Anda di halaman 1dari 10

SISTEM KEUANGAN SYARIAH

Makalah ini dibuat sebagai tugas kelompok mata kuliah Akuntansi Syariah
Dosen Pengampu: Achmad Fauzi, S.Pd., M.Ak.

Disusun oleh:

(Kelompok1)

Ajeng Inggerit Aritha

Andrie Wiyogo

Bilqis Fauliah Ababil

Dian Mega Septianti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2020

i
DAFTAR ISI

A. Konsep Menjaga Harta Kekayaan......................................................................................1

B. Pengertian Akad/Kontrak/Transaksi...................................................................................1

C. Jenis-Jenis Akad.................................................................................................................2

D. Transaksi yang Dilarang Dalam Keuangan Syariah...........................................................4

E. Prinsip Sistem Keuangan Syariah.......................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................8

ii
A. Konsep Menjaga Harta Kekayaan
a. Anjuran Bekerja atau Berniaga
Dalam Islam, manusia haruslah bekerja atau berniaga dalam mencari harta
kekayaan, meminta-minta merupakan hal yang dilarang dalam islam. Hal tersebut
karena dalam islam kita mempunyai banyak kewajiban yang mengharuska untuk
kita mempunyai harta, diantaranya adalah infaq, zakat, haji, dll.
b. Konsep Kepemilikan
Harta hanya dimiliki oleh manusia secara sementara, manfaat bharta tersebut
hanya bisa dinikmati ketika manusia itu masih hidup dan ketika sudah meninggal
harta tersebut harus diserahkan ke orang lain.
c. Penggunaan dan Pendistribusian harta
1. Tidak boros dan tidak kikir
2. Memberi infaq dan shadaqah
3. Membayar zakat sesuai ketentuan
4. Memberi pinjaman tanpa bunga
5. Meringankan kesulitangnya orang yang mempunyai hutang
d. Perolehan Harta
Memperoleh harta adalah sesuatu yang termasuk dalam ibadah muamalah, yang
dimana yang dimaksud adalah semua halal ata boleh dilakukan kecuali ada ayat di
Al-Quran atau Hadist yang melarangnya.
B. Pengertian Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam Bahasa arab berarti “ikatan” atau pengencangan dan penguatan
antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat konkret maupun
abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi. Sedangkan menurut istilah akad
adalah menghubungkan suatu kehendak suatu pihak dengan pihak lain dalam suatu
bentuk yang menyebabkan adanya kewajiban untuk melakukan suatu hal. (Harahap et
al., 2010)
Akad dalam bahasa arab al-aqud, jamaknya al- uqud, berarti ikatan atau
mengikat (al-rabth). Menurut terminology hukum Islam, akad adalah pertalian antara
penyerahan (ijab) dan penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah, yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. (Ghufron Mas‟adi, 2002). Menurut
Abdul Razak Al-sanhuri dalam Nadhariyatul „aqdi, akad adalah kesepakatan dua
belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak

1
dan kewajiban yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak
langsung dalam kesepakatan tersebut. (Ghufron Mas‟ad, 2002). (Dan et al., 2019)
Menurut Sunarto Zulkifli (2003:10) “Secara umum transaksi dapat diartikan
sebagai kejadian ekonomi/keuangan yang melibatkan paling tidak 2 pihak (seseorang
dengan seseorang atau beberapa orang lainnya) yang saling melakukan pertukaran,
melibatkan diri dalam perserikatan usaha, pinjam meminjam atas dasar sama-sama
suka ataupun atas dasar suatu ketetapan hukum atau syariah yang berlaku. Dalam
system ekonomi yang paradigma Islam, transaksi harus dilandasi oleh aturan hukum-
hukum Islam (syariah) karena transaksi adalah manifestasi amal manusia yang
bernilai ibadah dihadapan Allah, yang dapat dikategorikan menjadi 2 transaksi yaitu
transaksi halal dan haram.”
Pada saat transaksi ada istilah akad dalam hukum Islam yang dikenal dalam
hukum Indonesia dengan istilah “perjajian”. Kata akad berasal dari kata al’aqd,
jamaknya al-‘uqud, berarti ikatan atau mengikat (al-rabth). Menurut terminology
hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul)
yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya
(Ghufron Mas’adi, 2002). Menurut Abdul Razak Al-Sanhuri dalam Nadhariyatul
‘aqdi, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan
kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak
yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut. Akad yang
sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. (Khaddafi et al.,
2017)
C. Jenis-Jenis Akad
Akad atau perjanjian dalam syariah dibagi menjadi dua jenis, jenis-jenis ini
didasarkan pada keuntungan yang diperoleh oleh kedua pihak, maksudnya ada akad
yang didasarkan untuk mencari keutungan dan ada juga akad yang tidak mencari
profit (keuntungan) kedua jenis itu adalah akad Tijarah dan Tabarru.
a. Akad tijarah, adalah akad yang diperuntukkan untuk mencari keuntungan, akad ini
dibagi menjadi dua, pembagian ini didasarkan pada kepastian keuntungan yang
didapat, yaitu:
1. Natural Uncertainty Contract, yaitu kontrak yang dimana saling
mencampurkan aset dari masing-masing aset dan menjadi satu. Masing-
masing pihak akan menanggung setiap risiko dari penggabungan tersebut. Ada
2 jenis dari kontrak ini, yaitu:
2
 Mudharabah, yaitu suatu bentuk penggabungan atauu kerjasama antara dua
pihak atau lebih. Yang dimana pihak yang memberi modal akan
mempercayakannya kepada pihak yang mengelolanya. Jika terjadi
kerugian maka yang menanggung adalah yang memberikan dana/modal
sepanjang tidak ada unsur kesengajaan oleh pihak pengelola.
 Musyarakah, yaitu akad penggabungan antara dua pihak atau lebih untuk
membuat suatu mitra atau usaha. Laba atau rugi nya akan dibagi secara
rata berdasarkan kesepakatan dan modal yang diberikan.
2. Natural Certainty Contract, yaitu sebuah kontrak dimana kedua pihak saling
menukarkan aset atau harta yang dimilikinya, dengan objek yang ditukarkan
harus ditetapkan di awal oleh kedua belah pihak. Ada beberapa jenis kontrak
ini, yaitu:
 Murabahah, yaitu transaksi penjualan barang yang dimana sang kedua
pihak menyatakan dan menyepakati perolehan yang didapatnya.
 Salam, yaitu transaksi jual beli dimana barang yang didagangkan belum
ada bentuk fisiknya. Barang diserahkan sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai.
 Istishna’, yaitu transaksi yang sistemnya yang mirip dengan salam yaitu
transaksi jual beli dimana barang yang diperdagangkan belum ada bentuk
fisiknya, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan di muka,
bisa berbentuk cicilan atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
 Ijarah, yaitu transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan keuntungan dari objek sewa yang disewakan.

b. Akad tabarru, yaitu akad yang tujuannya bukan untuk mencari keuntungan
melainkan untuk saling tolong menolong. Ada tiga bentuk akad tabarru, yait:
1. Meminjamkan uang, meminjamkan uang termasuk tabarru karena hanya
meminjamkan tanpa melebihkan, jika ada kelebihan maka disebut riba. Ada
tiga jenis dalam pinjaman ini, yaitu:
 Qardh, yaitu pinjaman yag diberikan tanpa ada imbalan atau syarat
tertentu, kecuali waktu pengembalian uang tersebut
 Rahn, yaitu pinjaman yang ada syaratnya yaitu jaminan dlam bentuk atau
jumlah tertentu

3
 Hiwalah, yaitu pinjaman dengan syarat mengambil alih piutang dari pihak
lain
2. Meminjamkan Jasa, yaitu meminjamkan suatu keahlian atau keterampilan.
Ada 3 jenis pinjaman jasa, yaitu:
 Wakalah, yaitu pinjaman kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
atas nama orang lain
 Wadi’ah, yaitu pinjaman kemampuan kepada seseorang yang dimana
selama pinjaman tersebut kita juga bertindak sebagau wakil dari pemilik
barang
 Kafalah, yaitu pinjaman kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu
tetapi dengan syarat atas pinjaman tersebut
3. Memberikan sesuatu, yaitu meminjamkan sesuatu selain uang dan jasa kepada
orang lain. Ada tiga bentuk akad yaitu:
 Waqaf, yaitu pemberian yang bisa digunakan untuk kepentingan umum
dan agama, serta tidak dapat dipindah tangankan
 Hibah, yaitu pinjaman sesuatu kepada orang lain yang bersifat mubah
 Shadaqah, yaitu pinjaman sesuatu kepada orang lain yang bersifat wajin
dan sunah
D. Transaksi yang Dilarang Dalam Keuangan Syariah

 Maysir
Semua bentuk perpindahan harta ataupun barang dari satu pihak kepada pihak lain
tanpa melalui jalur akad yang telah digariskan syariah, namun perpindahan itu
terjadi melalui permainan, seperti taruhan uang pada permainan kartu,
pertandingan sepakbola, pacuan kuda.
 Gharar
Sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan kewujudannya
secara matematis dan rasional, baik itu menyangkut barang, harga, ataupun waktu
pembayaran uang/penyerahan barang.
 Riba
Pertukaran sesama barang ribawi sejenis dengan kada yang berbeda. Perbedaan
itulah yang disebut riba.
 Bathil
Akad jual beli atau kemitraan untuk mendapatkan keuntungan ataupun

4
penghasilan, namun barang yang diperdagangkan atau proyek yang dikerjakan
adalah jenis barang atau kegiatan yang bertentangan dengan prinsip syariah seperti
kemitraan untuk memproduksi narkotika.
 Ghabn
Penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar tanpa disadari oleh
pembeli.
 Najash
Penawaran palsu, dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara
berpura-pura menawar barang di pasar dengan tujuan untuk menjebak orang lain
agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut, sehingga orang ketiga ini
akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga
sebenarnya.
 Ikrah
Segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu pihak untuk melakukan
suatu akad tertentu sehingga menghapus komponen mutual free consent. Jenis
pemaksaan dapat berupa ancaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang
yang sedang butuh.
 Ihtikar
Menumpuk barang atau jasa yang diperlukan masyarakat dan kemudian si pelaku
mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual yang lebih mahal dari biasanya
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih cepat dan banyak.
 Bay’ Al Mudtar
Jual beli dan pertukaran dimana salah satu pihak dalam keadaan sangat
memerlukan sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat
sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak dan
merugikan pihak lainnya.
 Adlis
Tindakan seorang penjaga yangs engaja mencampur barang yang berkualitas baik
dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk memberatkan timbangan
dan mendapat keuntungan lebih banyak. Tindakan “oplos” termasuk dalam
kategori ini.
 Ghish
Menyembunyikan informasi tentang barang/jasa.

