Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Akad adalah pertalian ijab (yang diucapkan salah satu pihak
yang mengadakan kontrak) dengan qabul (yang diucapkan pihak lain)
yang menimbulkan pengaruh pada obyek kontrak. Pertalian ijab dan
qabul ini mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yaitu
masing-masing pihak dalam akad terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing sesuai dengan kesepakatan. Di
dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik, sehingga bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
akad tersebut melakukan wanprestasi (tidak dapat memenuhi
kebutuhannya), maka mereka akan menerima sanksi seperti dalam
kesepakatan dalam akad.
Di dalam fiqih muamalah, konsep akad dibedakan dengan
konsep wa’ad (janji). Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada
pihak lainnya, yang mengikat satu pihak saja, yaitu pihak yang
memberi janji berkewajiban untuk melaksanakan kewajibannya,
sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa
terhadap pihak lainnya. Dalam wa’ad, terms and condition-nya belum
ditetapkan secara rinci dan spesifik, sehingga pihak yang melakukan
wanprestasi (tidak memenuhi janjinya), hanya akan menerima sanksi
moral saja tanpa ada sanksi hukum.
Akad tabarru’ (gratuitos contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba).
Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan komersil sedangkan Akad tijarah adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut transaksi yang mengejar keuntungan
(profit orientation).
1.2. Rumusan Masalah
1. Pengertian akad tabarru’ dan tijarri.
2. Substansi perbedaan akad tabarru dan tijarri.
3. Implementasi akad tabarru dan tijarri dalam lembaga keuangan
1.3. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian akad tabarru’ dan tijari
2. Untuk memahami substansi perbedaan akad tabarru dan tijarri.
3. Untuk mengetahui implementasi akad tabarru dan tijarri dalam
lembaga keuangan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Akad Tabarru’


Akad adalah pertalian ijab (yang diucapkan salah satu pihak
yang mengadakan kontrak) dengan qabul (yang diucapkan pihak lain)
yang menimbulkan pengaruh pada obyek kontrak. Pertalian ijab dan
qabul ini mengikat kedua belah pihak yang saling bersepakat, yaitu
masing-masing pihak dalam akad terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing sesuai dengan kesepakatan. Di
dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik, sehingga bila salah satu atau kedua pihak yang terikat dalam
akad tersebut melakukan wanprestasi (tidak dapat memenuhi
kebutuhannya), maka ia atau mereka akan menerima sanksi seperti
dalam kesepakatan dalam akad. Jika kita kaitkan dengan sebuah
desain kontrak maka kita akan mencoba mengkaitkan dengan
Lembaga Keuangan dikarenakan akad merupakan dasar sebuah
instrumen dalam lembaga tersebut, terutama di Lembaga Keungan
Syariah Akad menjadi hal yang terpenting hal ini terkait dengan boleh
atau tidaknya sesuatu dilakukan di dalam islam.
Akad tabarru’ (gratuitos contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut non profit transaction (transaksi nirlaba).
Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari
keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong
menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata
birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.
Dalam Akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut
tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya.
Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah Swt bukan dari manusia.
Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh
meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya
(cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad
tabarru’ tersebut. Namun ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba
dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru adalah qardh, rahn,
hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah,dll.
(Karim : 2006,70) Pada hakikatnya, akada tabarru’ adalah akad
melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah swt
semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan mencari keuntungan
komersil.
(Karim : 2006,67-70) menjelaskan bahwa pada dasarnya, akad
tabarru’ ini adalah memberikan sesuatu (giving something) atau
meminjamkan sesuatu (lending something).Bila akadnya adalah
meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa uang
(lending) atau jasa (lending yourself). Dengan demikian kita
mempunyai 3 (tiga) bentuk umum akad tabarru’ yakni :
1. Dalam bentuk meminjamkan uang
Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :
a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya
syarat apapun dengan adanya batas jangka waktu untuk
mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang
yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan
demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya
c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang
bertujuan mengambil alih piutang dari pihak lain atau dengan
kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang
dilakukan seseorang (pihak pertama) yang sudah tidak
sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang
memiliki kemampuan untuk mengambil alih atau untuk
menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang
kepada pihak ketiga
2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa
Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :
a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil)
kepada penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu
tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan
dengan cara kita melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa ,
keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas
nama orang lain.
b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan
sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau pemeliharaan yang
kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai
tanggungan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau jasa
antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak
yang diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut.
Pembagian wadi’ah sebagai berikut :
1) Wadi’ah Yad Al-Amanah
Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat
dimanfaatkan oleh penerima titipan dan penerima titipan
tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan
barang titipan selama si penerima titipan tidak lalai.
2) Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah
Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan
dapat dipergunakan oleh penerima titipan dengan atau
tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang
atau uang ini si pemilik dapat diberikan kelebihan
keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya
tidak mengikat dan tidak diperjanjikan.
c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan
satu pihak kepada pihak lain dimana pemberi jaminan
bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang
yang menjadi hak penerima jaminan.
3. Memberikan Sesuatu
Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu
adalah akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah, hadiah, dll. Dalam
semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada
orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan
agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf ini tidak
boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan
hibah dan hadiah adalah pemberian sesuatu secara sukarela
kepada orang lain.
Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh
dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya mendapatkan
keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak
yang berakad. Akan tetapi lain halnya dengan akad tijarah yang
sudah disepakti, akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila
pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga
menggugurkan kewajiban yang belum melaksanakan
kewajibannya.
Apapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini
bertujuan mencari keuntungan akhirat, bukan untuk keperluan
komersil. Akan tetapi dalam perkembangannya akad ini sering
berkaitan dengan kegiatan transaksi komersil, karena akad
tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang menjembatani
dan memperlancar akad tijarah.
2.2. Akad Tijarah
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan
komersial ( for propfit oriented) atau segala macam perjanjian yang
menyangkut transaksi yang mengejar keuntungan (profit orientatin)..
Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak
untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain.Pembagian akad
tijarah dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini. Pembagian
berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah
dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty Contract (NUC) dan
Natural Certainty Contrats (NCC).
A. Natural Certainty Contracts
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam
bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi
jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi
dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah
pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara
menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya
(baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality),
harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery).
Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jual-
beli, upah-mengupah, sewa-menyewa. Macam – Macam Natural
Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :
1. Akad jual beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara
tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang maupun
barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan,
yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada
jenis ini barang diserahkan di awal periode, sedangkan
uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya.
Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama
periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara
sekaligus di akhir periode
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan
secara terbuka dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan
syarat-syarat tertentu
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).
2. Akad sewa menyewa
a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu
barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang
membuka kemungkinan perpindahan kepemilikan atas
objek ijarahnya pada akhir periode
c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya
didasarkan kepada kinerja objek yang disewa /diupah
B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam
bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari
segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets
maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung
bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-
kontrak investasi. Kontrak investasi ini tidak menawarkan
keuntungan yang tetap dan pasti.
Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC)
adalah sebagai berikut:
1. Musyarakah
Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. Macam – macam musyarakah
a. Mufawadhah
Akad kerjasama dimana masing-masing pihak
memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung
bersama.
b. Inan
Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama
memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan
kerugian ditanggung sebesar porsi modal.
c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi
dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa
reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan
dan erugian ditanggung sesuai dengan porsi modal, pihak
yang memberikan dana akan engalami kerugian
kehilangan dana dan pihak yang memberikan reputasi
akan mengalami kerugian secara reputasi
d. Abdan
Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama
bersama-sama menggabungkan keahlian yang
dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
dan kerugian ditanggung bersama. dengan akad ini maka
pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu
jika mengalami kerugian
e. Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu
pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen dan
pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan
dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian sesuai dengan
porsi investasi.

2.3. Implementasi Akad Tabarru dan Tijarri di Lembaga Keuangan


A. Akad Tabarru (Rahn)
Gadai atau al-rahn secara bahasa dapat diartikan sebagai al-
stubut, al-habs yaitu penetapan dan penahanan.(Sayyid
Sabiq:2001.162) Istilah hukum positif di Indonesi rahn adalah apa
yang disebut barang jaminan, agunan, rungguhan, cagaran atau
tanggungan.
Al-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam atas
pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut mrmiliki
nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Gadai atau pinjaman dengan jaminan benda memiliki
beberapa rukun yaitu:
1. Akad (ijab dan kabul)
2. Aqid, yaitu orang yang menggadaikan dan menerima gadai.
3. Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang
dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum
janji utang dibayar.

Adapun syarat rahn antara lain (Ahmad Sarwat: 2002. 92):

