PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
keuangan syariah. Salah satu filosofi dasar ajaran Islam dalam kegiatan ekonomi
dan bisnis, yaitu larangan untuk berbuat curang dan dzalim. Semua transaksi yang
dilakukan oleh seorang muslim haruslah berdasarkan prinsip rela sama rela (an
taraddin minkum), dan tidak boleh ada pihak yang menzalimi atau dizalimi.
Prinsip dasar ini mempunyai implikasi yang sangat luas dalam bidang ekonomi
pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan giro,
bunga yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu di awal transaksi (fixed
bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung yang besarnya tidak dapat
1
Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta, IIIT Indonesia,
2003) Ed.I Cet I, hal. 40.
2
merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu
laa ghurmi / againing return without being responsible for any risk). Bank
biayanya (al kharaj bi laa dhaman / gaining income without being responsible for
teori keuangan, yakni prinsip bahwa return selalu beriringan dengan resiko
bahwa bahwa bunga bank tidak tergolong riba, karena yang disebut riba adalah
pembungaan uang oleh mindering yang bunganya sangat tinggi sehingga disebut
“lintah darat”.
Tetapi aliran yang melahirkan ide bank Islam berpendapat bahwa bunga
bank itu tetap riba. Akan tetapi keberadaan bank sebagai lembaga keuangan, tidak
keharusan jika lembaga keuangan syariah yang muncul memberikan warna baru
yang lebih menawarkan keadilan, baik kepada pemilik modal ataupun peminjam
(pengusaha).
negatif dari sistem kerja bank konvensional, yaitu dengan menerapkan beberapa
sistem, dimana harus diciptakan bank (lembaga keuangan) syariah yang tidak
bekerja atas dasar bunga melainkan atas sistem bagi hasil, antara lain yang dikenal
penyerahan sejumlah modal tertentu dari seorang sahib al mal (penyandang dana)
kepada mudarib (pengusaha) agar uang tersebut dapat dikelola dan jika ada
kerugian maka ditanggung uang modal itu oleh sahib al- mal dengan syarat-syarat
tertentu.4
Nisbah keuntungan harus dibagi untuk kedua pihak. Salah satu pihak
yang lain. Selain itu proporsi keuntungan masing-masing pihak harus diketahui
3
Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradah. Makna keduanya sama.
Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh
masyarakat Hijaz. (Adiwarman A Karim, 2004, Bank Islam : Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi
2, PT Raja Grafindo, Jakarta).
4
Al Jaziri, Kitab al- fiqh ‘ala mazahib al- Arba’ah, Juz III, (Beirut : Dar al-Fikr, 1990),
hal.34
5
Musthafa Ahmad Az Zarqa, al fiqh fi Tsubih al Jadi (Beirut, Dar-al Fikr,1989) juz I
hal. 55.
4
positif dari salah satu pihak yang terlibat dan diterima oleh pihak lainnya, yang
Kesepakatan atau akad adalah salah satu bentuk perbuatan hukum atau
“segala sesuatu (perbuatan) yang bersumber dari kehendak seseorang dan syara’
memenuhi beberapa rukun dan syarat. Rukun akad adalah unsur mutlak yang
harus ada dan merupakan esensi dalam setiap akad. Jika salah satu rukun tidak ada
secara syariah akad dipandang tidak pernah ada. Sedangkan syarat adalah suatu
sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan esensi akad.
BMT Bina Ihsanul Fikri adalah salah satu BMT di Yogyakarta, yang
kesejahteraan anggota dan masyarakat. Selama ini BMT Bina Ihsanul Fikri dalam
kaitannya dengan nasabah, telah melakukan dua kegiatan, yaitu menabung atau
6
Ghufron A Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, cet.1, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada,2002), hal. 77.
5
pelaksanaan bagi hasil. Aturan mengenai hal itu tentu saja secara teoritis berkiblat
kontemporer.
konvensional lainnya, maka penelitian ini dibuat guna mencari solusi alternatif
memahami konsep pembiayaan mudharabah baik dari segi pemahaman arti akad
maupun sistem nisbah bagi hasilnya, sekaligus dalam rangka membangun sistem
B. Rumusan Masalah
3. Bagaimana cara penyelesaian yang ditempuh jika terjadi sengketa antara BMT
dengan nasabah ?
6
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademik
2. Manfaat Sosial
a. Bagi BMT
bagi nasabahnya.
7
b. Bagi Peneliti
E. Telaah Pustaka
Penelitian mengenai mudharabah dan bagi hasil ini bukanlah yang pertama
yang pernah dilakukan, namun ada penelitian yang dilakukan dan mirip dengan
penelitian yang dilakukan baik oleh peneliti dari Magister Studi Islam Universitas
Islam Indonesia maupun oleh peneliti lain, antara lain sebagai berikut :
2,5 % atas dasar besarnya pembiayaan yang dikeluarkan pihak BMT sebagai
mudharabah terdapat kelemahan sistim bagi hasil yang menyimpang dari sejarah
dan praktisi perbankan syariah melalui studi perbandingan dua kasus LKS di
7
Ahmad Dahlan, Implementasi Pembiayaan Mudarabah di BMT Mentari Bina Artha
Tegal: Studi Kasus Tahun 1996-2001, Tesis (Yogyakarta : MSI UII,2002).
8
Amiruddin, Studi Perbandingan Pelaksanaan Prinsip Mudarabah pada Koperasi
Pondok Pesantren al-Muslim dan Lembaga Keuangan Syariah PT Bank Perkreditan Syariah al-
Mabrur Ponorogo, Tesis (Yogyakarta: MSI UII,2003).
8
shahibul mal dan menggunakan analisis statistik sehingga analisisnya sangat kuat
mudharabah belum menjadi pola pembiayaan yang menarik bagi BMT sehingga
mudarabah atas sistim riba.10 Menurutnya bunga adalah riba dan bagi hasil yang
terdapat pada proyek mudarabah adalah sistim pengganti riba itu. Muatan
ekonomi Islam mulai dari segi etika moral ekonomis bagi untung rugi hingga
12
konsekuensi maupun model investasi dinamis pembagian untung rugi. Ulasan
pemikiran moralitas kepada realitas ekonomi sehingga sistim bagi hasil sebagai
utuh.
F. Kerangka Teori
Mudharabah atau qiradh disebut juga perjanjian bagi hasil, yaitu berupa
kemitraan terbatas adalah perseroan antara tenaga dan harta, seseorang (pihak
dengan ketentuan bahwa keuntungan (laba) yang diperoleh akan dibagi oleh
kepada harta, dan tidak dibebankan sedikitpun kepada pengelola, yang bekerja.13
12
Zaidi Satar (ed), Resource Mobilization and Investment in An Islamic Economic
Framework (U.S.A : the international institute of islamic thought, 1412 H-1992 M).
13
Afazlur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4, (Yogyakarta, Dana Bhakti
Wakaf,1996),hlm 380
10
dimunculkan kata amin dan wakil sebagai sebutan bagi mudharib dalam kontrak
(modal) yang diberikan shahib al-mal kepadanya. Namun perbedaan makna amin
dalam amanah dan amin dalam mudharabah sebagai inisial dari mudharib
harus ditanggung oleh amin, sedangkan dalam mudharabah kerugian dipikul oleh
Begitu pula dengan wakil, penyiasatan ini muncul ketika dalam kerugian
konteks wakalah nya atau sistim perwakilannya dimana shahib al mal mempunyai
wakil tidak akan berbuat bebas karena dia hanyalah seorang agen, tangan kedua
adalah adanya tindakan antisipatif shahibul al-mal bank syariah (baca BMT)
mudharib tidak dapat berbuat apapun jika pada suatu saat terjadi kerugian dalam
kontrak mudharabah.
14
Muhammad, Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syari’ah : Mudharabah dalam
Wacana Fiqh dan Praktik Ekonomi Modern, (Yogyakarta, Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI),
2003),Cet-1, hal 156.
15
Ibid, hal 157.
11
membutuhkan kejujuran total dari kedua belah pihak terlebih bagi mudharib.
(1) Bank Syari’ah sebagai bank sosial (Baitul Mal) untuk membantu
tidak mengenakan denda bila nasabah tidak membayar tepat pada waktunya,
(2) Bank Syari’ah sebagai bank bagi hasil. Implikasinya adalah pemahaman
diberikan bank kepada nasabah harus lebih besar jika dibandingkan dengan
16
Moedigdo Sigit Prakosa, Permasalahan Penerapan Mudharabah di Bank Syari’ah,
Makalah disampaikan pada diskusi rutin Forum Pemberdayaan Lembaga Keuangan Syari’ah
Yogyakarta, p.3.
17
Muhammad, Konstruksi, hal 172-173.
12
harus lebih kecil daripada bunga bank, (c) bagi hasil dibayar setahun sekali,
seperti waktu pembayaran deviden, (d) Bank akan turut campur dalam
perusahaan nasabah.
bank Islam di lapangan, sehingga umat Islam sebagian diantara mereka lebih
Sighat al-‘aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad
berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari
pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu
pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak
pertama. Para ulama fiqh mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab dan kabul
a. Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas,
c. Jazmul Iradataini, yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan kehendak para
18
Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah”, dalam Kompilasi Hukum
Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman et.al., cet.1, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001) hal
249-251.
13
Nisbah keuntungan adalah salah satu rukun yang khas dalam akad
mudharabah, yang tidak ada dalam akad jual beli. Nisbah ini mencerminkan
imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang bermudharabah.
akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara
bentuk prosentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai
nominal Rp tertentu.19
G. Metode Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Kantor BMT Bina Ihsanul Fikri yang
dilaksanakan selama 3 bulan yaitu sejak bulan Juni sampai dengan Agustus 2007.
19
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan edisi II, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2004) hal.194.
14
penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi
acak atau random adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan pada ciri atau sifat-sifat
penelitian ini menggunakan cara key person dari populasi penelitian yaitu :
Yogyakarta.
4. Pengumpulan Data
a. Metode Interview
Adapun metode yang paling tepat untuk memperoleh data adalah dengan deep
interview sebagai suatu tanya jawab lisan dimana 2 orang atau lebih berhadap-
hadapan secara fisik yang satu dapat melihat yang lain dapat mendengarkan
b. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang diperoleh dengan sumber
pada dokumentasi antara lain catatan, laporan tertulis serta akad perjanjian.
Metode ini digunakan untuk memperoleh data dari BMT Bina Ihsanul Fikri
Yogyakarta.
c. Kuesioner (angket)
16
Yaitu pertanyaan yang disusun secara tertulis untuk memperoleh data berupa
adalah nasabah dan karyawan BMT Bina Ihsanul Fikri. Data yang diperoleh
dari angket ini merupakan sumber data utama primer dalam penelitian ini.
d. Metode Observasi
H. Identifikasi Variabel
ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang
yaitu :
1. Variabel bebas
2. Variabel terikat.
Variabel terikat adalah variabel yang terikat oleh variabel bebas, dalam
20
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet.3, (Jakarta : PT
Gramedia, 1977), hal. 215.
17
I. Jenis Data
Jenis data pada penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
(jumlah sampel) dan 2 orang sebagai sumber di BMT Bina Ihsanul Fikri
Gedongkuning Yogyakarta.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan dan hasil kegiatan
1. Pengolahan Data
Pada penelitian ini data yang diperoleh adalah data kualitatif yaitu
Sesuai dengan jenis data yang diperoleh dari penelitian tersebut maka teknik
pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik non statistik yakni
2. Analisis Data
18
analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yaitu variabel terikat dan
variabel bebas.
K. Instrumen Penelitian
2. Observasi
3. Alat tulis.
1. Kelemahan Penelitian
penelitian ini belum bisa 100 % mewakili jawaban dari seluruh nasabah
2. Kesulitan Penelitian
bersedia setiap saat diwawancarai sehingga harus dicari waktu yang senggang,
penulis tentang metode analisis data sehingga pada waktu proses pengolahan
dan analisis data sering terhenti dan harus mencari buku referensi atau
M .Sistimatika Pembahasan
Agar pembahasan dalam tesis ini lebih terarah dan sistematis, maka
diperlukan sistematika yang dibagi menjadi beberapa pokok bahasan. Bab I yang
tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian,
BMT sebagai lembaga keuangan syariah disamping bank Islam yang memberikan
Bab III Deskripsi BMT Bina Ihsanul Fikri dan Hasil Penelitian
segi-segi penyebab yang dihimpun. Bab IV akan diulas pembahasan tentang hasil
lapangan berupa data sekaligus keterangan dan penjelasan pelaku BMT maupun
1. Pengertian BMT
BMT singkatan dari Baitul māl wattamwil. BMT terdiri dari dua istilah
yaitu baitul māl dan baitul tamwil. Apabila diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia berarti rumah uang dan rumah pembiayaan. Baitul māl lebih mengarah
pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti
zakat, infaq, dan shodaqoh serta menjalankan sesuai dengan peraturan dan
(ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al Qur’an dan sunnah Rasul
Nya, dan pengertian dari baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang
21
Republika Online tanggal 14 Desember 2001;
22
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, Cet. 2,
Yogyakarta Ekonisia, 2004, hal 96
22
dunia perbankan.23
dan shodaqoh yang bersifat social oriented, dan baitut tamwil adalah suatu
cara menghimpun dan membagikan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infaq,
dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Disisi lain ia mencari dan
Dilihat dari bangunan suatu kelompok, maka BMT tidak berbeda dari
ormas Islam lainnya kecuali pada bidang geraknya secara ekonomis dan bisnis
keuangan. Mulai dari tujuan, asas dan landasan, visi dan misi BMT, semuanya
terlihat sebagai organisasi keuangan orang Islam pada umumnya. Visi BMT
23
Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,
Cet.1,Yogyakarta, UII Press,2002 hal 64.
24
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil, Yogyakarta, UII Press, 2004,
hal 16.
23
khususnya dan umat manusia pada umumnya. Misi BMT adalah membangun dan
menempati fungsi lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu
yang berorientasi bisnis dan bukan lembaga sosial. Akan tetapi ia bergerak juga
untuk penyaluran dan penggunaan zakat, infaq, dan sadaqoh; ditumbuhkan dari
masyarakat kecil-bawah dan kecil dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik
seseorang atau orang dari luar masyarakat itu. Ciri khasnya meliputi etos kerja
bertindak proaktif (service excellence) dan menjemput bola kepada calon anggota
dan anggota; pengajian rutin secara berkala tentang keagamaan dan kemudian
tentang bisnis.26
25
PINBUK, Pedoman Cara Pembentukan BMT, (Jakarta, PT. Bina Usaha Indonesia, tt)
hal 2-3.
26
Ibid, hal. 4-5
27
M. Dawam Raharjo, Perspektif Dkelarasi Makkah, Menuju Ekonomi Islam, Mizan,
Bandung, 1989, hal.431
24
dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir
pendanaan yang berdasarkan sistem syari’ah. Peran ini menegaskan arti penting
yang serba kekurangan baik di bidang ilmu pengetahuan atau materi, maka BMT
mempunyai tugas penting dalam mengemban misi keislaman dalam segala aspek
kehidupan masyarakat.
pembentukan lembaga penyimpanan yang disebut baitul māl. Apa yang dilakukan
apa yang sekarang disebut dengan welfare oriented. 28Hal ini dirasakan asing pada
tetangga di jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia, dikumpulkan oleh menteri
Baitul māl yang didirikan oleh Rasulullah SAW tidak mempunyai bentuk
yang formal sehingga memberikan fleksibilitas yang tinggi dan nyaris tanpa
birokrasi. Keadaan ini bertahan sampai pada masa pemerintahan khalifah Abu
28
Muhammad, Manajemen Bank Syariah , Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2003 hal. 23.
29
Muhammad Ridwan, Manajemen, hal 56.
25
Bakar ra, dimana dapat dikatakan tidak ada perubahan yang signifikan dalam
pengelolaan baitul māl. Baru pada masa pemerintahan Umar Ibn Khattab ra,
yang dikelola dan keragaman kegiatan baitul māl juga bertambah besar dan
Sejak jaman Rasulullah saw baitul māl bukanlah sekedar lembaga sejenis
BAZIS yang dikenal sekarang ini. Baitul māl merupakan lembaga pengelola
dilakukan oleh baitul māl sejak jaman rasulullah saw memberikan dampak
langsung pada tingkat investasi dan secara tidak langsung memberikan dampak
Ibn Khattab ra, boleh dikatakan pemerintahan Islam belum memiliki sejenis bank
sentral yang mengatur kebijakan moneter, karena pada masa itu belum ada dinar
Islam yang dicetak oleh pemerintah Islam. Ketika itu dinar Romawi dan dirham
Persia yang digunakan sebagai alat bayar. Barulah di masa pemerintahan Khalifah
Ali ra, dicetak dinar Islam dalam bentuk yang khas pemerintahan Islam. Namun
karena keadaan politik saat itu mengakibatkan peredarannya sangat terbatas. Jadi
dapat dikatakan bahwa baitul māl di jaman Rasulullah saw dan Khulafaur
30
Ibid, hal. 59
31
Ibid.
26
Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki
sedikit perbedaan dalam menafsirkan baitul māl ini. Sebagian berpendapat, bahwa
baitul maal itu semacam bank sentral yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai
bahwa baitul māl itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini
negara. Kalaupun lembaga baitul māl yang menurut para orientalis bukan sesuatu
yang baru, maka proses siklus dana masyarakat (zakat,infaq dan shodaqoh) yang
dinamis dan berputar cepat merupakan preseden yang sama sekali baru. 33
ekonomi pada umumnya tidak bisa lepas dari sistim politik. Penjajahan telah
membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler, yang secara
tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan akidah dari para
32
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta, Jurusan SPI Fak. Adab IAIN
Suka dan LESFI, 2002,hal. 57
33
Muhammad Ridwan, Manajemen,, hal 56-57.
27
pengangguran, inflasi serta terpisahnya agama dan ekonomi serta politik, yang
dicari terobosan baru sebagai solusi untuk mengatasi masalah ekonomi. Yang
ideologi. Konsep ini berangkat dari kesadaran para pemimpin negara Islam bahwa
keuangan, ditemukan terminologi baru bahwa sistem bunga yang ribawi yang
kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengarahkan pada sistem keuangan yang
bebas riba.35
didirikan pada tahun 1969 oleh Abdul Hamid An Maghar di desa Mith Gramer,
tepi sungai Nil di Mesir. Meskipun akhirnya ditutup karena masalah manajemen,
Ekonomi Islam yang pertama pada tahun 1975 di Mekah. Dua tahun kemudian
pakar ekonomi dan keuangan juga dari para ahli hukum Islam. Negara yang
sidang Menteri Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970,
34
Ibid, hal 66
35
Ibid, hal 67
36
Ibid, hal 67
28
Mesir mengusulkan perlunya pendirian Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis
dalam bentuk proposal yang berisi tentang studi pendirian Bank Islam
Islam.37 .
Fungsi utama bank ini berperan serta dalam modal usaha dan bantuan cuma-cuma
bagi negara-negara anggota dalam bentuk lain untuk perkembangan ekonomi dan
sosial.38
bank Syariah tersebut dibagi menjadi dua, yakni Bank Islam Komersial (Islamic
Companies. Pada periode tahun 1970 -an negara Islam telah banyak yang
Iran, Turki, Bangladesh, Malaysia, dan termasuk Indonesia pada dekade 1990-
an.39
37
Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 67
38
M. Abdul Manan, Islamic Economic Theory and Practice, Terjemahan M. Nastangin,
Yogyakarta, Dana Bakti Wakaf, 1993, hal 191.
39
Di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakarsa mengenai bank syariah,
diawali adanya Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil
(MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta.
Nopember 1991, tim ini berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI)
yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI
Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap eksis ketika terjadi
perhatian dan mengatur secara luas dalam undang-undang, serta memacu segera
berdirinya bank-bank syariah lain baik dalam bentuk Bank Perkreditan Rakyat
kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth).
Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat
dapat memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah. Namun
dalam realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya
pada segelintir orang, yakni para pemilik modal. Sehingga komitmen untuk
40
Ibid, hal. 71-72.
30
membantu derajat kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi
hokum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur peminjaman bank umum dan
alternatif. Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga
sosial. Juga lembaga yang tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagian
kecil orang pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang,
tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga
yang terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum
mayoritas, yakni pengusaha kecil /mikro. Lembaga yang tidak terjebak pada
untuk mencapai kemakmuran bersama. Lembaga yang tidak terjebak pada pikiran
yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan, yakni menghimpun dana
anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya pada sektor ekonomi
yang halal dan menguntungkan. Namun demikian, terbuka luas bagi BMT untuk
mengembangkan lahan bisnisnya pada sektor riil maupun sector keuangan lain
yang dilarang dilakukan oleh lembaga keuangan bank. Karena BMT bukan bank,
mengetahui fungsi baitul māl di jaman awal Islam, maka sebenarnya mereka yang
lembaga keuangan syariah dan atau sebagai lembaga ekonomi sektor riil, dapat
menjadi suatu ijtihad ummat sebagai reaksi terhadap berbagai persoalan ekonomi,
ummat di Indonesia.
Tujuan dari BMT adalah untuk menyediakan dana murah dan cepat guna
yaitu suatu lembaga yang melakukan penghimpunan dana dari anggota dan
44
PINBUK, Modul Pelatihan Pengelola Baitut Tamwil (Jakarta, PINBUK, tt). Hal 2-3.
45
Ibid
32
yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syari’ah.
Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada
tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi.46 Juga
dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan
simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja,
sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota
tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah
selesai. 47
Nomor 71 tahun 1992 tentang BPR serta PP Nomor 72 tahun 1992 yang mengatur
tahun 1992 tersebut telah diganti dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998.48
1995.49 Dalam beberapa tahun kemudian BMT dibina dan dikembangkan oleh
46
Baihaqi Abd. Madjid (Ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistim Syariah :
Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT, (Jakarta, PINBUK,2000), hal. 85-91.
47
Ibid, hal 92.
48
Umi Pujiastuti, Pendirian dan Pengelolaan BMT di Lingkungan Pondok Pesantren,
(Jakarta, Depag, 2000), hal.6.
49
Baihaqi Abd Madjid (ed), Paradigma, hal. 222.
33
PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) yang merupakan badan pekerja dari
YINBUK (Yayasan Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil). YINBUK didirikan pada
tanggal 13 Maret 1995 dengan tujuan untuk mengembangkan BMT secara meluas
antara lain, berupa kerjasama dengan BI sejak 1995 melalui Proyek Hubungan
memunculkan BMT-BMT baru. Ormas itu antara lain ICMI, MUI, NU dan
51
Muhammadiyah. Bahkan sejak tahun 2005 pendirian BMT telah bergeser
kepada perusahaan bisnis yang disokong oleh seorang investor kuat atau
kantor kas-kantor kasnya dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat. Pada
departemen koperasi.
1. Struktur Organisasi
50
Ibid, hal 256.
51
Muhammad (Ed), Bank Syari’ah, Analisis Kekuatan, Kelenahan, Peluang dan Ancaman,
(Yogyakarta, Ekonisia,2006), hal 144-148.
34
Struktur ini menjadi sangat penting supaya tidak terjadi benturan pekerjaan serta
memperjelas fungsi dan peran masing-masing bagian dalam organisasi. Tentu saja
terdiri dari :
- Dewan Pengurus
Kasir52
Gambar 3.1
52
Tim Penyusun Pedoman BMT Jaringan Muamalat Center Indonesia, Yogyakarta,
2004.
35
Musyawarah Anggota
Tahunan
Manajer/Direksi
Accounting/ Teller/
Marketing/Pemasaran
Pembukuan Kasir
2. Mekanisme Operasional
tertinggi dalam sistem manajemen BMT dan oleh karenanya berhak memutuskan :
organisasi;
b. Dewan Pengurus
Dewan Pengurus BMT pada hakekatnya adalah wakil dari anggota dalam
harus dapat menjaga amanah yang telah dibebankan kepadanya. Amanah ini
BMT dapat menetapkan masa kerjanya 2,3,4 atau 5 tahun. Secara umum fungsi
1) Perencanaan
53
Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 141
37
4) Personalia
namun karena keterbatasan tenaga kerja dan waktu, pengurus dapat mengangkat
tanggungjawabnya.
5) Pengawasan
berkala.55
kerja dewan ini berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Fungsi utama
tersebut meliputi :
1) sebagai penasehat dan pemberi saran dan atau fatwa kepada pengurus dan
produk.
54
Modul Materi Umum dan Perkoperasian, Pusat Pengembangan Bisnis, LPKwu,
Universitas Sebelas Maret, Solo, 2003, hal 7.
55
Muhammad Ridwan, Manajemen, hal. 142.
38
2) sebagai mediator antara BMT dengan Dewan Syariah Nasional atau Dewan
berkaitan dengan operasional kerja pengurus. Masa kerja pengawas sama dengan
musyawarah anggota tahunan. Setiap anggota BMT memiliki hak yang sama
untuk dipilih menjadi dewan pengawas manajemen. Fungsi dan peran utamanya
meliputi :
tahunan;
e. Pengelola
pengelola dipimpin oleh manajer atau direktur diusulkan oleh pengurus dan
marketing dan kasir. Dalam tahap awal dan dalam permodalan yang masih sangat
1) Manajer/ Direktur
tahunan;
karyawan ;
2) Pembukuan
57
Ibid, hal. 145.
40
laporan neraca, laba rugi, dan perubahan modal dan arus kas;
3) Marketing /Pemasaran
58
Ibid, hal 145-146
41
anggota/nasabah;
- Dalam keadaan tertentu (pada tahap awal dan modal masih terbatas) fungsi
bagian marketing.59
4) Kasir /Teller
- Pada setiap hari, kasir harus melakukan pembukuan dan penutupan kas;
59
Ibid.
42
- Pada tahap awal staf kasir dapat berfungsi ganda yaitu sebagai fungsi
/nasabah.60
dapat menjadi :
- Direktur
pembukuan.61
tidak bisa dijamah oleh perbankan, baik konvensional maupun syariah. Selama ini
perbankan masih kesulitan untuk mengalirkan dananya ke usaha mikro, hal ini
60
Ibid.
61
Ibid, hal 147
43
karena jenis usaha ini dinilai kurang ekonomis untuk mendapatkan pembiayaan
dari bank. Belum lagi karena berbagai kendala seperti masalah agunan, serta
kembali kepada anggota dengan imbalan bagi hasil atau mark up/margin sesuai
syariah.
bunga sebab bunga adalah riba. Komitmen ini berdasarkan pada pengertian
mengenai Q.S. 2 :278-279, 2 : 275-276, 3:130, 4:29, dan 30:39. Apalagi setelah
bunga bank haram hukumnya sebab bunga bank adalah riba. Seiring dengan
gagasan Islamisasi perbankan, maka BMT pun mempedomani prinsip bagi hasil
mengatasnamakan Islam di Indonesia terutama pada level BMT, saat ini lingkup
kesatuan dalam kerangka pengganti sistim bunga, yang seharusnya lebih mampu
62
Penegasan ini diketahui dari permulaan pendirian bank syari’ah dan kemudian BMT.
Hingga sekarang ini penilaian bahwa bunga adalah riba mungkin cenderung berkembang kepada
pandangan bahwa riba itu adalah bunga. “ Sistim bunga “ dinyatakan mempunyai dampak buruk
berupa pertentangan dengan nilai akidah oleh karena perolehan keuntungan yang ditetapkan
dimuka tanpa mengindahkan untung atau rugi dari usaha yang dibiayai dengan uang pinjaman;
pertentangan dengan nilai keadilan yang terjadi pada peminjaman baik produktif maupun
konsumtif; penyebab kejahatan moral berupa terbentuknya sifat rakus kehartaan, egoisme atau
individualisme, hilangnya persaudaraan sosial dan sifat saling mengasihi, dan melemahnya etos
kerja di sektor riil oleh karena pembungaan uang; penyebab kebencian dan permusuhan sesama
dan penyebab kejahatan ekonomi yaitu penciptaan tingginya harga jual dan ekonomi biaya tinggi
untuk pinjaman produktif dan penurunan daya beli masyarakat gara-gara pinjaman konsumtif
dengan sistim bunga. Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul- Mal wa Tamwil (BMT),
(Yogyakarta, UII Press, 2003), hal.33-34.
44
Dalam pembiayaan, fungsi dan layanan BMT tidak berbeda dengan bank
syari’ah. BMT juga menjadi penyandang dana bagi pengusaha yang datang
BMT.
Jenis-jenis layanan melalui produk BMT pun tidak berbeda dari jenis
cara mengangsur.
2) Murobahah
3) Ba’i As-Salam
63
Lihat pencermatan Kuntowijoyo, seputar perkembangan sejarah umat dalam Muslim
tanpaMasjid, (Bandung, Mizan,2001) hal 102 dan dalam keseuruhan gagasan ilmu sosial
profetiknya. Disamping itu kelemahan mendasar sistim perbankan Islam adalah tidak tahan kritik
baik dalam teori maupun praktik.
45
dengan kriteria tertentu yang sudah umum. Anggota harus membayar uang muka
tertentu (yang tidak umum) anggota boleh membayar pesanan ketika masih dalam
5) Ijaroh
Pembelian suatu barang yang dilakukan dengan cara sewa terlebih dahulu
setelah masa sewa habis maka anggota membeli barang sewa tersebut.64
1). Musyarokah
tertentu.
meminta jaminan. Kerugian harus dibagi antara para anggota secara proporsional
Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari lainnya dalam hal ini
64
Ibid, hal. 168-169
46
ia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya. Hal ini dapat
dijadikan dasar dalam penentuan nisbah dimana anggota BMT sebagai pengelola
2). Mudharabah
berdasarkan kesepakatan. Modal 100 % dari shohibul maal, tidak terdapat jadwal
angsuran, bagi hasil tidak ditetapkan dimuka dan sifatnya tidak tetap, tergantung
mudharib.65
c. Sistim Jasa
1). Qord
cara angsur atau tunai. Contohnya untuk biaya rumah sakit, biaya pendidikan,
2). Al-Wakalah
65
Ibid, hal 170-171
47
waktu tertentu. Penerima kuasa mendapat imbalan yang ditentukan dan disepakati
bersama.
3). Al-Hawalah
fee).
4). Rahn
dengan membayar jatuh tempo. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhum)
ditanggung oleh penggadai (rahin). Barang jaminan adalah milik sendiri (rahin),
5). Kafalah
(pelaksanaan suatu usaha/proyek) dari pihak lain. BMT mendapatkan fee dari
66
anggota sesuai dengan kesepakatan bersama.
bank. Prinsip bagi hasil didalam BMT menjadi gagasan yang mengemuka dalam
66
Ibid, hal 171-174
48
C. Al-Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Kata Mudharabah secara etimologi berasal dari kata darb. Dalam bahasa
Arab, kata ini termasuk diantara kata yang mempunyai banyak arti. Diantaranya
perjanjian untuk berkongsi didalam keuntungan dengan modal dari salah satu
pihak dan kerja (usaha) dari pihak lain.”68 Sedangkan madzhab Maliki
menamainya sebagai penyerahan uang dimuka oleh pemilik modal dalam jumlah
uang yang ditentukan kepada seorang yang akan menjalankan usaha dengan uang
sejumlah uang kepada pengusaha untuk dijalankan dalam suatu usaha dagang
Ibn. Abidin, Radd al-Mukhtār ‘ala al-Durr al Mukhtār, juz IV, (Beirut: Dar Ihya al-
Turas,1987) hal 483.
69
Al-Dasuqi, Hasiyah al-Dasuqi’ala al-Sarh al-Kabir, Juz III, (Beirut : Dar al-
Fikr,1989),hal 63.
70
Al-Nawawi, Riyad al-Salihin, Vol.IV, (Beirut : Dar al-Fikr,tt), hal 289.
49
dalam jumlah yang jelas dan tertentu kepada orang yang mengusahakannya
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak
zaman Nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya
segi hukum Islam, maka praktek mudharabah ini dibolehkan baik menurut Al
74
Qur’an, Sunnah maupun Ijma’.
saw ke luar negeri. Dalam kasus ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal
mencari sebagian karunia Allah SWT “.76 Dalam ayat tersebut terdapat kata
yadribun yang asal katanya sama dengan mudharabah, yakni dharaba yang
Juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi aturan tersebut,
syarat tersebut kepada Rasullah SAW dan Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
Dari Shalih bin Shuhaib, r.a. bahwa r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan, yaitu : jual beli secara tangguh,
keperluan rumah tangga dan bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majjah no. 2280,
kitab at-Tijarah). 78
atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
76
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al Qur’an Depag RI. Al-Qur’an dan
Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra,1989), hal 990.
77
M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek, (Jakarta, Gema Insani Press
dengan Tazkia Cendikia, 2001) hal 96.
78
Ibid.
51
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola, seandainya kerugian
adhdharbu fi asdhi, yaitu bepergian untuk urusan dagang. Disebut juga qiradh
yang berasal dari kata al-qardhu yang berarti alqoth’u (potongan), karena pemilik
keuntungan. Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal, selama kerugian itu akibat
2. Pembiayaan Mudharabah
suatu bentuk kerjasama usaha yang terjadi dengan satu pihak sebagai penyedia
modal sepenuhnya dan pihak lainnya sebagai pengelola agar keduanya berbagi
81
menanggung resiko. Bagian keuntungan yang disepakati itu harus berbentuk
prosentase (nisbah) dan yang berasal dari kesepakatan kedua belah pihak. Akan
tetapi jika terjadi kerugian yang ditimbulkan dari resiko bisnis dan bukan gara-
gara kelalaian pengusaha, maka pemilik modal akan menanggung kerugian modal
itu seluruhnya (100 %) dan pengusaha terkena kerugian dari kehilangan seluruh
tenaga dan waktunya atau 0 % modal.82 Pembagian kerugian ini didasarkan pada
investasi. Akan tetapi, menurut Abdullah Saeed, pada kenyataannya bank Islam
pertimbangan.83
rendah atau bisnis yang tidak beresiko. Oleh karenanya penerapan transaksi
mudharabah dalam perbankan Islam dinilai oleh Timur Kuran terdorong untuk
yang mungkin terjadi. Semakin tinggi tingkat resikonya, akan semakin besar
81
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional Bank Syariah (Jakarta, Djambatan,2001). Hal 164-167.
82
nisbah bagi hasil dan sebaliknya. Oleh karenanya pengelola BMT harus selektif
3. Jenis-jenis mudharabah
Account) adalah akad kerja antara dua orang atau lebih, atau antara shahibul maal
selaku investor dengan mudharib selaku pengusaha yang berlaku secara luas.
