Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
Mareta Fitriyani (1930602240)
Egan Pratama (1930602201)
Ramadian Suciaty (1930602232)
Yoga Andi Pratama (1930602240)
Richo Juliansyah (1930602170)
Abstract
Tabarru‟ contract are all kinds of agreements relating to non profit transactions.
Though the parties do good must not profit from the transaction tabarru‟, he still
could ask the other party receives a kindness to reimburse -costs incurred for the
transaction tabarru „is, but he still should not be taking advantage although a
small amount of the transaction tabarru‟. An example of a tabarru‟ contract are
qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi‟ah, hibah, waqf, shadaqah, gift, etc.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam istilah fiqh, secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi
tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak,
seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak, seperti
jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.
Secara khusus akad berarti kesetaraan antara ijab (pernyataan
penawaran /pemindahan kepemilikan) dan kabul (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada
sesuatu.1
Pengertian tabarru‟ itu sendiri: Tabarru‟ berasal dari kata tabarraa ya
tabarra‟ tabarrauan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang
menyumbang disebut mutabarri‟ (dermawan). Niat tabarru‟ merupakan
alternatif uang yang sah dan diperkenankan. Tabarru‟ bermaksud memberikan
dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain
sesama peserta takaful, ketika di antara mereka ada yang mendapat musibah.2
B. Rumusan Masalah
1
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta:Rajawali Press, 2007), hlm. 35
2
M. ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: (Fiqh Muamalat), cet. Ke- 1,Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 101
3
disebut dengan Kontrak yang mempunyai makna : perjanjian,
menyelenggarakan perjanjian (dagang, bekerja, dan lain sebagainya). Misal,
kontrak antara penulis dan penerbit”.
Dalam Kamus Lengkap Ekonomi ditetapkan bahwa : Contract
(kontrak) merupakan: “suatu perjanjian legal yang bisa dikerjakan antara dua
pihak atau lebih. Suatu kontrak mencakup kewajiban untuk kontraktor yang
bisa ditetapkan seteknik lisan maupun tertulis. Sebagai contoh, perusahaan
memiliki perjanjian guna memasok produk ke perusahaan lain pada waktu
tertentu dan ukuran tertentu. Kedua belah pihak akan terikat untuk menepati
perjanjian mereka dalam penjualan dan pembelian dari barang”.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad
a. Mengikat, yaitu mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya
dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi
sebagai sepotong benda.
b. Sambungan, yaitu sambungan yang memegang kedua ujung itu dan
mengikatnya.
c. Janji, sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Al-Maidah ayat 1
yang berarti :
3
DR. Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 70-71
5
2. Shighat atau perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab dan
kabul.
3. Al-Ma‟qud alaih atau objek akad. Objek akad adalah amwal atau jasa yang
dihalalkan yang dibutuhkan masing-masing pihak.
4. Tujuan pokok akad. Tujuan akad itu jelas dan diakui syara‟ dan tujuan
akad terkait erat dengan berbagai bentuk yang dilakukan.4
Di samping rukun, syarat akad juga harus terpenuhi agar akad itu sah.
Adapun syarat-syarat itu adalah:
1. Syarat adanya sebuah akad. Syarat ini terbagi menjadi dua yaitu syarat
umum dan syarat khusus, syarat umum ada tiga, yaitu: (1) syarat-syarat
yang harus dipenuhi pada rukun akad. (2) akad itu bukan akad yang
terlarang. (3) akad itu harus bermanfaat. Adapun syarat khusus adanya
sebuah akad adalah syarat tambahan yang harus dipenuhi oleh suatu akad
khusus seperti adanya saksi dalam akad.
2. Syarat sah akad. Yaitu tidak terdapatnya lima hal perusak sahnya dalam
akad, yaitu: ketidakjelasan jenis yang menyebabkan pertengkaran (al-
jilalah), adanya paksaan (ikrah), membatasi kepemilikan terhadap suatu
barang (tauqif), terdapat unsur tipuan (gharar), terdapat bahaya dalam
pelaksanaan akad (dharar).
3. Syarat berlakunya (nafidz) akad. Syarat berlakunya sebuah akad yaitu: (1)
Adanya kepemilikan terhadap barang atau adanya otoritas untuk
mengadakan akad, baik secara langsung ataupun perwakilan. (2) pada
barang atau jasa tersebut tidak terdapat hak orang.
4. Syarat adanya kekuatan hukum (Luzum Abad) suatu akad baru bersifat
mengikat apabila ia terbebas dari segala macam hak khiyar.5
4
Ibid., hlm. 73-74.
5
Ibid., hlm. 74-75.
6
C. Jenis-Jenis Akad
Dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fiqh muamalah membagi
lagi akad menjadi dua bagian, yakni akad tabarru‟ dan akad tijarah.6
1. Akad Tabarru’
Yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong dan murni semata-
mata karena mengharapkan ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali
tidak ada unsur mencari “return” ataupun motif. Akad yang termasuk
dalam kategori ini adalah: Hibah, Wakaf, Wasiat, „Ariyah, Ibra‟, Wakalah,
Kafalah, Hawalah, Rahn, dan Qirad. Atau dalam redaksi lain akad
tabarru‟ (gratuitous contract) adalah segala macam perjanjian yang
menyangkut nonprofit transaction (transaksi nirlaba).7 Tujuh Transaksi ini
pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersil.
2. Akad Tijarah
Yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan mendapatkan
keuntungan di mana rukun dan syarat telah dipenuhi semuanya. Akad yang
termasuk dalam kategori ini adalah: Murabahah, Salam, Istishna‟ dan
ijarah muntahiya bittamlik serta Mudharabah dan Musyarakah. Atau
dalam redaksi lain akad tijari (conpensational contract) adalah segala
macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction.8 Delapan akad
ini dilakukan dengan tujuan untuk mencari keuntungan, karena itu bersifat
komersial.
6
Ibid., hlm. 77.
7
Ibid., hlm. 77.
8
Ibid., hlm. 78.
7
maka gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah.
Namun demikian, bukan berarti akad tabarru‟ sama sekali tidak dapat
digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataanya, penggunaan
akad tabarru sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad
tabarru ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-
akad tijarah.
G. WAKAF
1. Pengertian Wakaf
Wakaf di ambil dari kata “waqafd”, menurut bahasa berarti
menahan atau berhenti. Dalam hukum islam, wakaf berarti menyerahkan
suatu hak milik yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir
(penjaga wakaf), baik berupa perorangan maupun badan pengelola dengan
ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang
sesuai dengan syariat islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak
milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir, tetapi
menjadi hak milik Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.9
2. Sumber Hukum
a. Al-Qur‟an
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu
cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”. (QS. Ali- Imron (3) ayat 92).
b. Hadits
“Telah menceritakan kepada kami Shadaqah telah mengabarkan
kepada kami 'Abdurrahman dari Malik dari Zaid bin Aslam dari
bapaknya berkata; 'Umar radliallahu 'anhu berkata: "Kalaulah tidak
memikirkan Kaum Muslimin yang lain tentulah aku sudah membagi-
bagikan setiap wilayah yang aku taklukan sebagaimana Nabi
9
Ibid., hlm. 345.
8
shallallahu 'alaihi wasallam telah membagi-bagikan tanah Khaibar”.
(HR. Bukhari).
3. Macam-Macam Wakaf
Ditinjau dari segi ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka wakaf
dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam:
a. Wakaf ahli: wakaf yang ditujukan untuk anak cucu atau kaum kerabat,
kemudian sesudah mereka itu ditujukan untuk orang-orang fakir. Wakaf
seperti ini juga disebut wakaf dzurri.10
b. Wakaf Khairi: wakaf yang diperuntukkan kebaikan semata-mata.
Dengan kata lain wakaf khairi merupakan wakaf yang secara tegas
untuk kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan. Seperti
wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid,
sekolahan, jembatan, rumah sakit, panti asuhan, anak yatim dan lain
sebagainya.11
10
Faishal Haq dan Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: PT
Garoeda Buana, 1992), hlm. 3.
11
Ibid., hlm. 5.
12
Nawawi, Ar-Raudhah, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah), IV, dikutip oleh Direktorat
Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf), 2006, hlm, 21
9
Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dari rukun wakaf
yang telah disebutkan adalah:
13
DR. Mardani, , Op.cit., hlm.125
14
Ibid., hlm. 127.
10
c. Musha Bihi (Barang yang diwasiatkan)
d. Sighat (Perjanjian)15
d. Lafaz wasiat (ijab dan qabul) Adapun syarat-syarat bagi lafaz ijab dan
19
qabul adalah : 1) Hendaklah wasiat tersebut dilafazkan dengan jelas
15
Ibid., hlm. 128.
16
Wahbah az-Zuhaili, opcit, hlm 169
17
Wan Abdul Halim, Pengurusan dan Pembahagian Harta Pusaka, (Kuala Lumpur :Dewan
Bahasa Dan Pustaka, 2006) hlm. 26
18
Ibid, hlm. 598
19
Wan Abdul Halim, opcit, hlm 27
11
ataupun kabur. 2) Hendaklah wasiat ini diterima oleh penerima wasiat
jika wasiat ini ditujukan kepada orang yang tertentu. 3) Hendaklah
persetujuan tersebut diambil setelah kematian pewasiat.
I. ‘ARIYAH
1. Pengertian ‘Ariyah
a. Al-Qur’an
(Q.S. Al-Maidah (5) : 2).
Artinya : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
Amat berat siksa-Nya.21
b. Hadis
20
K Lubis Suhrawardi , dkk, Hukum Ekonomi syariah, ( Jakarta: sinar Grafika, 2012), hlm. 136.
21
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 94
12
(pinjaman) itu harus dikembalikan, Al-Minhah (Barang yang diambil
manfaatnya).
a. Rukun ‘Ariyah
22
Ibid., hlm. 98.
13
b) Mempunyai manfaat dan diperbolehkan oleh syara‟ untuk
memanfaatkannya.
4) Syarat yang berhubungan dengan Shighat (ungkapan ijab
Kabul/serah-terima).23
4. Macam-Macam ‘Ariyah
a. Al-Ariyah Mutlak
23
Ibid., hlm. 100.
24
Ibid., hlm. 103.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
15
DAFTAR PUSTAKA
M. ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam: (Fiqh Muamalat), cet. Ke-
1,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)
Faishal Haq dan Saiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia,
(Jakarta: PT Garoeda Buana, 1992)
Wan Abdul Halim, Pengurusan dan Pembahagian Harta Pusaka, (Kuala Lumpur
:Dewan Bahasa Dan Pustaka, 2006)
16