Anda di halaman 1dari 15

4.

Deskripsi Somasi :
suatu teguran atau peringatan tertulis yang disampaikan kepada orang lain yang t
elah melanggar kesepakatan dan atau melakukan wanprestasi. Somasi biasanya dilay
angkan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu tertentu. Biasanya tenggang waktu a
ntara somasi I dan somasiII adalahsatu minggu atau bisa juga lebih, tapi tidak s
ampai lewat 1 bulan. Bila pihak lawan memperhatikan dan memenuhi tuntutan somasi
, atau somasi bisa diselesaikan secara damai. Maka, somasi tersebut otomatis gug
ur.

2. Dual banking system 2


System perbankan Indonesia menganut dual-banking system yakni Bank K
onvensional dan Bank Syariah. Hal ini diakui dan dikenal sejak diberlakukannya U
U No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kemudian diperkuat dengan adanya UU No. 10
tahun 1998 sebagai pengganti UU No. 7 Tahun 1992. Yang diikuti dengan dikeluark
annya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK Direksi Bank Indonesia (Mar
ies,2008). Dual banking system atau system perbankan ganda yaitu terselenggarany
a dua system perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan. Dalam sis
tem perbankan ganda ini, kedua sistem perbankan secara sinergis dan bersama-sama
memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk dan jasa perbankan, serta mendukung p
embiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional. Dengan diterapkannya dual ba
nking system di Indonesia maka terdapat dua system perbankan yang diterapkan di
Indonesia. Penerapan system perbankan ganda diharapakan dapat memberikan alterna
tif transaksi keuangan yang lebih lengkap untuk masyarakat. Penerapan system per
bankan berganda dapat meningkatkan pembiayaan bagi sektor riil secara bersama-sa
ma antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.

AKAd
AKAD TABARU DAN TIJARAH
Akad Tabaru
Akad tabarru (gratuitos contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
non profit transaction (transaksi nirlaba). Transaksi ini pada hakikatnya bukan
transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaika
n (tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa arab, yang artinya kebaikan.
Dalam Akad tabarru , pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratka
n imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru adalah dari Alla
h Swt bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut b
oleh meminta kepada counter part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cos
t) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru tersebut. Namun ia tida
k boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru itu.
Contoh akad-akad tabarru adalah qardh, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi ah, h
ibah, waqf, shadaqah, hadiah,dll. (Karim : 2006,70)
Pada hakikatnya, akada tabarru adalah akad melakukan kebaikan yang me
ngharapkan balasan dari Allah swt semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan
mencari keuntungan komersil.
Konsekuensi logisnya, bola akad tabarru dilakukan dengan mengambil ke
untungan komersil, maka ia bukan lagi akad tabarru maka berubah menjadi akad tija
rah. Bila ingin tetap menjadi akada tabarru , maka ia tidak boleh mengambil manfaa
t dari akad tabarru tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya y
ang timbul dari pelaksanaan akad tabarru .
Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara kambingnya
merupakan ungkapan

yang dikutip dari hadist ketika menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu
akad tabarru .
(Karim : 2006,67-70) menjelaskan bahwa pada dasarnya, akad tabarru ini adalah mem
berikan sesuatu (giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something).
Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek pinjamannya dapat berupa ua
ng (lending) atau jasa (lending yourself). Dengan demikian kita mempunyai 3 (tig
a) bentuk umum akad tabarru yakni :

Meminjamkan uang (lending $)


Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya, setidaknya ada 3 je
nis yakni sebagai berikut :
Bila pinjaman ini diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan pin
jaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk meminjamkan uang sepert
i ini disebut dengan qardh.
Selanjutnya, jika meminjamkan uang ini, si pemberi pinjaman mensyaratkan suatu
jaminan dalam bentuk atau jumlah tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman sepert
i ini disebut dengan rahn.
Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang dimana tujuannya adalah untuk men
gambil alih piutang dari pihak lain. Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksu
d seperti ini adalah hiwalah.

Meminjamkan jasa kita (lending yourself)


Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga terbagi menjadi 3 jeni
s yakni sebagai berikut
Bila kita meminjamkan diri kita sendiri (yakni jasa keahlian/ keterampilan, dan s
ebagainya) saat ini untuk melakukan sesuatu atas nama oerang lain, maka hal ini
disebut wakalah. Karena kita melakukan sesuatu atas nama orang yang kita bantu t
ersebut, sebenarnya kita menjadi wakil atas orang itu. Itu sebabnya akad ini di
beri nama wakalah
Selanjutnya bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila kita menawark
an jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan tugas menyediakan jasa custod
y (penitipan, pemeliharaan), bentuk peminjaman ini disebut akad wadi ah
Ada variasi lain dari akad wakalah yakni contigent wakalah (wakalah bersyarat).
Dalam hal ini, kita bersedia memberikan jasa kita untuk melakukan sesuatu atas
nama orang lain, jika terpuenuhi kondisinya atau jika sesuatu terjadi. Misalkan
seorang dosen menyatakan kepada asistennya. Tugas anda adalah menggantikan saya m
engajar bila saya berhalangan . Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah bersy
arat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan sesuatu atas nama dosen),
bila dosen yang berhalangan (yakni bila terpenuhi kondisinya, jika sesuatu terj
adi). Jadi asisten ini tidak otomatis menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat dal
am terminologi fiqh disebut sebagai akad kafalah.

Memberikan sesuatu (giving something)


Yang termasuk dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai berikut : hibah, waqaf
, shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku mem
berikan sesuatu kepada orang lain. Bila penggunaannya untuk kepentingan umum dan
agama maka akadnya dinamakan waqaf. Objek waqaf tidak boleh diperjualbelikan be
gitu dinyatakan sebagai aset waqaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah pemberian
sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Begitu akad tabarru sudah disepakati, maka akad tersebut tidak boleh
diubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil) kecuali ada kesepakatan dari k
edua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan ba
nk setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadi ah dengan demiki
an bank melakukan akad tabarru ) maka bank tersebut dalam perjalanan kontrak terse
but tidak boleh mengubah akad tersebut menjadi akad tijarah dengan mengambil keu
ntungan dari jasa wadiah tersebut.

