Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aktivitas ekonomi dengan landasan berupa bagi hasil pada sektor

sekunder khususnya industri manufaktur tidak dapat dilepaskan daripada

keberadaan suatu lembaga keuangan. Hal ini lazimnya berupa lembaga

keuangan yang mendasarkan pada aspek syari’ah dengan menggunakan

mekanisme bagi hasil sebagai pengganti instrumen bunga bank.1

Ketersediaan dana yang ada dilembaga keuangan tentu akan

disalurkan kepada nasabah yang membutuhkan dana dengan harapan

untuk mendapatkan penagihan guna menutup operasional lembaga

tersebut. Dengan banyaknya lembaga keuangan tersebut timbul persaingan

sangat ketat baik produk pinjaman maupun bunga yang ditetapkan, bahkan

masyarakat mencari lembaga keuangan yang menerapkan bunga kecil baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Namun demikian lembaga

keuangan dalam melakukan kegiatannya wajib menerapkan prinsip sesuai

dengan “ pasal 35 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah yaitu kehati-hatian”.2

Pengembangan produk di bank syari’ah pada umumnya

menggunakan sistem dengan 5 (lima) prinsip, dinataranya yaitu:3

a. Prinsip wadi’ah (simpanan);


1
Umi Karomah Yaumiddin, 2010, Usaha Bagi Hasil antara Teori dan Praktek, Bantul: Kreasi,
hal. 68-69.
2
Tim redaksi fokus media, 2009. Undang-Undang Ekonomi syariah, Bandung.Fokus media. Hal
55
3
Muhammad, 2000, Sistem & Prosedur Operasional Bank Syari’ah, Yogyakarta: UII Press, hal.
5-6.

1
2

b. Prinsip syirkah (bagi hasil)


c. Prinsip tijaroh (jual beli/pengembalian keuntungan);
d. Prinsip Al-ajr (pengambilan fee);
e. Prinasip Al-qard (biaya administrasi).

“Perbankan syariah yang berkembang begitu cepat sekarang ini

merupakan hasil dari sinergi lembaga lembaga dan industri pendukung

yang menjadi stake holder Bank Syariah. Bank Syariah bukan karena

keislamannya tetapi juga secara filosofi Bank Syariah ini memberikan

transparansi dan keadilan bagi masyarakat dari sanalah kemudian terwujud

pemerataan di masyarakat.”4

“Bank syari’ah dalam melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syari’ah yaitu melakukan kegiatan bisnis perbankan berdasarkan

transaksi-transaksi yang ditentukan oleh hukum Islam.nKegiatan

perbankan syari’ah yaitu kegiatan antara pihak bank dengan pihak lain

untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan

lainnya yang dilalui dengan transaksi-transaksi berdasarkan syariah.nBank

syari’ah dalam menjalankan usahanya menggunakan pola bagi hasil “.5

Prinsip pengembangan produk di bank syari’ah maupun lembaga

keuangan syari’ah merupakan produk pembiayaan dengan resiko tinggi

dimana produk pembiayaan menerapkan konsep bagi hasil (prinsip

pembiayaan syirkah) yaitu dalam hal ini merupakan pembiayaan

mudarabah dan masyarakah.

4
Darsono, Ali Sakti, Nas Carya, DKK, 2017, Perbankan Syariah di Indonesia, Jakarta: Rajawali
Perss, hal. 307.
5
Abd Hadi, 2018, Hukum Perbankan Syariah, Malang: Setara Press, hal. 1.
3

Lembaga-lembaga pendukung Bank Syari’ah yang tumbuh dari

masyarakat contohnya antara lain BMT (Baitul Maal Wat Tamwil). “BMT

merupakan lembaga keuangan mikro syari’ah yang operasionalnya untuk

menumbuhkan bisnis usaha mikro dan kecil dan pendirian BMT

merupakan salah satu upaya mengurangi kemiskinan.” 6 Badan hukum

BMT berbentuk koperasi sehingga modal dari para anggota koperasi dan

melakukan kegiatan simpan pinjam dari masyarakat. Disamping itu juga

memberi pinjaman berupa kredit/ pembiayaan berdasar hukum syariah dan

mengacu pada fatwa Dewan Syarial Nasional.

Sistem ekonomi Islam menjelaskan pada tingkat bungan yang

biayarkan bank kepada nasabah (deposannya) menggunakan sistem bagi

hasil dan tingkat bunga yang diterima debitur akan digantikan dengan

prosentase bagi hasil. 2 (dua) rasio keuntungan dijadikan instrumen untuk

memobilisasi tabungan serta disalurkan pada aktifitas bisnis yang

produktif.7 Resiko yang terjadi pada sistem bagi hasil menjadi

tanggungjawab para pihak yaitu pemilik modal dan pemberi modal

dimana hal ini para pihak melakukan kerjasama bagi hasil akan ikut aktif

pada kegiatan rugi maupun keuntungannya.

Konsep nisbah bagi hasil harus melihat dengan prinsip keadilan

yang diterapkan pada lembaga keuangan syari’ah. Keadilan ini merupakan

tujuan daripada ekonomi Islam, sehingga penetapan nisbah bagi hasil

6
Darsono, Ali Sakti ,Op.Cit, hal. 323.
7
Muhammad, 2004, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit margin pada Bank Syari’ah,
Yogyakarta: UII Press, hal. 21-26.
4

tersebut akan memberikan kerugian pada salah satu pihak yang melakukan

transaksi.

Al Qur’an menjelaskan pada Surat Al. A’raf ayat 96

menyebutkan; “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa,

pasti kami akan melimpahkan kepada meraka berkah dari langit dan bumi,

akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa

mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan”. Ayat ini menunjukkan

dengan jelas bahwa apabila penduduk disuatu negara ingin mendapat

berkah maka setiap aktivitas termasuk ekonomi harus dilandasi dengan

iman dan taqwa. Hal ini berarti bahwa,” kehadiran ekonomi islam pada

dasarnya adalah untuk memastikan setiap denyut dan nafas ekonomi

dijalankan untuk membuat masyarakat menjadi semakin beriman dan

bertaqwa”8

Al Qur’an Surat Al-Imron ayat 130 menyebutkan bahwa “Hai

orang-orang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat

ganda dan betaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan” Ayat ini jelas-jelas merupakan larangan yang keras dari

Allah SWT terhadap riba. Maka dalam upaya manusia agar hidup dan

kehidupan dimuka bumi ini bila berkeinginan untuk mendapat

keberuntungan lebih baik menjauhi berbagai bentuk riba dan jangan

dikerjakan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

mengangkat topik permasalahan kedalam penelitian dengan judul


8
Jaharudin Bambang Sutrisno, 2019, Pengantar Ekonomi Islam, Jakarta: Salemba Diniyah, hal. 1.
5

“Implementasi Bagi Hasil Atas Pembiayaan Sesuai Ekonomi Islam Di

BMT Usaha Artha Sejahtera Pamoton”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat dirumuskan suatu

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana menerapkan bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan

pada nasabah?

2. Bagaimana prosedur mendapatkan dana untuk pembiayaan yang

dilakukan oleh nasabah?

3. Apa kendala dalam bagi hasil atas pembiayaan yang disalurkan oleh

BMT?

C. Tujuan Penelitian

Adapun sebagai tujuan atas penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui menerapkan bagi hasil atas pembiyaan yang

diberikan pada nasabah.

2. Untuk mengetahui prosedur mendapatkan dana untuk pembiayaan

yang dilakukan oleh nasabah.

3. Untuk mengetahui kendala dalam bagi hasil atas pembiayaan yang

disalurkan oleh BMT.

D. Manfaat Penelitian
6

Penelitian mengenai implementasi bagi hasil atas pembiayaan sesuai

ekonomi Islam di BMT Usaha Artha Sejahtera Pamoton memiliki

manfaat, diantaranya:

1. Penulis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pengetahuan

serta wawasan kepada penulis (pribadi), khususnya penulis lebih

memahami dengan baik terkait dengan implementasi bagi hasil atas

pembiayaan sesuai ekonomi Islam di BMT Usaha Artha Sejahtera

Pamoton.

2. Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih pemikiran

dan perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang hukum, khususnya

terkait hukum Islam mengenai implementasi bagi hasil atas

pembiayaan sesuai ekonomi Islam di BMT Usaha Artha Sejahtera

Pamoton.

3. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan

informasi kepada masyarakat terkait dengan hukum yang berlaku,

khususnya mengenai hukum islam dan implementasi bagi hasil atas

pembiayaan sesuai ekonomi Islam di BMT Usaha Artha Sejahtera

Pamoton.

E. Kerangka Pemikiran
7

Dana yang tersedia di lembaga keuangan cukup banyak dan

persaingan antar lembaga keuangan sangat ketat sehingga dalam upaya

untuk menyalurkan dana kepada nasabah terjadi persaingan melalui

penerapan bunga yang kompetetif. Hal ini nampak dunia usaha

perbankan/lembaga keuangan berlomba-lomba mencari nasabah disemua

lapisan masyarakat baik untuk memenuhi kebutuhan konsumtif maupun

kebutuhan investasi. Gejala seperti ini tidak dipungkiri karena lembaga

keuangan tersebut sudah mendapat kepercayaan dari masyarakat dalam

penyimpanan dananya ketertarikan masyarakat itu tentunya akan

mendapat bunga yang menyenangkan.

Keseimbangan dan rasa keadilan diterapkan dalam

penghitungannya untuk penentuan bagi hasil dari setiap kegiatan yang

memanfaatkan dana untuk pembiayaan. Dalam penentuan tersebut antara

nasabah dan pemilik modal sama-sama secara terbuka memberikan nilai

untuk memastikan dalam kesepakatan yang dituangkan dalam akad

perjanjian. Hal yang demikian dalam upaya islam menjaga keseimbangan

atau keharmonisan juga mengharap adanya berkah yang melimpah baik

datangnya dari langit maupun bumi.

Bunga diterapkan oleh lembaga keuangan konvensional menurut

kacamata islam adalah riba mengingat penentuan nilai tambah di depan

pada hal firman Allah SWT melarang bagi orang-orang beriman untuk

menerimanya. Maka sesuai ekonomi Islam dalam menyalurkan dana

pinjaman kredit/pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan


8

syariah termasuk BMT UAS Pamotan dengan menerapkan bagi hasil

dalam memperoleh keuntungan.

Skema atau alur pemikiran penyaluran dana yang dapat berkah:

Tak berkah
Lembaga Pinjaman/ Bunga
dilarang, tak
keuangan Kredit
melimpah
konvensional
reziqi, ketidak
seimbangan

Dana dari
masyarakat

Lembaga Berkah
Pinjaman/ Bagi hasil
keuangan Keridhoan
pembiayaan
Syariah Melimpah
reziqi
Keseimbangan

EKONOMI ISLAM
9

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode sosio-legal, yang memiliki tujuan memberikan gambaran

realita yang sesuai dengan fenomena secara tuntas. Pengumpulan data

dari latar alami dengan memanfaatkan peneliti sebagai instrumen

untuk mengupas masalah dari permasalahan yang diteliti yaitu

implementasi bagi hasil atas pembiayaan sesuai ekonomi Islam di

BMT Usaha Artha Sejahtera Pamoton.9

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian dari skripsi ini adalah deskriptif yaitu suatu

penelitian yang dimaksud “untuk memberikan data yang seteliti

mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya maksudnya

adalah untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu

memperkuat teori teori lama,atau didalam kerangka menyusun teori

teori baru”.10 Dalam hal ini penulis ingin mengetahui dengan cara

menguraikan secara sistematis dan menyeluruh atas bagi hasil pada

pembiayaan sesuai ekonomi islam di BMT UAS Pamotan.

3. Sumber Data

Untuk memperoleh hasil dari penelitian yang nantinya berguna dan

mempermudah penulis dalam melakukan penyusunan hasil penelitian ini

maka penulis mengambil sumber data sebagai berikut :

9
Soerjono Soekamto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, hal. 51.
10
Ibid, Hal.10
10

a. Data Primer

1) Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di BMT UAS Pamotan Kabupaten

Rembang. Dipilihnya lokasi tersebut karena sebagai tempat asal

penulis sehingga memudahkan dalam melakukan penelitian.

2) Subyek Penelitian

Yang menjadi subyek penelitian adalah pelaksanaan atau

penerapan bagi hasil atas pembiayaan yang dilakukan BMT UAS

Pamotan dalam bermitra usaha dengan masyarakat atau nasabah

selanjutnya disinkronkan atau disandingkan dengan prinsip

ekonomi islam.

b. Data Sekunder

Dalam mencari data sekunder penulis mendapatkan bahan-bahan

hukum sebagai berikut :

1) Bahan Hukum Primer meliputi :

a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan


sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20
tahun 1998.
b) Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
c) Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor 16/Per.M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh
Koperasi.
d) Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah Nomor 91/Kep.M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk
Pelaksanaan kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah.
e) Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
11

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder meliputi literatur-literatur yang

berkaitan dengan perkreditan, perbankan syariah, hukum

perjanjian, sistem meneter islam, norma, etika ekonomi islam,

ekonomi islam suatu kajian kontemporer,pengantar ekonomi islam

dan akuntansi syariah.

3) Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum Tertier adalah bahan-bahan yang berfungsi

sebagai bahan untuk menjelaskan bahan primer maupun sekunder

sseperti Kamus Bahasa Indonesia.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang

dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian informasi yang

diperoleh merupakan data yang didapat baik berupa gambar, angka,

keadaan, bahasa, simbol. Dengan demikian metode pengumpulan data

adalah tehnik atau cara peneliti untuk mendapatkan dan

mengumpulkan data. Oleh karena itu untuk mendapatkan data tersebut

penulis melakukan wawancara, mencermati pendapat para ilmuwan

dan laporan dari BMT UAS Pamotan.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipergunakan oleh penulis dalam penelitian

dan kajian adalah data secara kualitatif yaitu penelitian yang mengacu

pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-


12

undangan dan peraturan mentri serta fatwa-fatwa dari dewan syariah

nasional. Hal itu semua selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan

rujukan untuk memahami dan memperoleh pengertian yang lebih

mendalam dan menyeluruh untuk memecahkan masalah dalam

menarik kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Sesuai dengan judul skripsi yang penulis sampaikan maka dalam

penyajian atas hasil penelitian dapat diterapkan dalam 4 bab yang masing-

masing bab terdiri dari berbagai sub bab yang merupakan bagian pokok

bahasan yang bersangkutan, adapun penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam hal ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka pemikiran, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian, riba, bagi hasil ,

pembiayaan,akad Dewan Syariah Nasional ekonomi islam, keseimbangan,

Baitul Maal wat Tamwil.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini penulis menguraikan atas hasil yang diperoleh dari BMT UAS

Pamotan baik kegiatan maupun perkembangan pembiayaan yang


13

disalurkan. Selain juga menguraikan atas kajian dan pembahasan yang

disinkronkan dengan ekonomi islam.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berupa kesimpulan dan saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Perjanjian Syari’ah

1. Pengertian akad

Akad (Arab: ‫ = )ان َع ْق ُد‬perikatan, perjanjian dan permufakatan). Pertalian

ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan menerima ikatan),

sesuai dengan kehendak syari’at yang berpengaruh pada objek perikatan.

Demikian dijelaskan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.11

Secara etimologi (bahasa), aqad mempunyai beberapa arti, antara lain:12

a. Mengikat (ar-Aabthu),yaitu: mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat


salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung dikemudian
menjadi sebagai sepotong benda.
b. Sambungan (Aqdatun),yaitu: sambungan yang menjadi memegang
keduaujung itu dan mengikatnya.
c. Janji (Al-Ahdu)sebagaimana dijelaskan kedalam Al-quran: “sebenarnya
siapa yang menepati janji dan bertakwa, Maka Sesungguhnya
Allahmenyukai orang-orang yang bertakwa”. (Q.S.Ali-Imran 3:76) dan
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkanbagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.(QS. Al-Maidah:1).

Istilah ahdu dalam Al-Quran mengacu kepada pernyataan seseorang

mengerjakan seuatu dan tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain,

perjanjian yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak lain,

baik setuju maupun tidak setuju, tidak berpengaruh kepada janjia yang

11
Nasrun Hraun, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Gaya Media Pratama, hal. 97.
12
M. Ali Hasan, 2003, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal.
13.

14
15

dibuat oleh orang tersebut, seperti yang dijelaskan dalam Surah Ali-Imran:

76, bahwa janji tetap mengikat orang yang membuatnya.13

Akad merupakan keterkaitan atau pertemuan ijab dan qabul yang

berakibat timbulnya akibat hukum. Ijab adalah penawaran yang diajukan

oleh salah satu pihak, dan qabul adalah jawaban persetujuan yang diberikan

mitra akad sebagai tanggapan terhadap penawaran pihak yang pertama. Akad

tidak terjadi apabila pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak terkait

satu sama lain karena akad adalah keterkaitan kehendak kedua pihak yang

tercermin dalam ijab dan qabul.14

2. Unsur Akad

Setiap pembentuk aqad atau akad syarat yang ditentukan syara’ yang

wajib disempurnakan. Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam

berbagai macam aqad yaitu:15

a. Kedua orang yang melakukan aqad cakap bertindak (ahli). Tidak sah
akad orang gila, orang yang berada di bawah pengampuan (mahjur)
karena boros atau lainnya.
b. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
c. Akad itu diizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai
hak melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
d. Aqad tidak dilarang oleh syara’.
e. Aqad dapat memberikan faedah.
f. Ijab tersebut berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul.
g. Ijab dan qabul bersambung jika berpisah sebelum adanya qabul maka
batal.

13
Sohari, Ru’fah, Fiqh Muamalah, Bogor: Ghalia Indonesia, hal. 42.
14
M. Ali Hasan, 2003, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Op.Cit, hal. 102.
15
Hendy Suhendi, 2005, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hal. 44.
16

Diperlukan syarat-syarat agar unsur-unsur yang membentuk aqad dapat

berfungsi membentuk aqad. Syarat-syarat yang terkait dengan rukun aqad ini

disebutsyarat terbentuknya aqad (syuruth al-in‟iqadd) yaitu:

a. Tamyiz;
b. Berbilang pihak atau pihak-pihak yang beraqad (at-ta‟adud);
c. Persesuaian ijab dan qabul (kesepakatan);
d. Kesatuan majlis aqad;
e. Objek aqad dapat diserahkan;
f. Objek aqad tertentu atau dapat ditentukan;
g. Objek aqad dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan
memiliki/ mutaqawwin dan mamluk);
h. Tujuan aqad tidak bertentangan dengan syara.

3. Jenis Akad

Para ulama fiqh mengemukakan bahwa aqad itu bisa dibagi dari berbagai

segi keabsahannya.Menurut syara’ dapat dibagi menjadi:16

a. Akad Sahih yaitu akad yang telah memenuhi rukun dan syarat. Hukum
dari akad shahih ini adalah berlakunya seluruh akibat hukum yang
ditimbulkan akad itu serta mengikat kedua belah pihak yang berakad.
Ulama Hanafiyah dan Malikiyah membagi akad shahih ini menjadi dua
macam yaitu:
1) Akad Nafis (sempurna untuk dilaksanakan), yaitu akad yang
dilangsungkan sesuai dengan rukun dan syaratnya dan tidak ada
penghalang untuk melaksanakannya.
2) Akad Mauquf yaitu akad yang dilaksanakan seseorang yang cakap
bertindak hukum, tetapi ia memiliki kekuasaan untuk melangsungkan
dan melaksanakan akad itu.

b. Dilihat dari segi mengikat atau tidaknya, para ulama fiqh membagi

menjadi dua macam:

1) Akad yang bersifat mengikat bagi para pihak-pihak yang berakad,


sehingga salah satu pihak tidak boleh membatalkan akad itu tanpa
seizin pihak lain.

16
Nasrun Haroen, 2007, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, hal. 108.
17

2) Akad yang tidak bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang melakukan


akad, seperti dalam akad al-wakalah (perwakilan), al-ariyah (pinjam-
meminjam), dan al-wadi‟ah (barang titipan).
3) Akad yang tidak sahih yaitu akad yang terdapat kekurangan pada
rukun dan syaratnya sehingga seluruh akibat hukumnya tidak berlaku
dan tidak mengikat kedua belah pihak yang berakad. Ulama
Hanafiyah membagi menjadi dua macam yaitu akad yang fasad dan
akad yang batil. Akad yang batil adalah akad yang tidak memenuhi
salah satu rukun atau terdapat larangan dari syara’. Sedangakan akad
fasad adalah akad yang pada dasarnya disyariatkan tetapi sifat yang
diakadkan tidak jelas.

c. Menurut tujuannya, akad dibagi menjadi:

1) Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
transaksi yang tidak mengejar keuntungan (non profit transaction).
Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam
rangka berbuat kebaikan, sehingga pihak yang berbuat kebaikan
tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak
lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah, bukan dari
manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut
boleh meminta kepada rekan transaksinya untuk sekedar menutupi
biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad, tanpa
mengambil laba dari tabarru’ tersebut.
2) Akad Tijarah
Akad tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut
transaksi yang mengejar keuntungan (profit orientation). Akad ini
dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat
komersiil. Hal ini didasarkan atas kaidah bisnis bahwa bisnis adalah
suatu aktivitas untuk memperoleh keuntungan.

4. Riba

Pengertian riba secara etimologis adalah kelebihan, penambahan,

peningkatan atau surplus.17 Kata riba dalam bahasa Inggris disebut usury,

yang diartikan bunga yang terlalu tinggi atau berlebihan. Zuhaili

menyebutkan bahwa arti riba secara etimologi adalah tambahan. Imam

17
Marwini, Kontroversi Riba Dalam Perbankan Konvensional Dan Dampaknya Terhadap Perekonomian,
Az-Zarqa, Vol. 9, No. 1 Juni 2017.
18

Sarkhasi (bermazhab Hanafi) mendefinisikan riba adalah tambahan yang

disyaratkan dalam transaksi jual beli tanpa adanya iwadh (padanan).18

Al-Askalani menyatakan bahwa riba pada esensinya adalah kelebihan,

apakah itu berupa barang ataupun uang. Kemudian menurut Afzalurrahman,

pada dasarnya, riba adalah pembayaran yang dikenakan terhadap pinjaman

pokok sebagai imbalan terhadap pinjaman pokok sebagai imbalan terhadap

masa pinjaman itu berlaku. Al-Maududi dan para Sarjana Muslim Arab

menyatakan, riba adalah tambahan yang melebihi dari pokok pinjaman

walaupun tambahan tersebut sedikit.19

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing

adalah riba utang piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi

menjadi riba qardh dan jahiliyah. Adapun kelompok kedua, riba jual-beli,

terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasiah.20

Riba fadhl disebut juga riba buyu yaitu riba yang timbul akibat

pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya

(mistlan bi mistlin), sama kwantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama

waktu penyerahanya (yadan bi yadin). Pertukaran seperti ini mengandung

ghoror yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai masing barang yang

dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim

terhadap salah satu pihak, kedua pihak dan pihak-pihak yang lain.

18
Ibid,.
19
Ibid,.
20
Heri Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Deskripsi dan Ilustrasi)¸Yogyakarta:
Ekonisia, hal. 15-16.
19

Riba nasiah juga disebut juga riba duyun yaitu riba yang timbul akibat

utang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko

(al ghunmu bil ghumi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (kharaj bi

dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban

menanggung beban hanya karena berjalannya waktu. Riba nasiah adalah

penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang di

pertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.

Prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit atau

barter yang diambil dari sabda Rasulullah saw;21

a. Penukaran barang yang sama jenis dan nilainya, tetapi berbeda

jumlahnya, baik secara kridit maupun tunai, mengandung unsur riba,

contoh, adanya unsur riba di dalam pertukaran satu ons emas dengan

setengah ons emas.

b. Pertukaran barang yang sama jenis jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau

harganya dan dilakukan secara kridit, mengandung unsure riba.

Pertukaran semacam itu akan terbebas dari unsur riba apabila dijalankan

dari tangan ke tangan secara tunai.

c. Pertukaran barang yang sama nilainya atau harganya tetapi berbeda jenis

dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kridit, mengandung unsurriba.

Tetapi apabila pertukaran dengan cara dari tangan ketangan tunai, maka

pertukaran tersebut terbebas dari unsur riba. Contoh jika satu ons emas

mempunyai nilai sama dengan satu ons perak. Kemudian dinyatakan sah
21
Ibid,.
20

apabila dilakukan pertukaran dari tangan ke tangan tuani. Sebaliknya,

transaksi ini dinyatakan terlarang apabila dilakukan secara kridit karena

adanya unsur riba.

d. Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kuantitasnya, baik secara

kridit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari riba sehingga di

perbolehkan. Contoh, garam dengan gandum, dapat dipertukarkan, baik

dari tangan ke tangan maupun secara secara kridit dengan kuantitas

sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak.

e. Jika barang itu campuran yang mengubah jenis dan nilainya, pertukaran

dengan kuantitas yang berbeda baik secara kridit maupun dari tangan ke

tangan, terbebas dari unsure riba sehingga sah. Contoh, perhiasan emas

di tukar dengan emas atau gandum ditukar dengan tepung gandum.

f. Di dalam perekonomian yang berazazkan uang, di mana harga barang

ditentukan dengan standar mata uang suatu Negara pertukaran suatu

barang yang sama dengan kuantitas berbeda, baik secara kridit maupun

dari tangan, keduannya terbebas dari riba, dan oleh karenanya

diperbolehkan. Contoh, satu grade gandum di jual seberat 10 kg per

dolar,sementara grade gandum yang lain 15 kg per dolar. Kedua grade

gandum ini dapat ditukarkan dengan kuantitas yang tidak sama tanpa

merasa ragu adanya riba karena transaksi itu dilakukan berdasarkan

ketentuan harga gandum, bukan berdasarkan jenis atau beratnya.

B. Tinjauan Perjanjian Pembiayaan Syari’ah


21

1. Pengertian Bank Syari’ah

Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperan penting dalam

perekonomian suatu negara. Semakin berkembang industri perbankan maka

semakin baik pula pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Bank sebagai

lembaga keuangan berfungsi untuk menghimpin dan menyalurkan dana

kepada masyarakat dalam rangka pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan

stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat. Menurut

Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998

tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.22

Bank syariah adalah bank yang sistem perbankannya menganut prinsip-

prinsip dalam islam. Bank syariah merupakan bank yang diimpikan oleh

para umat islam. Selanjutnya para pakar memberikan pendapatnya mengenai

pengertian bank syariah di bawah ini:23

a. Bank Syariah adalah lembaga keuangan negara yang memberikan kredit


dan jasa-jasa lainnya di dalam lalu lintas pembayaran dan juga peredaran
uang yang beroperasi dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah atau
Islam.

b. UU No.21 tahun 2008 mengenai Perbankan Syariah mengemukakan


pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah. Perbankan
Syariah yaitu segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit
usaha syariah, mencakup kelembagaan, mencakup kegiatan usaha, serta
tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank
22
Kasmir, 2009, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hal. 24.
23
Ismail 2013, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 7.
22

Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan


didasarkan pada prisnsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah
terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan
BPRS (Bank Rakyat Syariah).

Prinsip-prinsip bank syariah diantaranya adalah sebagai berikut:24

a. Prinsip Keadilan (adl), yaitu menempatkan sesuat yang hanya pada


tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada bank yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuai porsinya.
b. Prinsip Keseimbangan (tawazun) yaitu keseimbangan ytang meliputi
aspek material dan spiritual , aspek privat dan publik, sektor keuangan,
dan sektor riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan
dan kelestarian.
c. Prinsip kemaslahatan (maslahah), yaitu merupakan segala bentuk
kebaikan yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual
serta individual dan kolektif serta harus memenuhi 3 unsur yakni
kepatuhan syariah (halal) , bermanfaat dan membawa kebaikan dalam
semua aspek secara keseluruhan dan tidak menimbulkan kmudaratan.
d. Prinsip universalisme (alamiyah) yaitu sesuatu dapat dilakukan dan
diterima oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai
dengan semangat kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

2. Pengertian Pembiayaan Syari’ah

Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva

produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank

Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan,

piutang, qard, surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal,

penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening

administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia.25

Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana

kepada pihak lain selain bank berdasarkan prinsip syariah. Penyaluran dana
24
Mulawarman, Dedi Aji, 2006, Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syariah
dan Wacana Ke Aksi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. 26.
25
Ibid,.
23

dalam bentuk pembiayaan didasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh

pemilik dana kepada pengguna dana. Pemilik dana percaya kepada penerima

dana, bahwa dana dalam bentuk pembiayaan yang diberikan pasti akan

terbayar. Penerima pembiayaan mendapat kepercayaan dari pemberi

pembiayaan, sehingga penerima pembiayaan berkewajiban untuk

mengembalikan pembiayaan yang telah diterimanya sesuai dengan jangka

waktu yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan.

Menurut Undang-undang perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan

adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang

dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka

waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Didalam perbankan syariah,

pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan pada

prinsip syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum Islam.26

Penerapan konsep pembiayaan menghimpun dana dalam praktik

Perbankan Syariah dilakukan oleh bank dengan menerima dana dari nasabah

penyimpan yang dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito dengan

jangka waktu yang bervariasi. Kemudian dana yang terkumpul dari nasabah

penyimpan ini disalurkan oleh Bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan

yang menghasilkan kepada mitra usahanya. Bank disini dapat berperan

ganda selaku pihak dalam akad pembiayaan tersebut yaitu sebagai

mudharib atau pengelola dana dari nasabah penyimpannya (shahibul maal /


26
Ismail, 2011, Pembiayaan Syariah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 105-106.
24

investor), serta sebagai shahibul maal (investor) bagi nasabah peminjam

selaku mitra usahanya (mudharib).27

Secara umum, tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok

besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan

untuk tingkat mikro.

a. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:28


1) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat
akses secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat
melakukan akses ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan
taraf ekonominya
2) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk
pengembangan usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan
ini dapat diperoleh melakukan aktivitas pembiayaan.
3) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya
produksinya.
4) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-
sektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor
usaha tersebut akan menyerap tenaga kerja.
5) Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif
mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh
pendapatan dari hasil usahanya.

b. Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:


1) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka
memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.
2) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar
mampu menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan resiko yang mungkin timbul.
3) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang ada, dan sumber daya modal tidak
ada.
4) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini
pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan
sehingga dapat menjadi jembatan dalam penyeimbang dan
27
Anshori, Abdul Ghofur, 2008, Kapita Selekta Perbankan Dyariah Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press,
hal. 99.
28
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, 2010, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal. 682.
25

penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus)


kepada pihak yang kekurangan (minus) dana.

3. Jenis Pembiayaan

Sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank islam memiliki

banyak jenis pembiayaan. Jenisjenis pembiayaan pada dasarnya dapat

dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya:29

a. Pembiayaan menurut tujuan Pembiayaan menurut tujuan dibedakan


menjadi:
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.
2) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan dalam
rangka untuk melakukan investasi atau pengembangan barang
konsumtif.
b. Pembiayaan menurut jangka waktu Pembiayaan menurut jangka waktu
dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan jangka pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan
waktu 1 bulan sampai 1 tahun;
2) Pembiayaan waktu menengah, pembiayan yang dilakukan dengan
waktu 1 tahun sampai 5 tahun;
3) Pembiayaan jangka panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan
waktu lebih dari 5 tahun.

c. Menurut jenis aktiva produktif


1) Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil meliputi:

a) Pembiayaan Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari
pemilik dana (shahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib)
untuk melakukan usaha tertentu sesuai syariah, dengan pembagian
hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang
disepakati sebelumnya.30
b) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah transaksi penanaman dana dari
dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha
tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua
belah pihak sesuai nisbah yang telah disepakati, sedangkan

29
Ibid,.
30
A. Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 192.
26

pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-


masing.31

2) Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang) meliputi:


a) Pembiayaan Bai’ al-Murabahah Bai’ al-murabahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam bai al-murabahah, penjual harus memberi tahu
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.
b) Pembiayaan Salam Dalam pengertian yang sederhana, bai’
assalam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian
hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
c) Pembiayaan Istishna Transaksi bai’ al-istishna’ merupakan
kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli.
Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat
atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati
dan menjualnya kepada pembeli akhir.

Pembiayaan dengan prinsip sewa meliputi: 1) Pembiayaan Ijarah Ijarah

adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa. 2) Pembiayaan Ijarah muntahiya biltamlik/Wa Iqtina

Pembiayaan ijarah muntahiya biltamlik/wa iqtina adalah perjanjian sewa

menyewa suatu barang yang diakhiri dengan perpindahan kepemilikan

barang dari pihak yang memberikan sewa kepada pihak penyewa.

C. Tinjauan Sistem Bagi Hasil

1. Pengertian Bagi Hasil

Sistem bagi hasil merupakan sistem dimana dilakukannya perjanjian atau

ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut

31
Ibid, hal. 196.
27

diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang di dapat antara

kedua belah pihak atau lebih.32

Bagi hasil adalah bentuk return(perolehan aktivitas usaha) dari kontrak

investasi dari waktu ke waktu, tidak pasti dan tidak tetap pada bank Islam.

Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung pada hasilusaha yang

benar-benar diperoleh bank Islam.33 Dalam hukum Islam penerapan bagi

hasil harus memperhatikan prinsip At Ta‟awun, yaitu saling membantu dan

saling bekerja sama di antara anggota masyarakat untuk kebaikan,

sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran “ dan tolong menolonglah kamu

dalam (mengerjakan) kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah kamu tolong-

menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” serta menghindari prinsip

Al Iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur

(tidak digunakan untuk transaksi) sehingga tidak bermanfaat bagi

masyarakat umum.

Mudharabah merupakan akad bagi hasil ketika pemilik dana/modal

(shahibul mal/rabbul mal) menyediakan modal (100 persen) kepada

pengusaha sebagai pengelola, biasa disebut mudharib, untuk melakukan

aktivitas produktif dengan syarat bahwa keuntungan yang dhasilkan akan

dibagi di antara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya

dalam akad (yang besarnya juga dipengaruhi oleh kekuatan pasar).34

32
Veithzal Rivai, 2010, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bmui Aksara, Loc.Cit, hal. 800.
33
Ibid,.
34
Muhammad Syafi’i Antonio, 2001, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press,
hal. 95.
28

Apabila terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan

karena kelalaian atau kecurangan pengelola, kerugian ditanggung

sepenuhnya oleh pemilik modal, sedangkan pengelola kehilangan tenaga dan

keahlian yang telah dicurahkannya. Apabila terjadi kerugian karena kelalaian

dan kecurangan pengelola, maka pengelola bertanggungjawab sepenuhnya.

2. Konsep Bagi Hasil

Konsep bagi hasil yang diterapkan pada Bank Syariah diantaranya

meliputi beberapa hal, yaitu:35

a. Pemilik danaakan menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan

syariah yang bertindak sebagai pengelola.

b. Pengelola atau lembaga keuangan syariah akan mengelola dana tersebut

dalam sistem pool of fund selanjutnya akan menginvestasikan dana

tersebut ke dalam proyek atau usaha yang layak dan menguntungkan

serta memenuhi aspek syariah

c. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup

kerjasama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan

tersebut.

3. Metode Bagi Hasil

Metode bagi hasil terdiri dari 2 sistem, yaitu :

a. Bagi Untung (Profit Sharing)

35
Ibid,.
29

Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari

pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Pola ini digunakan

untuk keperluan disttribusi hasil usaha. Secara sederhana bahwa yang

dibagi hasilkan adalah laba dari sebuah usaha /proyek. Contoh: sebuah

usaha atau proyek menghasilkan penjualan sebesar Rp. 3.000.000,00 dan

biaya-biaya usaha Rp. 1.000.000,00, maka yang dibagi hasilkan adalah

sebesar Rp. 2.000.000,00. Pada perbankan syariah istilah yang sering

digunakan adalah profit and loss sharing, di mana ini dapat diartikan

pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas

hasil usaha yang dilakukan. Jika mendapat keuntungan maka akan dibagi

kedua pihak sesuai kesepakan akad diawal begitu pula dengan kerugian

akan ditanggung sesuai porsi masing-masing.

b. Bagi hasil (Revenue Sharing)

Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari

total pendapatan pengelola dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat

digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan

syariah. Bagi hasil bruto adalah bagi hasil yang di dasarkan pada

pendapatan usaha atau proyek yang tidak dikurangi dengan biaya-biaya

yang timbul. Contoh: sebuah usaha atau proyek menghasilkan penjualan

sebesar Rp.3.000.000,00 dan biaya-biaya usaha sebesar Rp.1.000.000,00

maka yang dibagi hasilkan adalah sebesar penjualan itu yaitu

Rp.3.000.000,00.Dalam pengaplikasiannya bank dapat menggunakan


30

sistem profit sharing maupun revenue sharing. Jika suatu bank

menerapkan sistem profit sharing maka bagi hasil yang akan diterima

oleh para shahibul maal (pemilik dana) akan semakin kecil yang

berdampak apabila secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi.

Ini akan mempengaruhi minta masyarakat yang ingin menginvestasikan

dananya pada bank syariah. Berbeda dengan sistem revenue sharing bagi

hasil dihitung dari total pendapatan bank sebelum dikurangi dengan biaya

bank, maka tingkat bagi hasil yang diterima oleh pemilik dana akan lebih

besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga pasar yang berlaku.

D. Tinjauan Wanprestasi Perjanjian Pembiayaan Syari’ah

Pada pembiayaan murabahah yaitu bentuk akad atau perjanjian

penyediaan barang berdasarkan jual beli di mana bank syariah membiayai atau

membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali

kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Biasanya bentuk

wanprestasi yang dilakukan nasabah dalam pembiayaan murabahah (contoh

dengan obyek rumah) dapat berupa:36

a. Bagi nasabah
1) Merubah bentuk atau kontruksi rumah yang dijaminkan (dalam
pembiayaan murabahah dengan objek rumah, yang dijadikan objek
jaminan utama adalah rumah itu sendiri);

36
Dewi Nurul Musjtari, 2012, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah, Yogyakarta:
Parama Publishing, 144.
31

2) Membebani lagi rumah tersebut dengan Hak Tanggungan atau dengan


sesuatu jenis pembebanan lain apapun juga untuk keuntungan pihak lain
kecuali bank.
3) Menyewakan, menjual atau mengijinkan penempatan atau penggunaan
maupun menuasakan harta tersebut kepada pihak lain.
4) Menyerahkan rumah tersebut kepada pihak lain.
5) Menjaminkan hak penerimaan uang sewaatas harta tersebut.
6) Menerima uang muka, sewa atau sesuatu pembayaran lainnya atau
pembayaran kompensasi di muka terhadap sewa-menyewa penempatan,
penjualan atau sesuatu bentuk penguasaan lainnya atas rumah tersebut
dari pihak lain.

b. Bagi Bank
1) Dalam pembiayaan murabahah tanpa perwakilan, jadi bank sendiri yang
mencarikan barang pesanan, dapat terjadi nasabah melakukan komplain
kepada pihak bank karena ternyata objek murabahah atau barang tersebut
tidak sesuai dengan spesifikasinya (pesanan nasabah).
2) Nasabah komplain ternyata objek tidak sesuai dengan penawaran.
3) Nasabah komplain karena tidak sesuai dengan waktunya atau lambatnya
proses kerja.

E. Penyelesaian Hukum Perjanjian Pembiayaan Syari’ah

1. Non Litigasi

Ada tiga rukun dalam perjanjian perdamaian, yakni; adanya ijab

(offering), qabul (acceptance), dan lafadz (kata-kata/materi) perdamaian.

Adapun syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian diklasifikasikan sebagai

berikut:37

a. Menyangkut Subjek Subjek atau orang yang melakukan perdamaian


haruslah orang yang cakap bertindak hukum. Selain cakap bertindak
hukum juga harus mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang
untuk melepaskan haknyaatas hal-hal yang dimaksudkan dalam
perdamaian tersebut.
b. Menyangkut Objek-Objek perdamaian harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut: (a) Berbentuk harta (dapat berupa benda berwujud
seperti tanah dan dapat juga berupa benda tidak berwujud seperti hak
milik intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat
37
Faturrahman Djamil, 2014, Penyelesaian Pembiataan Bermasalah Di Bank Syariah, Jakarta: Sinar
Grafika, hal. 106.
32

diserahterimakan, dan bermanfaat. (b) Diketahui secara jelas sehingga


tidak melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan, yang pada akhirnya
dapat melahirkan pertikaian baru terhadap objek yang sama.
c. Persoalan yang Boleh Didamaikan
Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh didamaikan hanyalah
sebatas menyangkut tentang pertikaian berbentuk harta yang dapat dinilai
dan pertikaian itu menyangkut hak manusia yang boleh diganti. Dengan
perkataan lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan
mu’amalah (hukum privat). Persoalan-persoalan yangh menyangkut hak
Allah tidak dapat diadakan perdamaian.
d. Pelaksanaan Perdamaian
Pelaksanaan perjanjian perdamaian bisa dilaksanakan dengan dua cara,
yakni di luar sidang Pengadilan atau melalui sidang Pengadilan. Di luar
sidang Pengadilan, penyelesaian persengketaan dapat dilaksanakan baik
oleh mereka sendiri (kedua belah pihak yang bertikai) tanpa melibatkan
orang lain. Melalui sidang Pengadilan perdamaian dilakukan pada saat
perkara diproses di depan sidang pengadilan.

2. Litigasi

UndangUndang No. 21 Tahun 2008 mengatur perihal Penyelesaian

Sengketa (Bab IX) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayatayatnya, sebagai

berikut: “

(1) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan


dalam lingkungan Peradilan Agama.
(2) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan isi Akad.
(3) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
bertentangan dengan Prinsip Syariah”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayatayatnya di atas, tampak suatu bentuk

penyelesaian sengketa keperdataaan Perbankan Syariah dengan nasabahnya

yang berdasarkan pada kompetensi absolut Peradilan Agama. Namun, di

dalam ketentuan Pasal 55 Ayat (2) terbuka kemungkinan dilakukannya

penyelesaian sengketa sesuai kesepakatan para pihak tanpa melalui Peradilan


33

Agama sehingga tidak menggunakan bentuk penyelesaiannya melalui

Peradilan Agama. Dengan ditandatanganinya Akad Pembiayaan Murabahah

maka telah ada suatu dasar hukum bagi para pihak, termasuk dalam

penyelesaian sengketanya jika di kemudian hari timbul persengketaan di

antara Bank Syariah dengan nasabahnya. Dalam akad tersebut dimuat suatu

klausul tertentu apakah penyelesaian sengketa melalui Peradilan Agama

(penyelesaian sengketa secara ligitasi) atau non litigasi seperti melalui

musyawarah atau arbitrase. Fathurrahman Djamil menjelaskan, klausul ini

lazimnya dinyatakan bahwa apabila terdapat perselisihan dalam pelaksanaan

perjanjian, akan terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah dan

mufakat. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam musyawarah maka

sengketanya akan diselesaikan melalui arbitrase, atau badan peradilan.38

Dalam penyelesaian sengketa perdata antara Bank Syariah dengan

nasabahnya terdapat kecenderungan mengenyampingkan penyelesaian

sengketa melalui peradilan agama maupun melalui Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas), melainkan sesuai dengan bentuk-bentuk penyelesaian

berdasarkan Isi Akad Pembiayaan Murabahah.

38
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalaha Di Bank Syariah, Jakarta:Sinar
Grafika, hal. 33.
34

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Menerapkan Bagi Hasil Atas Pembiyaan Yang Diberikan Pada Nasabah

Perjanjian Pembiayaan pada BMT UAS Pamotan

1. Skema Jual Beli (Murabahah)

a. Dengan prinsip jual-beli

b. Memenuhi kebutuhan rumah & barang konsumtif/alat pendukung usaha

dengan pembayaran angsuran

c. Keterangan

1) Mitra menyampaikan kebutuhan barang yang diinginkan ke BMT UMY.

BMT UMY melakukan analisis kelayakan

2) BMT membeli barang ke supplier

3) BMT menerima barang dari supplier

4) BMT mengkonfirmasi terkait rencana pembelian barang kepada mitra

5) Akad dan serah terima barang

2. Skema Kerjasama (Musyrakah)

a. Dengan Prinsip bagi hasil

b. Kerjasama usaha antara BMT dan anggota dengan penggabungan modal dari

kedua belah pihak


35

c. Hasil keuntungan yang diperoleh dibagi dua dengan porsi sesuai

kesepakatan

d. Keterangan

1) Mitra menyampaikan kebutuhan modal kepada BMT untuk sebuah

usaha/proyek yang sudah berjalan. BMT melakukan analisa kelayakan

usaha

2) BMT & Mitra berkomitmen untuk menggabungkan modal

3) BMT dan mitra melakukan kesepakatan mengenai porsi modal dan

nisbah bagi hasil. Kemudian Akad

4) Mitra menjalankan usaha/proyek sesuai dengan kesepakatantugas masing

masing

5) Pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati

Perbankan Syari’ah tidak menerapkan sistem bunga pada setiap aktivitas

perbankannya, hal ini dikarenakan bunga merupakan bagian daripada riba dan

berdasarkan Hukum Islam yang dijelaskan oleh ulama atau para pakarnya dalam

bidang ekonomi merupakan hukumnya adalah haram. Prinsip bagi hasil atau nisbah

yang diterapkan oleh perbankan syari’ah atau dalam hal ini BMT UAS Pamotan

merupakan sistem yang digunakan.39

39
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
36

Mekanisme yang digunakan BMT UAS Pamotan dalam perhitungan bagi

hasil menurut ekonmi Islam idealnya dengan 2 (dua) macam, diantaranya yaitu;40

a. Profit Sharing (Bagi Hasil)

Sistem bagi hasil yaitu total pendapatan usaha dikurangi biaya operasional

untuk mendapakan profit atau keuntungan bersih.

b. Revenue Sharing (Laba)

Laba berdasarkan total pendapatan usaha sebelum dikurangi biaya operasional

alias pendapatan kotornya.

Pembiayaan Mudharabah diharapakan memperoleh pendapatan investasi

yang wajar. Pendapatan yang wajar berdasatkan BMT UAS Pamotan misalnya

contoh menentukan expected return 13,50% (pengembalian investasi yang

diharapkan) untuk pada setiap aktivitas pembiayan yang dilakukan.

Prime rate komersial dan kecil: 11,00%

FFR A + Skor netral: 1, 50%

(financing risk rating)

Ketentuan PDB (+1): 1,00%

Price nasabah: 13,50%

Jika kerugian yang dialami oleh nasabah diluar daripada kehendaknya maka

BMT UAS Pamotan akan menanggung kerugian yang dialami oleh nasabah dengan

perhitungan saat bagi hasil. Hal ini merupakan ketentuan yang diterapkan pada
40
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
37

PSAK Momor 105 paragraf 5 dimana jika sebagian investasi mudharabah hilang

setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau keslaahan pengelola dana

maka perhitungan tersebut akan I hitung pada saat bagi hasil.41

Bila telah jatuh tempo untuk melakukan pembayaran dan tidak membayar

maka BMT UAS Pamotan akan menganggapnya sebagai piutang, hal ini

dikarenakan nasabah melakukan pembayaran melebihi jatuh tempo dan harus

dikenakan denda. Hal ini merupakan perlakuan akuntansi atas pembagian hasil

usaha yang dibayarkan oleh nasabah sebagaimana dijelaskan pada PSAK nomor

105 paragraf 24 bahwa bagianhasil usaha yang belum dibayarkan oleh pengelola

dana diakui sebagai piutang.42

PSAK nomor 105 paragraf 11 pembagian hasil usaha mudharabah dapat

dilakukan dengan bagi hasil maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto

(gross profit) bukan pada total pendapat (omset). Bila menggunakan prinsip ;aba

maka dasar yang digunakan adalah neto (net profit) yaitu pada laba bruto dikurangi

beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.43

PSAK Nomor 105 merupakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan

Nomor 105 yang digunakan sebagai pengaturan pengakuan, [engukuran, penyajian

dan pengungkapan pada transaksi mudharabah yaitu berupa transaksi khusus yang

terkait dengan aktivitas kpoerasi syari’ah/ PSAK diterapkan terhadap entitas saat

41
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
42
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
43
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
38

melakukan transaksi mudharabah sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan

pengelola dana (mudharib).44

Bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh BMT UAS

Pamotan berupa expected return berdasarkan prinsip-prinsip bank syariah

diantaranya adalah sebagai berikut:45

e. Prinsip Keadilan (adl), yaitu menempatkan sesuat yang hanya pada tempatnya

dan memberikan sesuatu hanya pada bank yang berhak serta memperlakukan

sesuatu sesuai porsinya.

f. Prinsip Keseimbangan (tawazun) yaitu keseimbangan ytang meliputi aspek

material dan spiritual , aspek privat dan publik, sektor keuangan, dan sektor riil,

bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan kelestarian.

g. Prinsip kemaslahatan (maslahah), yaitu merupakan segala bentuk kebaikan yang

berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual serta individual dan

kolektif serta harus memenuhi 3 unsur yakni kepatuhan syariah (halal) ,

bermanfaat dan membawa kebaikan dalam semua aspek secara keseluruhan dan

tidak menimbulkan kmudaratan.

h. Prinsip universalisme (alamiyah) yaitu sesuatu dapat dilakukan dan diterima

oleh, dengan dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) tanpa

44
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
45
Mulawarman, Dedi Aji, 2006, Menyibak Akuntansi Syariah: Rekonstruksi Teknologi Akuntansi Syariah dan
Wacana Ke Aksi, Yogyakarta: Kreasi Wacana, hal. 26.
39

membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat

kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).

Bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh BMT UAS

Pamotan pada penerapan konsep pembiayaan menghimpun dana dalam praktik

Perbankan Syariah dilakukan oleh bank dengan menerima dana dari nasabah

penyimpan yang dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito dengan jangka

waktu yang bervariasi. Kemudian dana yang terkumpul dari nasabah penyimpan ini

disalurkan oleh Bank dalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan

kepada mitra usahanya. Bank disini dapat berperan ganda selaku pihak dalam akad

pembiayaan tersebut yaitu sebagai mudharib atau pengelola dana dari nasabah

penyimpannya (shahibul maal / investor), serta sebagai shahibul maal (investor)

bagi nasabah peminjam selaku mitra usahanya (mudharib).46

Konsep bagi hasil yang diterapkan pada BMT UAS Pamotan diantaranya

meliputi Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup

kerjasama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

Metode bagi hasil BMT UAS Pamotan terdiri dari 2 sistem, diantaranya adalah

sebagai berikut :

46
Anshori, Abdul Ghofur, 2008, Kapita Selekta Perbankan Dyariah Di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, hal.
99.
40

c. Bagi Untung (Profit Sharing)

Bagi untung (Profit Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari

pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana. Pola ini digunakan untuk

keperluan disttribusi hasil usaha. Secara sederhana bahwa yang dibagi hasilkan

adalah laba dari sebuah usaha /proyek. Contoh: sebuah usaha atau proyek

menghasilkan penjualan sebesar Rp. 3.000.000,00 dan biaya-biaya usaha Rp.

1.000.000,00, maka yang dibagi hasilkan adalah sebesar Rp. 2.000.000,00. Pada

perbankan syariah istilah yang sering digunakan adalah profit and loss sharing,

di mana ini dapat diartikan pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan

yang diterima atas hasil usaha yang dilakukan. Jika mendapat keuntungan maka

akan dibagi kedua pihak sesuai kesepakan akad diawal begitu pula dengan

kerugian akan ditanggung sesuai porsi masing-masing.

d. Bagi hasil (Revenue Sharing)

Bagi hasil (Revenue Sharing) adalah bagi hasil yang dihitung dari total

pendapatan pengelola dana. Dalam sistem syariah pola ini dapat digunakan

untuk keperluan distribusi hasil usaha lembaga keuangan syariah. Bagi hasil

bruto adalah bagi hasil yang di dasarkan pada pendapatan usaha atau proyek

yang tidak dikurangi dengan biaya-biaya yang timbul. Contoh: sebuah usaha

atau proyek menghasilkan penjualan sebesar Rp.3.000.000,00 dan biaya-biaya

usaha sebesar Rp.1.000.000,00 maka yang dibagi hasilkan adalah sebesar


41

penjualan itu yaitu Rp.3.000.000,00.Dalam pengaplikasiannya bank dapat

menggunakan sistem profit sharing maupun revenue sharing. Jika suatu bank

menerapkan sistem profit sharing maka bagi hasil yang akan diterima oleh para

shahibul maal (pemilik dana) akan semakin kecil yang berdampak apabila

secara umum tingkat suku bunga pasar lebih tinggi. Ini akan mempengaruhi

minta masyarakat yang ingin menginvestasikan dananya pada bank syariah.

Berbeda dengan sistem revenue sharing bagi hasil dihitung dari total pendapatan

bank sebelum dikurangi dengan biaya bank, maka tingkat bagi hasil yang

diterima oleh pemilik dana akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku

bunga pasar yang berlaku.

BMT bertugas mengumpulkan, mengelola dan mendistribusikan zakat

(Zakat, Infak, Sedekah) sebagai bagian berfokus pada aspek sosial. Sementara itu,

BMT adalah agen komersial dengan pendanaan dari pihak ketiga, dapat berupa

pinjaman atau investasi. Dari sudut etimologi adalah pengembangan dari

properti/kekayaan. Dari sudut ekonomi merupakanlembaga keuangan Islam yang

terlibat dalam mengumpulkan dana dari pihak lain (anggota/deposan) dan

mendistribusikannya sesuai kebutuhan melalui pembiayaan (kredit/pinjaman) untuk

usaha produktif dan investasi dengan sistem syariah.47

47
Erwanda Nurhaya, SMEs-Fintech: Support Increas Of BMT Trought Financing And Ewcruitment Member
Based Of Technology, Review of Islamic and Finance (RIEF), Volume 1, Number 2, December 2018.
42

Penerapan kontrak ijarah di bidang keuangan lembaga dapat dilakukan pada

produk layanan dan pembiayaan. Beberapa jenis barang/jasa yang dapat disewa

termasuk 1) barang modal: aset tetap seperti gedung, kantor, toko rumah, dll; 2)

barang produksi seperti mesin, berat peralatan, dll. Penerapan kontrak Ijarah untuk

dana pendidikan melalui pemberdayaan Laboratorium Mini Bank Islam tersebut

diproses dalam tiga tahap, yaitu:48

Pertama, menyerahkan dana untuk pembayaran untuk total semua dana

pembayaran atau menyerahkan sebagian dari dana pembayaran. Kontrak yang

digunakan adalah kontrak Ijarah. Ini berarti bahwa debitur yang menyewa

ditentukan periode waktu misalnya satu semester (6 bulan). Itu Kontrak Ijarah yang

digunakan adalah kontrak sewa Ijarah, yang merupakan BMT menyewakan fasilitas

dengan membayar jumlah uang yang ingin disewa. Selanjutnya, BMT sewa kembali

dengan dibayar tunai atau dicicil sesuai dengan perjanjian dengan BMT.

Kedua, BMT menganalisis kelayakan finansial yang diajukan oleh siswa.

Analisis yang digunakan adalah 5C (Modal, Jaminan, Kapasitas, Karakter, dan

Kondisi). Pengajuan dana adalah dilengkapi dengan surat permohonan pembiayaan,

sertifikat, perwakilan, dan surat pengakuan, serta ditambah dengan termasuk

jaminan. Harga ini diperoleh dari biaya sewa yang ditambahkan dengan margin

keuntungan dari kontrak paralel ijarah (muwazi) untuk BMT. Jika kontrak murni

48
Eva Fauziah, Ifa Hanifiah, et.all, Application Of The Ijarah Contract On Eduvational Financing Trough
Empowerment Of Laboratory Of Mini Sharia Bank In Higher Education, Advances In Social Science,
Education and Humanities Rsearch, Volume 307, 2018.
43

Ijarah digunakan maka debitur harus membayar harga sewa dasar ditambah gaji

untuk pembayaran oleh BMT dengan Jumlah upah harus disepakati di awal sesuai

dengan perjanjian. Layanannya berada dalam bentuk pencapaian kinerja objek

sewa, yaitu model Contingent to Performances. Jadi, itu manfaat tidak diukur

berdasarkan waktu, jarak atau kuantitas kinerja.

Ketiga, siswa yang mendaftar untuk pendanaan harus lengkap dengan surat

keterangan. Laboratorium Mini Bank Syariah menganalisis kelayakan dana yang

diajukan menggunakan prinsip 5C (Modal, Jaminan, Kapasitas, Karakter, dan

Kondisi) dan memeriksa kelengkapan file pengiriman.

B. Prosedur Mendapatkan Dana Untuk Pembiayaan Yang Dilakukan Oleh

Nasabah

Syarat yang harus dipenuhi dalam permohonan pembiayaan;

a. Pegawail Karyawan

1) Mengisi formulir permohonan menjadi anggota dan melengkapi berkas

pengajuan pembiayaan;

2) FC KTP suami & istri orang tua pemohon (sebagai penjamin);

3) FC Kartu keluarga pemohon;

4) FC Surat nikah pemohon/orang tua Pemohon;

5) Slip gaji 3 bulan terakhir;

6) Rekening koran 3 bulan terakhir;


44

7) FC SK pengangkatan pegawai;

8) FC Jaminan BPKB & STNK (sudah bayar pajak);

9) FC Jaminan Sertifikat & PBB Terakhir (masih berlaku);

b. Wiraswasta

1) Mengisi formulir permohonan menjadi anggota dan melengkapi berkas

pengajuan pembiayaan;

2) FC KTP suami & istri/orang tua pemohon (sebagai penjamin);

3) FC Kartu keluarga pemohon;

4) FC Surat nikah pemohon/orang tua pemohon;

5) Bukti pendapatan (sample nota, invoice, PO, dil);

6) Rekening koran 3 bulan terakhir;

7) FC Jaminan BPKB & STNK (sudah bayar pajak);

8) FC Jaminan Sertifikat & PBB Terakhir (masih berlaku);

9) Legalitas Lembaga (SIUP, TDP, HO, NPWP) 10. Laporan Keuangan 3

bulan terakhir.

Kedua belah pihak harus menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah di

sepakati dalam pasal-pasal yang tertuang dalam akad pembiayaan dan

ditandatangani bersama di atas meterai. Jangka waktu pembiayaan di BMT UAS

Pamotan tergantung kesepakatan bersama antara petugas dengan pemohon


45

pembiayaan. Untuk angsuran bulanan maksimal 48 bulan (4tahun). untuk musiman

maksimal 6 bulan.49

Tahapan dalam melakukan transaksi mudharabah yang harus dilakukan

sebelum pemberian dana diserahkan kepada nasabah, diantaranya yaitu: Pertama,

seorang nasabah melakukan pembiayaan mudharabah. Melakukan survey terhadap

pembiayaan, hal ini merupakan proses survey dengan pihak BMT UAS Pamotan

mendatangi lokasi usaha calon nasabah yang akan melakukan pembiayaan.50

Kedua, BMT UAS Pamotan melakukan analisis terhadap hasil survey

pembiayaan, hal ini terdiri dari data yang didapatkan pada tahap pra survey dan

survyey yang dilakukan. Selanjutnya hasil survey akan diberikan kepada komite

pengajuan pembiayaan yang telah dilakukan analisis oleh komite atau berupa

pengambilan keputusan mengenai kelayakan daripada calon nasabah yang

mengajukan pembiayaan.51

Ketiga, setelah itu maka akan diberikan informasi keputusan realisasi

pengajuan pembiayaan, BMT UAS Pamotan akan memberitahukan kepada calon

nasabah mengenai keputusan pembiayaan disetuji atau tidak. Apabila disetujui

maka langkah selanjutnya adalah dilakukan proses input terhadap data calon

nasabah dan pencetakan akad daripada perjanjian. Pada proses ini data dan

pencetakan akad perjanjian dilakukan pada divisi yang menangani pembiayaan.

49
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
50
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
51
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
46

Data mengenai pengajuan pembiayaan akan dimasukkan sebagai dokumen yang

harus dicatat pada BMT UAS Pamotan.52

Keempat, proses akad pencairan pembiayaan akan dilakukan setelah

realisasi dan dilakukan penandatanganan oleh kepala cabang, selanjutnya calon

nasabah akan ke kantor BMT UAS Pamotan untuk melakukan akad. Pada

pengarsipan akad perjanjian dan dokumen pembiayaan, pengarsipan dokumen

pembiataan meliputi dokumen mengenai identitas pengajuan pembiayaan, laporan

hasil surevy dan SP 3serta akad perjanjian.

Kelima, pemeliharaan usaha dan pengembalian dana pembiayaan dilakukan

oleh BMT UAS Pamotan untuk terus menjalin hubungan baik terhadap setiap

nasabah dalam memberikan fasilitas produk pembiayaan yang ada dengan tujuan

menjaga silaturahmi dengan baik dan menjaga kualitas nasabah.53

Secara umum, tujuan pembiayaan BMT UAS Pamotan bertujuan

pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro.

c. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:54

6) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses

secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses

ekonomi. Dengan demikian, dapat meningkatkan taraf ekonominya

52
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
53
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
54
Rivai Veithzal dan Arviyan Arifin, 2010, Islamic Banking, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal. 682.
47

7) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan

usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh

melakukan aktivitas pembiayaan.

8) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan

peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya

produksinya.

9) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor-sektor

usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut

akan menyerap tenaga kerja.

10) Terjadi distribusi pendapatan, artinya masyarakat usaha produktif mampu

melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari

hasil usahanya.

d. Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:

5) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki

tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha.

6) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu

menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan

resiko yang mungkin timbul.


48

7) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat

dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dan

sumber daya manusia yang ada, dan sumber daya modal tidak ada.

8) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini pihak

yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan sehingga

dapat menjadi jembatan dalam penyeimbang dan penyaluran kelebihan dana

dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan (minus)

dana.

Bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh BMT UAS

Pamotan sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank islam memiliki

banyak jenis pembiayaan. Jenisjenis pembiayaan pada dasarnya dapat

dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya:55

3) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk

mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.

4) Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan dalam rangka untuk

melakukan investasi atau pengembangan barang konsumtif.

5) Pembiayaan jangka pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu 1 bulan

sampai 1 tahun;

6) Pembiayaan waktu menengah, pembiayan yang dilakukan dengan waktu 1

tahun sampai 5 tahun;


55
Ibid,.
49

7) Pembiayaan jangka panjang, pembiayaan yang dilakukan dengan waktu lebih

dari 5 tahun.

8) Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana

(shahibul mal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan usaha

tertentu sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak

berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya.56

C. Kendala Dalam Bagi Hasil Atas Pembiayaan Yang Disalurkan Oleh Bmt

Seringkali masalah yang muncul adalah calon anggota tidak jujur siapa yang

menggunakan dana pembiayaan dari BMT tersebut. Contoh permasalahan

mengenai telat pembayaran angsuran, langkah pertama yang harus dilakukan yaitu

dengan cara melakukan penagihan melalui kunjungan ke rumah anggota

pembiayaan, apabila dalam langkah awal ini tidak membuahkan hasil langkah ke

dua yaitu melakukan penagihan melalui telephon, apabila dengan penagihan lewat

telephon ini sudah mendapatkan hasil , maka penagihan dikatakan lancar. Dan

apabila dari penagihan telephon tidak membuahkan hasil maka dilakukan

kunjungan ulang ke rumah anggota dengan menyertakan berkas surat tagihan atau

somasi. Apabila riwayat pembayarannya masuk ke data merah / macet, maka perlu

penanganan khusus dari petugas remedial yaitu dengan cara kunjungan berkala

56
A. Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 192.
50

secara lebih insentif dan diharapkan pembayarannya menjadi lancar kembali. Atau

dengan cara reschedule.57

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh oleh penulis pada BMT UAS

Pamotan mengenai penyelesaian permasalahan yang dilakukan pada pembiayaan

perjanjian pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, melakukan

penjadwa;an ulang (rescheduling) yang merupakan tindakan diputuskan berupa

perpanjangan jangka waktu pembiayaan atau angsuran baik seluruh atau sebagian

kewajiban daripada nasabah. Tujuan pemberian ini agar nasabah yang mengalami

kesulitan melakukan pembayaran akan merasa mudah atau ringan dalam melakukan

kewajiban berupa pembayaran pembiayaan. Selain itu dengan penjadwalan ulang

ini nasabah dapat mempersiapkan uang untuk membayar kewajibannya dalam

perjanjian pembiayaan.58

Kedua, persyaratan kemabli (reconditioning) dalam hal ini BMT UAS

Pamotan melakukan perubahan atau sebagian daripada persyaratan yang telah

disepakati terhadap nasabah agar mampu membayar kesepakatan pokoknya saja.

Seangkan nisbah bagi hasil atau keuntungan diberikan kelonggaran oleh BMT UAS

Pamotan sampai nasabah mampu melakukan pembayaran. Persyaratan lainnya

adalah; a) mengenai kapitalisasi bagi hasil yaitu dimana bagi hasil dijadikan

kewajiban pokok; b) melakukan penundaan bagi hasil sampai pada waktu tertentu

57
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
58
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
51

yang ditetapkan oleh pihak BMT UAS Pamotan, akan tetapi pokok pinjaman tetap

dibayarkan seperti biasanaya; c) penurunan bagi hasil, hal ini ertujuan agar

meringankan beban nasabah; d) pembebasan bagi hasil, dimana diberikan kepada

nasabah akan tetapi dilakukan eprtimbangan apabila nasabah tidak mampu

melakukan pembayaran terhaadp pembiayaan, akan tetapi nasabah harus membayar

pokok pembiayaan sampai habis.

Ketiga, penataan kembali (restructuring) hal ini merupaan tindakan yang

dilakukan oleh BMT UAS Pamotan dengan cara menambahkan modal nasabah

pertimbangan daripada nasabah yang membutuhkan tambahan dana dan usaha yang

dibiayai jika memiliki kelayakkan karena tujuan daripada hal ini adalah unutuk

memberikan peningkatan kepada kemampuan nasabah dalam melakukan

pembiayaan. Tindakan dripada restructuring ini diantaranya adalah; a) menambah

jumlah pembiayaan agar dpaat menjalankan usahanya dan membayar angsuran; b)

pihak BMT UAS Pamotan melakukan pertimbangan terhadap nasabah secara

selektif agar tidak salah dalam memberikan dimana prospek terhadap usaha yang

dijalankan dan tidak memberikan kerugian bagi BMT UAS Pamotan.59

Keempat, gabungan daripada rescheduling rescheduling dan restructuring

dimana cara ini diambil oleh BMT UAS Pamotan jika nasabah masih tidak bisa

59
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
52

menjalankan kewajibannya terhadap pembiayaan yang mengalami masalah. Hal ini

bertujuan untuk mengurangi resiko oleh pihak BMT UAS Pamotan.60

Kelima, penyitaan jaminan merupakan cara terakhir apabila nasabah sudah

benar-benar tidak punya i’tikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk

membayar semua hutang-hutangnya. Penyitaan barang jaminan dapat berupa: a)

Sertifikat TanahBarang jaminan berupa sertifikat tanah diperlukan prosedur yang

harus dilalui sebelum dilakukan pencairan pembiayaan. Prosedurnya sebelum

pembiayaan tersebut dicairkan, maka sertifikat tanah dialihkan hak tanggungannya

kepada lembaga keuangan untuk keamanan dana supaya apabila nanti terjadi

pembiayaan bermasalah, lembaga keuangan langsung berhak atas tanah yang sudah

dijaminkan oleh nasabah kepada pihak BMT UAS Pamotan. Namun sampai saat

ini, kasus seperti itu belum pernah terjadi di BMT UAS Pamotan karena itu hanya

merupakan strategi atau cara BMT UAS Pamotan untuk mengatasi pembiayaan

bermasalah; b) Jaminan BPKB BPKB kendaraan bermotor merupakan jaminan

yang digunakan untuk memperoleh pembiayaan di BMT UAS Pamotan. BPKB

kendaran bermotor ini mudah mengurusnya, karena cukup mudah dijual kalau suatu

saat nanti terjadi pembiayaan bermasalah. Batas minimal agunan BPKB kendaraan

bermotor di BMT UAS Pamotan adalah tahun pembuataan 2000. Jika sudah

dibawah tahun 2000 maka tidak diperbolehkan untuk mengajukan pembiayaan.

Penarikan BPKB dilakukan saat pencairan dana pinjaman, dan akan dikembalikan
60
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
53

pada saat nasabah sudah melunasi hutangnya. Namun jika sudah jatuh tempo untuk

membayar angsuran, nasabah belum bisa untuk melunasinya setelah diberikan

perpanjangan dan tidak mempunyai i’tikad baik untuk membayar, maka pihak

BMT membuat surat keputusan untuk melakukan penarikan pada kendaraan

kepunyaan nasabah.61

Pembiayaan murabahah yaitu bentuk akad atau perjanjian penyediaan

barang berdasarkan jual beli di mana BMT UAS Pamotan membiayai atau

membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan menjual kembali kepada

nasabah ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Bentuk wanprestasi yang

dilakukan nasabah dalam pembiayaan murabahah (contoh dengan obyek rumah)

dapat berupa:62

c. Bagi nasabah

7) Merubah bentuk atau kontruksi yang dijaminkan (dalam pembiayaan

murabahah dengan objek, yang dijadikan objek jaminan utama);

8) Membebani lagi dengan Hak Tanggungan atau dengan sesuatu jenis

pembebanan lain apapun juga untuk keuntungan pihak lain kecuali bank.

9) Menyewakan, menjual atau mengijinkan penempatan atau penggunaan

maupun menuasakan harta tersebut kepada pihak lain.

10) Menyerahkan objek tersebut kepada pihak lain.

61
BMT UAS Pamotan, Wawancara Pribadi, Pukul 13.00 Wib, 17 Februari 2020.
62
Dewi Nurul Musjtari, 2012, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik Perbankan Syariah, Yogyakarta:
Parama Publishing, 144.
54

11) Menjaminkan hak penerimaan uang sewaatas harta tersebut.

12) Menerima uang muka, sewa atau sesuatu pembayaran lainnya atau

pembayaran kompensasi di muka terhadap sewa-menyewa penempatan,

penjualan atau sesuatu bentuk penguasaan lainnya atas rumah tersebut dari

pihak lain.

d. Bagi Bank

4) Dalam pembiayaan murabahah tanpa perwakilan, jadi bank sendiri yang

mencarikan barang pesanan, dapat terjadi nasabah melakukan komplain

kepada pihak bank karena ternyata objek murabahah atau barang tersebut

tidak sesuai dengan spesifikasinya (pesanan nasabah).

5) Nasabah komplain ternyata objek tidak sesuai dengan penawaran.

6) Nasabah komplain karena tidak sesuai dengan waktunya atau lambatnya

proses kerja.

Langkah yang dapat ditempuh oleh BMT UAS Pamotan dan nasabah jika

terjadi wanprestasi pada perjanjian pembiayan adalahl

1) Non Litigasi

Ada tiga rukun dalam perjanjian perdamaian, yakni; adanya ijab

(offering), qabul (acceptance), dan lafadz (kata-kata/materi) perdamaian.


55

Adapun syarat sahnya suatu perjanjian perdamaian diklasifikasikan sebagai

berikut:63

e. Menyangkut Subjek Subjek atau orang yang melakukan perdamaian

haruslah orang yang cakap bertindak hukum. Selain cakap bertindak

hukum juga harus mempunyai kekuasaan atau mempunyai wewenang

untuk melepaskan haknyaatas hal-hal yang dimaksudkan dalam

perdamaian tersebut.

f. Menyangkut Objek-Objek perdamaian harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut: (a) Berbentuk harta (dapat berupa benda berwujud

seperti tanah dan dapat juga berupa benda tidak berwujud seperti hak

milik intelektual) yang dapat dinilai atau dihargai, dapat diserah

terimakan, dan bermanfaat. (b) Diketahui secara jelas sehingga tidak

melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan, yang pada akhirnya dapat

melahirkan pertikaian baru terhadap objek yang sama.

g. Persoalan yang Boleh Didamaikan

Adapun persoalan atau pertikaian yang boleh didamaikan hanyalah

sebatas menyangkut tentang pertikaian berbentuk harta yang dapat dinilai

dan pertikaian itu menyangkut hak manusia yang boleh diganti. Dengan

perkataan lain, perjanjian perdamaian hanya sebatas persoalan-persoalan

63
Faturrahman Djamil, 2014, Penyelesaian Pembiataan Bermasalah Di Bank Syariah, Jakarta: Sinar Grafika,
hal. 106.
56

mu’amalah (hukum privat). Persoalan-persoalan yangh menyangkut hak

Allah tidak dapat diadakan perdamaian.

h. Pelaksanaan Perdamaian

Pelaksanaan perjanjian perdamaian bisa dilaksanakan dengan dua cara,

yakni di luar sidang Pengadilan atau melalui sidang Pengadilan. Di luar

sidang Pengadilan, penyelesaian persengketaan dapat dilaksanakan baik

oleh mereka sendiri (kedua belah pihak yang bertikai) tanpa melibatkan

orang lain. Melalui sidang Pengadilan perdamaian dilakukan pada saat

perkara diproses di depan sidang pengadilan.

2) Litigasi

UndangUndang No. 21 Tahun 2008 mengatur perihal Penyelesaian

Sengketa (Bab IX) sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayatayatnya, sebagai

berikut: “

(4) Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan


dalam lingkungan Peradilan Agama.
(5) Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan
sesuai dengan isi Akad.
(6) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
bertentangan dengan Prinsip Syariah”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 55 ayatayatnya di atas, tampak suatu

bentuk penyelesaian sengketa keperdataaan Perbankan Syariah dengan

nasabahnya yang berdasarkan pada kompetensi absolut Peradilan Agama.


57

Namun, di dalam ketentuan Pasal 55 Ayat (2) terbuka kemungkinan

dilakukannya penyelesaian sengketa sesuai kesepakatan para pihak tanpa

melalui Peradilan Agama sehingga tidak menggunakan bentuk

penyelesaiannya melalui Peradilan Agama. Dengan ditandatanganinya Akad

Pembiayaan Murabahah maka telah ada suatu dasar hukum bagi para pihak,

termasuk dalam penyelesaian sengketanya jika di kemudian hari timbul

persengketaan di antara Bank Syariah dengan nasabahnya. Dalam akad

tersebut dimuat suatu klausul tertentu apakah penyelesaian sengketa melalui

Peradilan Agama (penyelesaian sengketa secara ligitasi) atau non litigasi

seperti melalui musyawarah atau arbitrase. Fathurrahman Djamil

menjelaskan, klausul ini lazimnya dinyatakan bahwa apabila terdapat

perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian, akan terlebih dahulu diselesaikan

secara musyawarah dan mufakat. Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam

musyawarah maka sengketanya akan diselesaikan melalui arbitrase, atau

badan peradilan.64 Dalam penyelesaian sengketa perdata antara Bank Syariah

dengan nasabahnya terdapat kecenderungan mengenyampingkan

penyelesaian sengketa melalui peradilan agama maupun melalui Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas), melainkan sesuai dengan bentuk-

bentuk penyelesaian berdasarkan Isi Akad Pembiayaan Murabahah.

64
Faturrahman Djamil, 2012, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalaha Di Bank Syariah, Jakarta:Sinar
Grafika, hal. 33.
58

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Menerapkan Bagi Hasil Atas Pembiyaan Yang Diberikan Pada Nasabah

Menerapkan bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh

BMT UAS Pamotan berupa expected return berdasarkan prinsip-prinsip bank

syariah diantaranya adalah sebagai berikut: a) Prinsip Keadilan (adl); b) Prinsip

Keseimbangan (tawazun); c) Prinsip kemaslahatan (maslahah); d) Prinsip

universalisme (alamiyah).

Bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh BMT UAS

Pamotan pada penerapan konsep pembiayaan menghimpun dana dalam praktik

Perbankan Syariah dilakukan oleh bank dengan menerima dana dari nasabah

penyimpan yang dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito dengan

jangka waktu yang bervariasi.. Bank disini dapat berperan ganda selaku pihak

dalam akad pembiayaan tersebut yaitu sebagai mudharib atau pengelola dana

dari nasabah penyimpannya (shahibul maal / investor), serta sebagai shahibul

maal (investor) bagi nasabah peminjam selaku mitra usahanya (mudharib).

Konsep bagi hasil yang diterapkan pada BMT UAS Pamotan diantaranya

meliputi Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup

kerjasama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.


59

Metode bagi hasil BMT UAS Pamotan terdiri dari 2 sistem, diantaranya adalah

sebagai berikut: a) Bagi Untung (Profit Sharing); b) Bagi hasil (Revenue

Sharing).

2. Prosedur mendapatkan dana untuk pembiayaan yang dilakukan

Tahapan dalam melakukan transaksi mudharabah yang harus dilakukan

sebelum pemberian dana diserahkan kepada nasabah, diantaranya yaitu:

Pertama, seorang nasabah melakukan pembiayaan mudharabah. Melakukan

survey terhadap pembiayaan, hal ini merupakan proses survey dengan pihak

BMT UAS Pamotan mendatangi lokasi usaha calon nasabah yang akan

melakukan pembiayaan. Kedua, BMT UAS Pamotan melakukan analisis

terhadap hasil survey pembiayaan, hal ini terdiri dari data yang didapatkan pada

tahap pra survey dan survyey yang dilakukan. Selanjutnya hasil survey akan

diberikan kepada komite pengajuan pembiayaan yang telah dilakukan analisis

oleh komite atau berupa pengambilan keputusan mengenai kelayakan daripada

calon nasabah yang mengajukan pembiayaan. Ketiga, setelah itu maka akan

diberikan informasi keputusan realisasi pengajuan pembiayaan, BMT UAS

Pamotan akan memberitahukan kepada calon nasabah mengenai keputusan

pembiayaan disetuji atau tidak. Apabila disetujui maka langkah selanjutnya

adalah dilakukan proses input terhadap data calon nasabah dan pencetakan akad

daripada perjanjian. Pada proses ini data dan pencetakan akad perjanjian
60

dilakukan pada divisi yang menangani pembiayaan. Data mengenai pengajuan

pembiayaan akan dimasukkan sebagai dokumen yang harus dicatat pada BMT

UAS Pamotan. Keempat, proses akad pencairan pembiayaan akan dilakukan

setelah realisasi dan dilakukan penandatanganan oleh kepala cabang,

selanjutnya calon nasabah akan ke kantor BMT UAS Pamotan untuk melakukan

akad. Pada pengarsipan akad perjanjian dan dokumen pembiayaan, pengarsipan

dokumen pembiataan meliputi dokumen mengenai identitas pengajuan

pembiayaan, laporan hasil surevy dan SP 3serta akad perjanjian. Kelima,

pemeliharaan usaha dan pengembalian dana pembiayaan dilakukan oleh BMT

UAS Pamotan untuk terus menjalin hubungan baik terhadap setiap nasabah

dalam memberikan fasilitas produk pembiayaan yang ada dengan tujuan

menjaga silaturahmi dengan baik dan menjaga kualitas nasabah.

Bagi hasil atas pembiyaan yang diberikan pada nasabah oleh BMT UAS

Pamotan sesuai dengan akad pengembangan produk, maka bank islam memiliki

banyak jenis pembiayaan. Jenisjenis pembiayaan pada dasarnya dapat

dikelompokkan menurut beberapa aspek, diantaranya: a) Pembiayaan modal

kerja; b) Pembiayaan investasi; c) Pembiayaan jangka pendek; d) Pembiayaan

waktu menengah; e) Pembiayaan jangka panjang; f) Pembiayaan Mudharabah.


61

3. Kendala dalam bagi hasil atas pembiayaan yang disalurkan oleh BMT

Seringkali masalah yang muncul adalah calon anggota tidak jujur siapa yang

menggunakan dana pembiayaan dari BMT tersebut. Contoh permasalahan

mengenai telat pembayaran angsuran, langkah pertama yang harus dilakukan

yaitu dengan cara melakukan penagihan melalui kunjungan ke rumah anggota

pembiayaan, apabila dalam langkah awal ini tidak membuahkan hasil langkah

ke dua yaitu melakukan penagihan melalui telephon, apabila dengan penagihan

lewat telephon ini sudah mendapatkan hasil , maka penagihan dikatakan lancar.

Dan apabila dari penagihan telephon tidak membuahkan hasil maka dilakukan

kunjungan ulang ke rumah anggota dengan menyertakan berkas surat tagihan

atau somasi. Apabila riwayat pembayarannya masuk ke data merah/macet, maka

perlu penanganan khusus dari petugas remedial yaitu dengan cara kunjungan

berkala secara lebih insentif dan diharapkan pembayarannya menjadi lancar

kembali. Atau dengan cara reschedule.

Penyelesaian permasalahan yang dilakukan pada pembiayaan perjanjian

pembiayaan diantaranya adalah sebagai berikut: Pertama, melakukan

penjadwa;an ulang (rescheduling). Kedua, persyaratan kemabli (reconditioning)

dalam hal ini BMT UAS Pamotan melakukan perubahan atau sebagian daripada

persyaratan yang telah disepakati terhadap nasabah agar mampu membayar

kesepakatan pokoknya saja. Ketiga, penataan kembali (restructuring). Keempat,


62

gabungan daripada rescheduling rescheduling dan restructuring dimana cara ini

diambil oleh BMT UAS Pamotan jika nasabah masih tidak bisa menjalankan

kewajibannya terhadap pembiayaan yang mengalami masalah. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi resiko oleh pihak BMT UAS Pamotan. Kelima, penyitaan

jaminan merupakan cara terakhir apabila nasabah sudah benar-benar tidak

punya i’tikad baik ataupun sudah tidak mampu lagi untuk membayar semua

hutang-hutangnya.

B. Saran

1. Untuk Bank, diharapkan kedepannya membuat sistem pembiayaan lebih baik

lagi dalam pelaksanaannya dilapangan, serta selalu melakukan evaluasi terhadap

kinerja karyawan dalam melaksanakan program pembiayaan terhadap

konsumen sehingga tidak memberikan masalah dikemudian hari.

2. Untuk Bank dan karyawan, diharapkan kedepannya melakukan secara detail

terhadap calon nasabah baik dari aspek internal maupun eksternal sehingga

tidak menimbulkan masalah berupa kredit macet dikemudian harinya.

Anda mungkin juga menyukai