Anda di halaman 1dari 15

TATA KELOLA BANK SYARIAH SEBAGAI LEMBAGA

PEMBIAYAAN SYARIAH

Mata kuliah :
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN REGULATOR

Oleh :

Yunita Laela (041811433130)

Akmal Bowo Imanda (041811433129)

Vera Setyawaty (041811433123)

Nurul Qoyyimah (041811433125)

M. Arfan Maulana (041811433153)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala limpahan


Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Tata Kelola Bank Syariah Sebagai Lembaga Pembiayaan
Syariah”.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,


petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Kami mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua
bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung
sehingga makalah yang kami buat ini selesai.
Makalah ini kami akui masih terdapat beberapa kekurangan baik dari segi
EYD, kosa kata, tatabahasa, etika maupun isi.Oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Surabaya, 12 Maret 2019

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................5
BAB II Tinjauan Pustaka / Landasan Teori.................................................................6
2.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Syariah........................................................6
2.2 Tujuan Pembiayaan Syariah oleh Bank Syariah...............................................7
2.3 Jenis dan Akad Pembiayaan Syariah................................................................7
2.4 Manfaat Pembiayaan Syariah...........................................................................9
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................8

3.1 Hasil................................................................................................................9
3.2 Pembahasan...................................................................................................10
BAB IV PENUTUP...............................................................................................................12

4.1 Simpulan.......................................................................................................12
4.2 Saran..............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembiayaan merupakan salah satu bentuk dari solidaritas sosial. Pemiliki


modal dan orang yang membutuhkan modal untuk melakukan suatu kegiatan
usaha atau untuk mengembangkan suatu usaha yang telah berjalan. Menggerakkan
roda perekonomian agar lebih produktif untuk menekan tingkat pendapatan
masyarakat agar mengalami peningkatan. Terciptanya lapangan pekerjaan baru
dan berkurangnya angka pengangguran dengan luasnya lapangan pekerjaan yang
di buka dengan adanya pembiayaan modal bagi para pebisnis.
Sejak terbentuknya undang-undang mengenai perbankan syariah yang
bermula dari Undang-undang No 7 Tahun 1992. Kemudian undang-undang
perbankan syariah yang dipertegas kembali pada Undang-undang No. 10 Tahun
1998. Undang-undang mengenai perbankan syariah lebih memiliki titik terang
ketika disahkannya Undang-undang No. 21 Tahun 2008. Akhirnya banyak dari
sebagian perbankan membuka atau melakukan peralihan dengan membentuk
perbankan syariah demi menjaga kondisi kestabilan keuangan.
Dalam dunia perbankan dikenal dengan yang dinaman dengan produk
pembiayaan. Pada dasarnya sepintas dari segi tujuan produk pembiayaan yang
dilakukan pihak perbakan konvensional dan perbankan syariah memiliki
persamaan yaitu melakukan pembiayaan atas barang atau jasa yang di kehendaki
oleh nasabah dengan tujuan memperoleh keuntungan yang hanya dikehendaki
pihak perbankan. Namun pada prinsipnya produk pembiyaan perbankan syariah
lebih mengarah pada ahklak yaitu mengedepankan pemberian bantuan

4
pembiayaan untuk mensejahterakan masyarakat dengan produk pembiayaan
perbankan syariah itu sendiri

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Lembaga Pembiayaan Syariah?
2. Apa tujuan Pembiayaan Syariah?
3. Apa saja jenis dan akad dalam Pembiayaan Syariah?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengertian modal ventura.
2. Mengetahui pengertian modal ventura syariah.
3. Mengetahui penyebab tingginya risiko lembaga modal ventura syariah.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lembaga Pembiayaan Syariah

Pembiayaan disebutkan dalam ketentuan pasal 1 angka 12 Undang-Undang No


7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998,
yaitu: “Pembiayaan dengan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil”.
Kemudian dapat juga dilihat dari pengertian pembiayaan yang diperjelas dalam
ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan bank Indonesia No 9/19/PBI/2007 yang menyatakan
sebagai berikut : Pembiayaan adalah penyediaan dana tau tagihan/piutang yang dapat
dipersamakan dengan itu dalam:

a. Transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas akad mudharabah atau
musyawarah

b. Transaksi sewa yang didasarkan antara lain atas akad ijarah atau akad ijarah dengan
opsi perpindahan hak milik(ijarah muntahiyah bit Tamlik)

c. Transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas akad murabahah, salam dan
istishna;

d. Transaksi pinjaman yang didasarkan pada akad qardh;

e. Transaksi multijasa yang didasarkan antara lain atas akad ijarah atau kafalah.

Lembaga Pembiayaan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988


tentang Lembaga Pembiayaan terdiri dari 6 (enam) hal, yaitu: Sewa Guna Usaha
(Leasing), Anjak Piutang (Factoring), Modal Ventura (Venture Capital), Pembiayaan
Konsumen (Consumer Finance), Perdagangan Surat Berharga, dan Kartu Kredit (Credit
Card). Kemudian untuk perusahaan pembiayaan yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah adalah sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring),
pembiayaan konsumen (consumer finance), dan usaha kartu kredit (credit card).

6
Mengenai perusahaan pembiayaan ini Ketua Bapepam-LK telah timbul kebijakan legislasi
berupa Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 tentang Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Ketua Bapepam dan
LK Nomor Nomor Per04/BL/2007 tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.

2.2 Tujuan Pembiayaan Syariah oleh Bank Syariah

Pembiayaan merupakan sumber pendapatan bagi


bank syari’ah. Tujuan pembiayaan yang dilaksanakan perbankan
syari’ah terkait dengan stake holder, yakni:
1. Pemilik: dari sumber pendapatan diatas, para pemilik
mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang
ditanamkan pada bank tersebut.
2. Pegawai: para pegawai mengharapkan dapat memperoleh
kesejahteraan dari bak yang dikelolanya.
3. Masyarakat:
Pemilik dana, sebagai pemilik mereka mengharapkan dari dana
yang diinvestasi akan diperoleh bagi hasil.
Debitur yang bersangkutan, dengan menyediakan dana baginya
mereka membantu guna menjalankan usahanya (sektor
produktif) atau terbantu untuk pengadaan barang yang
diinginkannya (pembiayaan konsumtif).
Masyarakat umumnya-konsumen, mereka memperoleh barang-
barang yang dibutuhkan.
4. Pemerintah: akibat penyediaan pembiayaan pemerintah
terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping
akan diperoleh pajak (berupa pajak penghasilan atas keuntungan
yang diperoleh bank dan juga perusahaan-perusahaan.
5. Bank: bagi bank yang bersangkutan, hasil dari penyaluran
pembiayaan, diharapkan bank dapat meneruskan dan
mengembangkan usahanya agar tetap survival dan meluas
jaringan usahanya, sehingga semakin banyak masyarakat yang
dapat dilayaninya.

2.3 Jenis dan Akad Pembiayaan Syariah

7
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014
tentangPenyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah, yang menjelaskan bahwa
penyelenggaraankegiatan pembiayaan syariah wajib memenuhi prinsip
keadilan (‘adl), keseimbangan(tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan
universalisme (alamiyah) serta tidakmengandung gharar, masyir, riba,
zhulm, riswah, dan obyek haram.Kegiatan usaha pembiayaan syariah meliputi:

1.Pembiayaan jual beli;

Kegiatan pembiayaan jual beli dilakukan dengan menggunakan akad:

a.Murabahah, yaitu jual beli suatu barang dengan menegaskan harga


belinya(harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan hargalebih (margin) sebagai laba sesuai dengan kesepakatan para pihak;

b.Salam, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan sesuai syarat-
syarattertentu dan pembayaran harga barang terlebih dahulu secara penuh;

c.Istishna’, yaitu jual beli suatu barang dengan pemesanan pembuatan


barangsesuai dengan kriteria dan persyaratan tertentu dan pembayaran harga
barangsesuai dengan kesepakatan oleh para pihak.

2.Pembiayaan investasi;

Kegiatan pembiayaan investasi dilakukan dengan menggunakan akad:

a.Mudharabah, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana
pihakpertama (shahib mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak
kedua(mudharib) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di antara
merekasesuai dengan kesepakatan para pihak;

b.Musyarakah, adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua


pihakatau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikankontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggungbersama sesuai dengan kesepakatan para pihak;

8
c.Mudharabah musytarakah, adalah bentuk Mudharabah dimana pengelola
dana(mudharib) turut menyertakan modal dalam kerjasama dimana keuntungan
danrisiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan para pihak;

d.Musyarakah mutanaqishoh, adalah musyarakah atau syirkah yang


kepemilikanaset (barang) atau modal salah satu pihak (syarik)
berkurang disebabkanpembelian porsi kepemilikan (hishshah) secara bertahap
oleh pihak lainnya

3.Pembiayaan Jasa

Kegiatan pembiayaan jasa dilakukan dengan menggunakan akad:a.Ijarah, adalah


pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam jangkawaktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti denganpemindahan
kepemilikan barang itu sendiri;

b.ijarah muntahiyah bittamlik, adalah ijarah yang disertai dengan janji


pemindahankepemilikan (wa’d) setelah masa ijarah selesai;

c.hawalah atau hawalah bil ujrah, adalah pengalihan utang dari satu pihak
yangberutang kepada pihak lain yang wajib menanggung;

d.wakalah atau wakalah bil ujrah, adalah pemberian kuasa dari pemberi
kuasa(muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) dalam hal yang boleh
diwakilkan,dimana penerima kuasa (wakil) tidak menanggung risiko
terhadap apa yangdiwakilkan, kecuali karena kecerobohan.
2.4 Fungsi Pembiayaan Syariah
Ada beberapa fungsi dari pembiayaan yang diberikan oleh bank syari’ah
kepada masyarakat penerimaan, diantaranya:
1. Meningkatkan daya guna uang
2. Meningkatkan daya guna barang
3. Meningkatkan peredaran uang
4. Menimbulkan kegairahan berusaha
5. Stabiltas ekonomi
6. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
7. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional

9
10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Prinsip Syariah Dalam Lembaga Pembiayaan


Fenomena penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan di
Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini sejalan dengan semakin
meningkatnya kesadaran sebagian besar masyarakat memilih bank yang memiliki
prinsip syariah.
Dalam hal konteks Indonesia dengan perkembangan mengenai ekonomi syariah
dapat kita bagi menjadi tiga tahap, yakni:
1. Tahap pengenalan (introduction),
2. Tahap pengakuan (recognition)
3. Pemurnian (purification).
Tahap pengenalan untuk perbankan syariah yakni melalui UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dengan memperkenalkan bank berdasarkan prinsip bagi
hasil. Tahap pengakuan mendasarkan pada UU No. 10 Tahun 1998 yang
merupakan perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992, yakni menegaskan bahwa bank
berdasarkan operasionalnya terdiri dari bank konvensional dan bank berdasarkan
prinsip syariah. Kemudian saat ini dengan diundangkannya UU No. 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, Indonesia akan memasuki tahap pemurnian.
Sementara untuk LKBB, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan
Pembiayaan baru sampai pada tahap kedua yakni tahap pengakuan (recognition).
Implikasinya secara kasat mata adalah pengaturannya menjadi satu dengan sistem
konvensional, termasuk secara kelembagaan. Sehingga lembaga pembiayaan
belum sepenuhnya menerapkan prinsip syariah. Hal itulah yang menjadi
permasalahan daripada lembaga pembiayaan syariah.
Meskipun lembaga pembiayaan merupakan lembaga keuangan bersama-
sama dengan lembaga perbankan, namun dilihat dari pada istilah penekanannya
untuk penunjang perekonomian nasional, diperlukan dana yang cukup besar. Oleh
karena itu, sarana penyediaan dana yang dibutuhkan masyarakat perlu diperluas.
Secara konvensioanal dana yang diperlukan untuk menunjang pembangunan

11
tersebut disediakan oleh lembaga perbankan, akan tetapi dewasa ini lembaga
perbankan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan akan dana tersebut. Dengan
alasan tersebut timbulah dana lembaga penyandang dana yang lebih dan moderat
dari bank yang hal-hal tertentu tingkat resikonya lebih tinggi dan inilah yang
sekarang dikenal dengan lembaga pembiayaan. Dari penerapan hal tersebut yang
sebagai contoh lembaga pembiayaan leasing dengan melakukan sewa beli
terhadap barang yang di jual kepada konsumen dengan berdasarkan perjanjian
antara kedua belah pihak yang sesuai dengan perjanjian klausul baku dengan
tempo waktu yang telah ditentukan atas kesepakatan dalam perjanjian tersebut.
Melalui pelaksanaan salah satu lembaga pembiayaan leasing tersebut dapat di
kaitkan dengan prinsip murabahah klausula baku sebagai akad yang diharapkan
dapat menajamin kepastian hukum kedua belah pihak dan juga menjamin
konsumen agar tidak mengalami kerugian yang tinggi akibat pembiayaan.

3.2 Permasalahan Tata Kelola Perbankan Syariah


Industri perbankan syariah di Indonesia mengalami
perkembangan yang cukup siginifikan dalam satu dasawarsa terakhir.
Sistem tata kelola yang baik bagi bank syariah bukan hanya
dimaksudkan demi mencapai tujuan perusahaan tetapi juga sebagai sistem
pertahanan atas berbagai bentuk tekanan dari internal maupun eksternal.
Berdasarkan laporan Bank Dunia krisis perbankan yang terjadi di Indonesia
dan keruntuhan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di dunia di
sebabkan oleh buruknya pelaksanaan praktik-praktik Good Shariah
Governance. Good shariah governance akan membawa bank-bank pada
peningkatan nilai dengan cara meningkatkan nilai keuangan suatu bank itu
sendiri. Karena tujuan dari shariah governance (SG)itu sendiri adalah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
Konsep tata kelola syariah ini atau biasa disebut shariah governance
(SG) penting bagi lembaga keuangan syariah dengan berbagai alasan.
Adapun alasannya menurut Algaoud dan Lewis (2001:100) adalah: (i)
Bank syariah memiliki kewajiban untukmematuhi prinsip-prinsip syariah

12
(shariah governance) dalam menjalankan bisnisnya. Karenanya, Dewan
Pengawas Syariah (DPS) memainkan peran yang penting dalam governance
structure perbankan syariah; (ii) karena potensi terjadinya information
asymmetry sangat tinggi bagi perbankan syariah maka permasalahan agency
theory j menjadi sangat relevan. Hal ini terkait dengan permasalahan tingkat
akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah dan pemegang
saham.
Dalam hal ini peranan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS)
sangatlah penting dalam sistem tata kelola keuangan syariah. DPS sendiri
diberikan wewenang dalam melalukan penasehatan dan pengawasan agar
lembaga keuangan syariah konsisten dalam menaati peraturan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah. Masalah yang terjadi ada pada SDM yang
dimiliki masih kurang mempuni dibandingan dengan Malaysia, dengan ini
diperlukan kualitas SDM untuk meningkatkan kualitas shariah
governance demi meningkatkan kinerja tata kelola dan kepercayaan
publik terhadapnya. Permasalahan lain yang timbul adalah belum selarasnya
visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam
pengembangan perbankan syariah. Kedua, pengaturan dan pengawasan yang
masih belum optimal. Ketiga, Kurangnya support dan dukungan pemerintah
terhadap pengembangan perbankan syariah, terutama jika dibandingkan
dengan negeri Jiran.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Abdurrahman Ali Basam, Syariah Hadis Pilihan Bukhari Muslim,
edisi Indonesia
Karim A. Adiwarman. 2004. Bank Islam, Analis Fiqih dan Keuangan: edisi 3.
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Pers. Jakarta.
Ali, Zainuddin. 2010. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika

15

Anda mungkin juga menyukai