1. Rahin dan
2. Murtahin
3. Sighat
4. Marhun bih (utang)
Aplikasi rahn pada lembaga keuangan, yaitu:

1. Sebagai produk pelengkap


Rahn dipakai dalam produk pelengkap, artinya sebagai akad
tambahan (jaminan/collateral) terhadap produk lain seperti
dalam pembiayaan bai’al murobahah. Bank dapat menahan
nasabah sebagain konsekuensi akad tersebut.
2. Sebagai produk tersendiri
Di beberapa negara Islam termasuk diantaranya adalah
Malaysia. Akad Rahn telah dipakai sebagai alternatif dari
pegadaian konvensonal. Bedanya dengan pegadaian biasa,
dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dapat
dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan serta penaksiran. Perbedaan utamaa antara biaya rahn
dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa
berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya
sekali dan ditetapkan dimuka.
B. Akad Tijarri (Istishna)
Istishna' (‫ناع‬EEEE‫ )استص‬adalah bentuk ism mashdar dari kata
dasar istashna'a-yastashni'u (‫ يستصنع‬- ‫)اتصنع‬. Artinya meminta orang
lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Dikatakan : istashna'a
fulan baitan, meminta seseorang untuk membuatkan rumah
untuknya.
Jadi secara sederhana, istishna'  boleh disebut sebagai akad yang
terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang produsen
suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2, agar pihak ke-2
membuatkan suatu barang sesuai yang diinginkan oleh pihak 1
dengan harga yang disepakati antara keduanya.
Istishna di lembaga keuangan syariah diartikan dengan akad
pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’) dengan harga
yang disepakati bersama oleh para pihak.(Pasal 1 ayat 3 Keputusan
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Pembiayaan
Nomor: PER-04/BL/2007 )
Secara praktis pelaksanaan kegiatan istishna dalam perbankan
syari’ah cenderung dilakukan dalam format istishna paralel. Hal ini
dapat dipahami karena pertama, kegiatan istishna oleh bank syari’ah
merupakan akibat dari adanya permintaan barang tertentu oleh
nasabah, dan kedua, bank syari’ah bukanlah produsen dari barang
dimaksud.
Pada istishna’ pararel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu
bank, nasabah, dan pemasok. Pembiayaan dilakukan karena nasabah
tidak dapat melakukan pembayaran atas tagihan pemasok selama
masa periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa pembiayaan
dari bank. Atas pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka
bank mendapatkan margin dari jual beli barang yang terjadi. Margin
diperoleh dari selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga
jual akhir kepada nasabah. Dimungkinkan juga, bank mendapatkan
pendapatan selain margin berupa pendapatan administrasi.
Pengertian yang dibuat tau dibangun dalam istishna menunjukan
periode yang diperlukan (antara akad jual-beli dengan penyerahan
barang) untuk suatu pekerjaan penyelesaian barang. Pekerjaan ini
dapat berupa pekerjaan manufactur atau konstruksi
(banguan/kapal/pesawat), rakit/assemble (kendaraan/mesin),
instalasi (mesin/software) atau istilah teknis engineering lainnya.
Transaksi dilakukan dengan alur sebagai berikut:
a. nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan
negosiasi kesepakatan anatara penjual dengan pembeli terkait
transaksi istishna’ yang akan dilaksanakan.
b. pada transaksi istishna setelah akad disepakati, penjual (bank
syariah) tidak membayar sendiri barang istishna’, setelah
meyepakati kontrak istishna’ dan menerima dana dari nasabah
istishna’, selanjutnya secara terpisah membuat akad ishtishna’
dengan produsen barang istishna’.
c. setelah menyepakati transaksi istishna’ dalam jangka waktu
tertentu, pemasok kemudian mulai melakukan pengerjaan
barang yang dipesan.
d. selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan
tagihan kepada bank syariah senilai tingkat penyelesaian
barang pesanan.
e. bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang
sebesar nilai yang ditagihkan.
f. Bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli
berdasarkan tingkat penyelesaian barang.
g. pemasok menyerahkan barang kepada nasabah pembeli.
h. pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank
syariah.
i. nasabah melunasi pembayaran barang istishna’ sesuai dengan
akad yang telah disepakati.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dalam bahasan fiqh muamalah dibedakan antara akad dan
wa’ad meskipun keduanya merupakan bentuk sebuah perjanjian. Akad
merupakan suatu kesepakatan bersama antara kedua belah pihak atau
lebih baik secara lisan, isyarat, maupun tulisan yang memiliki
implikasi hukum yang mengikat untuk melaksanakannya. Sedangkan
Wa’ad adalah janji antara satu pihak kepada pihak lainnya,pihak yang
diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya.
Ditinjau dari dari segi ada atau tidaknya Kompensasi akad dapat
dibedakan atas akad tabaurru’ dan tijarah. Akad tabarru’ merupakan
segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang
tidak mencari keuntungan (not for profit). Sedangkan akad tijarah
Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial (for
profit oriented).
Berdasar tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah
dibagi menjadi dua yaitu Natural Uncertainty contracts adalah
kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Sedangkan
Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun
waktunya.
DAFTAR PUSTAKA

Ascara. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.


2007.

Karim, Adiwarman. Bank Islam, Analisis fiqh dan Keuangan.Jakarta : PT


RajaGrafindo Persada. 2004.

Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah . Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2010.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, jakarta: PT Grafindo Persada, 2001.

Ahmad Sarwat. Fiqih sehari-hari, jakarta: PT Gramedia, 2002.

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Pembiayaan


Nomor: PER-04/BL/2007 tentang akad-akad yang digunakan dalam
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

Anda mungkin juga menyukai