Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KULIAH

KONSEP TEORITIS SAKS

Oleh:
Nama : 1. Abdullah Azzam R (S432008001)
2. Kartiningsih Susilowati (S432008012)
Kelas : AS1
Mata Kuliah : Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2020
KONSEP TEORITIS STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH

I. TRANSAKSI BERBASIS SYARIAH DAN PELAPORAN


Syariah merupakan ketentuan hukum Islam yang mengatur aktivitas
umat manusia yang berisi perintah dan larangan, baik yang menyangkut
hubungan interaksi vertikal dengan Tuhan maupun interaksi horisontal
dengan sesama makhluk.
Prinsip syariah yang berlaku umum dalam kegiatan muamalah
(transaksi syariah) mengikat secara hukum bagi semua pelaku dan
stakeholder entitas yang melakukan transaksi syariah.
Azas Transaksi Syariah
 Prinsip persaudaraan (ukhuwah);
 Prinsip keadilan (‘adalah);
 Prinsip kemaslahatan (maslahah);
 Prinsip keseimbangan (tawazun);
 Prinsip universalisme (syumuliyah).

Karakteristik Transaksi Syariah


 Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling
ridha;
 Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik
(thayib);
 Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai,
bukan sebagai komoditas;
 Tidak mengandung unsur riba; kezaliman; maysir; gharar; haram;
 Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money),
Karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan
risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip
al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk);
 Transaksi dilakukan berdasarkan :
a. Suatu perjanjian yang jelas dan benar;
b. Untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain
c. Tidak diperkenankan menggunakan standar ganda harga untuk satu
akad
d. Tidak menggunakan dua transaksi bersamaan yang berkaitan
(ta’alluq) dalam satu akad;