Sebaliknya jika akad tijarah sudah disepakati, akad tersebut boleh diubah menjad
i akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, seh
ingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tabarru ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bu

kan akad bisnis. Jadi akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersi
l. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba.
Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, gunakanlah akad-akad yang bersifat kom
ersil yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru sama sekali
tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggun
aan akad tabarru sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahka
n pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru sering sangat vital dalam transaksi
komersil, karena akad tabarru ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperl
ancar akad-akad tijarah.
Akad Tijarah
Karim (2006:70) menjelaskan bahwa akad tijarah adalah segala macam perjanjian ya
ng menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan menc
ari keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah akad-ak
ad investasi, jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain. Kemudian berdasarkan tingk
at kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar yakni :

Natural Uncertainty Contract


Dalam Natural Uncertainty Contract, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencamp
urkan asetnya (baik real asset maupun financial asset) menjadi satu kesatuan dan
kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Disini ke
untungan dan kerugian ditanggung bersama-sama. Contoh-contoh transaksi ini adala
h Musyarakah, Muzara ah, Musaqah, Mukhabarah)

Natural Certainty Contract


Dalam Natural Certainty Contract,kedua belah pihak saling mempertukarkan aset ya
ng dimilikinya karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun haru
s ditetapkan di awal akad dengan pasti baik jumlah, mutu, kualitas, harga dan wa
ktu penyerahannya. Jadi kontrak-kontrak ini secara sunnatullah menawarkan return
yang tetap dan pasti. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak jual beli
(Al Bai naqdan, al Bai Muajjal, al Bai Taqsith, Salam, Istishna), sewa-menyewa (Ij
arah dan Ijarah Muntahia bittamlik).

------------------CV
Pengertian/Definisi CV (Perseroan Komanditer) adalah :
Suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan Akte Pendirian oleh Notaris yang mem
punyai ciri-ciri sebagai berikut :
Perusahaan didirikan oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama mengorga
nisir perusahaan dengan maksud mencari laba.
Setiap orang (pemilik CV) biasanya memasukan modalnya kedalam perusahaan serta i
kut memimpin perusahaan tersebut.
Setiap orang (pemilik CV) bertanggung jawab atas hutang-hutang perusahaan dan ik
ut memikul resiko apabila perusahaan menderita kerugian.
Setiap anggota perseroan komanditer mendapatkan bagian laba dari perusahaan berd
asarkan kesepakatan bersama. Pembagian laba tersebut disebut prive.
Penyetoran dan penarikan modal CV (Perseroan Komanditer) dapat dilakukan kapan s
aja tanpa merubah akte pendirian.
Akte Pendirian yang ditandatangani oleh Notaris biasanya memuat :
Nama CV (Perseroan Komanditer)
Nama-nama anggota/pemilik CV (Perseroan Komanditer)
Pembagian tanggung jawab masing-masing anggota Perseroan Komanditer.

Pengunduran diri seorang anggota perseroan komanditer.


Dan lain-lain
- See more at: http://blogpajak.com/pengertiandefinisi-cv-perseroan-komanditer/#
sthash.Rnm136so.dpuf
_______________
ITIGASI NON ITIGASI
ALTERNATIF PENYELSAIAN SENGKETA ADR LITIGASI DAN NON LITIGASI
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Alternatif Penyelesaian sengketa (APS)
Istilah alternatif dalam APS memang dapat menimbulkan kebingungan, seolah-olah mek
anisme APS pada akhirnya
khususnya dalam sengketa bisnis
akan menggantikan prose
s litigasi di pengadilan. Dalam kaitan ini perlu dipahami terlebih dahulu bahwa
APS adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang berdampingan dengan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan. Selanjutnya, APS lazimnya dilakukan di luar yurisd
iksi pengadilan. Sama seperti istilah pengobatan alternatif , bahwa pengobatan alter
natif sama sekali tidak mengeliminasi pengobatan dokter . Bahkan terkadang keduanya
saling berdampingan. Begitu juga dengan APS dan penyelesaian sengketa melalui pe
ngadilan dapat berjalan saling berdampingan. Oleh karena itu, para hakim tidak p
erlu khawatir dengan makalah adedidikirawandigunakannya mekanisme APS, pengadila
n menjadi kurang pekerjaannya.
Ada beberapa pendapat mengenai APS atau Alternative Dispute Resolution (ADR).
1) Pertama, APS adalah mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Dalam
konteks ini, mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat berupa pe
nyelesaian sengketa melalui arbitrase, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan lainlain.
2) Kedua, APS adalah forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan arbitras
e. Hal ini mengingat penyelesaian sengketa melalui APS tidak dilakukan oleh piha
k makalah adedidikirawanketiga. Sedangkan dalam forum pengadilan atau arbitrase,
pihak ketiga (hakim atau arbiter) mempunyai kewenangan untuk memutus sengketa.
APS di sini hanya terbatas pada teknik penyelesaian sengketa yang bersifat koope
ratif, seperti halnya negosiasi,mediasi, dan konsiliasi, serta teknik-teknik pen
yelesaian sengketa kooperatif lainnya.
3) Ketiga, APS adalah seluruh penyelesaian sengketa yang tidak melalui pengadila
n makalah adedidikirawantetapi juga tidak terbatas pada arbitrase, negosiasi, da
n sebagainya. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan APS termasuk juga penyeles
aian sengketa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, tetapi berada di lu
ar pengadilan, seperti Badan Penyelesaian sengketa Pajak (BPSP), Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU), dan sebagainya.
Teknik atau prosedur teknis APS di luar pengadilan yang sudah lazim dilakukan ad
alah: negosiasi, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Arbitrase merupakan cara ya
ng paling dikenal dan paling banyak digunakan oleh kalangan bisnismakalah adedid
ikirawan dan hukum. Teknik negosiasi, mediasi, dan konsiliasi tidak dikenal di I
ndonesia. Namun, secara tidak sadar masyarakat Indonesia telah menerapkan mekani
sme APS, yakni yang disebut musyawarah untuk mufakat. Asas musyawarah untuk mufa
kat telah lama dikenal dan dipromosikan oleh pemerintah sebagai suatu budaya ban
gsa Indonesia.
Meskipun APS tidak dianggap sebagai pengganti dari forum pengadilan, namun janga
n dilupakan bahwa faktanya APS dianggap sebagai alternatif oleh mereka yang sang
at kritis terhadap sistem peradilan Indonesia. Kelambanan proses perkaramakalah
adedidikirawan ( di Mahkamah Agung ) dilihat sebagai kelemahan dari sistem perad
ilan dewasa ini. Kelemahan lainnya adalah sebagai kelemahan dari sistem peradila
n dewasa ini. Kelemahan lainnya adalah berpolitik, persengkokolan (KKN), dan tud
uhan bahwa mereka bobrok atau rusak.