(disrectionary right) dalam pengelolaan dana, jenis usaha, daerah bisnis, waktu
kerjasama dua orang atau lebih atau antara shahibul maal selaku investor dengan
pengusaha atau mudharib, investor memberikan batasan tertentu baik dalam hal
jenis usaha yang akan dibiayai, jenis instrumen, resiko, maupun pembatasan lain
yang serupa.86
85
Adiwarman, Bank, hal. 188
86
54
D. Akad Perjanjian
yaitu al-aqdu (akad) dan al-‘ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah
atau mengumpulkan dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada yang
lainnya hingga keduanya bersambung dan menjadi seperti seutas tali yang satu.87
Kata al-‘aqdu terdapat dalam QS. Al Maidah (5) ayat 1 bahwa manusia
al-‘aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam Kitab Undang-
88
undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Sedangkan istilah al-‘ahdu dapat
dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak
89
berkaitan dengan orang lain. Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imron (3) : 76,
yaitu “ sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan bertakwa,
87
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamallah Konstekstual, Cet. 1 (Jakarta, Raja Grafindo
Persada,2002), hal. 75.
88
Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian Syariah” dalam Kompilasi Hukum Perikatan
oleh Mariam Darus Badrulzaman et al, cet.1, (Bandung, Citra Aditya Bakti,2001), hal. 247-248.
89
Ibid, hal. 248.
90
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ed. Revisi, (Semarang :
Kumudasmoro Grafindo Semarang,1994), hal. 88.
55
Perikatan dalam hukum Perdata Barat diambil dari istilah bahasa Belanda
“Verbintenis”. Istilah Hukum Perdata ini mencakup semua ketentuan dalam buku
ketiga dari KUH Perdata yang termasuk ikatan hukum yang berasal dari
perjanjian dan ikatan hukum yang terbit dari undang-undang. Ikatan hukum yang
terbit dari undang-undang ini pun ada yang terbit dari undang-undang saja dan ada
yang dari undang-undang karena perbuatan manusia yang bisa berupa perbuatan
Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan definisi akad sebagai :
“pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan
tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan
orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk melaksanakan
janji tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam QS. Ali Imran : 76.
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang
dinyatakan oleh pihak pertama. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji
pihak pertama.
91
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta, PT. Intermasa, 1984) hal. 122
92
Mas’adi, op.cit hal. 76. Lihat juga Djamil, op.cit hal.247. Ahmad Azhar Basyir, Asas
asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam), ed Revisi, (Yogyakarta, UII Press,2000) hal 65;
dan Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet 1, ed.2,
(Semarang, Pustaka Rizki Putra,1997), hal.14.
93
Abdoerraoef, Al-Qur’an dan Ilmu Hukum: A Comparative Study, (Djakarta, Bulan
Bintang,1970), hal.122-123.
56
c. Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka
terjadilah apa yang dinamakan ‘akdu’ oleh Al Qur’an terdapat dalam QS Al-
pelaksanaan perjanjian itu bukan lagi perjanjian atau ‘ahdu itu tetapi ‘akdu.
Proses perikatan ini tidak terlalu berbeda dengan proses perikatan yang
dikemukakan oleh Subekti yang didasarkan pada KUH Perdata. Menurut Subekti,
Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang
94
lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu “.
seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
menerbitkan perikatan. Seperti yang tercantum dalam pasal 1233 KUH Perdata,
Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara Hukum Islam dan
KUH Perdata adalah tahap perjanjiannya. Pada Hukum Perikatan Islam, janji
pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru
kemudian lahir perikatan. Sedangkan pada KUH Perdata, perjanjian antara pihak
pertama dan pihak kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan
94
Subekti, Hukum Perjanjian, cet 14, (Jakarta, Intermasa, 1992), hal 1
95
Ibid.
57
Hukum Perikatan Islam, titik tolak yang paling membedakannya adalah pada
pentingnya unsur ikrar (ijab dan kabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji
antara para pihak tersebut disepakati, dan dilanjutkan dengan ikrar (ijab dan
yang harus dipenuhi. Secara bahasa, rukun adalah “yang harus dipenuhi untuk
syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi. Secara definisi,
rukun adalah “suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu
perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut
dan ada atau tidaknya sesuatu itu”99 Definisi syarat adalah “ sesuatu yang
tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia berada diluar hukum itu
Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama Ushul Fiqh bahwa
termasuk dalam hukum itu sendiri. Sedangkan syarat merupakan sifat yang
96
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2005)
Ed.1.Cet.1,2005) hal. 47.
97
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 2002) hal. 966.
98
Ibid hal. 1114.
99
Abdul Azis Dahlan, ed. Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 5, (Jakarta : Ichtiar Baru van
Hoeve,1996) hal.1510
58
sendiri.
Mengenai rukun perikatan atau sering disebut juga dengan rukun akad
dalam Hukum Islam, terdapat beraneka ragam pendapat dikalangan para ahli fiqh.
Dikalangan mazhab Hanafi bahwa rukun akad hanya sighat al-‘aqd, yaitu ijab dan
kabul. Sedangkan syarat akad adalah al-‘aqidain (subyek akad) dan mahallul-
‘aqd (obyek akad). Alasannya adalah al-‘aqidain dan mahallul ‘aqd bukan
merupakan bagian dari tasharruf aqad (perbuatan hukum akad). Kedua hal
tersebut berada diluar perbuatan akad. Berbeda halnya dengan pendapat dari
kalangan mazhab Syafi’i termasuk Imam Ghazali dan kalangan mazhab Maliki
rukun akad karena hal tersebut merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya
akad.100
mahallul ‘aqd, dan sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa az-
akad.101
100
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, cet.1, (Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2002), hal. 79.
101
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, cet.1,ed.2,(Semarang,
Pustaka Rizki Putra,1997),hal.14.
59
Al’aqidain adalah para pihak yang melakukan akad. Sebagai pelaku dari
suatu tindakan hukum tertentu, yang dalam hal ini tindakan hukum akad
(perikatan), dari sudut hukum adalah sebagai subyek hukum. Subyek hukum
hak dan kewajiban. Subyek hukum ini terdiri dari dua macam yaitu manusia dan
1). Manusia
Manusia sebagai subyek hukum perikatan adalah pihak yang sudah dapat
dibebani hukum yang disebut dengan mukallaf. Mukallaf adalah orang yang
telah mampu bertindak secara hukum, baik yang berhubungan dengan Tuhan
maupun dalam kehidupan sosial. Kata “Mukallaf” berasal dari bahasa Arab
yang berarti “yang dibebani hukum” yang dalam hal ini adalah orang-
Nya.103
Pada kehidupan seseorang ada tahapan untuk dapat melihat apakah seseorang
capacity).104 Menurut Abdurrahman Raden Aji Haqqi, para ahli Ushul Fiqih
Tahap ini dimulai sejak masa janin sudah berada dalam kandungan hingga
Tahap ini dimulai sejak manusia lahir dalam keadaan hidup hingga ia
Tahap ini dimulai sejak seorang berusia 7 (tujuh) tahun hingga masa
pubertas (Aqil-Baligh). Pada tahap ini seseorang disebut “Al Sabiy Al-
kapasitasnya sebagai subyek hukum (tanpa ijin dari walinya). Oleh karena
itu segala aktivitas /transaksi penerimaan hak yang dilakukan oleh anak
yang mumayyiz ini adalah sah (valid). Menurut Imam Muhammad Abu
meskipun masih kurang atau lemah sehingga dapat disebut “ahliyyah al-
oleh seorang anak yang mumayyiz ini dapat dianggap sah selama tidak
telah baligh ini terdapat perbedaan pendapat dari para ulama. Mayoritas
perkiraan baligh ini dengan melihat tanda-tanda fisik, yaitu ketika seorang
Pada tahap ini kapasitas seseorang telah sempurna sebagai subyek hukum,
Orang yang telah mencapai tahapan Daur ar-Rushd ini disebut orang yang
Pada prinsipnya tindakan hukum seseorang akan dianggap sah, kecuali ada
telah baligh dapat dinyatakan tidak sah atau dapat dibatalkan apabila dapat
c) Idiocy/’Atah (Idiot);
d) Prodigality/Safah (royal,boros);
107
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),
(Yogyakarta, UII Press, 2000), hal 32.
108
Ghufron A.Mas’adi, Fiqh, hal 82.
63
Selain dilihat dari tahapan kedewasaan seseorang, dalam suatu akad kondisi
a) Aqil (berakal)
Syarat ini didasarkan oleh ketentuan QS. An-Nisa (4) : 29 dan Hadits Nabi
SAW yang mengemukakan prinsip An-Taraddin (rela sama rela). Hal ini
berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari paksaan dan
tekanan.
Badan hukum menurut Wirjono adalah badan yang dianggap dapat bertindak
perhubungan hukum terhadap orang lain atau badan lain. 110 Badan hukum ini
109
Hamzah Ya’cub, Kode Etik Dagang Menurut Islam Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomi, (Bandung, CV. Diponegoro, 1984) hal. 79.
110
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata,cet 8, (Bandung, Sumur
Bandung,1981) hal 23.
64
tersendiri. Yang dapat menjadi badan hukum adalah dapat berupa negara,
Dalam Islam, badan hukum tidak diatur secara khusus. Namun, terlihat dari
itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga
itu……..”112
beriman………………”113
- Pada hadits Qudsi riwayat Abu Dawud dan al-Hakim dari Abu
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang dari
111
Ibid.
112
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ed.Revisi, (Semarang,
Kumudasmoro, Grafindo, Semarang, 1994), hal. 117.
113
Ibid, hal. 735.
114
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh, hal.192.
65
dengan pihak ketiga inilah timbul bentuk baru dari subyek hukum yang
padanya akibat hukum yang ditimbulkan. Bentuk obyek akad dapat berupa benda
berwujud, seperti mobil dan rumah maupun benda tidak berwujud seperti manfaat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mahallul’aqd adalah sebagai berikut :116
Suatu perikatan yang obyeknya tidak ada adalah batal, seperti menjual anak
hewan yang masih dalam perut induknya atau menjual tanaman sebelum
tumbuh. Alasannya bahwa sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin
muamallat.
tasharruf akad tidak mensyaratkan kesucian obyek akad. Selain itu jika obyek
115
Gemala Dewi, Hukum, hal 59
116
Ghufron A. Mas’adi, Fiqih, hal. 86-89 dan Faturrahman Djamil, “Hukum Perjanjian
Syari’ah”, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh Mariam Darus Badrulzaman, et.al.Cet.1,
(Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 255-256.
66
batal.
Suatu benda yang menjadi obyek perikatan harus memiliki kejelasan dan
diketahui oleh ‘aqid. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman
diantara para pihak yang dapat menimbulkan sengketa. Jika obyek tersebut
berupa benda, maka benda tersebut harus jelas bentuk, fungsi dan keadaannya.
Jika obyek tersebut berupa jasa, harus jelas bahwa pihak yang memiliki
bidang tersebut. Jika pihak tersebut belum atau kurang ahli, terampil, mampu
memahaminya. 118
Benda yang menjadi obyek perikatan dapat diserahkan pada saat akad terjadi,
atau pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, disarankan bahwa
117
Maudhu’ul ‘aqd adalah tujuan dan hukum suatu akad disyari’atkan untuk
tujuan tersebut. Dalam Hukum Islam, tujuan akad ditentukan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW dalam hadits. Menurut ulama fiqh,
tujuan akad dapat dilakukan apabila sesuai dengan ketentuan syari’ah tersebut.
suatu tujuan akad dipandang sah dan mempunyai akibat hukum, yaitu sebagai
berikut :120
1) Tujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak
dan
Sighat al’aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad
berupa ijab dan kabul. Ijab adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari
pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah suatu
pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak
pertama. Para ulama fiqh mensyaratkan tiga hal dalam melakukan ijab kabul agar
kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa.