5
E. Prinsip Sistem Keuangan Syariah
Sistem keungam Syariah merupakan bagian dari upaya memelihara harta agar
harta yang di miliki seseorang diperoleh dan digunaka sesuai dengan ketentuan
Syariah. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29, Allah SWT berfirman yang
artinya :
“hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama suka diantara kamu dan janganlah membunuh dirimu. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
Praktik system keuangan Syariah telah dilakukan sejak zaman kejayaab Islam.
Akan tetapi, karena semakin melemahnya system kekhalifahan maka praktik system
keuangan Syariah tersebut digantikan oleh system perbankan barat. System tersebut
mendapatkan kritikan dari para ahli fiqih bahwa system tersebut menyalahi aturan
Syariah mengenai riba dan berujung pada keruntuhan kekhalifahan Islam. Pada tahun
1970-an, konsep system keuangan Syariah di mulai dengan perkembangan konsep
ekonomi Islam. Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, prinsip system keuangan
Islam adalah sebagai berikut :
1. Larangan Riba
Riba didefinisikan sebagai “kelebihan” atas sesuatu akibat penjualan atau
pinjaman. Riba merupakan pelanggaran atas system keadilan social, persamaan,
dan ha katas abrang. System riba hanya menguntungkan para pembeli pinjaman
dengan membebani penetapan keuntungan yang diperoleh pembeli pinjaman di
awal perjanjian.padahal “untung” dapat diketahui setelah berlalunya wakti bukan
hasil penetapan di muka.
2. Pembagian risiko
Risiko merupakan konsekuensi dari adanya larangan riba dalan suatu system
kerja sama antara pihak yang terlibat. Risiko yang timbul dari aktivitas keuangan
tidak hanya ditanggung oleh penerima modal tetapi juga pembeli modal. Pihak
yang terlibat tersebut harus saling berbagi risiko sesuai dengan kesepakatan yang
yang telah disepakati bersama.
3. Uang sebagai modal potensial
Dalam Islam, uang tidak diperbolehkan apabila dianggap sebagai komoditas
yaitu uang dipandang memiliki kedudukan yang sama dengan barang yang
dijadikan sebagai objek transaksi untuk memperoleh keuntungan. System

6
keuangan Islam memandang uang boleh dianggap sebagai modal yaitu uang
bersifat produktif, dapat menghasilkan barang atau jasa bersamaan dengan sumber
daya yang lain untuk memperoleh keuntungan.
4. Larangan spekulatif
Hal ini selaras dengan larangan transaksi yang memiliki tingkat ketidakpastian
yang sangat tinggi, misalnya judi.
5. Kontrak atau perjanjian
Dengan adanya perjanjian yang disepakati di awal oleh pihak-pihak yang
terlibat dapat mengurangi risiko atas informasi yang asimetri atau timbulnya
moral hazard.
6. Aktivitas usaha harus sesuai Syariah
Usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang diperbolehkan menurut
Syariah, seperti tidak melakuakn jual-beli minuman keras atau mendirikan usaha
peternakan babi.

Oleh karena itu, prinsip system keuangan Syariah dapat disimpilkan sebabagi berikut :

1. Rela sama rela (antaraddim minkum)


2. Tidak ada pihak yang menzalimi adan dizalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamun)
3. Hasil usaha muncul Bersama biaya (al-kharaj bi al dhaman)
4. Untung muncul Bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi)

Dari prinsip system keuangan Syariah tersebut, maka akan muncul dan
berkembang instrumen-instrumen keuangan Syariah terkait dengan keuangan
investasi maupun jual-beli sesuai dnegan ketentuan syariah. Hal ini membantu pelaku
ekonomi dalam memahami berbagai produk keuangan Syariah dan ketentuan-
ketentuan Syariah dari setiap produk keuangan tersebut.

7
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas , V. (2018, July). Prinsip Sistem Keuangan Syariah. Retrieved from Center For
Research In Islamic Economic And Business Faculty Economics And Business
Universitas Gajah Mada: https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/07/02/prinsip-sistem-
keuangan-syariah/

Dan, F., Islam, B., Negeri, U. I., Maulana, S., & Banten, H. (2019). ANALISIS
IMPLEMENTASI AKAD TABARRU ’ DALAM ASURANSI SYARIAH PADA PRODUK
BRILLIANCE HASANAH.
Harahap, S. S., Wiroso, & Yusuf, M. (2010). Akuntansi Perbankan Syari’ah. 1–349.
Khaddafi, M., Siregar, S., Noch, M. Y., Nurlaila, S. A., Harmain, S. H., Sumartono, P.,
Editor, A., & Ikhsan, A. (2017). Akuntansi Syariah Meletakkan Nilai-nilai Syariah
Islam dalam ilmu Akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai