanggungjawabkan dengan baik melalui berbagai macam metode dan pendekatan. Namun
demikian, masa depan dari pengelolan zakat dan wakaf modern ini, akan sangat bergantung pada
kepercayaan masyarakat luas. Kepercayaan ini sendiri bukan cek kosong, harus ada pembuktian
kemampuan lembaga pengelola zakat dalam menjaga amanah ini dalam wujudnya yang nyata,
terutama dalam menjaga reputasi lembaga masing-masing.

Untuk mengantisipasi risiko-risiko yang mungkin terjadi pada lembaga zakat dan wakaf
dapat diminimalisir melalui proses manajemen risiko yaitu: identifikasi terkait dengan resiko apa
saja yang mungkin muncul dalam aktivitas pengelolaan zakat, bagaimana dampaknya, dan
bagaimana memitigasi resiko maka akan mempermudah bagi lemabaga zakat dan wakaf tersebut
mengambil tindakan dan langkah yang tepat dan efektif.

PEMBAHASAN

A. Lembaga Pengelola Zakat dan Lembaga Pengelola Wakaf (BAZ, LAZ, UPZ, dan BWI)

1. BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)


a. Pengertian BAZNAS
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) adalah badan resmi dan satu-satunya yang
didirikan oleh pemerintah berdasarkan keputusan presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki
tugas dan fungsi menghimpun dan meyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat
nasional.
Organisasi dan tata kerja pengelolaan zakat di Indonesia hari ini sepenuhnya mengacu
pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang
tersebut merupakan pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
yang sebelumnya menjadi landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 secara spesifik memberi amanah kepada Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) sebagai pelaksana utama dalam pengelolaan zakat di Indonesia dan pemerintah
mendapatkan fungsi sebagai pembina dan pengawas terhadap pengelolaan zakat yang dilakukan
oleh BAZNAS.

Perubahan regulasi tersebut secara substantif telah mengubah suatu sistem pengelolaan
zakat di Indonesia. Sistem pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 akan tampak jelas dalam penjelasan tata kerja pengelolaan berikut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS dibentuk oleh


pemerintah dalam tugas melaksanakan kewenangan pengelolaan zakat secara nasional.
Kewenangan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat secara
nasional tersebut meliputi 4 (empat) fungsi yang secara spesifik dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011, sebagai berikut:

(a) fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

(b) fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

(c) fungsi pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan

(d) fungsi pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan zakat (Pasal 7).

Selain daripada empat fungsi pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan


pendayagunaan zakat secara nasional, BAZNAS juga mendapatkan 2 (dua) fungsi non-
operasional pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, yaitu:

(a) pemberian per timbangan pembentukan BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
(Pasal 15) dan

(b) pemberian rekomendasi izin pembentukan LAZ (Pasal 18).


Dalam memberikan penjelasan operasional terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Dalam
Peraturan Pemerintah tersebut, BAZNAS mendapatkan sejumlah kewenangan tambahan di luar
fungsi pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

2. LAZNAS (Lembaga Amil Zakat Nasional)


a. Pengertian LAZ
Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh
masyarakat atau swadaya. Keberadaan LAZ tetap dilindungi dan diberi kekuasaan untuk
mengelola zakat oleh pemerintah karena sebab cara inilah yang digunakan oleh pemerintah untuk
tetap mendorong peran serta masyarakat dalam mengelola zakat.
Dalam konteks perlunya lembaga pengelola zakat itu, Irfan Syauqi Beik juga merujuk
pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 8 tahun 2011 tentang Amil Zakat yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan amil zakat adalah seseorang atau sekelompok orang
yang diangkat oleh pemerintah, ataupun yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh
pemerintah, untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat. Fatwa ini mengindikasikan bahwa tidak
bisa sembarangan orang mengklaim dirinya sebagai 'amil, apalagi 'amil ini hanya muncul setahun
sekali, yaitu di bulan Ramadhan saja (Agama et al., 2013) .
Menurut UU Nomor 23/2011, untuk dapat menjadi Lembaga Amil Zakat (LAZ) harus memenuhi
beberapa standar sebagai berikut:

a. LAZ merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat.

b. Mampu melaksanakan fungsi pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.

c. Pembentukan LAZ harus mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.

d. Siap melakukan koordinasi dengan BAZNAS dalam rangka mengoptimalkan fungsi


pengelolaan zakat.2
Ada beberapa macam model LAZ diantaranya

2
Direktorat, Agama, (2013). Standarisasi Amil Zakat di Indonesia
a. Model organisasi bisnis pada umumnya adalah model yang dianut oleh lembaga amil
zakat (LAZ) yang diprakarsai oleh para karyawan di suatu perusahaan. Sebagian
besar LAZ yang menganut model organisasi bisnis berada di lingkungan perbankan
dan beberapa badan usaha milik swasta dan milik negara. Kultur dan situasi kerja
yang dikembangkan LAZ model ini pada umumnya lebih dinamis, inovatif, dan
kreatif, sebagaimana lazimnya organisasi bisnis yang selalu berorientasi pada kinerja
bisnis. LAZ yang masuk dalam kategori ini adalah: Lembaga Amil Zakat Baitul Maal
Muamalat (BMM), Lembaga Amil Zakat Bangun Sejahtera Mitra Umat (BSM Umat),
Lembaga Amil Zakat Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM-BRI),
Lembaga Amil Zakat BamuisBank BNI, Lembaga Amil Zakat Yayasan Amanah
Takaful (YAT), dan Lembaga amil Zakat Dompet Dhuafa Republika (DDR).
b. Model organisasi masyarakat (ormas) yang menampilkan model pengelolaan zakat
dengan menganut kultur dan pola kerja organisasi di bawah naungan ormas. Berbeda
dengan model organisasi birokrasi dan organisasi bisnis, lembaga amil zakat dengan
model ormas sangat pekat diwarnai oleh semangat kerja keras sekaligus kelonggaran
yang tak terikat oleh batasan disiplin kerja. Lembaga amil zakat yang termasuk dalam
kategori ini adalah: Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah dan Lembaga Amil Zakat
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
c. Model amil tradisional adalah lembaga amil yang paling tua dan menjadi cikal bakal
lembaga amil modern. Pengelolaan dana zakat dalam model tradisional ini
sesungguhnya lebih merupakan semacam kepanitiaan adhoc, yang pembentukan dan
pembubarannya terjadi dengan sendirinya selama masa-masa keberadaannya
diperlukan. Dalam perannya, lembaga amil zakat tradisional lebih banyak didominasi
oleh peran para elit desa. Antara pengurus utama dan pengurus pendukung terdapat
semacam hubungan kolaboratif dalam suasana patron-client. Hal itu timbul sebagian
besar merupakan akibat dari kuatnya semangat dan nilai paternalistik yang dianut oleh
masyarakat pedesaan. Oleh sebab itu, lembaga amil zakat tradisional tumbuh subur di
daerah-daerah tingkat kecamatan ke bawah, mereka berbasis di pesantren, masjid dan
mushola.3

3
Analisis Model Pengelolaan Dana Zakat di Indonesia, Ulil Albab, Vol. 6, 2005, hal. 209
3. UPZ (Unit Pengelola Zakat)
Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 UPZ (Unit Pengelolaan Zakat) adalah
satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat. Tugas
mengumpulkan zakat untuk melayani muzakki, yang berada di desa atau kelurahan, instansi-
instansi pemerintah dan swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

4. Lembaga Pengelola Wakaf


A. Pengertian Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam
rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI memiliki tugas untuk
membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa
memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial,
pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik.
B. Tugas dan Wewenang BWI
Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI
mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf.
b. Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional.
c. Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf.
d. Memberhentikan dan mengganti nazhir.
e. Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
f. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di
bidang perwakafan.
Adapun struktur lembaga/institusi pengelola zakat di Indonesia dapat digambarkan pada
gambar berikut:
B. Pengelolaan Risiko BAZ dan LAZ.

Dalam konteks pengelolaan zakat, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah
kredibilitas dan akuntabilitas institusi pengelola zakat. Hal yang harus dihindari adalah
munculnya ketidakpercayaan masyarakat akibat kesalahan dan pelanggaran dalam pengelolaan
zakat. Misalnya adalah kewajiban dalam mencetak BSZ (Bukti Setor Zakat) bagi muzakki yang
telah menunaikan kewajibannya sesuai dengan UU No.23/2011. Pengelolaan suatu LAZ dan
BAZ harus dapat diukur secara accountable, meskipun muzakki (donatur) secara ikhlas
menyerahkan dananya pada lembaga filantropi islam. Oleh karenanya lembaga filantropi Islam
harus tetap menjaga kepercayaan muzakki (donatur) terkait dengan pengelolaan dana zakat agar
tetap sistematis, transparansi dan accountable.
Oleh karena itu lembaga zakat harus membuat suatu analisis manajemen resiko yang
terdapat dalam lembaga zakat mulai dari penghimpunan dana zakat, pengelolaan dana zakat,
sampai pada pendistribusian dana zakat. Resiko diartikan sebagai peluang munculnya sesuatu
yang tidak diinginkan dan memungkinkan terjadinya sesuatu yang negatif yang diperkirakan
akan terjadi. Sedangkan manajemen risiko adalah proses penanganan risiko termasuk risk
assessment sebagaimana tindakan-tindakan untuk membangun dan menerapkan pilihan-pilihan
kontrol risiko. Dengan kata lain manajemen risiko sebagai sebuah metode atau sebuah proses
yang ditujukan untuk mengelola dari risiko-risiko yang muncul dari kegiatan sebuah perusahaan
yang ditujukan untuk memastikan kesinambungan, profitabilitas dan pertumbuhan usaha sejalan
dengan visi dan misi perusahaan4.
Maka terkait pentingnya manajemen risiko pengelolaan dana zakat secara tepat maka
LAZ mengidentifikasi risiko dalam ZIS agar lembaga ZIS tetap akuntabilitas dan menjadi
lembaga yang dipercaya masyarakat agar lebih bermanfaat untuk kaum dhuafa dan menjadi
lembaga yang amanah dan profesional. manajemen risiko pengelolaan zakat dapat meningkatkan
kualitas dan mutu pengelolaan zakat kedepan.

Dunia perzakatan juga harus memiliki konsep yang jelas dalam memitigasi risiko yang
terjadi dalam pengelolaan dana zakat agar tidak menimbulkan kerugian atau akibat lain yang
ditimbulkan dari risiko yang terjadi dalam pengelolaan dana zakat. Sehingga Lembaga zakat
yang berdiri dengan kualitas yang baik akan mengurangi angka kemiskinan sesuai dengan tujuan
dari lembaga zakat itu sendiri yang bermanfaat untuk masyarakat yang membutuhkan
(Mustahiq).

C. Risiko-Risiko yang Dihadapai Lembaga Pengelola Zakat dan Wakaf

Berdasarkan pertemuan perdana International Working Group on Zakat Core Principles


(IWGZCP) akhir agustus 2014, telah memaparkan bahwa terdapat empat jenis risiko yang telah
teridentifikasi di dalam dunia perzakatan yaitu, Pertama, risiko reputasi dan kehilangan muzaki.
Kedua, risiko penyaluran. Ketiga, risiko operasional. Keempat, risiko transfer zakat antar
negara.5

4
Jamilah, S, & Dyarini. (2017). Manajemen risiko pengelolaan zakat, I, No 2
5
Ibid hal. 47
Secara keseluruhan risiko institusi zakat dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori
risiko, yaitu: strategis, edukasi, operasional, pelaporan dan kepatuhan. Dari lima kategori ini
dapat dipecah ke dalam 11 (sebelas) jenis risiko, yang dijabarkan lagi ke dalam 36 sub-jenisi
risiko6 diantaranya ;
1. RISIKO STRATEGIS
Institusi zakat, sebagai organisasi nonprofit, senantiasa dihadapkan pada berbagai
permasalahan sejak awal berdirinya dan terus ada seiring berjalannya kegiatan institusi zakat,
sebagaimana organisasi komersil. Untuk itu, institusi zakat memerlukan perumusan strategis
yang matang dan dapat dieksekusi secara tepat untuk dapat bertahan dalam keberlangsungannya.
Risiko strategis didefinisikan sebagai risiko yang terpisah dari risiko lainnya. Risiko strategis
menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 13/23/PBI/2011 adalah risiko akibat
ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta

6
Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional, 2018, hal.100
kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Tidak peduli seberapa baik
pengelolaan risiko operasional dilakukan, jika salah dalam mengidentifikasi risiko strategis maka
sama dengan menyiapkan kegagalan dalam bisnisnya. Dengan demikian, pengelolaan risiko
strategis lebih berada di tataran manajemen puncak, sementara risiko operasional dikelola oleh
manajer teknis yang mengetahui kegiatan operasional sehari-hari di lapangan.
Risiko strategis pada institusi zakat merupakan risiko yang terkait dengan keputusan
institusi zakat dalam jangka panjang yang terletak dalam kendali manajer puncak. Risiko
strategis bersifat menyeluruh karena dapat berdampak pada seluruh kebijakan institusi zakat.
Risiko strategis pada institusi zakat umumnya timbul, antara lain karena institusi zakat
menetapkan strategi yang kurang sejalan dengan visi misi institusi zakat, melaksanakan strategi
institusi zakat yang tidak komprehensif, mengambil keputusan yang tidak tepat, kurang
responsifnya institusi zakat terhadap perubahan-perubahan eksternal dan/atau terdapat
ketidaksesuaian rencana strategis antarlevel dalam organisasi.
Selain itu, risiko strategis juga dapat muncul karena kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan teknologi, kondisi ekonomi makro, persaingan antarorganisasi dan perubahan
kebijakan otoritas terkait. Indikasi dari risiko strategis ini dapat dilihat dari kegagalan institusi
zakat dalam mencapai target bisnis yang telah ditetapkan.
 Risiko Reputasi
Jika institusi zakat masih belum mampu menampilkan kondisi primanya terhadap permasalahan
di level strategis seperti yang didiskusikan sebelumnya, maka institusi zakat
harus berhati-hati dengan risiko yang membuntuti risiko strategis, yaitu yang disebut sebagai
risiko reputasi. Rusaknya reputasi institusi zakat merupakan salah satu indikator terjadinya risiko
strategis. Risiko reputasi tidak hanya berpotensi menimbulkan kerugian pada institusi zakat yang
bersangkutan, namun juga organisasi perzakatan secara umum.
Nantinya, risiko ini dapat berpengaruh terhadap meningkatnya risiko kehilangan muzaki
dan mustahik maupun risiko penghimpunan dana zakat. Risiko reputasi merupakan risiko
terjadinya potensi kerugian bagi institusi zakat yang diakibatkan oleh persepsi negatif yang dapat
mempengaruhi kemampuan lembaga zakat terkait. Risiko ini dapat muncul di seluruh aktivitas
institusi zakat, baik dalam menjalankan fungsinya seperti edukasi, informasi, konsultasi, dan
penghimpunan zakat maupun dalam mendayagunakan dana zakat bagi mustahik, atau aktivitas
lainnya yang dapat merusak reputasi institusi zakat di mata masyarakat. Jika institusi zakat
menyadari bahwa diperlukan bertahun-tahun lamanya untuk membangun reputasi dan hanya
perlu waktu beberapa menit saja untuk menghancurkannya, maka institusi zakat pasti akan lebih
peduli mengenai risiko ini.
Identifikasi Risiko Reputasi Dampak
Belum optimalnya OPZ dalam (1)Rendahnya kinerja OPZ; (2)Menurunnya
menjalankan seluruh fungsi-fungsinya kredibilitas OPZ & kepercayaan masyarakat;
(seperti edukasi, penghimpunan, dll.) (3) Mematikan OPZ dalam jangka
menengah dan panjang
OPZ belum memiliki reputasi yang baik (1)Masyarakat dapat berpeluang tidak
di mata masyarakat mengenal OPZ, program beserta para
penerima manfaatnya dengan baik;
(2)Berpengaruh terhadap keabsahan ibadah
zakat & sisi keberkahan yang berkurang.

2. RISIKO EDUKASI

Risiko edukasi merupakan risiko yang disebabkan karena belum optimalnya penghimpunan
zakat. Salah satu faktor utama penyebabnya adalah kurangnya edukasi tentang zakat kepada
masyarakat, termasuk di dalamnya adalah pemerintah bahkan internal institusi zakat yang terkait.
Risiko edukasi terbagi menjadi dua, yaitu edukasi eksternal dan edukasi internal.
Risiko Identifikasi Risiko Dampak
edukasi eksternal Masyarakat belum paham (1)OPZ tidak/kurang
pentingnya menyalurkan optimal dalam proses
zakat pengelolaan zakat;
melalui OPZ (2)Menghambat perkembangan
OPZ
edukasi internal Kebanyakan OPZ menjual Masyarakat menyalurkan sendiri
produk bukan mengedukasi zakat mereka kepada mustahik
Zakat

3. RISIKO OPERASIONAL

Risiko operasional adalah konsep yang tidak terdefinisikan dengan jelas, resiko ini
muncul akibat kesalahan dan kecelakaan yang bersifat manusiawi ataupun teknis. Ini merupakan
resiko kerugian yang secara langsung maupun tidak langsung dihasilkan oleh kegagalan proses
internal,faktor manusia, teknologi atau akibat faktor eksternal. Risiko operasional juga
didefiniskan sebagai resiko kerugian atau ketidakcukupan dari proses internal, sumber daya
manusia, dan sistem yang gagal atau dari peristiwa eksternal.

Risiko operasional Identifikasi Risiko Dampak


1. Risiko Dana Penghimpunan Harta yang dizakatkan (1)Dana zakat OPZ
berasal tercampur dana tidak
dari penghasilan nonhalal halal;(2)Pelanggaran
syariah; (3) Harta zakat
menjadi tidak Sah
2. Risiko Dana Penyaluran Dana zakat disalurkan Dana zakat disalurkan
kurang adil menjangkau kurang adil menjangkau
daerah mustahik daerah mustahik
3. Risiko Dana Produktif Dana bergulir dari zakat
(1)Program dana bergulir
kurang efektif karena
(untuk tujuan produktif)
mustahik tidak dibekali
kurang efektif; (2)Risiko
dengan keahlian yang
dana bergulir macet dan
dibutuhkan terjadi kerugian oleh
karena tidak dapat
berputar kembali
4. Risiko Penghimpunan Dana Rencana penghimpunan 1)Realisasi penghimpunan
zakat OPZ terlalu optimis zakat meleset; (2)
Zakat
Berpengaruh secara
signifikan pada
pelaksanaan program di
lapangan
5. Risiko Pengelolaan Dana Tingginya biaya operasional (1)Mengurangi proporsi
OPZ peruntukan dana zakat
Zakat
ke mustahik; (2)Tidak
efisiennya pengelolaan
dana amil yang dapat
berpengaruh kepada
kepercayaan publik
6. Risiko Manajemen Tumpang tindih penyaluran (1)Terjadi ketidakadilan
dana zakat dengan OPZ lain dalam penyaluran zakat;
Penyaluran Dana Zakat
(2)Inefisiensi alokasi dana;
(3)Tidak terpenuhi
akuntabilitas dan
transparansi
7. Risiko Infrastruktur Rusak atau lumpuhnya (1)Hilangnya data muzaki,
sistem IT mustahik atau laporan
Jaringan/IT
keuangan OPZ; (2)Tidak
tersampaikannya
informasi dan komunikasi
kepada para pemetik
manfaat
Belum adanya sistem (1)Terlambatnya
teknologi informasi standar penyampaian informasi
yang mendukung keuangan; (2)Tidak
efektifnya pengelolaan
dana zakat oleh OPZ
8. Risiko Kepemimpinan Risiko tidak dapat merekrut, 1) Risiko tidak dapat
mempertahankan merekrut,
dan mengelola SDM mempertahankan dan
mengelola SDM; (2)
Berkurangnya SDM
unggul
9. Risiko Kejahatan/Penipuan Mustahik menyalahgunakan (1) Penyaluran dana zakat
dana zakat (misal, untuk tidak tepat sasaran; (2)
membeli rokok) Merusak reputasi dan
kredibilitas OPZ

4. RISIKO AMIL

Risiko Amil dapat terjadi apabila institusi zakat tidak dapat merekrut, mempertahankan dan
mengelola sumber daya manusia institusi zakat, termasuk di dalamnya belum ada standarisasi
tata kelola amil yang baik (Good Amil Governance), belum adanya pelatihan amil yang
terstruktur dan sistemik, tidak adanya kejelasan mengenai jenjang karir amil, amil digaji di
bawah standar, mindset SDM bahwa institusi zakat bukan pilihan utama pencari kerja yang
berbakat hingga tidak adanya komunikasi yang baik.
Identifikasi Risiko Amil Dampak
Belum efektifnya amil dalam Kurang efektifnya OPZ mengelola zakat
melakukan pendampingan pada sebuah dan menurunnya kepercayaan masyarakat
proyek pemberdayaan kaum dhuafa.
Pekerjaan sebagai amil hanya pekerjaan OPZ memiliki SDM kelas 2
sampingan (second job)

5. RISIKO MUZAKI DAN MUSTAHIK

Risiko Muzaki dan Identifikasi Risiko Dampak


Mustahik
1. Risiko muzaki Banyak muzaki yang (1) Penghimpunan yang
membayar zakat secara tidak stabil; (2) Pengaruh
musiman (Ramadhan) terhadap kinerja
penghimpunan dan
penyaluran; (3) Tingkat
layanan meningkat secara
musiman
Muzaki tidak tahu cara Jika hitungan zakat
menghitung besaran zakat berlebih, maka status
dana tersebut bukan zakat
tetapi infaq atau sedekah
& jika hitungan zakat
kurang, maka masih ada
hak mustahik dalam dana
muzaki tersebut
2. Risiko Kehilangan Muzaki kurang paham (1) Penghimpunan yang
pentingnya membayar tidak stabil; (2) Pengaruh
Muzaki
zakat melalui OPZ terhadap kinerja
penghimpunan dan
penyaluran;
Kecenderungan muzaki Penurunanpenghimpunan
membayar zakat secara di lapangan
mandiri
3. Risiko Mustahik Belum adanya indikator (1) Sulit menentukan
Pengukuran kesejahteraan mustahik; (2) Kegagalan
Mustahik identifikasiperkembangan
mustahik; (3) Ketepatan
penyaluran terganggu
Mustahik tidak memiliki (1) Mustahik tidak
tanda pengenal/KTP dapat dilayani; (2) Sulit
dalam membuat laporan;
(3) Risiko validitas data
mustahik

4. Risiko Kode Etik Amil belum memahami Melanggar kode etik dan
adab-adab mengumpulkan Kepatuhan syariah
zakat (adil, jujur, amanah,
ikhlas, dst.)
Mustahik memberikan Amil kurang objektif
hadiah kepada amil (risiko dalam menentukan
kode etik) mustahik

6. Risiko Transfer Zakat Antarnegara

Risiko transfer zakat antarnegara merupakan potensi risiko apabila terjadi transfer zakat dari
negara surplus sebagai pemberi zakat dan negara defisit sebagai penerima zakat. Risiko ini dapat
terjadi antara lain karena belum adanya ”internationally accepted zakat management standard”,
negara pemberi dan penerima memiliki standar zakat yang berbeda, tingginya country risk negara
penerima, belum adanya assesment country risk dan transfer risk oleh masing-masing negara,
negara pemberi dan penerima enggan membagi informasi yang bersifat rahasia hingga belum
adanya institusi zakat di negara pemberi atau penerima.

7. Risiko Hukum

Risiko hukum merupakan kondisi yang dialami oleh institusi zakat yang disebabkan karena
adanya perubahan regulasi atau hukum dari regulator atau pemerintah yang dapat mengancam
posisi institusi zakat dan kemampuan lembaga dalam menjalankan aktivitasnya secara efektif dan
efisien. Termasuk di dalamnya yaitu belum adanya UU atau peraturan yang mewajibkan muzaki
membayar zakat, belum adanya sanksi yang tegas dari pemerintah bagi muzaki yang tidak
membayar zakat, zakat belum menjadi pengurang pajak, kurangnya dukungan pemerintah
terhadap implementasi UU dan peraturan zakat yang ada, hingga lemahnya penegakan hukum
yang sudah tertera di UU Zakat serta risiko izin (legalitas) yang berbenturan dengan pemda yang
berbeda-beda setiap daerah.

C. Urgensi Manajemen Resiko Bagi Lembaga Pengelolaan Zakat Dan Wakaf

Institusi zakat memiliki posisi strategis sebagai lembaga pengelola dana umat, yaitu
zakat. Sebagai organisasi nirlaba, institusi zakat telah menjadi harapan baru untuk meningkatkan
kesejahteraan umat. Selain itu, institusi zakat juga menjadi salah satu agent of development, yang
dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui layanan pendistribusian dan pendayagunaan
zakat. Institusi zakat, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut memiliki eksposur
terhadap berbagai macam risiko. Untuk menjaga agar fungsi dan tugas tersebut berjalan dengan
baik, maka institusi zakat dituntut mampu secara efektif mengelola risiko-risiko yang
dihadapinya. Risiko dalam konteks institusi zakat merupakan kejadian potensial, baik yang dapat
diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak dapat diperkirakan (unanticipated) yang
berdampak negative terhadap tingkat kepercayaan dan kepatuhan syariah. Risiko-risiko tersebut
tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikelola dan dikendalikan. Oleh karena itu, sebagaimana pada
institusi lain pada umumnya, institusi zakat juga memerlukan serangkaian prosedur dan
metodologi yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan
mengendalikan risiko yang muncul, atau yang biasa disebut dengan manajemen risiko.

Secara umum, urgensi dari manajemen risiko pengelolaan zakat dapat dibagi menjadi
lima hal berikut:

(1) Menyediakan informasi tentang risiko kepada pihak regulator dan pihak terkait lainnya;

(2) Memastikan institusi zakat tidak mengalami opportunity loss baik yang bersifat unacceptable;

(3) Meminimalisasi opportunity loss dari berbagai risiko yang bersifat uncontrolled;

(4) Mengukur eksposur dan pemusatan risiko;

(5) Memastikan kepatuhan syariah dalam pengelolaan zakat, khususnya dalam mitigasi risiko.

Tidak jauh halnya dengan lembaga zakat, pada lembaga wakaf pun untuk terus menjaga
kepercayaan yang diberikan masyarakat harus mampu menunjukan kualitas pengelolaannya
secara baik dan transparan. Salah satunya melalui manajemen risiko yang baik. Dengan
dikelolanya risiko artinya lembaga wakaf dapat meminimalisir, mencegah, dan menghindari
terjadinya suatu ketidakpastian yang menyebabkan kerugian pada aset wakaf. Sehingga
manajemen risiko menjadi hal yang penting bagi lembaga wakaf.

D. Proses Manajemen Resiko Pada Lembaga Pengelolaan Zakat Dan Wakaf

1. Proses Manajemen Risiko

Manajemen risiko bertujuan untuk mengelola risiko tersebut sehingga kita bisa
memperoleh hasil yang paling optimal. Jika organisasi tersebut tidak bisa mengelola risiko
dengan baik, maka organisasi tersebut bisa mengalami kerugian yang siggnifikan. Proses
manajemen risiko terbagi atas identifikasi risiko, pengukuran risiko, dan pengelolaan risiko,
berikut merupakan alur manajemen risiko.7

1. Identifikasi
Risiko

7
Irham Fahmi, Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan Solusi, Cetakan 3 (Bandung: Alfabeta, 2013),Hlm. 9
3. Pengelolaan 2. Pengukuran
Risiko Risiko

2. Proses Manajemen Risiko Pada Lembaga Zakat

Proses manajemen risiko institusi zakat dengan pendekatan ERM COSO Modifikasi,
yaitu sebagai berikut:

a. Identifikasi Risiko
Langkah pertama dalam manajemen risiko adalah mengidentifikasi risiko-risiko yang ada di
institusi zakat. Identifikasi risiko merupakan rangkaian dari tahap awal proses manajemen
risiko. Proses identifikasi risiko akan diawali dengan proses pengenalan lingkungan internal
entitas objek penelitian. Menurut COSO dan Moeller, pengenalan lingkungan internal terkait
harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari filosofi manajerial, visi misi dan tujuan
entitas, struktur organisasi, hingga risk appetite entitas terkait, karena akan berpengaruh pada
penilaian risiko. Dengan melakukan identifikasi, institusi zakat dapat memperoleh
sekumpulan informasi tentang frekuensi terjadinya risiko, informasi mengenai dampak apa
saja yang dapat ditimbulkannya, tingkat kecepatan terjadinya risiko, dan tingkat kerentanan
institusi zakat dalam menangani risiko tersebut. Proses identifikasi risiko dapat dilakukan
dengan melakukan wawancara mendalam dan Forum Group Discussion (FGD) dengan
praktisi (ahli) yang paham keseluruhan aktivitas entitasnya. Dalam konteks identifikasi
risiko institusi zakat terdapat beberapa kriteria untuk disebut ahli. Pertama, mereka yang
secara rutin bergelut atau menangani pengelolaan zakat, misalnya staf divisi penghimpunan
dan pendistribusian zakat. Kedua, mereka yang berpengaruh atau dapat mempengaruhi
kebijakan strategis institusi zakat, misalnya pimpinan institusi zakat.

Identifikasi risiko Organisasi Pengelola Zakat dapat terbagi menjadi beberapa jenis:
Sumber risiko institusi zakat terdiri dari sebelas jenis risiko, yaitu risiko strategis,
korporatisasi, edukasi, operasional, properti, amil dan relawan, muzaki dan mustahik,
transfer zakat antar negara, pelaporan, hukum, dan risiko kepatuhan institusi zakat. Risiko
strategis terdiri dari risiko visi misi, pencapaian tujuan dan risiko reputasi. Risiko edukasi
yang terdiri dari risiko edukasi eksternal yang berasal dari masyarakat, pemerintah dan pihak
eksternal lainnya serta edukasi internal institusi zakat.

Sementara risiko operasional terdiri dari risiko dana pengimpunan, dana penyaluran,
dana produktif, penghimpunan zakat, pengelolaan dana zakat, penyaluran zakat, infrastruktur
jaringan/IT, kerjasama mitra, pengembangan program, kepemimpinan, kompetisi, dan
kejahatan/penipuan. Risiko amil dan relawan yang terdiri dari risiko tata kelola amil dan
risiko pengelolaan relawan, Risiko properti terdiri dari risiko manusia, ekonomi dan bencana
alam. Risiko Mustahik dan Muzaki terdiri dari risiko Muzaki, kehilangan Muzaki, kepuasan
Muzaki, risiko Mustahik, kehilangan Mustahik, kepuasan Mustahik dan risiko kode etik.
Sedangkan risiko kepatuhan terdiri dari risiko kepatuhan syariah dan kepatuhan regulasi.

b. Pengukuran Risiko

Risiko-risiko yang sudah teridentifikasi sebelumnya kemudian dinilai dengan standar


pengukuran yang menjadi indikator ukuran risiko seperti pada tingkat kemungkinan dan
besaran dampak yaitu seberapa besar dampak yang diterima jika risiko tersebut terjadi..

c. pengelolaan/Mitigasi Risiko

Tahapan dalam proses manajemen risiko berikutnya adalah perencanaan strategi


mitigasi terhadap risiko yang telah terukur. Strategi mitigasi merupakan tindakan yang
berupa teknik, proses, prosedur untuk mengurangi dampak risiko yang mungkin muncul
dalam aktivitas entitas. Manajemen dalam meminimalisir kerugian yang ditimbulkan oleh
risiko, wajib membangun perencanaan strategi mitigasi risiko.

Secara garis besar, mitigasi risiko pada institusi zakat dapat dibagi menjadi lima tingkatan
tanggapan terhadap risiko, mulai dari tanggapan yang sederhana, hingga tanggapan yang
membutuhkan system penanganan secara kompleks. Penjabaran kelima tanggapan tersebut antara
lain:

(1) menghilangkan risiko institusi zakat dengan menghapus bahaya tertentu yang muncul dari
aktivitas terkait institusi zakat, sehingga risiko tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi institusi
zakat;
(2) mengambil tindakan untuk tidak melakukan aktivitas yang memungkinkan terjadinya risiko,
sehingga institusi zakat lebih berhati-hati dalam mengelola zakat

(3) Mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko dan dampak kerusakan yang dihasilkan
oleh suatu aktivitas dalam institusi zakat dengan memindahkan risiko yang muncul kepada pihak
lainnya

(4) Mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko dan dampak risiko dengan membagi risiko
institusi zakat dengan pihak lain di luar institusi zakat

(5) Menerima risiko tersebut sebagai bagian penting dari aktivitas pengelolaan zakat.8

 Risiko Pengelolaan Zakat

Tidak mudah mengidentifikasi risiko organisasi nonprofit dan mitigasinya, karena semua
risiko terhubung ke semua aspek pembuatan keputusan organisasi. Identifikasi risiko lembaga
zakat banyak merujuk pada identifikasi risiko lembaga non profit. Untuk itu setidaknya perlu
prinsip-prinsip Good Governance seperti transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, kepastian
hukum, profesionalitas, proporsionalitas, dan lainnya harus diimplementasikan dalam
pengelolaan zakat. Terlebih zakat merupakan ibadah (bukan sekedar mengelola keuangan).
Dalam konteks pengelolaan zakat harus memperhatikan kesesuaian syariah (shariah
compliences). Adapun risiko dalam pengelolaan zakat yaitu :

 Risiko dalam Proses Menghimpun Dana

Dalam menghimpun dana zakat dari para muzakki, lembaga zakat akan menghadapi
beberapa risiko, diantaranya adalah risiko kepercayaan dari para muzakki ketika menitipkan
dananya ke lembaga zakat. Masih banyak masyarakat yang belum percaya bahwa dana yang
akan dititipkannya itu akan sampai ke tangan langsung para mustahik, baik dari sisi kuantitas
dana maupun tepat tidaknya penyampaian dana tersebut. Masyarakat beranggapan bahwa
nominal zakatnya akan berkurang saat disalurkan ke para mustahik untuk urusan administrasi.
Selain itu, masyarakat juga tidak mengetahui akan disalurkan kemana saja dana zakatnya tersebut
atau dengan kata lain tidak transparansinya masyarakat daerah mana saja yang akan disaluri dana

8
Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia, Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, (jakarta
:Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 2018), hlm, 27-26.
zakatnya tersebut. Inilah yang membuat masyarakat kurang percaya bahwa dana zakatnya akan
tepat sasaran sesuai dengan harapan masyarakat sehingga masyarakat merasa lebih puas dan
tenang jika dana zakatnya disalurkan secara individu. Risiko diatas dikarenakan kurangnya
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai tugas dan profil lembaga zakat serta
kelebihankelebihan yang didapat dengan menitipkan dana zakatnya di lembaga zakat. Bertolak
dari anggapan masyarakat tentang lembaga zakat bahwa lembaga zakat telah memiliki daftar-
daftar masyarakat yang berhak menerima dana zakat dan lembaga zakat telah membuat daftar
prioritas masyarakat yang terlebih dahulu untuk disaluri zakat. Inilah yang perlu disosialisasikan
kepada masyarakat.

Faktor penyebab lainnya dari risiko diatas, yaitu kurangnya edukasi dan pengawasan
terhadap sumber daya manusia lembaga zakat (amil atau petugas zakat). Para amil perlu
diberikan pendidikan bagaimana menerima dana zakat dari masyarakat, baik dari proses
administratifnya maupun dari proses pengumpulan dana-dana zakat tersebut dari masyarakat
(apakah dipilah-pilah atau dicampur menjadi satu).

Dari risiko tersebut, dapat disolusikan beberapa hal berikut :

1. Memberikan sosialisasi rutin kepada masyarakat tentang profil dan peran lembaga zakat
dalam mengurusi dana zakat

2. Lembaga zakat harus bisa membaur dengan cara pendekatan yang lain untuk membuat
masyarakat percaya akan peran lembaga zakat

3. Memberikan edukasi kepada amil zakat dalam proses menghimpun dana dari para muzakki,
baik dari proses administratifnya maupun dari proses pengumpulan dana-dana zakat tersebut dari
masyarakat sesuai dengan akad yang disetujui

 Risiko dalam Proses Mengelola Dana

Dalam proses mengelola dana, lembaga zakat bertugas untuk memastikan bahwa dana zakat
yang diterima mampu memenuhi jumlah pos-pos penerima zakat. Lembaga zakat akan
mengusahakan agar dana zakat yang berhasil dihimpunnya bisa disalurkan kepada pos-pos
(ashnaf) yang sesuai dengan yang dianjurkan dan ditetapkan oleh syariat Islam.
Dalam proses mengelola dana ini, lembaga zakat akan menghadapi risiko tidak sesuainya
jumlah dana yang dihimpun dengan jumlah para mustahiq yang telah mereka daftarkan. Hal ini
bisa terjadi karena terlalu banyaknya jumlah prioritas para mustahiqnya dan bisa juga karena
kurang ahli para amil dalam membagi-bagi dana yang dihimpunnya.

Selain itu, berkaitan dengan fungsi dana zakat tersebut, lembaga zakat selama ini hanya
mengelola dana untuk para mustahiq untuk kepentingan konsumtif saja, bukan untuk
kepentingan produktif yang bisa berkelanjutan. Dari fakta tersebut dapat dikatakan bahwa
lembaga zakat dapat juga menghadapi risiko pengelolaan dana zakat produktif yang masih
kurang (tidak tepat guna).

Dari risiko-risiko tersebut, dapat disolusikan beberapa hal berikut :

1. Amil zakat harus lebih lengkap dalam mendata para delapan ashnaf dan lebih teliti dalam
membuat daftar prioritas penerima zakat.

2. Mengedukasi para amil agar ahli dalam mengelola dana zakat

3. Menambah dana donatur dengan cara menjaga kepercayaan para donatur (muzakki)

4. Membuat standarisasi dan pedoman dalam pengelolaan zakat

5. Bekerjasama dengan pihak lain untuk bisa menciptakan pengelolaan dana zakat yang bersifat
konsumtif dan produktif

 Risiko dalam Proses Mendistribusikan Dana

Dalam proses pendistribusian dana zakat, lembaga zakat akan menghadapi risiko tidak tepat
sasaran dan tingkat keefisienan dan tingkat keefektivitasan penyaluran yang kurang. Risiko
kurang tepat sasaran bisa disebabkan oleh kurangnya data para mustahiq yang tergolong dalam
depalan ashnaf. Hal ini bisa terjadi karena kurang pahamnya amil zakat mengenai kriteria dari
masing-masing golongan delapan ashnaf tersebut. Selain itu, hal ini bisa juga terjadi karena amil
zakat yang bertugas untuk mendistribusikan dana zakat tersebut tidak amanah. Akibatnya,
pendistribusian dana zakat menjadi tidak merata dan akan ada pihak-pihak yang terdzolimi.
Risiko tingkat keefisienan dan tingkat keefektivitasan penyaluran yang kurang berkaitan
dengan fungsi dana yang disalurkan atau dapat dikatakan dengan risiko pendayagunaan dana
yang kurang tepat.

Dari risiko-risiko tersebut, dapat disolusikan beberapa hal berikut :

1. Amil-amil zakat yang dipilih haruslah yang jujur dan amanah

2. Pihak lembaga zakat perlu melakukan edukasi rutin untuk memahamkan lagi kriteria dari
tiaptiap delapan ashnaf

3. Pihak lembaga zakat perlu melakukan pengawasan dan pengkontrolan terhadap amil yang
bertugas mendistribusikan dana zakat, apakah benar-benar telah sampai kepada pihakpihak yang
benar-benar membutuhkan

4. Sistem administratif dan pelaporan yang kuat

5. Bekerjasama dengan pihak lain untuk bisa menciptakan pengelolaan dana zakat yang bersifat
konsumtif dan produktif.9

3. Proses Manajemen Risiko Pada Lembaga Wakaf

Risiko ada di mana-mana, bisa datang kapan saja, dan sulit dihindari. Inilah yang
menjadi alasan mengapa manajemen risiko penting untuk dipahami oleh setiap nazhir wakaf. Jika
nazhir tersebut tidak bisa mengelola risiko dengan baik, maka pengelolaan wakaf tidak akan
berjalan efektif. Dari sinilah seorang nazhir harus siap dan mampu mengelola kemungkinan-
kemungkinan terjadinya risiko. Manajemen risiko pada dasarnya dilakukan melalui tiga tahap
berikut ini:

 Identifikasi risiko

 Pengukuran dan Evaluasi Risiko

 Pengelolaan risiko

9
Dyarini dan Siti Jamilah, Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, No. 2 November 2017, (Jakarta : ikraith-
humaniora,2017 ), Hlm. 49
Beberapa risiko yang kemungkinan dapat terjadi dalam pengelolaan perwakafan
dan mitigasi yang dapat dilakukan, yaitu:

 Risiko Penghimpunan Harta Wakaf

Permasalahan yang dihadapi lembaga wakaf salah satunya adalah pengumpulan harta wakaf
baik berupa wakaf tunai maupun wakaf benda tidak bergerak. Karena wakaf bukan merupakan
suatu kewajiban, maka hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk para nazhir. Karena hanya
mereka yang sadar dan paham ilmu akan pentingnya wakaf yang akan berwakaf.

Mitigasi yang dapat dilakukan oleh lembaga wakaf atau nazhir adalah memberikan
informasi dan edukasi mengenai literasi wakaf kepada masyarakat secara intensif. Karena ketika
masyarakat sudah diberikan edukasi tentang wakaf kemudian paham akan manfaat dan tujuan
wakaf, bisa dipastikan masyarakat yang ingin berwakaf akan bertambah sehingga asset wakaf di
Indonesia akan meningkat.

 Risiko Reputasi

Risiko reputasi menjadi hal yang harus difokuskan oleh setiap nazhir atau lembaga wakaf.
Lembaga wakaf harus menjaga agar reputasinya tetap baik di mata wakif. Karena ketika wakif
tidak percaya dengan suatu lembaga wakaf karena suatu hal maka akan berdampak pada
menurunnya tingkat kepercayaan wakif terhadap lembaga tersebut. Akibatnya wakif tersebut
tidak akan mau memberikan hartanya lagi untuk diwakafkan. Maka dari itu perlu diperhatikan
bahwa kepercayaan masyarakat menjad kunci keberhasilan wakaf.

Mitigasi yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas kinerja nazhir melalui
pelatihan ataupun training untuk para nazhir wakaf.

 Risiko Produktivitas Aset Wakaf

Risiko ini biasa terjadi pada nazhir yang masih bermindset tradisional dalam mengelola
wkaf. Sebagai contoh wakaf tanah. Nazhir yang profesional akan memanfaatkan tanah tersebut
untuk dikelola secara produktif seperti membuat masjid namun dibangunan bawahnya dibuat
aula yang dapat disewakan atau dipakai untuk kepentingan keagamaan. Nazhir yang bermindset
tradisional mungkin hanya akan membangun masjid saja. Maka aset yang dikelola oleh nazhir
yang masih bermindset tradisional akan kurang produktivitasnya dibandingkan nazhir
profesional.

Mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan pembinaan secara langsung oleh
pihak Badan Wakaf Indonesia selaku regulator yang mengatur perwakafan di Indonesia. Selain
itu menyamakan pola pikir setiap nazhir bahwa aset wakaf harus benar-benar maksimal untuk
diproduktifkan. Agar manfaatnya dapat dirasakan secara optimal.

 Risiko Investasi

Salah satu yang harus dipastikan adalah risko terhadap harta wakaf yang diinvestasikan ke
salah satu instrument pasar modal. Nazhir sebaiknya memilih investasi yang benar-benar bebas
dari risiko gagal agar pokok wakaf tidak hilang dan tetap mendapat keuntungan.

Mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan memilih instrument pasar modal
seperti sukuk Negara dan intrument lainnya yang tidak berisiko.10

KESIMPULAN

1. Dengan penerapan manajemen risiko pada lembaga zakat, akan memungkinkan tercapainya
tujuan organisasi, serta dapat miminimalisasi terjadinya risiko besar. Dengan penerapan
manajemen risiko pada lembaga zakat diharapkan bisa menambah rasa kepercayaan umat,
baik muzaki maupun mustahik terhadap lemabaga tersebut.
2. Kemudian prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, kepastian
hukum, profesionalitas, proporsionalitas, harus diimplementasikan dalam pengelolaan
zakat dan wakaf. Terlebih zakat dan wakaf merupakan ibadah (bukan sekedar mengelola
keuangan) serta pada konteks pengelolaan zakat dan wakaf harus memperhatikan
kesesuaian syariah (syariah complience).

10
Dickyfirmansyah https://www.kompasiana.com/dickyfirmansyah9625/5dac6cdd0d82304a495397b3/implementasi-
waqf-risk-management-upaya-mewujudkan-nazhir-profesional ( diunduh pada tanggal 20 oktober 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Analisis Model Pengelolaan Dana Zakat di Indonesia, Ulil Albab, Vol. 6, 2005

Baga, Beik dan Triyani, 2015, Analisis Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, Jurnal Ekonomi
Islam Republika, IQTISHODIA, 31 Desember 2015, Jakarta, Republika

Direktorat, Agama, (2013). Standarisasi Amil Zakat di Indonesia

Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah – Bank Indonesia, Manajemen Risiko Pengelolaan
Zakat, (jakarta :Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 2018)

Dyarini dan Jamilah siti, Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, No. 2 November 2017, (Jakarta :
ikraith-humaniora, 2017)

Fahmi irham, Manajemen Risiko, Teori, Kasus, dan Solusi, Cetakan 3 (Bandung: Alfabeta, 2013)

FirmansyahDicky,https://www.kompasiana.com/dickyfirmansyah9625/5dac6cdd0d82304a49539
7b3/implementasi-waqf-risk-management-upaya-mewujudkan-nazhir-profesional (
diunduh pada tanggal 20 oktober 2019)

Jamilah, S, & Dyarini. (2017). Manajemen risiko pengelolaan zakat, I, No 2

Manajemen Risiko Pengelolaan Zakat, Pusat Kajian Strategis – Badan Amil Zakat Nasional, 2018

Anda mungkin juga menyukai