Anda di halaman 1dari 14

ASPEK - ASPEK HUKUM DALAM PEMBERIAN PEMBIAYAAN

Oleh :

Dona Dewi Marseli (3.17.4776)

Syarita Ningsih (3.17.4794)

JURUSAN : EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) MIFTAHUL ‘ULUM

TANJUNGPINANG

1441 H / 2019 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah swt.. SWT. atas rahmat dan

karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapak Hidayat,

M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Manajemen Pembiayaan Bank Syariah.

Dalam penulisan makalah ini kami banyak mendapat bantuan dari berbagai

referensi. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang turut memudahkan penulisan makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.

Akhir kata, kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat

banyak kesalahan.

T
a
n
j

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………….... i

DAFTAR ISI ………………………………………………………....... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………..... 1

B. Rumusan Masalah …………………………………………….... 2

C. Tujuan ………………………………………………………....... 2

BAB II RIBA

A. Pengertian Pembiayaan ...............................………….............. 3

B. Unsur – Unsur Pembiayaan ..................................................... 5

C. Aspek Hukum Dalam Proses Awal Pemberian Pembiayaan .... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………….......….. 10

B. Saran .......................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sistem keuangan dalam tatanan perekonomian suatu Negara memiliki peran utama

dalam menyediakan fasilitas jasa – jasa dibidang keuangan oleh lembaga – lembaga

keuangan dan lembaga – lembaga penunjang keuangan lainnya. Sistem keuangan di

Indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu sistem perbankan dan

sistem lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan yang masuk dalam sistem

perbankan, yaitu lembaga keuangan yang berdasarkan peraturan perundangan dapat

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk – bentuk lainnya dan dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. karena lembaga keuangan ini dapat

menerima simpanan dari masyarakat, maka juga disebut Depository Financial

Institutions, yang terdiri atas Bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Adapun lembaga

keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan selain dari bank yang dalam kegiatan

usahanya tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam

bentuk simpanan.

Sebagaimana dikemukakan diatas salah satu fungsi perbankan sebagai penyalur dana

masyarakat dengan cara memberikan kredit, sehingga melahirkan hubungan hukum

antara bank (kreditor) dan nasabah peminjam dana (debitor). Secara umum dapat

dikatakan bahwa hukum perbankan adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang

berhubungan dengan perbankan. Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan

1
adalah sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan

bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan eksistensinya, serta

hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.

Keberadaan perbankan syariah di Indonesia merupakan refleksi kebutuhan atas

sistem perbankan yang dapat memberikan kontribusi stabilitas kepada sistem keuangan

nasional. Industri perbankan syariah juga mencerminkan permintaan masyarakat yang

membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan yang

memenuhi prinsip – prinsip syariah. Sebagai negara yang mayoritas muslim yang terbesar

di dunia, Indonesia memiliki prospek bagi pengembangan perbankan syariah di masa

yang akan datang.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian pembiayaan bank syariah ?

2. Apa saja unsur – unsur pembiayaan ?

3. Apa saja aspek hukum dalam proses awal pemberian pembiayaan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pembiayaan.

2. Untuk mengetahui apa saja unsur – unsur pembiayaan.

3. Untuk mengetahui apa saja aspek hukum dalam proses awal pemberian pembiayaan.

2
BAB II

ASPEK HUKUM DALAM PROSES AWAL PEMBERIAN PEMBIAYAAN

A. Pengertian Pembiayaan

Kata pembiayaan berasal dari kata dasar biaya yang berarti uang yang dikeluarkan

untuk mengadakan, mendirikan dan melakukan sesuatu. Sehingga pembiayaan adalah

kegiatan mengeluarkan uang dalam rangka mengadakan, mendirikan atau melakukan

sesuatu. Pembiayaan atau financing ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak

kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan

sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang

dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.

Pembiayaan menurut syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antara bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak

peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi

hasil. Pembiayaaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas

penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut

ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah

maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qard, surat berharga syariah,

penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal sementara, komitmen dan kontinjensi

pada rekening administratif serta sertifikat wadiah Bank Indonesia. Di dalam perbankan

syariah, pembiayaan yang diberikan kepada pihak pengguna dana berdasarkan prinsip

syariah. Aturan yang digunakan yaitu sesuai dengan hukum Islam.

3
Berdasarkan Undang – Undang lainnya tentang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, yang

dimaksud dengan pembiayaan adalah “Penyediaan uang atau tagihan atau yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian

hasil”. Menurut Muljono, pembiayaan adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu

pembelian atau mengadakan suatu pinjaman dengan satu janji pembayarannya akan

ditangguhkan pada jangka waktu tertentu yang disepakati. Pada sisi penyaluran dana

(Landing of Fund), pembiayaan merupakan pembiayaan yang potensial menghasilkan

pendapatan dibandingkan dengan alternatif pendanaan lainnya.

Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Untuk itu, sebelum masuk

kepada masalah pengertian pembiayaan, perlu diketahui apa itu bisnis. Bisnis adalah

aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa,

pedagangan atau pengolahan barang (produksi). Dengan kata lain, bisnis merupakan

aktivitas berupa pengembangan aktivitas ekonomi dalam bidang jasa, perdagangan, dan

industri guna mengoptimalkan nilai keuntungan.

Berikut perbedaan antara pembiayaan syariah dan pembiayaan konvensional :

PEMBIAYAAN SYARIAH PEMBIAYAAN KONVENSIONAL

Pembeli dan penjual (bank) akan bersepakat Dalam bank konvensional, pembeli

berapa margin keuntungan yang bisa diharuskan untuk mengembalikan dana

dinikmati oleh penjual. yang dipinjam ditambahkan dengan bunga

untuk masa yang akan datang

4
Pembeli akan membayar margin Pembeli harus membayar bunga yang

keuntungan atas dasar kesepakatan ditentukan bank

Pembiayaan syariah juga diperbolehkan Sanksi keterlambatan (atau yang biasa

mengenakan sanksi kepada nasabah yang disebut dengan denda) dikenakan kepada

lalai membayar kewajibannya tepat waktu, nasabah yang lalai membayar angsuran

namun jumlah sanksi yang dikenakan tidak tepat waktu sesuai tanggal jatuh tempo yang

tergantung pada besarnya angsuran. disepakati sebelumnya.

B. Unsur – Unsur Pembiayaan

Pada dasarnya pembiayaan diberikan oleh bank kepada nasabah atas dasar

kepercayaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembiayaan adalah pemberian kepercayaan.

Hal ini berarti prestasi yang diberikan benar – benar diyakini dapat dikembalikan oleh

nasabah pembiayaan sesuai dengan waktu dan syarat – syarat yang telah disepakati oleh

kedua belah pihak. Berdasarkan hal di atas, terdapat beberapa unsur yaitu:

1. Bank syariah, yang merupakan badan usaha yang memberikan pembiayaan kepada

pihak yang membutuhkan dana.

2. Mitra usaha, yang merupakan pihak yang mendapatkan pembiayaan dari bank

syariah. Hubungan pemberi pembiayaan dan penerima pembiayaan merupakan

hubungan kerja sama yang saling menguntungkan, yang diartikan pula sebagai

kehidupan saling tolong menolong.

3. Adanya kepercayaan pemberi pembiayaan kepada penerima pembiayaan yang

didasarkan atas prestasi.

4. Adanya persetujuan (akad), berupa kesepakatan pihak pemberi dana dengan pihak

lainnya yang berjanji membayar (pihak penerima dana kepada pihak pemberi

5
dana). Janji membayar tersebut dapat berupa janji lisan, tertulis (akad pembiayaan)

yang disertai dengan saksi.

5. Adanya akad dan penyerahan barang, jasa atau uang dari pemberi pembiayaan

kepada penerima pembiayaan.

6. Adanya unsur waktu yang merupakan unsur esensial dalam pembiayaan.

Pembiayaan terjadi karena unsur waktu, baik dilihat dari pemberi dana maupun

dilihat dari penerima dana.

7. Adanya unsur risiko dari kedua belah pihak baik di pihak pemberi dana atau pihak

penerima dana. Risiko di pihak pemberi dana adalah risiko gagal bayar, baik

karena kegagalan usaha (pinjaman komersial) atau ketidakmampuan bayar

(pinjaman konsumen) atau karena ketidaksediaan membayar. Risiko di pihak

penerima dana adalah kecurangan dari pihak pembiayaan, antara lain berupa

pemberi dana yang dari semula dimaksudkan oleh pemberi dana untuk mengambil

perusahaan yang diberi pembiayaan.

8. Adanya balas jasa atas dana yang disalurkan oleh bank syariah kepada nasabah.

Hal ini disebut juga dengan nisbah dari akad yang telah disepakati antara bank dan

nasabah.

C. Aspek Hukum Dalam Proses Awal Pemberian Pembiayaan

Dalam awal pemberian pembiayaan yang harus diperhatikan adalah identitas dari

calon debitur, dimana identitas adalah merupakan faktor penting untuk mengenal dan

mengetahui informasi awal, baik dari sisi diri pribadi maupun dari sisi kegiatan usahanya.

Adapun aspek - aspek dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Aspek hukum identifikasi pribadi calon debitur

a) Dokumen Identifikasi WNI

6
 KTP

 SIM

 Akte Kelahiran

 Akte Perkawinan

b) Dokumen Identifikasi WNA

 Passport

 Izin singgah

 Izin Kunjungan

 Izin Tinggal Terbatas

 Izin Tinggal Tetap

 Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)

c) Kecakapan Calon Debitur

 Kedewasaan: Menurut KUHPerdata Pasal 330 dikatakan dewasa jika telah

berumur 21 tahun atau telah menikah, sedangkan menurut UU No. 1 Tahun

1974 tentang perkawinan dinyatakan dewasa jika telah berumur 18 tahun,

sedangkan dalam UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan

dewasa apabila telah berumur 18 tahun atau telah menikah.

 Tidak dalam pengampunan : Dikatakan dalam pengampuan karena tidak

cakap hukum yang dapat berupa : penderita gangguan jiwa, cacat mental,

dan tidak dapat menggunakan akal pikirannya secara normal. Disamping itu

juga orang yang dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga.

2. Aspek hukum identifikasi reputasi calon debitur

7
Reputasi calon debitur dapat dilihat dari beberapa riwayat hubungannya

dengan lembaga keuangan utamanya perbankan dengan melihat data-data yang

bersumber dari :

a) Daftar Hitam BI : Daftar nama para nasabah individu, badan hukum, ataupun

perusahaan yang terkena sanksi dari bank karena mereka sudah melakukan

tindakan tertentu yang dapat merugikan pihak bank dan masyarakat.

b) Sistem Informasi Debitur : Berisikan data – data debitur perbankan baik yang

merupakan nasabah di bank swasta maupun bank pelat merah.

c) Informasi Bank

d) Daftar Hitam Internal

3. Aspek hukum identifikasi perizinan usaha/profesi calon debitur

a) Perizinan Usaha

 Izin Gangguna/SITU

 SIUP

 TDP

 NPWP

 Perizinan Usaha Lainnya seperti : AMDAL, Izin Usaha Jasa Konstruksi,

Izin Usaha Industri, Tanda Daftar Industri, Angka Pengenal Impor.

b) Perizinan Profesi

Perizinan Profesi ini dapat berupa ijin Profesi Dokter, Bidan, Apoteker,

Notaris/PPAT, Advokat dan profesi lain yang diatur dalam peraturan

perundangan yang berlaku. Peraturan yang mengatur hal tersebut diantaranya

UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Dokter, UU No. 30 tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat dan PP No. 37 tahun

1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT.


8
4. Aspek hukum identifikasi bentuk usaha calon debitur

a) Bentuk Perusahaan

 Perusahaan Perorangan : Perusahaan perorangan adalah perusahaan yang

dikelola secara kekeluargaan atau secara pribadi dari pemilik usahanya

tanpa mempunyai partner/sekutu. Perusahaan ini biasanya berupa Usaha

Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD). Dalam mendirikan perusahaan

perorangan ini tidak mempunyai persyaratan formal dalam pendiriannya.

Akan tetapi cukup dengan melengkapi izin usaha yang berupa SIUP, SITU,

TDP dan izin lain yang berkaitan dengan segmen usahanya.

 Perusahaan Persekutuan : Perusahaan persekutuan adalah perusahaan yang

di kelola secara bersama antara dua orang atau lebih atau antara perusahaan

denag perjanjian yang sudah di sepakati bersama.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam mengamankan pembiayaan yang diberikan kepada nasabahnya, Bank

sangat memperhatikan aspek – aspek hukum dalam pemberian pembiayaan dengan

patuh menggunakan perangkat hukum positif yang yang diatur dalam hukum

perikatan dan hak kebendaan yaitu Hipotek, Gadai dan Cessie serta Undang –

Undang yang mengatur tentang Hak Tanggungan, Fidusia dan Resi Gudang.

Selain ketentuan perundangan tersebut, Bank juga menggariskan suatu ketentuan –

ketentuan khusus dalam pemberian pembiayaan dengan mengaturnya dalam

Ketentuan Umum Perkreditan (KUP) dan dijabarkan dalam Pedoman Pelaksanaan

Pembiayaan Syariah (PPP Syariah) yang wajib dilaksanakan oleh seluruh jajaran

Pejabat Pembiayaan Lini (PPL).

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penunjang pembuatan makalah ini masih

terdapat kekurangan dan kekeliruan, maka kami membutuhkan kritik dan saran

dari semua pihak baik dari teman – teman maupun dosen selaku pembimbing mata

kuliah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hermansyah, 2008, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta : Kencana

Machmud, Amir. dan Rukmana, 2004, Bank Syariah Teori, kebijakan, dan Studi

empiris di indonesia, Jakarta: Erlangga.

Nugroho, Any, 2015, Hukum Perbankan Syariah, Yogyakarta : Aswaja Pressindo.

Sulhan, M dan Ely Siswanto, 2008, Manajemen Bank Konvensional dan Syariah, UIN

Malang Press.

Sumitro, warkum, 2004, Asas-asas Perbankan Islam dan lembaga-lembaga terkait,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Triyana, Agus, 2016, Hukum Perbankan Syariah, malang: setara press.\

https://www.finansialku.com/daftar-hitam-bank-indonesia/

https://www.aturduit.com/articles/penjelasan-lengkap-tentang-sistem-informasi-

debitur-sid/

11

Anda mungkin juga menyukai