Menurut Azhar Basyir, Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan empat cara
a. Lisan.
jelas.
b. Tulisan.
Hal ini dapat dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung
c. Isyarat.
Orang cacat misalnya tuna wicara, juga dimungkinkan untuk melakukan satu
perikatan (akad) dengan isyarat, asalkan para pihak yang melakukan perikatan
d. Perbuatan.
122
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal. 68-71.
69
Adanya perbuatan memberi dan menerima dari para pihak yang telah saling
Hak dan kewajiban adalah dua sisi yang saling bertimbal balik dalam
suatu transaksi. Hak salah satu pihak merupakan kewajiban bagi pihak lain,
begitupun sebaliknya, kewajiban salah satu pihak menjadi hak bagi pihak lain.
Keduanya saling berhadapan dan diakui dalam hukum Islam. Dalam hukum
Islam, hak adalah kepentingan yang ada pada perorangan atau masyarakat, atau
pada keduanya, yang diakui oleh syarak. Berhadapan dengan hak seseorang
a. Hak
Menurut kamus, terdapat banyak sekali pengertian dari kata hak. Salah
satunya menurut bahasa adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk
menurut ulama mutākhirin “ hak adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan
123
Ibid, hal 19.
124
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqih Muamalat), (Jakarta,
PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 3.
70
taklif”. Ibnu Nujaim (ahli fiqh Madzhab Hanafi) mengatakan bahwa “ hak
Menurut ulama fiqh, dilihat dari segi pemilik hak, hak terbagi menjadi 3 (tiga)
yaitu :126
amar ma’ruf nahi munkar. Hak Allah disebut juga hak masyarakat karena
b) Hak Manusia
Mengenai hak gabungan ini, ada kalanya hak Allah lebih dominan, dan
ada kalanya hak manusia yang lebih dominan. Sebagai contoh hak Allah
125
Ibid.
126
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal 20-22.
71
yang lebih dominan dalam masalah idah dan dalam hal menuduh zina
tanpa bukti yang cukup. Sedangkan hak manusia yang lebih dominan
sejumlah harta oleh pihak pelaku sebagai ganti kerugian bagi pihak si
korban.
dibuktikan oleh pemberi utang karena tidak cukup alat bukti didepan
b) Haqq Qadhāi
persoalan zahir (lahir) dan batin. Hakim hanya dapat menangani hak-
hak yang lahir (tampak nyata) atau yang dapat dibuktikan saja.
127
Gemala Dewi, hukum, hal 72.
72
Dalam kaitan dengan kedua hak ini ulama fiqh membuat kaidah yang
b. Kewajiban
Kewajiban berasal dari kata “wajib” yang diberi imbuhan ke-an. Dalam
pengertian bahasa kata wajib berarti : (sesuatu) harus dilakukan, tidak boleh
tidak dilaksanakan. 130 Wajib ini juga merupakan salah satu kaidah dari hukum
131
taklifi yang berarti hukum yang bersifat membebani perbuatan mukallaf.
perbuatan atau tidak berbuat sesuatu”. Substansi hak sebagai taklif (yang
menjadi keharusan yang terbebankan pada orang lain) dari sisi penerima
dinamakan hak, sedang dari sisi pelaku dinamakan Iltizam yang artinya
128
Ibid, hal. 73.
129
Ibid.
130
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus, hal 1266.
131
Gemala Dewi, Hukum, hal 77.
73
“keharusan atau kewajiban”. Jadi antara hak dan iltizam keduanya terkait
4. Penggolongan Akad
perikatan.
b. Dilihat dari bentuk atau cara melakukan akad, dibagi menjadi dua yaitu :
2) Akad-akad yang tidak memerlukan tata cara. Misalnya jual beli yang tidak
132
Ibid, hal. 78.
133
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2000), hal.108
134
1) Akad Tabarru’, yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni
semata-mata karena mengharap ridho dan pahala dari Allah, sama sekali
tidak ada unsur mencari ” return” atau motif. Akad yang termasuk dalam
rahn,dan qirad.
musyarakah.135
1) Akad pemberian hak milik, yaitu akad yang bertujuan memberikan hak
milik seseorang kepada orang lain, baik berupa benda atau manfaat benda,
baik dengan imbalan atau tanpa imbalan, seperti jual beli, sewa menyewa,
dan lain-lain. Pemberian hak milik dengan imbalan disebut akad tukar
(tabarru’).
2) Akad pelepasan hak (isqath), yaitu melepaskan hak dengan atau tanpa
hutang (Ibra’).
135
Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, (Jakarta, Kencana,2004), hal.19.
136
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas, hal.123-124.
75
memberikan kuasa kepada orang lain untuk bertindak atas nama orang
yang mewakilkan.
4) Akad pengikatan (taqyid) yaitu akad yang bertujuan mengikat orang dari
bertujuan untuk memperkuat sesuatu akad lain, seperti akad gadai sebagai
5. Berakhirnya Akad
sebagai berikut :
syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya jual beli barang
majelis.
76
merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini
disebut iqalah. Dalam hubungan ini Hadits Nabi Riwayat Abu Daud
yang menyesal atas akad jual beli yang dilakukan, Allah akan menghilangkan
d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh
g. Karena kematian.137
apakah hak yang ditimbulkan oleh akad itu dapat diwariskan atau tidak. Demikian
6. Penyelesaian Perselisihan.
Jalan pertama yang dilakukan apabila terjadi perselisihan dalam suatu akad
Dalam fiqh pengertian shulhu adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri
perlawanan antara dua orang yang saling berlawanan, atau untuk mengakhiri
untuk terlaksananya perdamaian. Jadi dalam perdamaian ini tidak ada pihak
Istilah tahkim secara literal berarti mengangkat sebagai wasit atau juru damai.
lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang
damai. Dalam hal ini, hakam ditunjuk untuk menyelesaikan perkara bukan
oleh pihak pemerintah, tetapi ditunjuk langsung oleh dua orang yang
138
A.T. Hamid, Ketentuan Fiqih dan Ketentuan Hukum yang Kini Berlaku di Lapangan
Perikatan (Surabaya, PT Bina Ilmu, 1983) hal.135.
139
Ibid.
140
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 12, terjemahan oleh H. Kamaluddin A.M, (Bandung,
PT. Al Ma’arif,1988), hal. 190.
78
Dasar hukum dari tahkim ini adalah : QS. An Nisa (4) : 35 , QS. Asy Syura
(17) : 38, QS. Ali Imran (3) : 159, Hadits Nabi Riwayat Tarmizi dari Amru
halal atau menghalalkan yang haram “.142 Maksud dari hadits ini yaitu bahwa
istilah fiqh kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa
(hakim).143
141
Gemala Dewi, Hukum, hal 91.
142
Ibid, hal 92
143
Ibid
79
diselesaikan.144
Gambar 3.2
144
Ibid, hal 93.
145
Hartono Mardjono, Menjalankan Syari’ah Islam, (Jakarta, Studia Press,2000) hal 90.
80
Dengan Sempurna
Terlaksana
Perjanjian
Tidak Sempurna
Tidak terlaksana
Bagaimana menyelesaikannya
satu proses yang penting adalah pembuktian. Alat bukti menurut hukum Islam
yaitu :
2) Syahadat (persaksian);
3) Yamin (sumpah);
4) Riddah (murtad);
Sedangkan alat bukti menurut Hukum Perdata pasal 164 HIR antara lain :147
1) Alat bukti tertulis, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan ;
2) Keterangan saksi ;
3) Pengakuan; dan
Secara umum, alat bukti menurut hukum Islam dan hukum perdata sama.
Letak perbedaan yang jelas terletak pada fungsi alat bukti sumpah (yamin) dalam
hukum Islam dengan pengakuan pada hukum Perdata dimana dalam hukum Islam
alat bukti sumpah adalah alat bukti yang berdiri sendiri (mutlak) dan mengikat
sebagai bukti yang terkait (contoh : sumpah li’an) tanpa disertai petunjuk lain.
Sedangkan menurut hukum Perdata sumpah adalah salah satu bentuk pengakuan
yang menegaskan adanya pengaduan atau gugatan saja, sehingga sumpah tersebut
harus disertai dengan petunjuk lainnya. Dalam Hukum Islam syarat-syarat saksi
serta jumlah mereka telah jelas untuk masing-masing perkara, sedangkan dalam
146
Ibid
147
Ibid.
82
Akad mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu
untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pihak pelaksana usaha, dengan tujuan
persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak
lain.148
(kontrak) yang memuat penyerahan modal khusus atau sema’nanya tertentu dalam
jumlah, jenis dan karakternya (sifatnya) dari orang yang diperbolehkan mengelola
harta (jaiz attashruf) kepada orang lain yang ‘aqil, mumayyiz dan bijaksana, yang
berikut150 :
1. Bahwa modal itu harus berbentuk uang tunai, jika ia berbentuk barang
perhiasan, emas, perak, atau barang dagangan, maka tidak sah. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Munzir, “ Semua orang yang ilmunya kami
hutang bagi orang lain untuk suatu mudharabah. Namun jika modal itu berupa
3. Keuntungan yang menjadi hak pengelola usaha dengan investor harus jelas
perlunya nisbah ini ialah untuk menghindari kerugian tertentu dari pihak yang
4. Menurut Maliki dan Syafii, mudharabah itu bersifat mutlak. Artinya pemilik
menggunakannya dalam usaha apa dan dimana, kapan, dan dengan siapa harus
bebas.
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah :151
4. Nisbah keuntungan
151
Ahmad Sumiyanto, Problem dan Solusi Transaksi Mudharabah, (Yogyakarta,
Magistra Insania Press,2005) hal. 3-6.
84
Ad.3.1. Pelaku
Dalam akad mudharabah minimal harus ada dua pelaku. Pihak pertama
bertindak selaku pemilik modal (shahib al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak
sebagai pelaksana usaha (mudharib atau ‘amil). Tanpa dua pelaku ini, maka akad
Ad.3.2. Obyek
dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai obyek
mudharabah. Modal yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang
dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk
dari prinsip at-taraddin minkum (sama-sama rela). Disini kedua belah pihak harus
Faktor yang keempat yaitu Nisbah adalah rukun yang khas dalam akad
jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua
85
waktu dalam akad mudharabah. Madzhab Hanafi dan Hambali mengatakan kalau
seandainya Mudharabah ditentukan jangka waktu berlakunya, dan jika telah lewat
dibolehkan dan tidak sah. Karena melakukan usahanya dan merusak tujuan dari
kepada ‘urf (kondisi sosio kultural dan kebiasaan) para pengusaha dalam
perdagangan. Oleh karena itu apa yang berlaku pada para pedagang yang
batasan itu diperbolehkan seperti masa berlakunya akad mudharabah, namun apa
yang mereka anggap tidak relevan dan tidak bermanfaat maka tidak sah.153
152
Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta, UII
Press,2001), hal.54-55.
153
Ibid.
86
Mudharabah pada prinsipnya adalah akad jaiz (boleh dan tidak mengikat)
dan bukan akad lazim (wajib, harus dan mengikat) menurut semua fuqaha
madzhab. Oleh karena itu dibolehkan bagi kedua belah pihak (mudharib dan
keduanya bila mudharib atau ‘amil telah memulai usaha kerjanya, sebab tidak
Adapun jika modal tersebut masih berujud barang atau komoditi maka fasakh
mudharib
154
Ibid, hal. 56
155
Muhammad, Permasalahan Fiqhiyah dalam Penerapan Mudharabah, (Yogyakarta,
Pusat Studfi Ekonomi Islam, 2003), hal.82.
87
dan mereka mewajibkan kepada mudharib selaku ‘amil untuk menepatinya selama
bermanfaat bagi kepentingan syarikat dan tidak bertentangan dengan kaidah dan
hukum syarikat.Karena firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 1 dan
syarat-syarat antar mereka kecuali syarat yang menghalalkan yang haram atau
membatalkan akad dan modal berbentuk uang tunai. Adapun modal berbentuk
barang, jika ia menuntut pembatalan, maka supaya menunggu sampai modal dan
aset tersebut menjadi tunai, dengan demikian menjadi jelas keuntungan atau
Sebab hal itu termasuk dalam kesepakatan bersama yang harus dipenuhi dan
156
Ibid, hal 91
157
Ibid, hal. 83
88
kerugian yang menimpa modal atau kepentingan shahibul māl. Sebab ia adalah
wakil dari shahibul māl dalam menjalankan modal, maka tindakannya yang
terkait dengan mudharabah harus sesuai dengan ketentuan atau syarat yang
perolehan suatu usaha kepada mitra usaha atas keikutsertaan modal atau kerja
sharing bagi untung rugi profit-and loss sharing dan bagi untung (profit sharing).
Tetapi dalam tehnik penghitungan, dikenal dua istilah bagi hasil yang terdiri dari
bagi untung (profit sharing) dan bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi untung
profit sharing adalah pembagian keuntungan usaha yang dihitung dari pendapatan
setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Didalam BMT, pola ini juga digunakan
Bagi hasil (revenue sharing) ialah bagi hasil yang dihitung dari seluruh
total pendapatan pengelolaan dana. Demikian juga, pola ini dapat digunakan
untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan Islam seperti BMT.
158
Ibid, hal 92
159
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1989) hal 300
89
Karena itu sistim bagi hasil pada BMT berarti sistim yang diterapkan dalam
ekonomi yang diatas namakan Islam yang menekankan pada pembagian hasil
pola bagi hasil itu untuk pembiayaan perdagangan. Dalam hukum Islam lama
(fiqh), bagi hasil terdapat dalam mudharabah dan musyarakah (syirkah). Kedua
sangat nyata. Perbedaan itu dapat dilihat dari tabel berikut :161
160
Waqaar Msood Khan, Towards, An Interest –Free Islamic Economic System, (UK:
The Islamic Foundation UK and The International Association For Islamic Economies,
Islamabad,1985M-1406 H) hal.28.
161
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah, Dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema
Insani, 2001) hal 61.
90
a.Penentuan bunga dibuat pada waktu a.Penentuan besarnya rasio /nisbah bagi
akad dengan asumsi harus selalu hasil dibuat pada waktu akad dengan
untung berpedoman pada kemungkinan ganti
rugi
b.Besarnya prosentase berdasarkan b.Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang pada jumlah keuntungan yang
dipinjamkan. diperoleh.
c. Pembayaran bunga tetap seperti yang c.Bagi hasil bergantung pada
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah keuntungan proyek yang dijalankan.
proyek yang dijalankan oleh pihak Bila usaha merugi, kerugian akan
nasabah untung atau rugi. ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak.
d.Jumlah pembayaran bunga tidak d. Jumlah pembagian laba meningkat
meningkat sekalipun jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan.
ekonomi sedang “booming”.
e.Eksistensi bunga diragukan (kalau e.Tidak ada yang meragukan keabsahan
tidak dikecam) oleh semua agama bagi hasil.
termasuk Islam.
f.Jika terjadi kerugian ditanggung f. Jika terjadi kerugian ditanggung
nasabah saja. kedua belah pihak, nasabah dan
lembaga.
shahibul māl dengan mudharib. Dengan demikian semua pengeluaran rutin yang
antara shahibul māl dan mudharib sesuai dengan proporsi yang disepakati
sebelumnya dan secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian awal. Tidak ada
pembagian laba sampai semua kerugian telah ditutup dan ekuiti shahibul māl telah
91
dibayar kembali. Jika ada pembagian keuntungan sebelum habis masa perjanjian
berikut :163
Nisbah X % Nisbah X%
Pembagian keuntungan
konsekuensi lebih lanjut bahwa seluruh kerugian dalam usaha yang dibiayai akan
ditanggung oleh bank (shahibul māl) , kecuali jika kerugian tersebut disebabkan
oleh kelalaian nasabah atau melanggar persyaratan yang telah disepakati. Selain
itu juga pihak shahibul māl harus aktif berusaha mengantisipasi kemungkinan
162
Muhammad, Teknik, hal 24
163
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank, hal 94
92
2. Nisbah Keuntungan
kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal rupiah tertentu.
modal, walaupun dapat juga bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar
Ketentuan bagi untung dan bagi rugi merupakan konsekuensi logis dari
investasi (natural uncertainty contracts). Dalam kontrak ini, return dan timing
cash flow kita tergantung kepada kinerja sektor riilnya. Apabila laba bisnisnya
besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya
kecil, mereka mendapat bagian kecil juga. Filosofi ini hanya dapat berjalan jika
nisbah laba ditentukan dalam bentuk prosentase, bukan dalam bentuk nominal
rupiah tertentu.165
164
Muhammad, Konstruksi, hal 184.
165
Ahmad Sumiyanto, Problem, hal 10-11.
93
menyebut, bahwa keuntungan hanya dapat diakui hanya ketika dibagikan secara
karena modal dan kerja adalah sejajar, saling berkepentingan, dan membutuhkan,
lebih besar atau sebaliknya lebih kecil daripada shahibul māl tergantung pada
keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak (shahibul māl dan mudharib)
harus dalam jumlah nisbah tertentu, jika keduanya telah sepakat bahwa
seperempat (25%) atau setengah (50 %) bagi mudharib misalnya, maka hal itu
sudah cukup dimengerti karena bagian sisa tentunya adalah bagi shahibul māl,
semuanya itu tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, baik nisbah
166
Gemala Dewi,dkk, Hukum, hal. 128.
167
Ibid.
94
masing-masing sama atau lebih besar atau lebih kecil dan harus ditepati. Sebab
BAB III
168
Muhammad, Teknik, hal 63-64.
95
BMT Bina Ihsanul Fikri adalah lembaga keuangan mikro syariah yang
berdiri pada tahun 1996 di Gedongkuning Yogyakarta. BMT Bina Ihsanul Fikri
banyaknya usaha kecil yang kebutuhan modalnya dicukupi oleh rentenir yang
yang belum mampu menyentuh kebutuhan ekonomi sehingga misi dakwah belum
terasa sempurna. Akhirnya pada tanggal 11 Maret 1997 BMT Bina Ihsanul Fikri
Prinsip usaha BMT Bina Ihsanul Fikri dibagi menjadi dua yaitu usaha
sosial ( Baitul Māl ) dan usaha bisnis ( Baitul Tamwil ). Usaha sosial ini
bergerak dalam bidang penghimpunan dana zakat, infaq, dan shodaqoh kemudian
bentuk pembiayaan (kredit) kepada pengusaha atau pedagang kecil dengan sistem
bagi hasil.
96
menengah atas ( aghnia) tetapi masyarakat kelas bawah tetap diarahkan untuk
pembiayaan adalah para pengusaha dan pedagang kecil yang tidak mampu
kecil, namun mereka belum bisa berbuat maksimal karena terbatasnya modal yang
dimiliki.
2. Misi BMT Bina Ihsanul Fikri adalah adalah menerapkan prinsip syariah,
3. Tujuan BMT Bina Ihsanul Fikri adalah membangun kehidupan ekonomi umat
BMT Bina Ihsanul Fikri melakukan pengembangan dan penguatan basis masa
kecil dan bermitra dengan yang besar. Sebab dengan jumlah yang banyak dan
berkualitas serta memiliki loyalitas yang kuat, meskipun kecil niscaya akan
mampu memberikan akumulasi ekonomi yang besar dan relatif lebih stabil.
Atas usaha ini BMT Bina Ihsanul Fikri dalam waktu sebelas tahun telah
strategi dengan cara menjalin atau membangun komunikasi bisnis dan sosial,
maupun sesudah menjadi nasabah atau anggota, karena dengan kedekatan dan
BMT Bina Ihsanul Fikri selalu proaktif dan progresif terhadap perkembangan
bisnis dan sosial, selalu berkreasi dalam persaingan, dan inovatif dalam
BMT Bina Ihsanul fikri terus mengembangkan usaha, baik secara internal
sentra-sentra bisnis (dimana ada BRI disitu ada BMT Bina Ihsanul Fikri),
mengambil alih managemen BMT lain yang mengalami masalah, aktif dalam
lembaga funding, baik bank maupun non bank di dalam maupun diluar negeri.
Islam. Peningkatan sumber daya insani ini dibangun pada semua aspek, sikap,
1. Un it Simpan Pinjam
mudharabah.
Yaitu simpanan titipan murni dari ta’mir masjid atau kelompok pengajian
atau perorangan. Dana yang dititipkan akan dikelola oleh BMT Bina
Ihsanul Fikri dan nasabah akan mendapatkan bonus dengan nisbah bagi
99
hasil. Aplikasi dalam operasional BMT Bina Ihsanul Fikri antara lain :
domanah.
2) Tabungan Mudharabah
a) Simpanan Umum
BMT Bina Ihsanul Fikri akan diberikan nisbah /bagi hasil sesuai
bulan.
Simpanan ini digunakan untuk keperluan hari raya idul fitri dimana
d) Simpanan Haji
haji.
e) Simpanan Pendidikan
f) Simpanan Walimah
3) Deposito Mudharabah
Atas produk ini penyimpan akan mendapatkan bagi hasil yang umumnya
Yaitu sejenis surat berharga atau obligasi syariah, dengan jangka waktu
bulan yang umumnya lebih besar dari deposito, penyimpan dapat memilih
rupiah).
5) Penyertaan Musyarakah
Bina Ihsanul Fikri, karena mereka tidak dapat dipilih menjadi pengurus,
waktu minimal satu tahun dan hanya dapat diambil setelah disetujui dalam
akan ditinjau ulang dan sejak tahun 2004 dijual dengan harga
Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per lembarnya. Masyarakat dapat
memiliki lebih dari satu lembar akan tetapi suaranya pada Forum
6) Sertifikat Pendiri
Yaitu simpanan pokok anggota sebagai modal pada saat awal BMT Bina
Bina Ihsanul Fikri secara mutlak, oleh karenanya dapat dipilih dan
memilih dalam Forum Musyawarah Akhir Tahun. Sertifikat ini tidak dapat
diri. Besarnya nilai satu sertifikat adalah Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) dan dapat memiliki lebih satu lembar, tetapi suara
dalam rapat tetap satu. Anggota baru akan terus dikembangkan dengan
7) Wakaf Tunai
Yaitu wakaf dalam bentuk uang yang diserahkan kepada Panti Asuhan dan
dana wakaf ini sebagaimana kedudukan wakaf sendiri tidak akan habis
dan terus bergulir, sehingga jika penerima beasiswa wakaf yang pertama
Untuk menjangkau umat sampai pada lapisan paling bawah, dalam bidang
Yaitu penyediaan barang modal dan atau barang konsumtif oleh BMT Bina
Ihsanul Fikri kepada peminjam. Atas dasar akad ini BMT akan mendapatkan
keuntungan yang besarnya dihitung atas dasar kesepakatan. Ada kalanya jual
Yaitu penyediaan modal usaha atas dasar kemitraan dan patungan modal
(musyarakah) atau dapat juga semua permodalan dari BMT Bina Ihsanul
Fikri (mudharabah). Atas akad ini, BMT Bina Ihsanul Fikri akan
Yaitu produk jasa talangan dana yang dibutuhkan sangat cepat sementara
piutang nasabah ditempat lain belum jatuh tempo (hiwalah). BMT Bina
104
dalam hal ini BMT Bina Ihsanul Fikri akan berperan sebagai penjamin atas
usaha nasabah terhadap pihak lain (Kafalah). Atas akad ini, BMT Bina
Ihsanul Fikri akan mendapatkan fee manajemen yang besarnya tergantung dari
kesepakatan.
Sedangkan dana yang bisa tidak kembali disebut Al-Qordhul Hasan. Al-Qord
sumber dananya dapat berasal dari dana produktif maupun sosial (ZIS), tetapi
Al-Qordhul Hasan dananya hanya bersumber dari dana sosial (ZIS). Namun
BMT Bina Ihsanul Fikri baru mengembangkan produk Al-Qord. Atas akad ini
BMT Bina Ihsanul Fikri akan mendapatkan fee atau infaq yang besarnya tidak
ditentukan.
2. Setiap bulan sekali diadakan pembinaan dan majelis taklim yang wajib diikuti
3. Setiap hari Rabu diadakan majelis rebon bagi para manajer cabang yang
4. Setiap dua bulan sekali pada minggu kedua diadakan pembinaan khusus bagi
5. Setiap tiga bulan sekali diadakan pembinaan khusus bagi para kasir dan
petugas pembukuan.
Sejak berdiri tahun 1997 hingga sekarang, BMT Bina Ihsanul Fikri
mengalami perkembangan yang cukup membanggakan. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah nasabah, cabang-cabang yang dimiliki, total asset dan lain sebagainya
1. Perkembangan Nasabah
Tabel 3.2. Jumlah Nasabah BMT Bina Ihsanul Fikri tahun 2006
1. Perdagangan 52,42 %
2. Pertanian 12,99 %
3. Industri 4,41 %
4. Konsumtif 12,73 %
5. Jasa 17,45 %
* data per 31 Desember 2006
tahun terus meningkat, hal ini dapat dilihat sebagaimana tabel berikut :
tahun 2000-2006
Bina Ihsanul Fikri yang mengalami peningkatan yang cukup pesat, apalagi
melihat potensi pasar yang terbuka luas serta mulai tumbuhnya kesadaran
B. Hasil Wawancara
atau data yang diperoleh peneliti melalui wawancara pada responden, peneliti
melakukan wawancara dengan 2 orang sebagai sumber yaitu : (1) seorang petugas
yaitu :
mudharabah ?
mudharabah ?
setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna penghitungan nisbah
bagi hasil ?
mudharabah ?
Responden No.1
110
Wawancara dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 12 Juli 2007 jam 09.15 sampai
Yogyakarta dengan seorang nasabah dengan kategori nasabah dengan umur tertua.
Responden No. 2
Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Juli 2007 jam 10.15 sampai
termuda.
Jawab : Paham.
Alasan : setahu saya pihak BMT tidak memberi batasan mengenai usaha
yang saya jalankan. Jadi saya juga menjalankan usaha saya
berdasarkan keinginan dan kemampuan saya.
3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Sebenarnya saya tidak begitu paham prosedurnya, tetapi saya tahu
setiap bulan ada kewajiban melaporkan keuntungan yang saya
peroleh dari usaha yang saya kelola.
4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian
Jawab : Paham.
Alasan : Menurut keterangan petugas BMT, dalam pembiayaan
mudharabah tidak ada bunga, tetapi ada pembagian keuntungan
yang disebut dengan nisbah bagi hasil.
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi
Jawab : Paham.
Alasan : Ketika akad dilakukan, telah disepakati pembagian keuntungan
yang diperoleh tiap bulan berdasarkan prosentase.
Jawab : Paham.
113
Alasan : Setahu saya didalam akad pembiayaan itu disebutkan jika terjadi
perselisihan antara BMT dengan nasabah akan diselesaikan di
Pengadilan Agama.
Responden No. 3
Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 16 Juli 2007 jam 11.15 sampai
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
114
Jawab : Paham.
Alasan : Menurut pemahaman saya bagi hasil adalah perhitungan
pembagian keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan usaha
dengan modal dari pembiayaan mudharabah.
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Pada saat melaksanakan akad pembiayaan mudharabah, pihak
BMT telah menjelaskan tentang adanya pembagian keuntungan
yang akan diperoleh sebagai hasil usaha, dan pembagian
keuntungan tersebut akan dibagi antara pihak BMT selaku
pemberi modal dengan nasabah berdasarkan perhitungan
prosentase. Besarnya bagian masing-masing juga disepakati pada
saat akad dilaksanakan.
6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad
Jawab : Paham.
Alasan : Setahu saya biasanya jika terjadi perselisihan akan diselesaikan
secara intern oleh pihak BMT melalui jalan damai, akan tetapi
jika tidak terjadi penyelesaian, didalam akad disebutkan akan
diselesaikan melalui proses di Pengadilan Agama.
Responden No. 4.
115
Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 17 Juli 2007 jam 11.00 sampai
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
pembiayaan mudharabah ?
Responden No. 5
Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 18 Juli 2007 jam 14.00 sampai
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Setiap bulan saya membuat laporan perkembangan usaha saya.
Memang dalam pembiayaan mudharabah diperlukan adanya
kejujuran nasabah, sehingga saya juga berusaha jujur dengan
memberikan laporan sesuai dengan kenyataan.
4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian
Jawab : Paham.
Alasan : Menurut pemahaman saya bagi hasil adalah perhitungan pembagian
keuntungan yang diperoleh dalam menjalankan usaha dengan modal
dari pembiayaan mudharabah.
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Pada saat melaksanakan akad pembiayaan mudharabah, pihak BMT
telah menjelaskan tentang adanya pembagian keuntungan yang akan
diperoleh sebagai hasil usaha, dan pembagian keuntungan tersebut
akan dibagi antara pihak BMT selaku pemberi modal dengan
nasabah berdasarkan perhitungan prosentase. Besarnya bagian
masing-masing juga disepakati pada saat akad dilaksanakan.
6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad
Jawab : Paham.
118
Responden No. 6
Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 14.00 sampai
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
pembiayaan mudharabah ?
Responden No. 7
Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 10.00 sampai
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
pembiayaan mudharabah ?
Alasan : Saya juga kurang paham. Setahu saya diselesaikan secara intern
Responden No. 8
Wawancara dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 24 Juli 2007 jam 10.00 sampai
dengan 10.30 WIB bertempat di Gedongkuning Yogyakarta dengan seorang
nasabah dengan kategori nasabah penerima modal pembiayaan besar.
1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Ya saya mengerti maksudnya, dimana disini BMT bertindak
selaku pemberi dana (shahibul māl) dan saya selaku nasabah
sebagai pengelola usaha (mudharib). Disini tidak diterapkan sistim
bunga tetapi ada perhitungan bagi hasil sebagai pembagian dari
keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dijalankan.
2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui
mengenai sistim pengelolaan modalnya ?
Jawab : Paham.
Alasan : Sepengetahuan saya mengenai sistem pengelolaan dananya, dana
100 % berasal dari pihak BMT, sedang saya selaku nasabah
tinggal mengelola usaha yang telah disepakati dengan pihak BMT.
Disini karena modal yang saya peroleh besar, maka pihak BMT
juga ikut memberikan arahan dalam pengelolaan usaha saya.
3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Saya paham, setiap bulan saya membuat pembukuan mengenai
keuntungan yang diperoleh dalam pengelolaan usaha saya,
sehingga dalam memberikan laporan mengenai perkembangan
usaha saya bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian
Jawab : Paham.
Alasan : Nisbah bagi hasil adalah sistem perhitungan pembagian
keuntungan yang diperoleh setiap bulannya antara pihak BMT
selaku shahibul māl dengan nasabah selaku mudharib.
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Bagi hasil kan perhitungannya sudah disepakati pembagiannya
berdasar prosentase yang disepakati di awal akad. Jadi setiap bulan
pembagian bagi hasil hanya tinggal didasarkan pada prosentase
yang telah disepakati tersebut.
6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad
Jawab : Paham.
Alasan : Jika ada perselisihan didalam akad telah ditunjuk penyelesaiannya
melalui Pengadilan Agama.
Responden No. 9
Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2007 jam 09.00 sampai
dengan 09.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah
dengan kategori nasabah dengan kategori wanita.
123
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
pembiayaan mudharabah ?
Responden No. 10
Wawancara dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 25 Juli 2007 jam 09.00 sampai
dengan 09.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah
dengan kategori nasabah dengan kategori laki-laki.
1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Kurang Paham.
Alasan : Saya memang nasabah pembiayaan mudharabah, saya tahu
namanya akad mudharabah dari penjelasan karyawan BMT,
namun apa yang dimaksud dengan pembiayaan mudharabah saya
tidak paham.
2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui
mengenai sistem pengelolaan modalnya ?
125
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Ya saya tahu, nisbah bagi hasil adalah perhitungan pembagian
keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah yang saya
peroleh dari usaha yang saya kelola setiap bulannya..
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Saya membaca di akad perjanjian, bahwa jika ada perselisihan
akan diselesaikan melalui Pengadilan Agama.
Responden No. 11
Wawancara dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 28 Juli 2007 jam 11.00 sampai
dengan 11.30 WIB bertempat di Kotagede Yogyakarta dengan seorang nasabah
dengan kategori nasabah dengan kategori nasabah baru..
1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Kurang Paham.
Alasan : Pada waktu akad saya diberi penjelasan namanya akad
mudharabah, namun sebagai nasabah baru apa yang dimaksud
dengan pembiayaan mudharabah saya masih belum paham.
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Setahu saya nisbah bagi hasil adalah perhitungan pembagian
keuntungan dari modal pembiayaan mudharabah yang diperoleh
dari usaha yang dikelola setiap bulannya..
5. Bagaimana Bapak/Ibu memahami prosedur penentuan bagi hasil dalam akad
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Saya tahu karena pada waktu akad dijelaskan oleh pihak BMT
bahwa dalam pembiayaan mudharabah ada pembagian keuntungan
yang diperoleh dari hasil usaha, yang pembagiannya dihitung
berdasar prosentase.
6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad
Responden No. 12
128
Wawancara dilaksanakan pada hari Senin tanggal 30 Juli 2007 jam 09.00 sampai
dengan 09.30 WIB bertempat di Umbulharjo Yogyakarta dengan seorang nasabah
dengan kategori nasabah dengan kategori nasabah lama.
1. Apakah Bapak/Ibu selaku nasabah BMT mengetahui yang dimaksud dengan
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan. : Ya saya mengerti, pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan
yang diberikan untuk mengelola usaha, dimana 100 % modalnya
berasal dari BMT. Tidak ada perhitungan bunga tetapi ada
perhitungan bagi hasil setiap bulannya.
2. Apakah selaku nasabah pembiayaan mudharabah Bapak /Ibu juga mengetahui
mengenai sistem pengelolaan modalnya ?
Jawab : Paham.
Alasan : Yang saya tahu, selama ini hanya dijelaskan oleh pihak BMT
bahwa meski 100 % modal dari BMT tetapi saya diberi kebebasan
untuk mengelola usaha saya sendiri, asal tidak menyimpang dari
syariat Islam.
3.Apakah Bapak /Ibu mengetahui prosedur pembuatan laporan perkembangan
usaha Saudara setiap bulan yang harus dilaporkan kepada BMT guna
Jawab : Paham.
Alasan : Ya saya tahu, setiap bulan saya membuat laporan perhitungan
keuntungan yang saya peroleh meski dalam bentuk yang
sederhana. Yang penting bisa untuk menghitung prosentase
pembagian keuntungannya.
4. Bagaimana Bapak/Ibu menafsirkan apa yang dimaksud dengan pengertian
Jawab : Paham.
129
pembiayaan mudharabah ?
Jawab : Paham.
Alasan : Prosentase pembagian keuntungan kan sudah disepakati pada
awal akad, jadi tiap bulan tinggal dihitung dengan keuntungan
yang diperoleh.
6. Bagaimana cara yang ditempuh jika terjadi perselisihan dalam akad
Jawab : Paham.
Alasan : Setahu saya dulu melalui arbitrase, tetapi di akad yang baru
disebutkan jika ada sengketa akan diselesaikan di Pengadilan
Agama.
sebagai berikut :
1. Pengertian
nasabah
mengenai akad KP P P KP P KP KP P P KP KP P
pembiayaan
mudharabah
2. Pengertian
nasabah
tentang sistem KP P P KP P KP KP P KP KP KP P
pengelolaan
modal
pembiayaan
mudharabah
3. Pengertian
nasabah
mengenai KP P P KP P KP KP P KP KP KP P
prosedur
pembuatan
laporan
perkembangan
usaha
No Item
Pertanyaan
mengenai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Penafsiran
nisbah bagi
hasil KP P P KP P KP KP P P P P P
2. Pengertian
mengenai
prosedur KP P P KP P KP KP P KP KP P P
penentuan
bagi hasil
3. Pengertian
131
mengenai KP P P KP P KP KP P KP P K
cara yang
ditempuh P
jika terjadi
perselisihan
pemahaman akad mudharabah dan nisbah bagi hasil, maka dapat disederhanakan
Jumlah
42 30 72
sebagai berikut :
R e k a p it u la s i H a s i l W a w a n c a r a N a s a b a h P e m b i a y a a n M u d a r o b a h
B M T B i n a I n s a n u l F ik r i G e d o n g K u n i n g Y o g y a k a r t a
9
8
8
7 7 7
7
6 6 6 6
6
5 5 5
5
4
Jumlah
0
1 2 3 4 5 6
N o m o r I te m P e r ta n y a a n
P a h a mK u r a n g P a h a m
BAB IV
PEMBAHASAN
134
Dari penelitian, didapat hasil bahwa ada faktor internal dan eksternal yang
dan nisbah bagi hasil. Didalam penelitian ini, faktor internal yang mempengaruhi
hasil meliputi 6 hal yaitu : umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, jumlah
penjelasan yang diperoleh dari BMT mengenai akad pembiayaan mudharabah dan
laporan, sedang pemahaman mengenai nisbah bagi hasil dibagi menjadi 3 yaitu
keenam hal ini dijadikan oleh penulis sebagai indikator dalam menilai seorang
nasabah paham atau kurang paham mengenai akad pembiayaan mudharabah dan
nisbah bagi hasil. Berikut ini adalah pembahasan dari hasil wawancara dengan
responden :
memegang peran yang sangat penting. Karena dari faktor inilah nasabah yang
mudharabah dan nisbah bagi hasil. Disini faktor internal yang mempengaruhi
penjelasan secara garis besar oleh pihak shahibul māl (BMT), tetapi mereka
hanya mengerti mendapat pinjaman modal dari BMT untuk mengelola usaha,
namun tidak mengerti nama dan maksud akadnya karena menurut mereka
lebih tinggi, nasabah yang menerima pembiayaan besar, dan nasabah lama
modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pihak pelaksana usaha,
mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak
memahami apa yang dimaksud dengan mudharabah begitu juga dengan sistim
bagi hasil yang diterapkan, tetapi karena kebutuhan modal maka mereka
kemudian menyepakatinya;
Dari hasil penelitian ini, didapat hasil bahwa nasabah yang tidak
paham tentang akad pembiayaan mudharabah ini juga tidak memahami bahwa
akad yang dilakukan memiliki akibat hukum. Bahwa dilihat dari pendapat
para ulama, bahwa ijab kabul akan memiliki akibat hukum jika memenuhi
kehendak para pihak secara pasti, juga apabila tujuan yang terkandung dalam
pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki
akad tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Namun selama ini didalam
Dalam hal ini, terlepas dari paham atau tidak pahamnya nasabah
tentang isi dan maksud dari akad tersebut, tetap berlaku azas yaitu apabila ia
tersebut beserta seluruh akibat hukumnya. Akad tersebut mengikat bagi kedua
yang mengikat bagi kedua belah pihak, yaitu bagi pihak BMT dan nasabah
serta.
ini, sehingga BMT sebagai shahibul māl mempunyai resiko yang besar
lain.
mudharabah
pembiayaan modal besar juga mengaku paham karena pihak BMT memang
dengan pembiayaan kecil. Selain itu juga nasabah yang telah lama menjadi
138
pembiayaan mudharabah.
diberikan oleh pihak BMT sudah cukup jelas. Bahwa didalam pembiayaan
yang diserahkan bisa berbentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai
responden itu juga ada yang tidak memahami bahwa nasabah diberi kebebasan
masyarakat tentang Bank Syari’ah (baca BMT) masih keliru. Selama ini
139
masih ada pemahaman nasabah bahwa pihak bank (baca BMT) akan turut
dan kontrol yang harus dilakukan oleh pihak BMT guna mengantisipasi hal-
usaha
kepada shahibul māl ditambah dengan sejumlah keuntungan dari hasil usaha.
Besarnya keuntungan tersebut didasarkan pada nisbah bagi hasil yang telah
namun diakui kadang tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dikarenakan
ada yang memang dengan sengaja membuat laporan yang tidak sesuai dengan
untuk membuat laporan secara tertulis, hal ini terutama bagi nasabah dengan
pendidikannya rendah. Selain tidak bisa mereka juga beralasan malas untuk
kepada petugas BMT secara lisan, dan petugas BMT yang akan menghitung
berapa besar pembagian keuntungan yang diperoleh pada bulan itu. Disini
BMT mewajibkan adanya laporan secara tertulis dan tertib. Pihak BMT juga
karena itu maka administrasi atas segala transaksi penjualan dan pendapatan
hasil.
141
belah pihak terlebih bagi mudharib. Kejujuran yang dimaksud meliputi hal-hal
Pada umumnya nasabah sudah pernah mendengar istilah nisbah bagi hasil
dalam transaksi di BMT, hanya maksud dari nisbah bagi hasil yang kadang belum
dipahami. Dari hasil penelitian terdapat 4 orang yang menyatakan kurang paham
Responden yang kurang paham menyatakan pernah mendengar istilah nisbah bagi
hasil pada saat akan melakukan akad pembiayaan mudharabah, tetapi maksud
pembiayan mudharabah tidak ada bunga dan sebagai gantinya adalah dengan cara
bagi hasil. Akan tetapi bagaimana prosedur pelaksanaan nisbah bagi hasil itu,
responden tersebut menyatakan kurang paham, karena yang lebih penting bagi
mereka adalah mendapat pinjaman modal untuk usahanya, sedang untuk bagi
sistem pembagian keuntungan antara pihak BMT dan sebagai penyandang dana
dipahami sebagai pengganti bunga yang diyakini mengandung unsur riba yang
pembagian untung bagi kerjasama usaha antara dua pihak atau lebih dengan peran
serta masing-masing pihak dalam bentuk modal ataupun keahlian yang disebut
dengan mudharabah. Keuntungan adalah milik bersama antara shahibul māl dan
mudharib, karena modal dan kerja adalah sejajar, saling berkepentingan, dan
masing-masing.
yang mungkin terjadi. Semakin tinggi tingkat resikonya, akan semakin besar
nisbah bagi hasil dan sebaliknya. Oleh karenanya pengelola BMT harus selektif
Responden yang kurang paham menyatakan tidak tahu pasti sistem yang
diterapkan dalam penentuan bagi hasil dalam akad mudharabah. Mereka mengaku
mengerti adanya penentuan prosentase bagi hasil pada saat dibacakan akad
pembiayaan mudharabah. Pada waktu akad pihak BMT telah mempunyai standar
Responden yang paham menyatakan bahwa bagi hasil antara pihak BMT
akad pembiayaan mudharabah. Setiap bulan jumlah bagi hasil yang diterima tidak
sama besarnya karena bergantung pada keuntungan yang didapat mudharib dari
setiap bulannya.
keliru mengenai bagi hasil. Seperti apa yang dikemukakan oleh Muhammad,
bahwa nasabah menganggap bagi hasil yang diberikan oleh bank (baca BMT)
kepada nasabah harus lebih besar dibandingkan dengan bunga dari bank
konvensional, sehingga bagi hasil nasabah pembiayaan harus lebih kecil dari
bunga bank.
144
lebih besar atau sebaliknya lebih kecil daripada shahibul māl tergantung pada
keuntungan yang didapat oleh masing-masing pihak (shahibul māl dan mudharib)
harus dalam jumlah nisbah tertentu, jika keduanya telah sepakat bahwa
seperempat (25%) atau setengah (50 %) bagi mudharib misalnya, maka hal itu
sudah cukup dimengerti karena bagian sisa tentunya adalah bagi shahibul māl,
semuanya itu tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, baik nisbah
masing-masing sama atau lebih besar atau lebih kecil dan harus ditepati.
nasabah lainnya mengaku tidak tahu karena tidak memperhatikan isi akadnya.
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik pemahaman bahwa responden yang
Para ahli hukum Islam (jumhur ulama) memberikan definisi akad sebagai :
“pertalian antara Ijab dan Kabul yang dibenarkan oleh syara’ yang menimbulkan
(shulhu) antara kedua pihak. Jika tahap pertama ini belum berhasil dilakukan
dengan cara mengangkat seorang atau lebih, sebagai wasit atau juru damai oleh
dua orang atau lebih yang bersengketa, guna menyelesaikan perkara yang mereka
perselisihkan secara damai. Dalam hal ini, seseorang yang ditunjuk langsung oleh
dua orang yang bersengketa disebut hakam. Penyelesaian yang dilakukan oleh
yang artinya secara harfiah antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut
istilah fiqh kata ini berarti menetapkan hukum syara’ pada suatu peristiwa atau
sengketa untuk menyelesaikan secara adil dan mengikat. Al-Qadha secara harfiah
antara lain memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah fiqh kata ini berarti
menyelesaikan secara adil dan mengikat, yang dalam hal ini adalah menjadi
Ihsanul Fikri, didalam akad sudah disebutkan bahwa apabila timbul perselisihan
sekarang masih belum pernah ada yang prosesnya sampai di Pengadilan Agama,
146
karena selama ini masih diselesaikan secara intern antara pihak BMT dengan
yang diberikan masih relatif kecil, sehingga jika dilihat dari pertimbangan waktu,
biaya dan tenaga dirasakan kurang efisien. Juga dengan tingkat pendidikan dan
BAB V
a. Kesimpulan
pembiayaan mudharabah dan nisbah bagi hasilnya. Hal ini didasarkan pada 6
hal yang dijadikan tolok ukur penelitian oleh peneliti dalam mengukur tingkat
mudharabah dan nisbah bagi hasil, pemahaman mengenai nisbah bagi hasil,
apabila terjadi sengketa antara pihak BMT dengan nasabah. Sebagian nasabah
kewajiban yang mempunyai akibat hukum bagi kedua belah pihak. Sebagian
dengan jalan damai saja seperti yang dilakukan selama ini, dan tidak
148
B. Saran-saran
suatu akad, pihak BMT perlu lebih meningkatkan atau mengintensifkan dalam
hak dan kewajibannya dengan benar. Bisa juga diberikan tambahan fasilitas
damai tidak diperoleh kesepakatan, maka sesuai akad yang sudah disepakati,