2. Mekanisme penyelsaian nonlitigasi


Penyelesaian sengketa non litigasi dapat dilakukan dengan cara :
1. adjudikasi/adversarial/litigasi
ciri-cirinya : para pihak berhadap-hadapan untuk saling mengalahkan, diadakan di
pengadilan,
hasilnya berupa putusan.
2. Non adjudikasi/non litigasi
Ciri utamanya keputusanya berupa kesepakatan /agreement
Cara penyelesaian sengketa alternatif menurut UU No.30 tahun 1999 adalah :

1. ARBITRASE
- arbitrase penyelesaian pertentangan oleh pihak ketiga yang dipilah oleh kedua
belah pihak.
Pengertian arbitrase termuat dalam pasal 1 angka 8 Undang makalah adedidikirawan
Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Nomor 30 tahun 1999:
Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untu
k memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat mem
berikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal
belum timbul sengketa.
Dalam Pasal 5 Undang-undang No.30 tahun 1999 disebutkan bahwa:
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa di bidang pe
rdagangan dan hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai s
epenuhnya oleh pihak makalah adedidikirawanyang bersengketa.
Dengan demikian arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah dalam lin
gkup hukum keluarga. Arbitase hanya dapat diterapkan untuk masalah-masalah perni
agaan. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling menarik guna meny
elesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka.
Dalam banyak makalah adedidikirawanperjanjian perdata, klausula arbitase banyak
digunakan sebagai pilihan penyelesaian sengketa. Pendapat hukum yang diberikan l
embaga arbitrase bersifat mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan
tersebut akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang
dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut). Setiap pendapat yang b
erlawanan terhadap pendapat hukum yang diberikan tersebut berarti pelanggaran te
rhadap perjanjian (breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itumakalah ade
didikirawan tidak dapat dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun.
Putusan Arbitrase bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan yang tel
ah mempunyai kekuatan hukum tetap) sehingga ketua pengadilan tidak diperkenankan
makalah adedidikirawanmemeriksa alasan atau pertimbangan dari putusan arbitrase
nasional tersebut.
Dalam jurisprudensi, kita mengetahui ada suatu kasus yaitu Arrest Artist de Labo
urer dimana perkara tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri padahal sudah memuat
klausul arbitrase untuk penyelesaian sengketanya. Pada praktek saat ini juga mas
ih dijumpai pengadilan negeri yang melayani gugatan pihak yang kalah dalam arbit
rase.
Melihat permasalahan diatas, maka timbul beberapa pertanyaan :
1. Apakah Pengadilan berwenang memeriksa perkara yang sudah dijatuhkan putusan a
rbitrasenya?
2. Sejauh mana keterkaitan antara pengadilan dengan lembaga arbitrase?
1.A) Pengaturan Mengenai Arbitrase
1.A.a) Definisi Arbitrase
Menurut Black's Law Dictionary: "Arbitration. an arrangement for taking an abidi

ng by the judgement of selected persons in some disputed matter, instead of carr


ying it to establish tribunals makalah adedidikirawanof justice, and is intended
to avoid the formalities, the delay, the expense and vexation of ordinary litig
ation".Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 Arbitrase adala
h cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasark
an pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang be
rsengketa. Pada dasarnya arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu:
1. Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat
para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo); atau
2. Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul s
engketa (Akta Kompromis).
Sebelum UU makalah adedidikirawanArbitrase berlaku, ketentuan mengenai arbitrase
diatur dalampasal 615 s/d 651 Reglemen Acara Perdata (Rv). Selain itu, pada pen
jelasanpasal 3 ayat(1) Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Pokok-PokokKekuasa
an Kehakiman menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luarPengadilan atas dasar
perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetapdiperbolehkan.
1.A.b) Sejarah Arbitrase
Keberadaan arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa sebenar
nya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan. Arbitrase diperkenalkan di
Indonesia bersamaan dengan dipakainya Reglement op de Rechtsvordering (RV) dan H
et Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bite*****sten (R
Bg), karena semula Arbitrase ini diatur dalam pasal 615 s/d 651 reglement of de
rechtvordering. Ketentuan-ketentuan tersebut sekarang ini sudah tidak laku lagi
dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 30 tahun 1999. Dalam Undang Undang nom
or 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok Kekuasaanmakalah adedidikirawan Kehakiman)
keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara
lain menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdam
aian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter han
ya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk d
ieksekusi dari Pengadilan.
1.A.c) Objek Arbitrase,
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di luar pengadilan m
elalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainn
ya) menurut Pasal 5 ayat 1 Undang Undang Nomor 30 tahun 1999 ( UU Arbitrase ) hanyal
ah sengketa di bidang makalah adedidikirawanperdagangan dan mengenai hak yang me
nurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa.
Adapun kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan,
keuangan, penanaman modal, industri dan hak milik intelektual. Sementara itu Pa
sal 5 (2) UU Arbitrase memberikan perumusan negatif bahwa sengketa-sengketa yang
dianggap tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menuru
t peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian makalah adedidiki
rawansebagaimana diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 185
1 s/d 1854.
1.A.d) Jenis-jenis Arbitrase
Arbitrase dapat berupa arbitrase sementara (ad-hoc) maupun arbitrase melalui bad
an permanen (institusi). Arbitrase Ad-hoc dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan
yang sengaja dibentuk untuk tujuan arbitrase, misalnya UU No.30 Tahun 1999 tent
ang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa atau UNCITRAL Arbitarion Rule
s. Pada umumnya arbitrase ad-hoc direntukan berdasarkan perjanjian yang menyebut
kan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh
para pihak. Penggunaan arbitrase Ad-hoc perlu disebutkan dalam sebuah klausul a
rbitrase.
Arbitrase institusi adalah suatu lembaga permanen yang dikelola oleh berbagai ba
dan arbitrase berdasarkan aturan-aturan makalah adedidikirawanyang mereka tentuk
an sendiri. Saat ini dikenal berbagai aturan arbitrase yang dikeluarkan oleh bad

an-badan arbitrase seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), atau yang
internasional seperti The Rules of Arbitration dari The International Chamber of
Commerce (ICC) di Paris, The Arbitration Rules dari The International Centre fo
r Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington. Badan-badan tersebut
mempunyai peraturan dan sistem arbitrase sendiri-sendiri.
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) memberi standar klausularbitrase sebag
ai berikut:
"Semua sengketa yang timbul dari perjanjianini, akan diselesaikan dan diputus ol
eh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan prosedu
r arbitrase BANI,yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa,s
ebagai keputusan dalam tingkat pertama dan terakhir".
Standar klausul arbitrase UNCITRAL (United Nation Comission ofInternational Trad
e Law) adalah sebagai berikut:
"Setiap sengketa, pertentangan atau tuntutan yang terjadi atau sehubungan dengan
perjanjian ini, atau wan prestasi, pengakhiran atau sah tidaknyamakalah adedidi
kirawan perjanjian akan diselesaikan melalui arbitrase sesuai dengan aturan-atur
an UNCITRAL.
Menurut Priyatna Abdurrasyid, Ketua BANI, yang diperiksa pertama kaliadalah klau
sul arbitrase. Artinya ada atau tidaknya, sah atau tidaknyaklausul arbitrase, ak
an menentukan apakah suatu sengketa akan diselesaikan lewat jalur arbitrase. Pri
yatna menjelaskan bahwa makalah adedidikirawanbisa saja klausul atau perjanjian
arbitrase dibuat setelah sengketa timbul.
1.A.e) Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase
Keunggulan arbitrase dapat disimpulkan melalui Penjelasan Umum Undang Undang Nom
or 30 tahun 1999 dapat terbaca beberapa keunggulan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dibandingkan dengan pranata peradilan. Keunggulan itu adalah :
kerahasiaan sengketa para pihak terjamin ;
keterlambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif dapat dih
indari ;
para pihak dapat memilih arbiter yang berpengalaman, memiliki latar belakang yan
g cukup mengenai masalah yang disengketakan, serta jujur dan adil ;
para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk penyelesaian masalahnya ;
para pihak dapat memilih tempat penyelenggaraan arbitrase ;
putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak melalui prosedur se
derhana ataupun dapat langsung dilaksanakan.
Disamping keunggulan arbitrase seperti tersebut diatas, arbitrase juga memiliki
kelemahan arbitrase. Dari praktek yang berjalan di Indonesia, kelemahan arbitras
e adalah masih sulitnya upaya eksekusi dari suatu putusan arbitrase, padahal pen
gaturan untuk eksekusi putusan arbitrase nasional maupun internasional sudah cuk
up jelas.
1.B) Keterkaitan antara Arbitrase dengan Pengadilan
1.B.a) Hubungan Arbitrase dan Pengadilan
Lembaga arbitrase masih memiliki ketergantungan pada pengadilan, misalnya dalam
hal pelaksanaan putusan arbitrase. Ada keharusan untuk mendaftarkan putusan arbi
trase di pengadilan negeri. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak me
mpunyai upaya pemaksa terhadap para pihak untuk menaati putusannya.
Peranan pengadilan dalam penyelenggaraan arbitrase berdasar UU Arbitrase antara
lainmakalah adedidikirawan mengenai penunjukkan arbiter atau majelis arbiter dal
am hal para pihak tidak ada kesepakatan (pasal 14 (3)) dan dalam hal pelaksanaan
putusan arbitrase nasional maupun nasional yang harus dilakukan melalui mekanis
me sistem peradilan yaitu pendafataran putusan tersebut dengan menyerahkan salin
an autentik putusan. Bagi arbitrase internasional mengembil tempat di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat
1.B.b) Pelaksanaan Putusan Arbitrase
1. Putusan Arbitrase Nasional
Pelaksanaan putusan arbitrase nasional diatur dalam Pasal 59-64 UU No.30 Tahun 1
999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara sukarela. Agar p
utusan arbitrase dapat dipaksakan pelaksanaanya,makalah adedidikirawan putusan t
ersebut harus diserahkan dan didaftarkan pada kepaniteraan pengadilan negeri, de
ngan mendaftarkan dan menyerahkan lembar asli atau salinan autentik putusan arbi

trase nasional oleh arbiter atau kuasanya ke panitera pengadilan negeri, dalam w
aktu 30 (tiga puluh) hari setelah putusan arbitase diucapkan. Putusan Arbitrase
nasional bersifat mandiri, final ddan mengikat.
Putusan Arbitrase nasional bersifat mandiri, final dan mengikat (seperti putusan
yang mempunyai kekeuatan hukum tetap) sehingga Ketua Pengadilanmakalah adedidik
irawan Negeri tidak diperkenankan memeriksa alasan atau pertimbangan dari putusa
n arbitrase nasional tersebut. Kewenangan memeriksa yang dimiliki Ketua Pengadil
an Negeri, terbatas pada pemeriksaan secara formal terhadap putusan arbitrase na
sional yang dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase. Berdasar Pasal 62 UU
No.30 Tahun 1999 sebelum memberi perintah pelaksanaan , Ketua Pengadilan memeri
ksa dahulu apakah putusan arbitrase memenuhi Pasal 4 dan pasal 5 (khusus untuk a
rbitrase internasional). Bila tidak memenuhi maka, Ketua Pengadilan Negeri dapat
menolak permohonan arbitrase dan terhadap penolakan itu tidak ada upaya hukum a
papun
2. Putusan Arbitrase Internasional
Semula pelaksanaan putusan-putusan arbitrase asing di indonesia didasarkan pada
ketentuan Konvensi Jenewa 1927, dan pemerintah Belanda yang merupakan negara pes
erta konvensi tersebut menyatakan bahwa Konvensi berlaku juga di wilayah Indones
ia. Pada tanggalmakalah adedidikirawan 10 Juni 1958 di New York ditandatangani U
N Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award. Indon
esia telah mengaksesi Konvensi New York tersebut dengan Keputusan Presiden Nomor
34 Tahun 1981 pada 5 Agustus 1981 dan didaftar di Sekretaris PBB pada 7 Oktober
1981. Pada 1 Maret 1990 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan mahkamah Agung No
mor 1 tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan arbitrase Asing sehubunga
n dengan disahkannya Konvensi New York 1958. Dengan adanya Perma tersebut hambat
an bagi pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia makalah adedidikirawans
eharusnya bisa diatasi. Tapi dalam prakteknya kesulitan-kesulitan masih ditemui
dalam eksekusi putusan arbitrase asing.
1.B.c) Kewenangan Pengadilan Memeriksa Perkara yang Sudah Dijatuhkan Putusan Arb
itrasenya
Lembaga Peradilan diharuskan menghormati lembaga arbitrase sebagaimana yang term
uat dalam Pasal 11 ayat (2) UU No.30 tahun 1999 yang menyatakan bahwa pengadilan
negeri tidak berwenang mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam p
erjanjian arbitrase. Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak ikut campur makal
ah adedidikirawantangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan
melalui arbitrase. Hal tersebut merupakan prinsip limited court involvement.
Dalam prakteknya masih saja ditemukan pengadilan yang menentang, bahkan ketika a
rbitrase itu sendiri sudah menjatuhkan putusannya. Seperti dalam kasus berikut :
Dalam kasus Bankers Trust Company dan Bankers Trust International PLC (BT) melaw
an PT Mayora Indah Tbk (Mayora), PN Jakarta Selatan makalah adedidikirawantetap
menerima gugatan Mayora (walaupun ada klausul arbitrase didalamnya) dan menjatuh
kan putusan No.46/Pdt.G/1999 tanggal 9 Desember 1999, yang memenangkan Mayora. K
etua PN Jakarta Pusat dalam putusan No.001 dan 002/Pdt/Arb.Int/1999/PN.JKT.PST j
uncto 02/Pdt.P/2000/PNJKT.PST, tanggal 3 Februari 2000, menolak permohonan BT ba
gi pelaksanaan putusan Arbitrase London, dengan alasan pelanggaran ketertiban um
um, pelanggaran ketertiban umum yang dimaksud adalah bahwa perkara tersebut masi
h dalam proses peradilan dan belum memiliki kekuatan hukum tetap. Penolakan PN J
akarta Pusat tersebut dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung No.02 K/Ex r/Arb.Int/P
dt/2000, tanggal 5 September 2000.
Kasus diatas adalah salah satu contoh dimana pengadilan menentang lembaga arbitr
ase. Sebelumnya telah jelas bahwa pengadilan tidak boleh mencampuri sengketa par
a pihak yang telah terikat perjanjian arbitrase. Lalu apakah ada alasan-alasan y
ang dapat membenarkan pengadilan memeriksa perkara para pihak yang sudah terikat
dengan klausul arbitrase? Dalam jurisprudensi salah makalah adedidikirawansatu

contoh adalah Arrest Artist de Labourer.


Arrest HR 9 Februari 1923, NJ. 1923, 676,
Arrest

Artis de Laboureur (dimuat dalam Hoetink, hal. 262 dsl.)

Persatuan Kuda Jantan ( penggugat ) telah mengasuransikan kuda Pejantan bernama


Artis de Laboureur terhadap suatu penyakit /cacad tertentu, yang disebut cornage
. Ternyata pada suatu pemeriksaan oleh Komisi Undang2 Kuda, kuda tersebut dinyat
akan di-apkir, karena menderita penyakitmakalah adedidikirawan cornage. Pengguga
t menuntut santunan ganti rugi dari Perusahaan Asuransi. Didalam Polis dicantumk
an klausula yang mengatakan, bahwa sengketa mengenai Asuransi, dengan menyingkir
kan Pengadilan, akan diputus oleh Dewan Asuransi Perusahaan Asuransi, kecuali De
wan melimpahkan kewenangan tersebut kepada suatu arbitrage. Dewan Asuransi telah
memutuskan untuk tidak membayar ganti rugi kepada penggugat. Penggugat mengajuk
an gugatan dimuka Pengadilan. Sudah tentu dengan alasan adanya klausula tersebut
diatas, maka tergugat membantah dengan mengemukakan, bahwa Pengadilan tidak wen
ang untuk mengadili perkara ini.
Pengadilan s Gravenhage a.l. telah mempertimbangkan :
Setelah Pengadilan menyatakan dirinya wenang memeriksa perkara tersebut, maka Pe
ngadilan menyatakan, bahwa keputusan Dewan Asuransi harus disingkirkan, karena k
eputusan tersebut tidak didasarkan kepada suatu penyelidikan yang teliti dan bah
kan Dewan menganggap tidak perlu mendengar pihak penggugat, sehingga perjanjianm
akalah adedidikirawan itu tidak telah dilaksanakan dengan itikad baik. Pengadila
n mengabulkan tuntutan uang santunan ganti
rugi sampai sejumlah uang tertentu. P
ihak Asuransi naik banding
Hof Amsterdam dalam keputusannya a.l. telah mempertimbangkan :
Bahwa memang benar, bahwa berdasarkan Polis ybs., para pihak sepakat untuk menye
rahkan sengketa mengenai Asuransi tersebut kepada Dewan Asuransi Perusahaan Asur
ansi. Sekalipun terhadap keputusan Dewan, yang diambil dengan tanpa aturan main
yang pasti, dan bersifat mutlak, yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak netral,
mungkin saja ada keberatan-keberatan, namun para pihak telah membuatnya menjadi
undang-undang bagi mereka, karena telah terbentuk melalui kesepakatan para pihak
, yang tidak ternyata bertentangan dengan ketertiban umum atau makalah adedidiki
rawan kesusilaan, sehingga permasalahannya adalah, apakah ketentuan perjanjian i
tu, oleh Dewan, tidak telah dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana pendapa
t dari Pengadilan Amsterdam, pertanyaan mana menurut pendapat Hof, karena mengen
ai pelaksanaan suatu perjanjian, adalah masuk dalam kewenangan Hakim.
Hof, untuk menjawab permasalahan tersebut, setelah mengemukakan patokan, bahwa i
tikad baik dipersangkakan dan tidak adanya itikad baik harus dibuktikan, telah m
enerima fakta-fakta yang disebutkan dalam keputusan Dewan sebagai benar, a.l. :
bahw
a menurut pendapat Hof keputusan tersebut( maksudnya : keputusan Dewan, penj.pen
.) .adalah tidak sedemikian rupa, sehingga dapat dianggap tidak telah diberikan de
ngan itikad baik, dan bahwa itikad buruk pada pelaksaan perjanjian, sepanjang me
ngenai pengambilan keputusan oleh Dewan Asuransi, tidak telah makalah adedidikir
awandibuktikan
atas dasar mana Hof menyatakan keputusan Dewan Asuransi tidak bis
a dibatalkan oleh Hakim dan karenanya membatalkan keputusan Pengadilan Amsterdam
. Persatuan Kuda Jantan naik kasasi.
Catatan : Pengadilan menganggap dirinya wenang untuk menangani perkara tersebut
dan menyatakan keputusan Dewan tidak melanggar itikad baik
Pokok pertanyaan dalam pemeriksaan kasasi ini ternyata adalah, apakah maksud aya
t ke-3 Ps. 1374 B.W. ( Ps. 1338 ayat 3 Ind ) dengan itikad baik dalam pelaksanaa
n perjanjian harus dinilai dengan patokan, subyektif - suatu sikap batin tertent

u dari si pelaksana - atau obyektif - suatu makalah adedidikirawancara pelaksana


an. HR meninjau, apakah isi keputusan Dewan Asuransi, sebagai pelaksanaan dari p
erjanjian Asuransi antara Penggugat dengan Perusahaan Asuransi, memenuhi tuntuta
n itikad baik, memenuhi kepantasan dan kepatutan menurut ukuran orang normal pad
a umumnya dalam masyarakat ybs. Disini dipakai ukuran itikad baik yang obyektif
Dalam Arrest Artist de Labourer ini pengadilan menyatakan berwenang memeriksa ka
rena yang diperiksa bukanlah pokok perkaranya melainkan cara pengambilan keputus
annya, apakah Dewan Asuransi sudah mengambil keputusan berdasarkan itikad baik y
ang sesuai dengan makalah adedidikirawanasas kepatutan dan kepantasan. Itikad ba
ik disini memiliki dua kemungkinan yaitu itikad baik objektif atau subjektif, di
mana Hof dan Hoge Raad kemudian menilai bahwa itikad baik yang objektif lah yang
dipakai.

Berdasarkan pasal 1338 (3) suatu perjanjian harus didasarkan atas asas itikad ba
ik. Itikad baik adalah suatu pengertian yang abstrak dan sulit untuk dirumuskan,
sehingga orang lebih banyak merumuskannya melalui peristiwa-peristiwa di pengad
ilan. Itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian berkaitan dengan masalah kepatuta
n dan kepantasan. Perjanjian harus dilaksanakan dengan menafsirkannya agar makal
ah adedidikirawansesuai dengan kepatutan dan kepantasan, sesuai dengan pasal 133
9 B.W., yang menyatakan bahwa,
suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-h
al yang dengan tegas dinyatakan didalmnya tapi juga untuk segala sesuatu yang me
nurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang . It
ikad baik dapat dibedakan menjadi itikad baik subjektif dan itikad baik objektif
. Itikad baik subjektif, yaitu apakah yang bersangkutan sendiri menyadari bahwa
tindakannya bertentangan dengan itikad baik, sedang itikad baik objektif adalah
kalau pendapat umum menganggap tindakan yang demikian adalah bertentangan dengan
itikad baik.
Dalam kasus Bankers Trust melawan Mayora sungguh aneh karena mengetengahkan kete
rtiban umum sebagai salah satu alasan. Seharusnya PN Jakarta Selatan menolak unt
uk memeriksa perkara tersebut karena bukan merupakan kewenangannya, tidak diajuk
an atas dasar adanya perbuatan melawan hukum, dan dengan Mayora mengajukan perka
ra tersebut ke pengadilan negeri padahal saat itu arbitrase sedang berjalan, men
unjukkan bahwa Mayoramakalah adedidikirawan tidak beritikad baik dalam pelaksana
an perjanjian tersebut. Dalam hal ketertiban umum, yang dimaksud ketertiban umum
oleh hakim adalah perkara tersebut sedang dalam proses di pengadilan hukum di p
engadilan, alasan seperti ini seharusnya tidak bisa dijadikan alasan ketertiban
umum. Apa yang telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mela
nggar ketentuan Pasal 11 UU No.30 Tahun 1999, dan sayangnya Mahkamah Agung justr
u menguatkan putusan ini.
Ketertiban umum dijadikan dalih untuk menolak permohonan arbitrase. Ketertiban u
mum sendiri adalah suatu sendi-sendi asasi dari hukum suatu negara. UU Arbitrase
pada bagian penjelasannya tidak mendefinisikan atau membatasi ketertiban umum.
Akibatnya, makalah adedidikirawandefinisi ketertiban umum dijadikan legitimasi b
agi salah satu pihak untuk meminta pembatalan eksekusi dari Pengadilan Negeri. S
ulit untuk mengklasifikasikan putusan arbitrase yang bertentangan dengan keterti
ban umum, namun dapat digunakan kriteria sederhana sebagai berikut :
1. putusan arbitrase melanggar prosedur arbitrase yang diatur dalam peraturan pe
rundangan negara, misalnya kewajiban untuk mendaftarkan putusan arbitrase di pen
gadilan setempat tidak dilaksanakan ;
2. putusan arbitrase tidak memuat alasan-alasan, padahal peraturan perundang-und
angan negara tersebut mewajibkannya; atau
3. jika salah satu pihak tidak mendapat kesempatan untuk didengar argumentasinya
sebelum putusan arbitrase dijatuhkan.
ketertiban umum yang dijadikan dalih PN Jakarta Selatan untuk menolak permohonan

Bankers Trust tidak termasuk ketertiban umum yang sudah diuraikan diatas. makal
ah adedidikirawanPengadilan Jakarta Selatan juga telah melakukan kesalahan karen
a memeriksa isi perkara dan bukan sekedar memeriksa penerapan hukumnya saja sepe
rti dalam arrest Artist de Labourer.
Pada intinya terhadap perkara yang sudah memiliki klausul arbitrase tidak bisa d
iajukan ke pengadilan negeri, dan untuk perkara yang sudah dijatuhkan putusan ar
bitrasenya tidak bisa diajukan lagi ke pengadilan, kecuali apabila ada perbuatan
melawan hukum,makalah adedidikirawan sehingga pihak yang dirugikan bisa menggug
at ke pengadilan negeri atas dasar perbuatan melawan hukum dalam hal pengambilan
putusan arbitrase yang tidak berdasar itikad baik.
2.KONSILIASI
- konsiliasi suatu usaha mempertemukan pihak-pihak yang berselisih bagi tercapai
nya persetujuan bersama
3.NEGOISASI
- negoisasi adalah proses kreatif yang mempertemukan pihak-pihak yang memiliki m
odel idealnya sendiri, memiliki pandangan sendiri-sendiri mengenai apa yang seha
rusnya dicapai Ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai isu kunci dalam nego
siasi;
(1) Menangkap kesempatan, Kesempatan harus dilihat dalam setiap krisis. Keadaan
buntu dapat menjadi masa steril yang menghambat kemajuan, namun jika dapat melih
at kesempatan dengan jeli maka kebuntuan dapat menjadi awal dari kesempatan untu
k mencari penemuan yang makalah adedidikirawandapat menyatukan model-model ideal
tiap pihak. Mudahnya, ketika kebuntuan dating maka negosiasi dapat menjadi usul
yang menarik untuk membuat perubahan dan mempertemukan kepentingan.
(2) Pentingnya kepercayaan. Meski fokus negosiasi cenderung makalah adedidikiraw
anpada isu, namun keberhasilan negosiasi sangat bergantung pada negosiator serta
manusia-manusia yang berkepentingan dalam negosiasi tersebut. Proses negosiasi
yang baik adalah memajukan hubungan dari pihak-pihak yang bertikai. Karena itula
h perlu adanya derajat kepercayaan sampai level tertentu pada pihak-pihak bertik
ai agar dapat saling duduk dan bernegosiasi. Biasanya pihak-pihak akan bertahan
pada model ideal masing-masing, disinilah dialog menjadi penting. Kepercayaan fu
ngsional (cukup pada derajat tertentu saja berhubungan dengan proses negosiasi)
menjadi penting karena untuk kesepakatan maka persepsi soal pihak musuh harus diub
ah dan model ideal harus beradaptasi
(3) Fleksibilitas. Keberhasilan atau kegagalan negosiasi tidak terukur di awal p
roses. Bukan tidak mungkin tujuan dan target berubah sepanjang proses negosiasi.
Bahkan parameter serta aturan dasar bisa juga ikut diadaptasi. Ketika Parameter
proses membutuhkan rancangan dan kesepakatan, maka proses perancangan dan pembu
atan kesepakatan harus dapat sefleksibel mungkin untuk dapat menghadapaimakalah
adedidikirawan kemungkinan apapun di masa depan. Seperti yang telah dijelaskan s
ebelumnya, persepsi soal pihak musuh harus diubah, dan model ideal harus dilenturk
an, masing-masing negosiator harus dapat mengenmabkan pengertian yang sama.
4. MEDIASI
- Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak denga
n dibantu oleh mediator (Perma No. 2 tahun 2003, pasal 1 ayat (6)).
4.a) Siapakah yang melakukan mediasi ?
Seperti yang tersebut dalam pengertian mediasi ada mengutip kata para pihak
Para pihak tersebut adalah dua orang atau lebih yang bersengketa dan membawa sen
gketa mereka ke Pengadilan tingkat pertama untuk memperoleh penyelesaian. (pasal
1 ayat (7) Perma No. 2 tahun 2003)
Mediasi yang dilakukan harus menggunakan bantuan mediator. Mediator dapat ditent
ukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa apakahmakalah adedidikirawan yang m
enjadi mediator tersebut hakim pengadilan tingkat pertama atau pihak lain yang te
ntu saja baik hakim maupun pihak lain tersebut sudah memiliki sertifikat sebagai

mediator.
Mediator itu dapat diartikan sebagai pihak yang bersifat netral dan tidak memiha
k, yang berfungsi membantu parra pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyel
esaian sengketa.
Tidak sebagaimana halnya seorang hakim atau arbiter, seorang mediator tidak dala
m posisi (tidak mempunyai kewenangan) untuk memutus sengketa para makalah adedid
ikirawanpihak. Tugas dan kewenangan mediator hanya membantu dan memfasilitasi pi
hak-pihak yang bersengketa dapat mencapai suatu keadaan untuk dapat mengadakan k
esepakatan tentang hal-hal yang disengketakan. The assumption .is that third party w
ill be able to alter the power and social dynamics of the conflict relationship
by influencing the beliefs and behaviors of individual parties, by providing kno
wledge and information , or by using a more effective negotiation process and th
ereby helping the participants to settle contested issues (Goodpaster, Tinjauan D
alam Penyelesaian Sengketa, dalam makalah adedidikirawanSoebagjo dan Radjagukguk
, 1995 : 11-12 )
4.b) Kapan Mediasi itu dilakukan ?
Mediasi dilakukan pada saat suatu perkara perdata diajukan ke pengadilan tingkat
pertama. Mediasi bersifat wajib untuk dilakukan pada semua perkara perdata yang
diajukan ke pengadilan tingkat pertama.
Proses mediasimakalah adedidikirawan berlangsung paling lama 22 hari kerja sejak
pemilihan atau penetapan penunjukan mediator.
4.c)Mengapa mediasi itu dilakukan ?
Mediasi tersebut dilakukan karena sesuai yang tersebut di dalam Perma No.2 tahun
2003 pasal 2 ayat (1) yaitu semua perkara yang diajukan ke pengadilan tingkat pe
rtama wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan me
diator
Mediasi adalah Non-Coercive. Ini berartimakalah adedidikirawan bahwa tidak ada s
uatu sengketa (yang diselesaikan melalaui jalur mediasi) akan dapat diselesaikan
, kecuali hal tersebut disepakati / disetujui bersama oleh pihak-pihak yang bers
engketa.
4.d)Dimanakah mediasi itu dilakukan ?
(pasal 15 Perma No. 2 tahun 2003) Adapun mediasi tersebut diselenggarakan disala
h satu ruang pengadilan tingkat pertama atau ditempat lain yang disepakati oleh
para pihak.
Proses mediasi ini sendiri tentu saja memerlukan biaya dan biaya makalah adedidi
kirawantersebut akan gratis jika suatu perkara perdata tersebut dalam melaksanak
an proses mediasinya menggunakan tempat di salah satu ruang pengadilan tingkat p
ertama.
4.e)Bagaimana Proses Mediasi ?
Proses mediasi ini dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pra mediasi dan tahap medias
i. Sebelum melakukan mediasi terdapat pra mediasi dimana prosesnya tertulis jela
s didalam Perma No.2 tahun 2003 bab II yaitu :
4.e.1) Tahap pra mediasi, Perma No.2 tahun 2003 bab II yaitu :
Pasal 3
(1) Pada hari sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, hakim mewajibkan p
ara pihak yang berperkara agar lebih dahulu menempuh mediasi.
(2) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara itu untuk memberikan kesempat
an kepada para pihak menempuh proses mediasi.
(3) Hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak tentang prosedur dan bia
ya
(4) Dalam hal para pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukum, setiap keputusan y
ang diambil oleh kuasa hukum wajib memperoleh persetujuan tertulis dari para pih
ak.
Pasal 4
(1) Dalam waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama, para pihak d
an atau kuasa hukum mereka wajib berunding guna memilih mediator dari daftar med
iator yang dimiliki oleh pengadilan atau mediator di luar daftar pengadilan.

(2) Jika dalam waktu satu hari kerja para pihak atau kuasa hukum mereka tidak da
pat bersepakat tentang penggunaan mediator di dalam atau di luar daftar pengadil
an, para pihak wajib memilih makalah adedidikirawanmediator dari daftar mediator
yang disediakan oleh pengadilan tingkat pertama.
(3) Jika dalam satu hari kerja para pihak tidak dapat bersepakat dalam memilih s
eorang mediator dari daftar yang disediakan oleh pengadilan, ketua majelis berwe
nang untuk menunjuk seorang mediator dari daftar mediator dengan penetapan.
(4) Hakim yang memeriksa suatu perkara, baik sebagai ketua majelis atau anggota
majelis, dilarang bertindak sebagai mediator bagi perkara yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Proses mediasi yang menggunakan mediator di luar daftar mediator yang dimili
ki oleh pengadilan, berlangsung paling lama tiga puluh hari kerja.
(2) Setelah waktu tiga puluh hari kerja terpenuhi para pihak wajib menghadap kem
bali pada hakim pada sidang yang ditentukan.
(3) Jika para pihak mencapai kesepakatan, mereka dapat meminta penetapan dengan
suatu akta perdamaian.
(4) Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan yang tidak dimintakan penetapa
nnya sebagai suatu akta perdamaian, pihak penggugat wajib menyatakan pencabutan
gugatannya.
Pasal 6
(1) Mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim
yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.
(2) Setiap pengadilan makalah adedidikirawanmemiliki sekurang-kurangnya dua oran
g mediator.
(3) Setiap pengadilan wajib memiliki daftar mediator beserta riwayat hidup dan p
engalaman kerja mediator dan mengevaluasi daftar tersebut setiap
Pasal 7
Mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui m
ediasi yang diatur
4.e.2) Tahap mediasi, Perma No.2 tahun 2003 bab III yaitu :
Pasal 8
Dalam waktu paling lama tujuh hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan media
tor, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuatmakalah adedidikir
awan duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan, dan hal-hal yang terka
it dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.
Pasal 9
(1) Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi
.
(2) Dalam proses mediasi para pihak dapat didampingi oleh kuasa hukumnya.
(3) Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus.
(4) Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentinga
n mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak.
(5) Dengan hasil akhir tercapainya kesepakatan atau ketidaksepakatan, proses med
iasi berlangsung paling lama dua puluh dua hari kerja sejak pemilihan atau penet
apan penunjukan mediator.
Pasal 10
(1) Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seor
ang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau perti
mbanganmakalah adedidikirawan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian
perbedaan.
(2) Semua biaya jasa seorang ahli atau lebih ditanggung oleh para pihak berdasar
kan kesepakatan.
Pasal 11
(1) Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wa
jib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak.
(2) Kesepakatan wajib memuat klausula pencabutan perkara atau pernyataan perkara
telah selesai.

(3) Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator wajib memeriksa mate
ri makalah adedidikirawankesepakatan untuk menghindari adanya kesepakatan yang b
ertentangan dengan hukum.
(4) Para pihak wajib menghadap kembali pada hakim pada hari sidang yang telah di
tentukan untuk memberitahukan telah dicapainya kesepakatan.
(5) Hakim dapat mengukuhkan kesepakatan sebagai suatu akta perdamaian.
Pasal 12
(1) Jika dalam waktu seperti yang ditetapkan dalam Pasal 9 ayat (5) mediasi tida
k menghasilkan kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa pros
es mediasi telah gagal dan memberitahukan kegagalan kepada hakim.
(2) Segera setelah diterima pemberitahuan itu, hakim melanjutkan pemeriksaan per
kara sesuai ketentuan Hukum Acara yang berlaku.
Pasal 13
(1) Jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pi
hak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses p
ersidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lainnya.
(2) Fotokopi dokumen dan notulen atau catatan mediator wajib dimusnahkan.
(3) Mediator makalah adedidikirawantidak dapat diminta menjadi saksi dalam prose
s persidangan perkara yang bersangkutan.
Pasal 14
(1) Proses mediasi pada asasnya tidak bersifat terbuka untuk umum, kecuali para
pihak menghendaki lain.
(2) Proses mediasi untuk sengketa publik terbuka untuk umum.
4.f) Unsur-unsur Mediasi
1. Dalam suatu proses mediasi akan dijumpai adanya dua atau lebih pihak-pihak ya
ng bersengketa.
2. Dengan demikian :
a. Jika dalam suatu proses mediasi hanya dijumpai adanya suatu pihak yang bersen
gketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak yang b
ersengketa.
b. Adanya Unsur Sengketa diantaramakalah adedidikirawan para pihak
3. Adanya Mediator yang membantu mencoba menyelesaikan sengketa diantara para piha
k
- Mediator harus mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan dengan bidang/masal
ah yang disengketakan.
- Mediator juga tidak boleh mempunyai benturan kepentingan /hubungan afiliasi de
ngan pihak-pihak dalam sengketa masalah yang disengketakan. (Lihat, Soebagjo dan
Radjagukguk, 1995 : 16)
4.g)Tujuan Mediasi
1. Utama
- Membantu mencarikan jalan keluar/alternative penyelesaian makalah adedidikiraw
anatassengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterim
a oleh para pihak yang bersengketa.
- Dengan demikian proses negosiasi adalah proses yang forward lookingdan bukan b
ackward looking. Yang hendak dicapai bukanlah mencari kebenaran dan/atau dasar h
ukum yang diterapkan namun lebih kepada penyelesaian masalah. The goal is not tru
th finding or law imposing, but problem solving (Lovenheim, 1996 : 1.4)
2. Tambahan
a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai terjalinnya komunikasi yang l
ebih makalah adedidikirawanbaik diantara para pihak yang bersengketa.
b. Menjadikan para pihak yang bersengketa dapat mendengar,memahami alasan/ penje
lasan/ argumentasi yang menjadi dasar/pertimbangan pihak yang lain.
c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah/be
rmusuhan antara pihak yang satumakalah adedidikirawan dengan yang lain.
memahami kekurangan/kelebihan/kekuatan masing-masing, dan halini diharapkan dapa
t mendekatkan cara pandangdari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompro
mi yang dapat diterima para pihak.
4.h) Sengketa-sengketa Yang Dapat makalah adedidikirawanDiselesaikan Melalui Med
iasi
1. Dapat dikatakan bahwa Mediasi dapat diterapkan dan dipergunakan untuk memperg

unakan sebagai cara penyelesaian sengketa diluar jalur pengadilan ( Out-of court S
ettlement ) untuk sengketa pertada yang timbul diantara para pihak, dan bukan perk
ara pidana. Dengan demikian, setiap sengketa perdata dibidang perbankan (termasu
k yang diatur dalam PBI No.8/5/PBI/2006) dapat diajukan dan untuk diselesaikan m
elalui Lembaga Medasi Perbankan.
2. Bagaimana jika sengketa diantara pihak ternyata tidak hanya menyangkut sengke
ta perdata tapi sekaligus juga sengketa pidana dan mungkin jugasengketa Tata Usa
ha Negara ?
3. Yang pasti merupakan cakupan dari Lembaga mediasi adalah sengketa-sengketa di
bidang perdata. Namun demikian, dalam praktek seringkali para pihak sepakat bah
wa penyelesaian sengketa perdata yang disepakati denganmusyawarah mufakat (melal
ui mediasi), akan dituangkan dalam suatu perjanjian perdamaian, dan dipahami jug
a bahwa walau para pihak tidak dapat dibenarkan membuat perjanjian perdamaian ba
gi perkara pidana mereka dapat menggunakanmakalah adedidikirawan perjanjian perd
amaian atas sengketa perdata mereka sebagai dasar untuk dengan itikad baik sepak
at tidak melanjutkan perkara pidana yang timbul diantara mereka dan/atau mencabu
t laporan perkara pidana tertentu, sebagaimana dimungkinkan.
5.PENILAIAN AHLI
- penilaian ahli
Yang dimaksud dengan penilaian ahli adalah pendapat hukum oleh lembaga arbitrase
. Dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 berbunyi :
Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untu
k memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapatmaka
lah adedidikirawan memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan huk
um tertentu dalam hal belum timbul sengketa
Dalam suatu bentuk kelembagaan, arbitrase ternyata tidak hanya bertugas untuk me
nyelesaikan perbedaan atau perselisihan pendapat maupun sengketa yang terjadi di
antara para pihak dalam suatu perjanjian pokok, melainkan juga dapat memberikan
konsultasi dalam bentuk opini atau pendapat hukum atas permintaan dari setiap pi
hak yang melakukannya. Oleh sebab pendapat tersebut diberikan atas permintaan da
ri para pihak secara bersama-sama dengan melalui mekanisme sebagaimana halnya su
atu penunjukkan (lembaga) arbitrase untuk menyelesaikan suatu perselisihan atau
sengketa, maka pendapat hukum ini juga bersifat final. Sebenarnya siafat dari pe
ndapat hukum yang diberikan oleh lembaga arbitrase ini termasuk dalam pengertian
atau bentuk putusan lembaga arbitrase.

PENUTUP
Kesimpulan
Pengadilan tidak berwenang memeriksa kembali perkara yang sudah dijatuhkan putus
an arbitrasenya, kecuali apabila ada perbuatan makalah adedidikirawanmelawan huk
um terkait dengan pengambilan putusan arbitrase dengan itikad tidak baik, dan ap
abila putusan arbitrase itu melanggar ketertiban umum.
Peradilan harus menghormati lembaga arbitrase, tidak turut campur, dan dalam pel
aksanaan suatu putusan arbitrase masih diperlukan peran pengadilan, untuk arbitr
ase asing dalam hal permohonan eksekuator ke pengadilan negeri.
Pada prakteknya walaupun pengaturan arbitrase sudah jelas dan pelaksanaannya bis
a berjalan tanpa kendala namun dalam eksekusinya sering mengalami hambatan dari
pengadilan negeri.

Anda mungkin juga menyukai