II. JENIS-JENIS AKAD DALAM SYARIAH


Akad dalam bahasa Arab yang artinya ikatan atau mengikat (al-
rabth). Menurut terminologi hukum Islam, akad adalah pertalian antara
penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah,
yang menimbulkan akibat hukum terhadap objek pajak (Ghufron Masâadi,
2002).
Adapun jenis-jenis akad berdasarkan ada atau tidak adanya
kompensasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Akad Tabarruâ
Akad Tabarruâ adalah suatu perjanjian yang merupakan
transaksi yang tidak ditujukan untuk memperoleh laba (transaksi
nirlaba). Tujuan dari transaksi ini adalah tolong-menolong dalam
rangka berbuat baik. Dalam akad tabarruâ, pihak yang berbuat
kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak
lainnya karena ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT dan
bukan dari manusia. Jenis akad tabarruâ ini digolongkan dalam 3
bentuk, yaitu:
a. Meminjamkan uang
Meminjamkan uang merupakan salah satu bentuk akad
tabarruâ karena dalam hal meminjamkan uang tidak boleh
melebihkan pembayaran atas pinjaman yang diberikan. Ada 3
jenis pinjaman, yaitu;
1) Qardh
Qardh merupakan pinjaman yang diberikan tanpa
mensyaratkan apapun, selain dengan mengembalikan pinjaman
tersebut setelah jangka waktu tertentu.
2) Rahn
Rahn merupakan pinjaman yang mensyaratkan suatu jaminan
dalam bentuk atau jumlah tertentu
3) Hiwalah
Hiwalah adalah bentuk pinjaman dengan cara mengambil alih
piutang dari pihak lain.
b. Meminjamkan jasa
Meminjamkan jasa berupa keahlian atau keterampilan yang
termasuk di dalam akad tabarruâ.
Ada 3 jenis pinjaman dalam hal meminjamkan jasa, yaitu:
1) Wakalah
Wakalah adalah memberikan pinjaman berupa kemampuan
kita saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain.
Pada konsep ini yang dilakukan hanya atas nama orang
tersebut.
2) Wadiâah
Wadiâah merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana
pada akad ini telah dirinci atau didetailkan tentang jenis
pemeliharaan dan penitipan. Sehingga selama pemberian jasa
tersebut juga bertindak sebagai wakil dari pemilik barang
3) Kafalah
Kafalah juga merupakan bentuk turunan akad wakalah, dimana
pada akad ini terjadi atas wakalah bersyarat.
c. Memberikan sesuatu
Dalam akad ini, pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain.
Ada 3 bentuk akad ini, yaitu:
1) Waqaf merupakan pemberian dan penggunaan pemberian yang
dilakukan untuk kepentingan umum dan agama, serta
pemberian itu tidak dipindahtangankan.
2) Hibah/Shadaqah merupakan pemberian sesuatu secara sukarela
kepada orang lain.
2. Akad Tijarah
Akad Tijarah merupakan akad yang ditujukan untuk
memperoleh keuntungan. Dari sisi kepastian hasil yang diperoleh,
akad ini dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu:
a. Natural Uncertainty Contract
Dalam bagian ini, kontrak yang diturunkan dari teori
pencampuran, dimana pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan aset yang mereka miliki menjadi satu, kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan
keuntungan. Oleh karena itu, kontrak jenis ini tidak memberikan
imbal hasil yang pasti, baik nilai imbal hasil maupun waktu.
Contoh yang termasuk dalam kontrak ini yaitu:
1) Akad Musyarakah
Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan
kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut
meliputi kas atau aset non kas yang diperkenankan oleh
syariah.
2) Akad Mudharabah
Akad Kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana,
sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak sebagai
pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung
oleh pemilik dana.
b. Natural Certainty Contract
Natural certainty contract merupakan kontrak yang diturunkan
dari teori pertukaran, dimana kedua pihak saling mempertukarkan aset
yang dimilikinya, sehingga objek pertukarannya (baik barang maupun
jasa) harus ditetapkan diawal akad dengan pasti tentang jumlah, mutu,
harga, dan waktu penyerahan. Kontrak jenis ini memberikan imbal
hasil yang tetap dan pasti karena sudah diketahui saat akad.
Contoh kontrak ini adalah:
1) Akad Murabahah
Akad Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual
sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati
dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang
tersebut kepada pembeli.
2) Akad Salam
Akad Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan
pengiriman di kemudian hari oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
3) Akad Istishna
Akad Istishnaâ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli) dan penjual
(pembuat).
4) Akad Ijarah
Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
III. KONSEP KEUNTUNGAN DALAM SYARIAH
Konsep Keuntungan dalam Syariah antara sistem ekonomis islam
dan sistem ekonomi lainnya adalah terletak pada penetapan bunga.
Dalam ekonomi Islam, bunga dinyatakan sebagai riba yang diharamkan
oleh syariat Islam. Oleh karena itu, dalam ekonomi yang berbasis syariah,
bunga tidak diterapkan dan sebagai gantinya diterapkan sistem bagi hasil
yang dalam syariat Islam dihalalkan untuk dilakukan. Konsep bagi hasil
ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh
sistem ekonomi konvensional.
Dalam akuntansi syariah, konsep bagi hasil bisa dalam 3 bentuk,
yaitu: pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang
bertindak sebagai pengelola dana; pengelola mengelola dana-dana tersebut
dalam sistem yang dikenal dengan sistem penghimpunan dana (pool of
fund), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut ke
dalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta
memenuhi semua aspek syariah; terakhir, kedua belah pihak membuat
kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal
dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
IV. TRANSAKSI YANG DILARANG DALAM SYARIAH
Transaksi yang dilarang adalah sebagai berikut:
1. Semua aktivitas bisnis terkait dengan barang dan jasa yang
diharamkan oleh Allah,
2. Riba,
3. Penipuan,
4. Perjudian;
5. Transaksi yang mengandung ketidakpastian / Gharar,
6. Penimbunan barang/Ihtikar,
7. Monopoli,
8. Rekayasa permintaan (Baiâan Najsy),
9. Suap,
10. Penjual bersyarat/taâalluq,
11. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (Baiâal Inah),
12. Jual beli dengan cara Talaqi Al-Rukban.
V. KERANGKA PELAPORAN SYARIAH
Tujuan Kerangka Dasar Pelaporan Keuangan Syariah
Tujuan kerangka dasar pelaporan keuangan syariah ini adalah
untuk digunakan sebagai acuan bagi:
1. Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan
tugasnya.
2. Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi
syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan
keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang
disajikan dalam keuangan yang disusun sesuai dengan standar
akuntansi keuangan syariah.
Kerangka Dasar Penyusuanan dan Penyajian Laporan Keuangan
Syariah, terdiri dari beberapa standar kerangkanya diantaranya
adalah :

VI. PELAPORAN KEUANGAN SYARIAH


Tujuan laporan keuangan syariah adalah untuk memberikan informasi
tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas entitas syariah yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya
yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan
tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas
syariah yang meliputi: Aset, Kewajiban, Dana syirkah temporer, Ekuitas,
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, Arus kas, Dana
zakat, Dana kebajikan.
Laporan keuangan syariah yang lengkap terdiri atas komponen-
komponen berikut ini:
1. Komponen Kegiatan Komersial
Komponen laporan keuangan syariah yang mencerminkan kegiatan
komersial terdiri atas:
a. Laporan Posisi Keuangan,
b. Laporan Laba Rugi,
c. Laporan Arus Kas,
d. Laporan Perubahan Ekuitas
2. Komponen Kegiatan Sosial
Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan sosial,
meliputi:
a. Laporan Sumber dan Penggunaan dana ZIS,
b. Laporan Sumber dan Penggunaan dana kebajikan,
c. Komponen Laporan Keuangan Lainnya
Pengukuran unsur dalam laporan keuangan berbasis syariah:
1. Biaya historis (historical cost)
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (setara kas) yang dibayar atau
sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh
aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang diterima sebagai
penukar dari kewajiban, atau dalam keadaan tertentu (misalnya, pajak
penghasilan), dalam jumlah kas atau setara kas yang diharapkan akan
dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
yang normal. Dasar ini merupakan dasar pengukuran yang lazim
digunakan oleh entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan.
2. Biaya kini (current cost)
Aset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang seharusnya dibayar
bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban
dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan
yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.
3. Nilai realisasi Aset dinyatakan dalam jumlah kas atau setara kas yang
dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam pelepasan
normal. Kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian yaitu,
jumlah kas atau setara kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan
akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
normal.
VII. INSTRUMENT KEUANGAN SYARIAH
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Akad investasi yang merupakan jenis akad Tijarah dengan bentuk
uncertainty contract. Akad ini dikelompok sebagai berikut:
a. Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih,
dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada
pengelola untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi
hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di awal
transkasi, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung
oleh pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau
kelalaian oleh mudharib atau pengelola.
b. Musyarakah, yaitu akad kerjasama yang terjadi antara pemilik
modal untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara
bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara
proporsional sesuai dengan kontribusi modal.
c. Sukuk atau obligasi syariah, merupakan surat utang yang sesuai
dengan prinsip syariah.
d. Saham syariah, yang termasuk dalam saham syariah adalah produk
yang sesuai dengan syariah.
2. Akad jual beli/sewa-menyewa yang merupakan jenis akad Tijarah
dengan bentuk certainty contract. Akad ini dikelompokkan sebagai
berikut:
a. Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan
biaya perolehan dan keuntungan yang disepakati antara penjual
dan pembeli. Harga yang disepakati antara pembeli dan penjual
pada saat transaksi dan tidak boleh berubah.
b. Salam adalah transaksi jual beli dimana, barang yang diperjual
belikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan
pembayarannya dilakukan secara tunai.
c. Istishnaâ adalah sistem yang mirip dengan salam namum
pembayarannya dapat dilakukan diawal, cicilan dalam beberapa
kali atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. d. Ijarah
adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang
disewakan.
3. Akad lainnya, meliputi:
a. Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta
lainnya.
b. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang
atau barang pada pihak yang menerima titipan dengan cacatan
kapanpun titipan diambil pihak penerima titipan wajib
menyerahkan kembali uang atau barang titipan tersebut.
c. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan
adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman ditetapkan
bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
d. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak
lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee
sebagai imbalannya.
e. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan
atas pembayaran utang satu pihak pada pihak yang lain.
f. Hiwalah adalah pengalihan hutang atau piutang dari pihak
pertama kepada pihak lain atas dasar saling mempercayai.
g. Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan
aset.

Anda mungkin juga menyukai