Anda di halaman 1dari 21

TUJUAN AKAD DALAM HUKUM EKONOMI SYARIAH

DENNYS WIJAYA SIRINGORINGO(2074201177)

Nova Chientya (2074201166)

Rizky Maulana Harahap (2074201170)

Latar Belakang

Perjanjian akad mempunyai arti penting dalam kehidupan


masyarakat .perjanjian ini juga merupakan suatu dasar sekian
banyak aktivitas keseharian kita.Melalui akad seseorang lelaki
disatukan dengan seorang wanita dalam suatu kehidupan bersama
,dan melalui akad juga berbagai kegiataan berbisnis dan usaha
memenuhi kebutuhan dan kepentingannya yang tidak dipenuhinya
sendiri tanpa bantuan dan jasa orang lain.Karenanya dapat
dibenarkan bila dikatakan bahwa akad merupakan sarana sosial
yang ditemukan oleh perabadan umat manusia untuk mendukukng
kehidupannya sebagai makhluk sosial.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa betapa kehidupan kita


tidak lepas dari apa yang namanya perjanjian,yang memfalitasi kita
dalam memenuhi berbagai kepentingan kita.mengingat betapa
pentingnya akad(perjanjian),setiap perabadan manusia yang pernah
muncul pasti memberi perhatian dan pengaturan
terhadapnya.Demikian halnya dengan agama islam,yang memberikan
jumlah prinsip dan dasar dasar mengenai pengaturan perjanjian
sebagaimana tertuang dalam Al-quran dan sunnah Nabi Muhammad
Saw .Dasar dasar ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli hukum
islam dari abad ke abad sehingga membentuk apa yang kini disebut
perjanjian syariah atau lebih khusus terhadap akad.
Pembahasan

A.Pengertian Akad

Kata akad berasal dari bahasa arab al-aqdu dalam bentuk


jamak disebut al-uquud yang berarti ikatan atau simpul tali. Akad di
wujudkan pertama,dalam ijab dan kabul. Kedua, sesuai dengan
kehendak syariat. ketiga, adanya akibat hukum pada objek
perikatan. Secara etimologi akad antara lain berarti, ikatan antara
dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara
maknawi, dari satu segi maupun dua segi.

Dalam istilah fiqh, secara umum akad berarti sesuatu yang


menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul
dari satu pihak, seperti wakaf, talak, sumpah, maupun yang muncul
dari dua pihak, seperti jula beli, sewa, wakalah atau perwakilan, dan
gadai. Secara khusus, akad berarti kesetaraan antara ijab
(pernyataan penawaran atau pemindahan kepemilikan) dalam
lingkup yang di syariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
Sedangkan menurut UU No. 19 tahun 2008 tentang surat berharga
syariah negara, akad adalah perjanjian tertulis yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.1

Dari beberapa pengertian yang penulis kutip diatas,


penulisvmenyimpulkan akad adalah sebuah ikatan atau simpul tali,
artinya simpul terjadi bila ada dua ujung tali yang terikat maka
seperti itulah akad , yang dapat terjadi jika adanya ijab dan qobul
dari pihak-pihak yang berakad. Dan dalam berakad tersebut juga,
harus sesuai dengan syariat dan ikatan dalam akad tesebut bersifat
mengikat serta mengakibatkan berpindah hukum objek yang di
akadkan. Selain itu, segala bentuk akad yang tidak sesuai dengan
syariat namun tetap dijalankan maka tidak dapat di katakan sebagai
akad,hanya penulis menyebutnya sebagai perjanjian karena isinya

1
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah,(Jakarta: Kencana,2013), hlm:72
berupa kesepakat-kesepakatan dua pihak tanpa adanya patokan
sandaran dalam penempatnya.

B.Tujuan Akad

Tujuan akad dalam islam dikenal dengan istilah maudhu aqd


adalah maksud utama diisyariatkan akad.Dalam syariat Islam
Maudhu Aqd harus benar dan sesuai dengan ketentuan
syara’,Maudhu Aqd pemindahan kepemilikan barang dari penjual
kepada pembeli sedangkan sewa menyewa pemindahan dalam
mengambil manfaat disertai pengganti.

Sementara itu Khald Abdullah menyatakan tujuan akad ini


sesungguhnya merupakan kausa perjanjian hukum islam dengan
melihat kaitan erat antara tujuan akad tersebut dengan objek
akad(mahall aqad).Menurut Khalid abdullah,salah satu syarat pokok
untuk terjadi akad dalam hukum islam adalah bahwa objek akad
tidak dapat menerima hukum akad,dimana apabila objek tidak dapat
menerima hukum akad,maka akad menjadi batal.

Akad Murabah

Pengertian Akad Murabah

Murabah merupakan salah satu konsep islam dalam


melakukan perjanjian jual beli.Konsep ini telah banyak digunakan
oleh bank-bank dan lembaga keungan islam untuk membiayai modal
kerja dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya.

Murabah adalah istilah dalam fikih islam yang berarti suatu


bentuk jual beli terntentu ketika penjual menyatakan biaya
perolehan barang,meliputi harga barang dan biaya biaya yang lain
yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut,dan tingkat
keuntungan yang diinginkan.
Murabah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam:

1. Murabah tanpa pesanan artunya adanya yang beli atau


tidak,bank syariah menyediakan barang
2. Murabah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan
melakukan transaksi jual beli oleh nasabah sebagi pemesan.

Dari cara pembayaran murabah dapat dikategorikan menjadi


pembayaran tunai dan pembayaran tangguh.Dalam praktek yang
dilakukan oleh bank syariah.

Tujuan Akad Murabahah

Transaksi murabah sebenarnya bukan dimaksudkan untuk


melakukan jual beli tapi hanya sekedar hilah atau trik untuh
menghalalkan riba.Mereka mengatakan bahwa maksud dan Tujuan
sebenarnya transaksi murabah adalah untuk mendapatkan uang
tunai,sebab dimana kedatangan nasabah bank syariah adalah untuk
mendapatkan uang tunai,sementara itu pihak ban syariah tidak
membeli barang melainkan hendak menjualnya kepada nasabah
dengan cicilan,sehingga dapat dimaknai bahwa bank syariah
sebenarnya tidak sungguh-sungguh membeli barang tersebut.

Akad murabahah umumnya digunakan da-lam transaksi


jual beli barang investasi ataubarang yang digunakan untuk
pribadi, seperti kendaraan, rumah, mesin produksi,
peralatankesehatan, dan lain-lain. Akad ini lebih cocokdigunakan
untuk pembiayaan konsumtif dan investasi
Akad Musyarakah

Pengertian Musyarakah

Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang


berarti alikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau
lebih, sehingga antara masing-masing sulit dibedakan. Seperti
persekutuan hak milik atau perserikatan usaha.Secara etimologis,
musyarakah adalah penggabungan, percampuran atau serikat.

Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau dalam bahasa


Inggris disebut partnership. Secara fiqih, dalam kitabnya, as-Sailul
Jarrar III: 246 dan 248, Imam AsySyaukani menulis sebagai berikut,
“(Syirkah syar‟iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama
ridha di antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari
mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang tertentu. Kemudian
modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan keuntungan, dengan
syarat masing masing di antara mereka mendapat keuntungan sesuai
dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah tersebut.
Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya
dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama,
maka hal itu boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih
sedikit sedang yang lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata
syariat, hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang
terpenting didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang
dada. Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara
para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan
modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal.

Tujuan Akad Musyarakah

Tujuan dari pada syirkah itu sendiri adalah memberi


keuntungan kepada karyawannya, memberi bantuan keuangan dari
sebagian hasil usaha koperasi untuk mendirikan ibadah, sekolah
dan sebagainya. Salah satu prinsip bagi hasil yang banyak dipakai
dalam perbankan syariah adalah musyarakah. Dimana musyarakah
biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah
dan bank secara bersama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.

Dalam pembiayaan musyarakah, bank sya-riah tidak


memberikan modal secara penuh,akan tetapi modal yang
diberikan adalah seba-gian dari total keseluruhan modal yang
dibutuh-kan. Bank syariah bisa menyertakan modal se-suai porsi
yang disepakati dengan nasabah, misal-nya bank syariah
memberikan modal sebesar70% dari total kebutuhan modal, dan
nasabahmenyerahkan modal sebesar 30% dari total ke-butuhan
moda

Akad Mudharabah

Mudharabah berasal dari kata adh-dharbu fil ardhi, yaitu


berjalan di muka bumi. Dan berjalan di muka bumi ini pada
umumnya dilakukan dalam rangka menjalankan suatu usaha,
berdagang atau berjihad di jalan Allah, sebagaimana firman
Allah di dalam surat Al-Muzzammil, ayat ke-20.Mudharabah
disebut juga qiraadh, berasal dari kata al–qardhu yang berarti al-
qath‟u(sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari
hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan
sebagian dari keuntungannya.2

Sedangkan menurut istilah fiqih,Mudharabah ialah akad


perjanjian (kerja sama usaha) antara kedua belah pihak, yang
salah satu dari keduanya memberi modal kepada yang lain
supaya dikembangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara
keduanya sesuai dengan ketentuan yang disepakati. 3

Tujuan Akad Mudharabah

2
AFiqhus Sunnah,karya SayidSabiq III/220, danAl-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal
Kitabil „Aziz,karya Abdul „Azhim bin Badawi al-Khalafi,hal.359
3
Fiqhus SunnahKarya SayidSabiq III/220
Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh
disyaratkan hanya untuk satu pihak.Bagiankeuntungan
proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan
pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk
prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.

Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.Penyedia


dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan
pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran
kesepakatan

Usaha Mudharabah dapat dibatasi waktunya dan dibatalkan


oleh salah satu pihak dari pemilik modal maupun pengelola
modal.Karena tidak ada syarat keberlangsungan terus menerus
dalam transaksi usaha semacam ini.Masing-masing pihak bisa
membatalkan transaksi kapan saja dia mau.

Akad Ijirah

Pengertian Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna suatu barang atau


jasa dalam waktu tertentu dengan membayar upah dan tidak
mengubah kepemilikan barang tersebut. Lebih singkatnya lagi ijarah
adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa. Secara etimologi al-ijarah berasal dari
kata al-ajru yang berarti al-iwadh (penggantian), dari sebab itulah
ats-tsawabu dalam konteks pahala dinamai juga al-ajru (upah.) 4

Menurut Rachmat Syafi’i, ijarah secara bahasa adalah menjual


manfaat. Sewa-menyewa kepada hak seaorang petani yang mengolah
sebidang tanah yang bukan miliknya, berdasarkan perjanjian yang
ditanda tangani antara petani dan pememilik tanah tersebut.
Perjanjian tersebut memberi hak kepadaya untuk melanjutkan

4
Laili Nur Amalia, tinjauan ekonomi islam terhadap penerapan akad ijarah
pada bisnis jasa laundry, economic: jurnal ekonomi dan hukum islam.167.
pengolahan tanah sepanjang ia membayar sewa kepada tuan tanah
dan bertindak selayaknya sesuai syarat-syarat sewa – menyewa. 5

Berdasarkan defenisi diatas dapat dipahami bahwa ijarah


adalah menukar sesuatu dengan adanya imbalan kalau menurut
bahasa indonesia adalah sewa menyewa dan upah mengupah. Sewa
menyewa adalah menjual manfaat dan upah mengupah adalah
menjual tenaga atau kekuatan. Dan bisa juga kita dapat intisarinya
bahwa ijarah atau sewa menyewa yaitu akad atas manfaat dengan
imbalan dengan demikian objek sewa menyewa adalah manfaat atas
suatu barang (bukan barang).

Tujuan Ijirah

Baik proses maupun Imbalan dari transaksi Ijarah ini sendiri


juga berdasarkan hasil kesepakatan kedua belah pihak. Bukan
hanya itu saja, tujuan dari penyewaan barang atau aset tersebut
haruslah jelas dan telah diketahui sebelumnya. Akad Ijarah berfokus
kepada manfaat barang dan tidak boleh dilakukan atas suatu benda.
Misalkan saja apabila ada seekor sapi yang diIjarahkan untuk
diambil susunya, hal ini tidak diperbolehkan karena susu dapat
menjadi benda yang dapat diperjual-belikan.

Akad Wakalah

Definsi Akad Wakalah

Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti


menyerahkan atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah
pekerjaan wakil6 Al-Wakalah juga berarti penyerahan (al Tafwidh)
dan pemeliharaan (al-Hifdh) 7 menurut kalangan syafi‟iyah arti
wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-muwakkil)

5
Faisal Ananda Arfa dan Watni Marfaung, Metodologi penelitian hukum islam
(Jakarta: kencana, 2016), hlm.16
6
Tim Kashiko, Kamus Arab-Indonesia, Kashiko, 2000, hlm. 693
7
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah
dari Teori ke Praktik,
(Jakarta : Gema Insani, 2008) hlm. 120-121.
kepada orang lain (al-wakil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis
pekerjaan yang bisa digantikan (an-naqbalu anniyabah) dan dapat di
lakukan oleh pemberi kuasa, dengan ketentuan pekerjaan tersebut
dilaksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup. 8Wakalah dalam
arti harfiah adalah menjaga, menahan atau penerapan keahlian atau
perbaikan atas nama orang lain, dari sini kata Tawkeel diturunkan
yang berarti menunjuk seseorang untuk mengambil alih atas suatu
hal juga untuk mendelegasikan tugas apapun ke orang lain.9

Pengertian Akad Wakalah

Akad Wakalah adalah akad yang memberikan kuasa kepada


pihak lain untuk melakukan suatu kegiatan dimana yang memberi
kuasa tidak dalam posisi melakukan kegiatan tersebut. 10Akad
wakalah pada hakikatya adalah akad yang digunakan oleh seseorang
apabila dia membutuhkan orang lain atau mengerjakan sesuatu yang
tidak dapat dilakukannya sendiri dan meminta orang lain untuk
melaksanakannya.

Berkenaan dengan akad Wakalah ini para ulama sudah


sepakat mengenai bolehnya akad wakalah karena dalam prakteknya
di perbankan syariah akad ini dipergunakan untuk kegiatan tolong
menolong11,akad ini diperbolehkan karena konsep dari kegiatan
tolong menolong dan dalam dunia perbankan syariah, akad ini
dipergunakan sebagai wadah untuk mempertemukan pihak yang
mempunyai modal dengan pihak yang memerlukan modal, dan bank
mendapat fee dari jasa tersebut.

8
Helmi Karim, fiqh muamalah (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2002) cet. 3, hlm.
20
9
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, 2009) hlm. 529
10
Abdul Aziz Dahlan, dkk Ensiklopedia Hukum Islam, Jilid 6 hlm.1912
11
M. Syafii Antonio, Bank syariah : Wacana Ulama dan Cendikiawan, ( Jakarta,
Bank Indonesia &
STIE TAZKIA,1999) hlm. 240-243
Tujuan Akad Wakalah

Dalam Akad Wakalah ini berarti wakalah itu dapat dikatakan


sebagai tolong menolong antar pribadi dalam suatu persoalab ketika
seseorang tidak mampu secara hukum atau mempunyai halangan
untuk melakukannya.Yang dimana objek yg diwakilkan itu dapat
menyangkut masalah harta benda dan masalah pribadi lainya.

Akad Salam

Pengertian Akad Salam

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menjelaskan, salam adalah


akad atas barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang
ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu,dimana
pembayaran dilakukan secara tunai di majlis akad. Ulama
malikiyyah menyatakan, salam adalah akad jual beli dimana modal
(pembayaran) dilakukan secara tunai (di muka) dan objek pesanan
diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu 12.Sedangkan
menurut Rozalinda, salam adalah bentuk dari jual beli.

penduduk Hijaz (Madinah) dinamakan dengan salam


sedangkan menurut penduduk Irak diistilahkan dengan salaf.
Secara bahasa salam atau salaf bermakana: “Menyegerakan modal
dan mengemudikan barang”. Jadi jual beli salam merupakan “jual
beli pesanan” yakni pembeli membeli barang dengan kriteria tertentu
dengan cara menyerahkan uang terlebih dahulu, sementara itu
barang diserahkan kemudian pada waktu tertentu.13

12
Ibid, 2010, hal. 129.
13
Rozalinda. 2016. Fiqih Ekonomi Syariah. (Jakarta: Raja Grapindo Persada) h. 94.
Dasar Hukum Salam

Jual beli salam merupakan akad jual beli yang diperbolehkan, hal ini
berdasarkan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Alquran di
antaranya:

a. Surat Al-Baqarah: 282 yaitu:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”.

b. Hadis Jual Beli Salam

“Ibn Abbas menyatakan bahwa ketika Rasul datang ke Madinah,


penduduk Madinah melakukan jual beli salam pada buah-buahan
untuk jangka satu tahun atau dua tahun. Kemudian Rasul
bersabda: Siapa yang melakukan salam hendaknya melakukannya
dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai
batas waktu tertentu”. (Muslich, 2015: 243).

c. Ijma’

Tujuan Akad Salam

Bagi pembeli Akad Salam ini merupakan jaminan yang


diperoleh dari barang dalam jumlah dan kualitas tertentu pada saat
ia membutuhkan dengan harga yang telah disepakati pada
awalnya.sementara itu bagi penjualnya yang diperolehnya dana
untuk melakukan aktifitas produksi dan memenuhi sebagian
kebutuhan hidupnya.
Akad istishna

Pengertian Istishna

’Istishna’menurut Bahasa berasal dari kata ‫(صنع‬shana’a) yang


artinya membuat kemudian ditambah huruf alif, sindan ta’menjadi
‫(استص نع‬istashna’a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu.
Transaksi istishna’merupakan kontrak penjualan antara
mustashni’(pembeli) dan shani’(pembuat barang/penjual). Dalam
kontrak ini shani’menerima pesanan dari mustashni’. Shani’lalu
berusaha sendiri atau melalui orang lain untuk membuat
mashnu’(pokok kontrak) menurut spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya kepada mustashni’. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran 14Secara istilah,
istishna’adalah suatu akad yang dilakukan seorang produsen dengan
seorang pemesan untuk mengerjakan sesuatu yang dinyatakan
dalam perjanjian, yakni pemesan membeli sesuatu yang dibuat
oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak
produsen (Azzuhaili, Alfiqhi Alislamiyatu wa Adilatuhu). Dalam
literature fiqih klasik, masalah istishna’mulai mencuat setelah
menjadi bahasan Madzhab Hanafi.

Akademi Fiqih Islami pun menjadikan masalah ini sebagai


salah satu bahasan khusus. Karena itu, kajian akad bai’ al-
istishna’ini didasarkan pada ketentuan yang dikembangkan oleh
fiqih Hanafi, dan perkembangan selanjutnya dilakukan fuqoha
kontemporer Salah satu produk yang populer digunakan dalam
15

perbankan syariah adalah produk isitshna’. Akad istishna’ini


hukumnya boleh (jawaz) dan telah dilakukan oleh masyarakat
Muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang
mengingkarinya .Akad
16
isitshna’biasanya dipraktikan pada
pembiayaan perbankan syariah dalam proyek konstruksi, maka
hal ini sangat cocok dengam kebutuhan nasabah untuk
membangun suatu kontruksi salah satunya membangun rumah17
14
Antonio,2001
15
(Huda dan Haikal, 2010).
16
Karim, 2004
17
Usma, 2009
Landasan Hukum Istishna’

a.Al-Qur‟an

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu


́amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya....”(QS. Al –Baqarah:282)

b.Hadis

Dari Sahal bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam


menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang
budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya:“Perintahkanlah
budakmu agar membuatkan mimbar untuk kami. Maka wanita
itu memerintahkan budaknya. Maka ghulam itu pergi mencari
kayu di hutan lalu dia membuat mimbar untuk beliau.”(HR.
Bukhari)

c.Ijma’

Dijelaskan bahwa jual beli istishna adalah akad jual beli dalam
bentuk pemesanan barang tertentu yang disepakati antara
pemesan(pemesan,mustashni) dan penjual(pembuat,shani).

Tujuan Akad Istishna

Istishna merupakan akad kontrak jual belibarang antara


dua pihak berdasarkan pesanandari pihak lain, dan barang
pesanan akan dipro-duksi sesuai dengan spesifikasi yang telah
dise-pakati dan menjualnya dengan harga dan carapembayaran
yang disetujui terlebih dahulu18.Akad istishna lebih tepat
digunakan untukmembangun proyek, dan termasuk dalam
jenispembiayaan investasi. Mekanisme pembiayaanistishna dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembayaran di muka, pembayaran
saat penyerah-an barang, dan pembayaran ditangguhkan.

Akad AL-Wadi’ah

Pengertian Al-Wadi’ah

Barang titipan (Al-Wadi’ah), secara bahasa lughatan ialah


secara sesuatu yang ditempatkan bukan pada pemiliknya supaya
dijaganya (mawudi’ah ‘inda ghairi malikihi layahfadzahu), berarti
bahwa al-wadi’ah ialah memberikan. makna yang kedua al-wadi’ah
dari segi bahasa ialah ‘menerima’, seperti seseorang
berkata,“awda’tuhu” artinya ‘aku menerima harta tersebut darinya’
(qabiltu minhu dzalika al-mal liyakuna wadi’ah indi).

Makna al-wadi’ah memiliki arti, yaitu memberikan harta untuk


dijaganya dan pada penerimaannya (i’tha’u al-mal liyahfadzahu wa fi
qabulihi).Wadiah berasal dari kataAl-Wadi’ah yang berarti titipan
murni (amanah)dari satu pihak ke pihak yang lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.19

Wadiah bermakna amanah. Wadiah dikatakan bermakna


amanah karena Allah menyebut wadiah dengan kata
amanah dibeberapa ayat Al-Qur’an.Wadi’ahadalahakad seseorang
kepada pihak lain dengan menitipkan suatu barang untuk
dijaga secara layak (menurut kebiasaan). Atau ada juga yang
mengartikan wadiah secara istilah adalah memberikan kekuasaan
kepada orang lain untuk menjaga hartanya/ barangnyadengan
secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan
itu”.20Wadiah secara bahasa bermakna meninggalkan

18
Is-mail, 2013:146
19
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dalam Teori ke Praktik, Gema Insani,
Jakarta, 2001, h. 85
20
IhkwanAbidin Basrihttp://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/wadiah/
atau meletakkan, yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain
untuk dipelihara atau dijaga.

Sedangkan secara istilah adalah Memberikan kekuasaan


kepada orang lain untuk menjaga hartanya atau barangnya dengan
secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna
dengan itu.Wadi’ah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak
yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan serta keutuhan barang/uang.Wadiah juga bisa diartikan
titipan yaitu titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja si penyimpan menghendakinya. Dari pengertian ini
maka dapat dipahami bahwa apabila ada kerusakan pada
barang titipan, padahal benda tersebut sudah dijaga
sebagaimana layaknya.

Maka si penerima titipan tidak wajib menggantinya,


tapi apabila kerusakan itu disebabkan karena kelalaiannya,
maka ia wajib menggantinya. Yang dimaksud dengan “barang”
disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat
berharga dan barang lain yang berharga di sisi Islam.[4]Dengan
demikian akad wadi’ah inimengandung unsur amanah, kepercayaan
(trusty). Dengan demikian, prinsip dasar wadi’ah adalah amanah,
bukan dhamanah. Wadiah pada dasarnya akad tabarru’, (tolong
menolong)

Dasar Hukum Al-wadi’ah.

1.Al-Qur’an

Ulama’ fiqh sependapat bahwa al-wadi’ah adalah salah satu


akad dalam rangka tolong menolong antara sesama manusia.
landasannya firman Allah SWT. Surat An-Nisa’ Ayat (58).
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum
di anatara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan
adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran
kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat

2.Hadist

Dalam hadist Rasulallah SAW. disebutkan , “Serahkanlah


amanat kepada orang yang yang mempercayai anda dan
janganlah anda mengkhianati anda.” (H.R. Abu Dawud,Tirmidzi, Dan
Hakim).7Sabda Nabi Saw : ”Serahkanlah amanat kepada orang
yangmempercayai anda dan janganlah anda mengkhianatiorang
yang mengkhianati anda

Tujuan Akad Al-Wadiah

Prinsip Al-Wadiah dalam bank syariah merujuk pada perjanjian


dimana pelanggan menyimpan uang di bank dengan tujuan agar
bank bertanggungjawab menjaga uang tersebut dan menjamin
pengembalian uang tersebut bila terjadi tuntutan dari
nasabah. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan prinsip wadiah
adalah semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan
tersebut akan menjadi milik bank (demikian pula sebaliknya).
Sebagai imbalan bagi nasabah, si penyimpan mendapat jaminan
keamanan terhadap harta dan fasilitas-fasilitas giro lain.

Pada dunia perbankan, insentif atau bonus dapat


diberikan dan hal ini menjadi kebijakan dari bank
bersangkutan. Hal ini dilakukan sebagai upaya merangsang
semangat masyarakat dalam menabung dan sekaligus sebagai
indikator kesehatan bank. Pemberian bonus tidak dilarang
dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan secara jumlah
tidak ditetapkan dalam nominal atau persentasi. Sehingga akad
wadhi’ah yang dilakukan sah hukumnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat ulama hanafi dan maliki.

Akad Musyarakah Mutanaqisah

Pengertian Akad Musyarakah Mutanaqisah


Musyarakah Mutanaqisah (decreasing participation) adalah
nasabah dan bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang
(biasanya rumah atau kendaraan) yang kepemilikannya bersama
dimana semula kepemilikan Bank lebih besar dari Nasabah lama-
kelamaan pemilikan Bank akan berkurang dan Nasabah akan
bertambah atau disebut juga perkongsian yang mengecil.

Musyarakah Mutanaqisah berasal dari dua kata Musyarakah


dan Mutanaqisah. Musyarakah (syaraka-yusriku-syarkan-syarikan-
syirkatan-syirkah), yang berarti bekerja sama, berkongsi, berserikat,
atau bermitra (cooperation, partnership) dan Mutanaqisah
(yatanaqishu-tanaqishan-mutanaqishun) berarti mengurangi secara
bertahap (to diminish). Jadi Musyarakah Mutanaqisah merupakan
suatu akad kemitraan/kerjasama untuk memiliki suatu barang
secara bersama-sama dimana kepemilikan salah satu pihak akan
berkurang dan pindah kepada rekanannya secara bertahap sampai
menjadi utuh dimiliki satu pihak21

Perbandingan antara akad Musyarakah Muatanaqisah dengan akad


Murabahah dalam dua fokus perbandingan, yaitu pertama mengenai
karakteristik pembeda yang dimiliki masing-masing akad dan kedua
mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing Akad.

Perbedaan antara Akad Musyarakah Mutanaqisah dengan Akad


Murabahah dapat dirincikan sebagai berikut:

a) Pengalihan hak tanda kepemilikan (levering) Pada pembiayaan


Musyarakah Mutanaqisah, hak tanda kepemilikan Bank baru beralih
total kepada Nasabah setelah habis masa pembayaran sesuai
kontrak karena porsi kepemilikan Bank berkurang sesuai dengan
besar

angsuran pembelian oleh Nasabah. Sedangkan pada pembiayaan


Murabahah hak tanda kepemilikan (titles) beralih seketika dari Bank
kepada Nasabah ditandai dengan pembuatan akta jual beli dengan
nama Nasabah tercantum di dalamnya.

21
edoc.musyarakah-mutanaqisah, 2015
b) Karakteristik Perjanjian

Pada pembiayaan perumahan dengan menggunakan akad


Musyarakah Mutanaqisah, terdiri dari tiga jenis akad: akad
Musyarakah/ Syirkah, akad jual beli tangguh (Bai’), dan akad sewa
(Ijarah). Pada pembiayaan perumahan dengan akad Murabahah
hanya terdiri dari akad jual-beli (bai’) saja dengan cara pembayaran
angsuran.

c) Nilai Bagi Hasil

Akad Musyarakah Mutanaqisah dan Murabahah sama-sama


termasuk kedalam jenis akad tijarah, yakni akad yang ditujukan
untuk mencari keuntungan (profit). Jika dilihat berdasarkan tingkat
kepastian dari bagi hasil yang diperolehnya, maka keduanya
berlainan golongan. Akad Musyarakah Mutanaqisah termasuk
kedalam golongan akad Natural Uncertainty Contract (NUC), yakni
menawarkan return yang tidak pasti atau tidak tetap.

Landasan hukum musyarakah mutanaqisah dapat disandarkan pada


ketentuan:

Yang ada didalam Al-Qur’an dan Al-Hadist, selain itu juga


terdapat beberapa aturan diantaranya berdasarkan:

a) Pasal 26 ayat 2 dan 3 Undang-undang Nomor 21 Tahun


2008 tentang Perbankan Syariah mengatur bahwa fatwa yang
dikeluarkan oleh MUI dapat ditindak lanjuti menjadi Peraturan Bank
Indonesia, maka dari itu fatwa-fatwa tersebut berlaku sebagai hukum
positif di Indonesia

b). Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata secara tidak
langsung juga melandasi berlakunya akad ini, karena kedua pasal
tersebut berisikan kebebasan untuk membuat berbagai macam
perjanjian yang isinya tentang apa saja asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang dan tentang syarat-syarat yang harus
dipenuhi agar suatu perjanjian menjadi sah.Namun terdapat
kekosongan hukum karena fatwa-fatwa terkait musyarakah
mutanaqishah tidak ada yang ditindaklanjuti secara menyeluruh
menjadi Peraturan Bank Indonesia. Sehingga hukum atau peraturan
perundang-undangan di Indonesia masih belum ada yang mengatur
secara khusus terkait musyarakah mutanaqisah.

Tujuan Akad mutanaqisah

Hal ini karena ia dapat digunakan untuk berbagai macam


keperluan dan produk perbankan syariah. Baik seperti misalnya:
refinancing, working capital, take over, gabungan take over dan top
up (refinancing), pengalihan hutang dari bank syariah ke bank
syariah, restrukturisasi pembiayaan (konversi akad), capital
expenditure (investasi), reimbursement, dan pembiayan konsumtif
untuk KPRS(Kongsi Pemilikan Rumah Syaria’ah).

Sedangkan tujuan dihadirkannya ini adalah untuk


menyediakan fasilitas pembiayaan kepada nasabah baik perorangan
maupun perusahaan dalam rangka memperoleh atau menambah
modal usaha atau aset (barang) berdasarkan sistem bagi hasil. Modal
usaha yang dimaksud adalah modal usaha secara umum yang sesuai
syariah. Aset (barang) yang dimaksud antara lain, namun tidak
terbatas pada: Properti (baru/bekas), Kendaraanbermotor
(baru/bekas), atau barang lainnya yang sesuai syariah (baru/bekas)

Kesimpulan

Dalam bidang ekonomi syariah, akad memegang peranan


utama terhadap seluruh aktivitas ekonomi. Akad memfasilitasi setiap
orang yang menjalani kegiatan ekonomi, termasuk barang dan jasa.
Dalam kaitan ini aktivitas pengadaan (produksi),
penyebaran/pembagian (distribusi), dan konsumsi, merupakan
sejumlah perilaku manusia yang sangat ditentukan oleh akad yang
menyertainya. Sebab itu dinamika ekonomi merupakan wujud dari
berperannya akad dalam semua lapangan transaksi dan perilaku
manusia.

Tujuan dan objek akad, yaitu terdapat kesepakatan para pihak


yang ditandai dengan adanya pengikatan perjanjian baku
pembiayaan, yang antara lain berisi: komparisi, jangka waktu,
margin keuntungan atau bagi hasil, biaya-biaya, tata cara
pembiayaan, jaminan, asuransi, dan cara-cara penyelesaian yang
ditempuh jika terjadi perselisihan. Adanya kesepakatan para pihak,
yang ditandai dengan adanya pengikatan perjanjian baku Tujuan dan
objek akad, yaitu terdapat kesepakatan para pihak yang ditandai
dengan adanya pengikatan perjanjian baku pembiayaan, yang antara
lain berisi: komparisi, jangka waktu, margin keuntungan atau bagi
hasil, biaya-biaya, tata cara pembiayaan, jaminan, asuransi, dan
cara-cara penyelesaian yang ditempuh jika terjadi perselisihan.
Adanya kesepakatan para pihak, yang ditandai dengan adanya
pengikatan perjanjian baku

Daftar Pustaka

1.Rani Afriliasari,Makalah Akad Dec 09, 2012

2.UMRAH, SITI. "MAKALAH (REVISI).


3.Rachmat Syafe’i. Fiqih Muamalah. (Bandung Pustaka Setia) Hal 61

4.Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah. (Jakarta : Grafindo


Persada. 2007) Hal 219-220

5. Chairiyati, Fauziah. "AKAD MUSYARAKAH."

6. Maruta, H. (2016). Akad Mudharabah, Musyarakah, Dan Murabahah


Serta Aplikasinya Dalam Masyarakat. IQTISHADUNA: Jurnal Ilmiah
Ekonomi Kita, 5(2), 80-106.

7.Mutawazin(2021).Penerapan Akad Ijirah dalam produk


pembiayaan bank syariah.Jurnal ekonomi syariah

8. Nuhyatia, Indah. "Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada


Produk Jasa Bank Syariah." Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam
3.2 (2013).

9. Saprida, Saprida. "Akad Salam Dalam Transaksi Jual Beli."


Mizan: Journal of Islamic Law 4.1 (2018).

10. Sundari, Sundari, and Muhammad Mujtaba Mitra Zuana.


"Analisis Implementsi Akad Istishna'Pembiayaan Rumah."
Indonesian Interdisciplinary Journal of Sharia Economics (IIJSE)
1.1 (2018): 49-59.

11. Lutfi, Mohammad. "Penerapan Akad Wadiah di Perbankan


Syariah." Madani Syari'ah 3.2 (2020): 132-146.

12. WULANDARI, Aisyah. Prinsip Kemanfaatan pada Akad Musyarakah


Mutanaqishah. PhD Thesis. Hukum/Ilmu Hukum.

Anda mungkin juga menyukai