Anda di halaman 1dari 21

KONSEP AKAD

By. Rahmawati
Pengertian Akad
* Akad berasal dari bahasa arab yaitu ‫ ﻋَ ﻘَدَ ﯾَﻌْ ِﻘ ُد ﻋَ ْﻘدًا‬yang berarti
perjanjian atau persetujuan.
*Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya
ikatan antara orang yang berakad.
*Dalam kitab fiqih sunnah, kata akad diartikan dengan hubungan (
ُ ‫ ) اﻟرّ ْﺑ‬dan kesepakatan ( ْ‫) اﻻِ ِﺗﻔَﺎق‬.
‫ط‬
* Menurut para ulama fiqh, kata akad didefenisikan sebagai
hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariat
yang ditetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum dalam objek
perikatan.
*Rumusan akad mengindikasikan bahwa perjanjian harus merupakan
perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang
perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu hal yang khusus.
* Akad ini diwujudkan Pertama, dalam ijab dan kabul. Kedua, sesuai
dengan kehendak syariat. Ketiga, adanya akibat hukum pada objek
perikatan.
Rukun Akad
1. Aqid (Orang yang Menyelenggarakan Akad)
Aqid adalah pihak-pihak yang melakukan transaksi,
atau orang yang memiliki hak dan yang akan diberi
hak, kriteria yang harus dipenuhi oleh aqid antara lain
:
a) Ahliyah
Keduanya memiliki kecakapan dan kepatutan untuk
melakukan transaksi.
b) Wilayah
Wilayah bisa diartikan sebagai hak dan kewenangan
seseorang yang mendapatkan legalitas syar'i untuk
melakukan transaksi atas suatu obyek tertentu
2. Ma'qud ‘Alaih (objek transaksi)
Ma'qud ‘Alaih harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
• Obyek transaksi harus ada ketika akad atau
kontrak sedang dilakukan.
• Obyek transaksi harus berupa mal mutaqawwim
(harta yang diperbolehkan syara' untuk
ditransaksikan) dan dimiliki penuh oleh pemiliknya.
• Obyek transaksi bisa diserahterimakan saat
terjadinya akad, atau dimungkinkan dikemudian
hari.
• Adanya kejelasan tentang obyek transaksi.
• Obyek transaksi harus suci, tidak terkena najis
dan bukan barang najis.
3. Shighat, yaitu Ijab dan Qobul
Ijab Qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan atau
kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak atau akad. Dalam
ijab qobul terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi , ulama
fiqh menuliskannya sebagai berikut :
• adanya kejelasan maksud antara kedua belah pihak.
• Adanya kesesuaian antara ijab dan qobul
• Adanya pertemuan antara ijab dan qobul (berurutan dan
menyambung).
• Adanya satu majlis akad dan adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak, tidak menunjukkan penolakan dan pembatalan dari
keduannya.
Ijab Qobul akan dinyatakan batal apabila :
• penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat qobul dari
si pembeli.
• Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
• Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan,
namun keduanya telah pisah dari majlis akad. Ijab dan qobul
dianggap batal.
• Kedua pihak atau salah satu, hilang ahliyah -nya sebelum terjadi
kesepakatan
• Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya qobul atau
kesepakatan.
Syarat Akad
Adapun syarat-syarat itu adalah:
1. Syarat terjadinya akad
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam setiap
akad adalah:
• Pelaku akad cakap bertindak (ahli).
• Yang dujadikan objek akad dapat menerima
hukumnya.
• Akad itu diperbolehkan syara'dilakukan oleh orang
yang berhak melakukannya walaupun bukan aqid
yang memiliki barang.
• Akad dapat memberikan faidah sehingga tidak sah
bila rahn dianggap imbangan amanah.
• Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi
kabul. Oleh karenanya akad menjadi batal bila ijab
dicabut kembali sebelum adanya kabul.
2. Syarat Pelaksanaan akad
Dalam pelaksanaan akad, ada dua syarat yaitu
kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan
adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang
sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa
yang dimilikinya sesuai dengan aturan syara'.
Adapun kekuasaan adalah kemampuan
seseorang dalam ber-tasharuf sesuai dengan
ketentuan syara'.
3. Syarat Kepastian Akad (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Seperti
contoh dalam jual beli, seperti khiyar syarat,
khiyar aib, dan lain-lain.
Macam-Macam Akad
1. Akad menurut tujuannya:
1.1. Akad Tabarru, yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong
dan murni semata-mata karena mengharapkan ridha dan pahala dari
Allah SWT. Atau dalam redaksi lain akad Tabarru (gratuitous
countract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
nonprofit transaction (transaksi nirlaba). Akad yang termasuk dalam
kategori ini adalah: Hibah, Wakaf, Wasiat, Ibra’, Wakalah, Kafalah,
Hawalah, Rahn, dan Qirad.
1.2. Akad Tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan
mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat telah telah
dipenuhi semuanya. Atau dalam redaksi lain akad Tijari
(conpensational contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut for profit transaction. Akad yang termasuk dalam
kategori ini adalah: Murabahah, Salam, Istishna’ dan Ijarah
Muntahiyah bittamlik serta mudharabah dan Musyaraqah.
2. Akad menurut keabsahannya:
2.1. Akad Sahih (Valid Contract) yaitu akad yang memenuhi
semua rukun dan syaratnya. Akibat hukumnya adalah
perpindahan barang misalnya dari penjual kepada pembeli
dan perpindahan harga (uang) dari pembeli kepada penjual.
2.2 Akad Fasid (Voidable Contract) yaitu akad yang semua
rukunnya terpenuhi, namun ada syarat yang tidak terpenuhi.
Belum terjadi perpindahan barang dari penjual kepada
pembeli dan perpindahan harga (uang) dari pembeli kepada
penjual. Sebelum adanya usaha untuk melengkapi syarat
tersebut. Dengan kata lain akibat hukumnya adalah Mauquf
(terhenti dan tertahan untuk sementara).
2.3. Akad Bathal (Void Contract) yaitu akad dimana salah
satu rukunnya tidak terpenuhi dan otomatis syaratnya juga
tidak dapat terpenuhi. Akad sepeti ini tidak menimbulkan
akibat hukum perpindahan harta (harta/uang) dan benda
kepada kedua belah pihak.
3. Akad menurut namanya:
3.1. Akad bernama (al-u’qud al-musamma)
Yang dimaksud dengan akad bernama ialah akad yang sudah
ditentukan namanya oleh pembuat hukum dan ditentukan
pula ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku terhadapnya
dan tidak berlaku terhadap akad yang lain. Akad bernama
meliputi sebagai berikut:
• Sewa menyewah (al-ijarah)
• Pemesanan (al-istisnha)
• Jual beli (al-bai’)
• Penanggugan (al-kafalah)
• Pemindaan utang (al-hiwalah) dan sebagainya
3.2. Akad tidak bernama (al-‘uqud gair al-musamma)
Akad tidak bernama adalah akad yang tidak diatur secara
khusus dalam kitab-kitab fiqh dibawah satu nama tertentu.
Dalam kata lain, akad tidak bernama adalah akad yang tidak
ditentukan oleh pembuat hukum namanya yang khusus serta
tidak ada pengaturan tersendiri mengenainya. Contoh akad
tidak bernama adalah perjanjian, penerbitan, periklanan, dan
sebagainya.
4. Akad menurut kedudukannya:
4.1. Akad Pokok (al-‘aqd al-ashli) adalah
akad yang berdiri sendiri yang keberadaannya
tidak tergantung kepada suatu hal lain. Seperti:
akad jual beli, sewa-menyewa, penitipan, pinjam
pakai, dan seterusnya.
4.2. Akad asesoir (a-‘aqd at-tabi’) adalah
akad yang keberadaannya tidak berdiri sendiri,
tetapi tergantung kepada suatu hak yang
menjadi dasar ada dan tidaknya atau sah dan
tidak sahnya akad tersebut. Seperti:
penanggungan (al-kafalah) dan akad gadai
(ar-rahn).
5. Akad dari segi unsur tempo di dalam
akad:
5.1. Akad bertempo (al-‘aqd az-zamani)
adalah akad yang di dalamnya unsur waktu
merupakan unsur asasi, dalam arti unsur waktu
merupakan bagian dari isi perjanjian. Seperti:
akad sewa-menyewa, akad penitipan, akad
simpan pakai, dan sebagainya.
5.2. akad tidak bertempo (al-‘aqd al-fauri)
adalah akad dimana unsur waktu tidak
merupakan bagian dari isi perjanjian. Akad jual
beli, misalnya, dapat terjadi seketika tanpa
perlu unsur tempo sebagai bagian dari akad
tersebut.
6. Akad dari segi formalitasnya:
6.1. Akad konsensual (al-‘aqd ar-radha’i)
Akad konsensual dimaksudkan jenis akad yang untuk terciptanya
cukup berdasarkan pada kesepkatan para pihak tanpa diperlukan
formalitas-formalitas tertentu. Yang termasuk akad konsensual
seperti jual beli, sewa-menyewa, dan utang piutang.
6.2. Akad formalitas (al-‘aqd asy-syakli)
Akad formalitas adalah akad yang tunduk kepada syarat-syarat
formalitas yang ditentukan oleh pembuat akad, apabila syarat-syarat
itu tidak terpenuhi akad tidak sah. Misalnya adalah akad di luar
lapangan hukum harta kekayaan, yaitu akad nikah dimana diantara
formalitas yang disyariatkan adalah kehadiran dan kesaksian dua
orang saksi.
6.3. Akad riil (al-‘aqd al-‘aini)
Akad riil adalah akad yang untuk terjadinya diharuskan adanya
penyerahan tunai objek akad, dimana akad tersebut belum terjadi
dan belum menimbulkan akibat hukum apabila belum dilaksanakan.
Ada lima macam akad yang termasuk dalam kategori akad jenis ini,
yaitu hibah, pinjam pakai, penitipan, kredit (utang), dan akad gadai.
Dalam kaitan dengan ini terdapat kaidah hukum Islam yang
menyatakan ”Tabaru’ (donasi) baru terjadi dengan pelaksanaan riil”
(la yatimmu at-tabarru’ illa bi qabdh)
7. Dilihat dari segi dilarang atau tidak
dilarangnya oleh syara’:
7.1. Akad masyru’ adalah akad yang
dibenarkan oleh syara’ untuk dibuat dan tidak
dilarang untuk menutupnya, seperti akad-akad
yang sudah dikenal luas semisal jual beli, sewa
menyewa, mudharabah, dan sebagainya.
7.2. Akad terlarang adalah akad yang dilarang
oleh syara’ untuk dibuat seperti akad jual beli
janin atau akad yang bertentangan dengan
ahlak Islam (kesusilaan) dan ketertiban umum
seperti sewa menyewa untuk melakukan
kejahatan.
8. Akad menurut dari mengikat dan tidak mengikatnya:
8.1. Akad mengikat (al-‘aqd al-lazim) adalah akad dimana apabila
semua rukun dan syaratnya telah terlaksana maka akad tersebut
akan mengikat secara penuh dan masing-masing pihak tidak dapat
membatalkannya tanpa perssetujuan pihak lain.
Akad ini dibedakan lagi menjadi dua macam yaitu:
Pertama, akad mengikat kedua belah pihak seperti akad jual beli,
sewa menyewa dan sebagainya.
Kedua, akad mengikat satu pihak, yaitu akad dimana salah satu
pihak tidak dapat membatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak
lain, akan tetapi pihak lain dapat membatalkan tanpa persetujuan
pihak pertama seperti akad kafalah (penanggungan) dan akad gadai
(ar-rahn).
8.2. Akad tidak mengikat adalah akad pada masing-masing
pihak dapat membatalkan perjanjian tanpa persetujuan pihak
lain. Akad ini dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) akad yang memang
sifat aslinya tidak mengikat (terbuka untuk di-faskh), seperti akad
Wakalah(pemberi kuasa), syirkah (persekutuan) dan sebagainya. (2)
akad yang tidak mengikat karena didalamnya terdapat khiyar bagi
para pihak.
9. Akad menurut dapat dilaksanakan atau
tidak dapat dilaksanakan:
9.1. akad Nafiz adalah akad yang bebas dari
setiap faktor yang menyebabkan tidak dapatnya
akad tersebut tersebut.
9.2. akad Mauquf adalah kebalikan dari akad
nafiz, yaitu akad yang tidak dapat secara
langsung dilaksankan akibat hukumnya
sekalipun telah dibuat secara sah, tetapi masih
tergantung (mauquf) kepada adanya retifikasi
(ijasah) dari pihak berkepentingan.
10. Akad menurut tanggungan:
10.1. ‘aqd adh-dhaman adalah akad yang
mengalihkan tanggungan resiko atas kerusakan
barang kepada pihak penerima pengalihan sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan akad tersebut,
sehingga kerusakan barang yang telah diterimanya
melalui akad tersebut berada dalam tanggungannya
sekalipun sebagai akibat keadaan memaksa.
10.2. ‘aqd al-‘amanah adalah akad dimana barang
yang dialihkan melalui barang tersebut merupakan
amanah dari tangan penerima barang tersebut,
sehingga dia tidak berkewajiban menanggung
resiko atas barang tersebut, kecuali kalau ada
unsur kesegajaan dan melawan hukum. Termasuk
akad jenis ini adalah akad penitipan, akad
pinjaman, perwakilan (pemberi kuasa).
Cacatnya Akad
1) Paksaan / Intimidasi (Ikrah)
2) Kekeliruan atau kesalahan (Ghalath)
3) Penyamaran Harga Barang (Ghubn)
4) Penipuan (al-Khilabah)
5) Penyesatan (al-Taqrir)
Menggunakan rekayasa yang dapat mendorong
seseorang untuk melakukan akad yang
disangkanya menguntungkannya tetapi
sebenarnya tidak menguntungkannya. Taqrir
tidak mengakibatkan tidak sahnya akad, tetapi
pihak korban dapat mengajukan fasakh.
Kedudukan Akad
Dalam fiqh muamalah akad memiliki kedudukan sebagai perbuatan
hukum atau tindakan hukum dapat dilihat dari definisi-definisi akad.
Tindakan hukum dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a) Tindakan hukum yang berupa perbuatan, seperti menguasai
barang-barang yang halal, menggunakan barang bukan miliknya
secara melawan hukum, menerima pembayaran hutang, menerima
barang yang dijual dan lain-lain.
b) Tindakan hukum yang berupa perkataan dapat dibedakan menjadi
dua yaitu:
• Yang berupa akad yaitu kesepakatan antara dua kehendak, seperti
berkongsi dan jual beli.
• Yang berupa bukan akad, yaitu yang berupa pemberian informasi
tentang adanya hak seperti gugatan dan pengakuan, dapat
dimaksud untuk menimbulkan atau mengakhirinya, seperti wakaf,
talak dan pembebasan kewajiban.
Berakhirnya Akad
Berakhirnya akad bisa juga disebabkan karena fasakh, kematian atau karena
tidak adanya izin pihak lain dalam akad yang mauquf:
a) Berakhirnya akad karena fasakh
Yang menyebabkan timbulnya fasakhnya akad yakni :
• Fasakh karena fasadnya akad
Jika suatu akad berlangsung secara fasid maka akad harus difasakhkan baik
oleh pihak yang berakad maupun oleh putusan pengadilan atau dengan kata
lain sebab ia fasakh, karena adanyahal-hal yang tidak dibenarkan syara’
seperti akad rusak.
• Fasakh karena khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau majlis,yang
berhak khiyar, berhak memfasakh bila menghendakinya,kecuali dengan
kerelaan pihak lainnya atau berdasarkan keputusan pengadilan.
• Fasakh berdasarkan iqalah. Iqalah ialah memfasahkan akad berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak. Atau salah satu pihak dengan persetujuan
pihak lain membatalkan karena merasa menyesal.
• Fasakh karena tiada realisasi. Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh
adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Fasakh ini
berlaku pada khiyar naqd (pembayaran) yakni pembeli tidak melunasi
pembayaran, atau jika pihak penjual tidak menyerahkan barangdalam batas
waktu tertentu.
• Fasakh karena jatuh tempo atau karena tujuan akad telah terealisir. Jika
batas waktu yang ditetapkan dalam akad telah berakhir atautujuan akad telah
b) Berakhirnya Akad Karena Kematian
Kematian menjadi penyebab berakhirnya sejumlah akad
adalah sebagai berikut;
• Ijarah. Menurut Fuqaha Hanafiyah kematian seseorang
menyebabkan berakhirnya akad ijarah. Menurut jumhur
fuqahaselain Hanafiah, kematian tidak menyebabkan
berakhirnya akad ijarah.
• Al-Rahn (gadai) dan Kafalah (penjaminan hutang). Jika pihak
penggadai meninggal maka barang gadai harus dijual untuk
melunasi hutangnya. Dalam hal kafalah (penjamin) hutang,
makakematian orang yang berhutang tidak mengakibatkan
berakhirnya kafalah, dilakukan pelunasan hutangnya.
• Syirkah dan wakalah. Keduanya tergolong akad yang tidak
lazimatas dua pihak. Oleh karena itu, kematian seorang dari
sejumlahorang yang berserikat menyebabkan berakhir
syarikah. Demikian juga berlaku pada wakalah.
c) Berakhirnya Akad Karena Tidak adanya izin pihak
lain.
Akad mauquf berakhir apabila pihak yang mempunyai
wewenangtidak mengijinkannya dan atau meninggal.

Anda mungkin juga menyukai