Anda di halaman 1dari 12

AKAD MUDHARABAH DALAM KOMPILASI HUKUM EKONOMI

SYARIAH

Oleh:
Josua Sidauruk, Riski Sintia Juwita, dan Junia Spautri
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Lancang Kuning

A. Pendahuluan
1. latar belakang
Akad mudharabah merupakan salah satu produk yang
digunakan di perbankan syariah. Dewasa ini pekembangan
perbankan syariah sangat pesat akan tetapi pemahaman dan
praktiknya banyak yang belum dipahami dan diketahui oleh
masyarakat. Saat ini banyak masyarakat yang berasumsi bank
syariah hanyalah label yang digunakan untuk menarik
perhatian masyarakat muslim didunia perbankan.
Dalam perbankan syariah ada beberapa instrumen
keuangan sebagai pengganti instrument bunga, yang mana
insrtument tersebut mengedepankan prinsip bagi hasil ( profit
and loss sharing). Pihak yang melakukan transaksi secara
bersama menanggung kerugian dan keutungan dari transaksi
yang dilakukan. Diantara prinsip bagi hasil yang paling
populer salah satunya adalah mudharabah. Secara sederhana
Mudhârabah adalah kerja sama antara pemilik dana atau
penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha
tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
Terdapat perbedaan konsep akad mudharabah dari teori ke
praktek terlihat pada penentuan nisbah bagi hasil
mudharabah, penetapan masa kontrak/ jangka waktu
mudharabah, mempersyaratkan agunan, serta pihak yang
menanggung kerugian. Dalam perbankan syariah, hubungan
antara bank dengan nasabahnya bukan hubungan debitur

[Type here]
dengan kreditur, melainkan hubungan kemitraan (partnership)
antara penyandang dana dengan pengelola dana. Oleh karena
itu, tingkat laba bank syariah tidak saja berpengaruh terhadap
bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah penyimpan
dana.

Bank syariah memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda


dengan bank konvensional. Secara umum, piranti-piranti yang
digunakan bank syariah terdiri atas tiga kategori, yaitu:
pertama, produk penyaluran dana (financing), kedua, produk
penghimpunan dana (funding), ketiga, produk jasa (service).

Bank syariah diidentikan sebagai lembaga keuangan yang


bebas dari bunga (interes-free).

Tulisan ini mencoba menyajikan uraian terkait akad


mudharabah dari kompilasi hukum ekonomi syariah yang
akan menjelaskan mengenai apa itu akad mudharabah, rukun
dan syratanya dan landasan dari akad mudharabah serta
bagaimana penerapanya didunia perbankan syariah.

[Type here]
B. Analisis dan Pembahasan
1. Apa itu akad mudharabah?
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau
berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan
usaha.

Dalam konteks praktisnya mudharabah adalah akad kerjasama


bisnis anatara 2 pihak, yaitu pihak yang mengelola usaha/pemilik
bisnis yang disebut
sebagai mudharib dan pihak yang memiliki modal yang disebut se
bagai shahibul maal. Dalam akad tersebut poin pentingnya adalah
terletak di awal yaitu kesepakatan atas nisbah bagi hasil.

Ketika mudharib dan shahibul maal bertemu maka mereka akan 
melakukan akad mudharabah. shahibul maal akan memberikan
investasi modalnya kepada bisnis si mudharib yang kemudian
si mudharib akan memanfaatkan modal tersebut untuk mengelola
bisnisnya.

Pada hari dimana mudharib telah balik modal dan memperoleh


keuntungan maka ia akan mengembalikan pokok modal yang
didapat dari si shahibul maal ditambah keuntungan yang
dibagikan sesuai kesepkatan nisbah bagi hasil diawal akad.

2. landasan Al-Qur’an dan Hadist


Penentuan fatwa tersebut didasarkan pada beberapa dalil dari
Al-Qur’an dan Hadist. Pada Q.S. Al-Maidah [5] : 1 yang artinya,

[Type here]
 “wahai orang-orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak mengalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakinya”

ayat tersebut menegaskan terkait pentingnya akad/perjanjian


khususnya bagi orang-orang yang memiliki iman didalam dirinya.
Kemudian pada Q.S. Al-Baqarah 275 dan 278 menegaskan pada
larangan terhadap riba.
Q.S. Al-Baqarah: 275,

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ”

kemudian pada Q.S. Al-Baqarah: 278,

“Hai orang–orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang beriman”.  

Ayat tersebut menjelaskan solusi atas pengharam riba yaitu jual-


beli. Selain itu, Nabi SAW bersabda,

“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat


kecuali syarat yang mengharamkan halal atau mengalalkan yang
haram” (HR. Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud dan Ibnu Majah).

Ayat tersebut menjelaskan solusi atas pengharam riba yaitu jual-


beli. Selain itu, Nabi SAW bersabda,

[Type here]
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat
kecuali syarat yang mengharamkan halal atau mengalalkan yang
haram” (HR. Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud dan Ibnu Majah).

3. Kaidah Fiqh dan Ijma Ulama


Kemudian didasarkan pada kaidah fiqh yaitu bahwa semua
bentuk muamalah pada dasarnya adalah boleh kecuali ada dalil
yang mengharamkan. Dari dalil-dalil tersebut serta kaidah fiqh
yang berlaku maka terbentuklah ijma yang mana Wahbah Zuhaili
menjelaskan,

“Mengenai Ijma, diriwayatkan bahwa sejumlah sahabat


menyerahkan harta anak yatim sebagai mudharabah, dan tidak
seorangpun mengingkarinya.Oleh karena itu, hal tersebut adalah
ijma“.

Dengan demikian ulama berpendapat terkait


dengan mudharabah yang mana diambil dari sirah
nabawiyah karya Ibnu Hisyam yaitu Nabi SAW pergi berniaga
sebagai mudharib ke Syam dengan harta Khadijah binti Khuwailid
sebelum menjadi nabi; setelah menjadi nabi, beliau menceritakan
itu perniagaan tersebut dengan tegas.

Ini menunjukan bahwa praktek mudharabah sudah terjadi ketika


Rasulullah SAW menjadi seorang pedagang. Praktek tersebut
dilakukan oleh Rasulullah SAW yang saat itu berlaku
sebagai mudharib dan Khadijah yang berlaku sebagai shahibul
maal

4. Rukun dan Syarat Mudharabah

[Type here]
Pada dasarnya adanya akad tidak terlepas dari rukun dan
syarat yang berlaku. Hal ini diperlukan agar akad yang dikerjakan
tidak fasid (rusak) dan keberkahan atas akad tersebut tidaklah
hilang. Lalu, apa saja rukun dan syarat pada akad mudharabah?

a) Shahibul maal dan mudharib harus memahami hukum.


Itulah mengapa akad ini hanya dapat dikerjakan bagi mereka yang
sudah baligh dan punya pengetahuan terkait hukum. Karena
apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak cakap
terhadap hukum maka dikhawatirkan akad yang dilakukan tidak
sesuai dengan kaidah yang berlaku.

b) Sighat (ijab kabul)
Sighat (ijab kabul) juga perlu dilakukan agar terdapat kejelasan
akad yang dikerjakan. Adapun perihal sighat ini ada hal yang
harus diperhatikan diantaranya:

1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit


menunjukkan tujuan akad.

2. Penawaran dan penerimaan dilakukan pada saat akad.

3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau


dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

c) Modal
Terkait dengan modal, ia haruslah sejumlah uang atau asset yang
diberikan oleh shahibul maal kepada mudharib untuk tujuan
usaha dengan syarat :
1. Harus diketahui jumlah dan jenisnya.

[Type here]
2. Dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika dalam
bentuk asset, harus dinilai pada waktu akad.

3. Tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan


kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak,
sesuai dengan kesepakatan akad.

5. Keuntungan Mudharabah
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai
kelebihan dari modal, dengan syarat yang harus dipenuhi :
1. Harus diperuntukan bagi kedua pihak dan tidak boleh
diisyaratkan untuk satu pihak.
2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus
diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati
dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari
keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus
berdasarkan kesepakatan.
3. Shahibul Maal menanggung semua kerugian akibat dari
mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung
kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan
disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

6. Jenis-Jenis Akad Mudharabah


Akad Mudharabah memiliki karakteristik yang berbeda
tergantung dari jenisnya. umumnya terdapat dua jenis
akad mudharabah diantaranya:

a) Mudharabah Muqayyadah

[Type here]
Akad Mudharabah ini memiliki karakteristik yaitu pemilik
dana/modal (shahibul maal) memiliki kewenangan untuk
melakukan apa saja atau mengintervensi bisnis yang berjalan agar
berhasil dan sesuai dengan tujuan bisnis yang telah disepakati
antar kedua belah pihak.
Jadi misalkan kamu punya bisnis peternakan ikan, terus kamu
melakukan akad mudharabah dengan salah satu investor. Nah,
investor tersebut berhak untuk mengintervensi bisnis kamu
sehingga ia dapat merubah sistem dalam bisnis kamu semisal cara
penjualan, rekrutmen sdm, pengelolaan keuangan dan sebagainya.
Tapi kamu tetap punya hak untuk mengelola bisnismu kok.
Meskipun begitu apa yang akan kamu lakukan perlu untuk
didiskusikan dengan investormu.

b) Mudharabah Mutlaqah
Lain halnya dengan mudharabah muqayyadah yang
mana shahibul maal memiliki hak untuk intervensi bisnis,
pada mudharabah mutlaqah, si shahibul maal tidak memiliki hak
untuk mengatur bisnis si pengusaha.
Jadi ketika ada kesepakatan akad mudharabah  antara shahibul
maal dengan mudharib (pengusaha) maka kewenangan untuk
mengatur usaha 100% adalah hak dari pengusaha. Pemilik modal
tidak memiliki hak untuk mengatur usaha yang ia berikan modal.

7. Akad Mudharabah pada Transaksi Perbankan


Akad mudhrabah dalam perbankan dijelaskan dengan rincian
sebagai berikut:
1. Nasabah mengajukan pembiyaan kepada bank untuk
memperoleh modal usaha.

[Type here]
2. Bank memberikan modal sebesar 100% untuk di kelola oleh
nasabah yang memiliki keahlian tertentu.
3. Ketika akad berlangsung telah ditentukan proporsi bagi
hasilnya.
4. Jika terjadi kerugian ketika menjalankan usaha yang bukan
merupakan kelalaian nasabah maka kerugian di tanggung
oleh bank.
5. Setelah proses usaha berjalan lalu keuntungan dibagi sesuai
ketentuan nisbah. Selain itu nasabah juga mengembalikan
modal pokok kepada bank.

8. Mudharabah dalam Kondisi Kontemporer


Perkembangan transaksi mudharabah hingga saat ini
memunculkan modifikasi atas akad mudharabah pada lembaga
keuangan syariah (LKS). Akad tersebut dinamakan
akad mudharabah musytarakah. Berbeda dengan dua akad
sebelumnya, mudharabah musytarakah adalah penggabungan
antara akad mudharabah dengan akad musyarakah.

Secara sederhana, pada akad ini si pengusaha (mudharib)


mengikutsertakan modalnya ke dalam bisnis yang sedang ia
jalankan.

Hal ini berbeda dengan dua akad mudharabah sebelumnya yang


mana pengusaha tidak sama sekali menyertakan modalnya.

Bila dilihat dari definisinya maka akad mudharabah


musytarakah terlihat sama dengan akad musyarakah. Namun,
yang membedakan antara kedua akad tersebut adalah adanya dua
tahap pembagian keuntungan. Berikut pembagiannya:

[Type here]
1. Tahap pertama adalah pembagian keuntungan dari
akad musyarakah LKS. Pada tahap ini LKS mendapatkan
keuntungan sebagai pemodal (musytarik). Rasio porsi modal
menjadi penentu jumlah keuntungan yang akan didapatkan
oleh LKS.
2. Tahap kedua adalah pembagian keuntungan dari
akad mudharabah. Pada tahap ini keuntungan yang telah
dikurangi dari hasil akad musyarakah kemudian dibagikan
kembali dengan pembagian LKS sebagai pengelola
(mudharib) dan nasabah sebagai pemilik modal (shahibul
maal).

9. Cara Investasi dengan Akad Mudharabah


Jikalau kamu ingin memulai untuk berinvestasi dengan
menggunakan skema mudharabah. Kamu dapat memilih jalur
investasi antara lain:

1. Perbankan Syariah, pada umumnya bank syariah memiliki 2


bentuk akad sebagai produk mereka yang ditawarkan
kepada nasabah yaitu mudharabah dan wadiah. Kamu bisa
memilih mudharabah agar kamu bisa merasakan hasil
investasi dari uang yang kamu tabungkan pada bank
syariah tersebut.
2. Lembaga Keuangan Syariah non Bank, dalam hal ini kamu
bisa memilih untuk investasi di asuransi syariah, BPRS,
BMT dan sebagainya yang umumnya juga menggunakan
akad mudharabah.
3. Financial Technology, ada beberapa fintech yang
menawarkan produk investasi dengan akad mudharabah.

[Type here]
Salah satu fintech tersebut adalah qazwa. Fintech ini
menghubungkan antara pemilik modal (investor) dengan
UMKM yang memerlukan pendanaan. Produk
investasi mudharabah yang ditawarkan memberikan bagi
hasil yang cukup menguntungkan.

B. Kesimpulan

Di era modern saat ini, dunia perbankan syariah telah


berkembang pesat sehingga menciptakan persaingan yang
ketat untuk dapat bertahan tanpa terkecuali kegiatan
penyaluran dana yaitu pembiayaan kepada masyarakat atau
nasabah. Dalam hal ini BPRS Suriyah KC Kudus dalam
menyalurkan dananya kepada masyarakat salah satunya
melalui pembiayaan mudharabah dimana shahibul maal
memberikan modal 100% untuk usaha yang dijalankan oleh
nasabah. Namun di BPRS Kantor Cabang Suriyah Kudus,
pemberian pembiayaan 100% kepada nasabah tidak dapat
diterapkan karena risiko pembiayaan bermasalah sangat
tinggi. Untuk mengkaji hal tersebut, prinsip prinsip kehati-
hatian harus diterapkan. Salah satu kunci awal untuk
mencegah pembiayaan bermasalah, bank melakukan analisis
pembiayaan.

DAFTAR PUSTAKA

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=makalah+akad+mudharabah+dalam+kom

[Type here]
pilasi+hukum+ekonomi+syariah&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p
%3DyDLPc- YY6LAJ

https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/eb
ook/02.pdf

https://qazwa.id/blog/mudharabah/

https://scholar.google.co.id/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=akad+mudharabah+dalam+kompilasi+hu
kum+ekonomi+syariah&btnG=#d=gs_qabs&u=%23p
%3DcCBfEKlopRIJ

Popon Srisusilawati dan Nanik Eprianti, “Penerapan Prinsip


Keadilan Dalam Akad Mudharabah Di Lembaga Keuangan
Syariah,” Law and Justice, Vol.2, No.1, 2017.

Rahayu Ningsih Eka Putri, “Penggunaan Kompilasi Hukum


Ekonomi Syariah (Khes) Dalam Putusan Perkara Perlawanan
Eksekusi Lelang Hak Tanggungan
Pembiayaan Fasilitas Murabahah (Studi Kasus Putusan Nomor:
1301/Pdt. G/2019/PA. JP),” IAIN Purwokerto, 2020.

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai