Anda di halaman 1dari 14

Nama

Kelompok :
 Indrastuti Handayani
(2007025004)
 Shafa Tania Salsabila
(2007025007)
Akad-akad
dalam
Perbankan
Syariah
Pengertian Wa’ad dan Akad
WA’AD
Janji yang disampaikan salah satu pihak untuk melaksanakan transaksi. Pengertian lain
adalah “keinginan yang dikemukakan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu, baik
perbuatan maupun ucapan, dalam rangka memberi keuntungan bagi pihak lain”. Janji ini
hanya bersifat penyampaian suatu keinginan (ikhbar) dan tidak mengikat secara hukum,
namun hanya mengikat secara moral. Orang yang memberikan janji (wa‟ad), apabila
menjalankan janji tersebut merupakan bentuk etika yang baik (akhlak karimah) karena
didasarkan pada kontrak kebajikan (tabarru) sebagaimana hibah (Fathurrahman Djamil,
2012, 2).
Terdapat fatwa khusus yang dikeluarkan oleh DSN-MUI yang berkaitan
dengan wa’ad atau janji yakni, Fatwa DSN-MUI Nomor:85/DSN-
MUI/XII/2021 tentang janji (wa’ad) dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis
Syariah.

Ketentuan-ketentuan wa’ad sebagai berikut :


● Wa’ad harus dinyatakan secara tertulis dalam kata/kontrak perjanjian
● Wa’ad harus dikaitkan dengan sesuatu (syarat) yang harus dipenuhi
atau dilaksanakan mau’ud (wa’ad bersyarat)
● Ma’ud sudah memenuhi atau melaksanakan syarat
AKAD
Pengertian akad berasal dari bahasa Arab, al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian,
persetujuan dan pemufakatan.

Secara istilah fiqih, akad didefinisikan dengan “pertalian ijab (pernyataan penerimaan ikatan)
dan kabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai degan kehendak syariat yang berpengaruh
kepada objek perikatan. Pencantuman kata-kata yang sesuai dengan kehendak syariat.”
maksudnya bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak
dianggap sah apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’. Misalnya melakukan transaksi
riba, menipu orang lain, atau merampok.

Adapun pencantuman kata-kata berpengaruh kepada objek perikatan, maksudnya adalah


terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (melakukan ijab) kepada pihak lain (yang
menyatakan qabul)

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa akad adalah pertalian ijab
(ungkapan tawaran disatu pihak yang mengadakan kontrak) dengan qabul (ungkapan
penerimaan oleh pihak-pihak lain) yang memberikan pengaruh pada suatu kontrak,
Rukun Akad :
● Aqid : orang yang berakad (subjek akad)
● Ma’qud Alaih : benda-benda yang akan diakadkan (objek akad)
● Maudhu Al-Aqid : tujuan atau maksud mengadakan akad
● Shighat Al-Aqid : ijab kabul

Prinsip Akad :
● Prinsip kebebasan kontrak
● Prinsip perjanjian itu mengikat
● Prinsip kesepakatan bersama
● Prinsip ibadah
● Prinsip kejujuran (amanah)
Perbedaan Antara Akad dengan
Wa’ad
Fikih muamalat membedakan wa‟ad dengan akad, wa‟ad adalah janji satu pihak
kepada pihak lainnya, sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak.
Wa‟ad hanya mengikat satu pihak (one way), sementara akad mengikat kedua belah
pihak. Pihak yang berjanji dalam wa‟ad berkewajiban menunaikan janjinya,
sedangkan pihak yang dijanjikan tidak memikul kewajiban apa-apa. Syarat dan
ketentuan yang ditetapkan dalam wa‟ad belum rinci dan spesifik (belum didefinisi
dengan baik).

Sementara dalam akad syarat dan ketentuannya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik (sudah didefinisi dengan baik). Sanksi yang diterima lebih merupakan sanksi
moral apabila janji (wa‟ad). tidak ditunaikan, sementara apabila para pihak yang
melaksakan akad tidak menunaikan kewajibannya, maka sanksi yang diterima sesuai
dengan yang sudah disepakati (Karim, 2010:65).
Tabel Perbedaan Akad dengan
Wa'ad
Wa’ad Akad
Janji satu pihak kepada pihak lainnya (hanya Mengikat kedua belah pihak yang saling
mengikat satu pihak) bersepakat, yakni masing masing pihak
terikat untuk melaksanakan kewajiban
masing masing yang telah disepakati terlebih
dahulu
Pihak yang diberi janji tidak memikul Syarat dan ketentuannya sudah ditetapkan
kewajiban apapun kepada pihak pemberi janji secara rinci dan spesifik

Bila janji tak terpenuhi maka sanksi yang Bila kewajiban tidak dapat dipenuhi, maka
diterima merupakan janji agama saja sanksi yang diterima sesuai dengan
kesepakatan awal kontrak
Pengertian Akad Tabarru'
Akad dengan Tijarah
Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-
MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi
Tabarru’
Memberikan dana kebajikan
Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak
dalam akad tabarru’ adalah ;
secara ikhlas untuk tujuan
saling membantu satu sama a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan
lain sesama peserta takaful, dana hibah yang akan digunakan untuk menolong
Ketika diantara mereka peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
mendapat musibah. tabarru'
disimpan dalam rekening b. Peserta secara individu merupakan pihak yang
khusus, apabila ada yang berhak menerima dana tabarru’
tertimpa musibah, dan klaim (mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku
yang diberikan adalah dari penanggung (mu’ammin/mutabarri’)
rekening tabarru' yang sudah
diniatkan oleh sesama takaful c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola
untuk saling menolong. dana hibah, atas dasar akad wakalah dari para peserta
selain pengelolaan investasi.
Pada umumnya akad tabarru’ mendasarkan diri pada fatwa DSN-MUI
mengeluarkan fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah, menyebutkan bahwa asuransi syariah (ta’min, takaful
atau tadhamun) adalah usaha saling tolong diantara sesama orang/pihak
melalui investasi dalam bentuk asset dan atau tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertetu melalui akad
(perikat) yang sesuai dengan syariah.

Contoh akad tabarru’ : akad qardh. Rahn, hawalah, kafalah, wakalah,


wadiah.
Tijarah secara etimologi adalah proses memutarkan (mengelola) harta artinya
melalui praktik jual beli dengan tujuan untuk memperoleh keuntunagn. Tijarah
adalah segala macam perjnajian menyangkut keuntungan transaksi. Akad ini
dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena bersifat komersial.

Konsep tijarah dalam hukum tidak dapat dilepaskan dari konsep muamalah
dalam islam. Hal ini dipahami dari beberapa definisi tersebut sebelumnya yang
bermakna usaha mengelola harta untuk memperoleh laba.
Akad NUC dan NCC

Akad Natural Uncertainty Contract (NUC)

Kontrak yang dilakukan dengan tidak menyepakati nominal keuntungan yang akan
diterima melainkan menyepakati nisbah bagi hasil yang diterima sehingga tidak ada
kepastian nilai nominal yang akan diterima karena tergantung pada keuntungan
usaha. Dalam Pembiayaan Natural Uncertainty Contract (NUC), pihak-pihak yang
bertransaksi saling mencampur assetnya (baik real asset maupun financial asset)
menjadi satu kesatuan, kemudian mengandung resiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan.
Akad Natural Certainty Contract
(NCC)
Akad Natural Certainty Contracts (NCC) Adalah kontrak yang dilakukan dengan
menentukan secara pasti nilai nominal dari keuntungan di awal kontrak perjanjian
yang artinya memberikan kepastian pengembalian atau hasil. Contoh: prinsip jual
beli dan sewa. Prinsip jual beli didasarkan pada transaksi riil (pembelian barang
atau jasa dilakukan oleh Bank Syariah, kemudian nasabah mengangsur kepada Bank
Syariah).

Dalam akad ini terjadi pertukaran antara pihak yang bertransaksi yang dapat
berupa barang dan jasa atau berupa financial asset. Akad yang termasuk dalam
NCC adalah jual-beli, sewa-menyewa dan upah-mengupah. Adapun yang termasuk
dalam Pembiayaan Natural Certainly Contract (NCC) adalah jual beli Murabahah,
jual beli Salam, jual beli Istishna’, Ijarah, dan Ijarah Muttahiya Bittamlik (IBMT).
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai