Anda di halaman 1dari 9

Makalah Manajemen Likuiditas Bank Syariah

Diajukan sebagai tugas pelengkap Manajemen perbankan syariah


DI

OLEH:

NAMA: CUT ZAMHARIRAH

NIM: 161061620003
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan.
Dan shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu tugas pada mata kuliah Produk dan
Harga dengan judul “MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH”.

Terima kasih disampaikan kepada Ibu Soraya Lestari selaku dosen mata kuliah
Manajemen perbankan syariah yang telah membimbing dan memberikan kuliah kepada kami
dengan sangat sabar dan baik.

Demikianlah makalah ini disusun semoga bermanfaat agar dapat memenuhi tugas mata
kuliah MANAJEMEN PERBANKAN SYARIAH.

Banda Aceh, 20 Juni 2019

Penyusun

CUT ZAMHARIRAH
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Secara umum tugas utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
Kemudian dana yang telah terkumpul tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk
pinjaman (kredit), serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Untuk bisa menghimpun dana dari
masyarakat, maka bank memiliki keharusan untuk meyakinkan nasabah bahwa uang yang mereka titipkan
dijamin keamanannya. Dengan demikian, agar bisa memberikan keamanan kepada para nasabah, maka
bank tersebut haruslah likuid.

Manajemen likuiditas merupakan bagian dari kerangkamanajemen risiko industri keuangan yang
lebih besar, yangberhubungan dengan seluruh lembaga keuangan baik konvensional maupun syariah.
Kegagalan dalam manajemen risiko memiliki konsekuensi yang mengerikan, termasuk kolapsnya bank
dan pada gilirannya menyebabkan ketidakstabilan sistem keuangan. Pada kenyataannya, sebagian besar
kegagalan bank disebabkan kesulitan mengelolamasalah-masalah likuiditasnya.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa regulator sangat menaruh perhatian dengan posisi likuiditas
suatu lembaga keuangan dan pemikiran regulatorsaat ini berpusat pada seputar penguatan kerangka
kerjalikuiditas. Likuiditas merupakan suatu hal yang sangat penting bagibank untuk dikelola karena akan
berdampak kepadaprofitabililitas serta keberlanjutan dan kelangsungan usahasuatu bank. Begitu
pentingnya likuiditas ini, sehinggaditetapkan sebagai salah satu risiko yang harus dikelola denganbaik
oleh bank.

Kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan, merupakan satu keharusan yang harus dilakukan,
baik itu oleh pihak perbankan, praktisi keuangan, ataupun pihak-pihak ketiga yang berencana menitipkan
dananya di bank. Pentingnya penilaian atas likuiditas suatu bank, merupakan salah satu cara untuk bisa
menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat, dan tidak sehat.
Salah satu penyebab kebangkrutan suatu bank adalah karena ketidakmampuannya dalam memenuhi
kebutuhan likuiditasnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dan konsep manajemen likuiditas ?


2. Apa saja tujuan dari manajemen likuiditas ?
3. Bagaimana penentuan kebutuhan likuiditas ?
4. Bagaimana penentuan pengelolaan arus kas ?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui dan memahami apa definisi dan konsep manajemen likuiditas.


2. Mengetahui dan memahami tujuan dari manajemen likuiditas.
3. Mengetahui dan memahami penentuan kebutuhan likuiditas.
4. Mengetahui dan memahami cadangan dan arus kas.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi dan Konsep Manajemen Likuiditas

Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk
memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih baik yang dapat diduga ataupun yang tidak
terduga. Sedangkan manajemen likuiditas sendiri memiliki banyak pengertian, beberapa diantaranya
adalah menurut :

1. Duane B Graddy : “ Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh


masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan ”
2. Oliver G Wood : “ Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan
kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman atau kebutuhan
jangka panjang ”.

Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid
yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.

Manajemen likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid
yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar. Menurut teori
intermediasi keuangan, dua alasan yang paling penting terhadap keberadaan lembaga keuangan,
khususnya bank, adalah penyediaan likuiditas dan jasa keuangan. Mengenai penyediaan likuiditas, bank
menerimadana dari deposan dan menyalurkannya ke sektor riil, dan pada saat yang sama menyediakan
likuiditas untuk setiap penarikan dana simpanan. Namun peran bank dalam mentransformasikan simpanan
jangka pendek menjadi pinjaman jangka panjangmembuat mereka rentan secara inheren terhadap
risikolikuiditas (Bank For International Settlement (BIS), 2008 b:1) Likuiditas adalah kemampuan
menjual asset dalam waktusingkat dengan kerugian yang paling minimal. Asset-asset likuidadalah asset
yang dipegang dalam bentuk tunai atau yangdiinvestasikan dalam suatu instrumen yang dapat diubah
menjadi bentuk tunai seperti simpanan berupa giro, dan deposito.

Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibanding dengan dunia bisnis secara
umum. Darisudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh asset menjadi kas/tunai
(cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana
melalui peningkatan portofolio liabilitas. Risiko likuiditas muncul sebagai salah satu risiko yangpaling
penting dimana bank perlu menanganinya untuk menghindari kerugian jika tidak dikelola dengan dengan
baik. Risiko likuiditas didefinisikan secara luas sebagai potensi kehilangan bagi bank yang muncul dari
ketidak mampuan mereka untuk memenuhi kewajiban atau untuk mendanai kenaikan asset saat jatuh
tempo tanpa menimbulkan biaya atau kerugian yang tidak dapat diterima (Greuning and
Bratanovic,1999).
Risiko ini terjadi ketika deposan secara kolektif memutuskan untuk menarik dana mereka dalam
jumlah yang lebih besar dari pada dana yang dimiliki bank (Hubbard,2002:323), atau ketika peminjam
gagal untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada bank. Dengan kata lain, risiko likuiditas terjadi dalam
dua kasus. Pertama, muncul secara simetris kepada debitur dalam hubungannya dengan bank, misalnya
ketika bank memutuskan untuk menghentikan kredit namun debitur tidak mampu membelinya. Kedua,
muncul dalam konteks hubungan bank dengan deposan, misalnya ketika deposan memutuskan untuk
menarik simpanan mereka tetapi pihak bank tidak mampu memenuhinya (Greenbaum dan Thakor,
1995:137). Dalam prakteknya, bank menemui ketidakseimbangan).

B. Tujuan Manajemen Likuiditas

Tujuan manajemen likuiditas adalah sebagai berikut:

1. Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak
dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur akan
mengurangi profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.

C. Penentuan kebutuhan likuiditas

Pada umumnya kebutuhan likuiditas bank ditentukan oleh adanya beberapa faktor yang meliputi3 :

1. Kewajiban reserve yang ditetapkan oleh bank sentral

Merupakan Giro Wajib Minimum (GWM) yang merupakan ketentuan Bank Indonesia. Giro Wajib
Minimum merupakan kewajiban reserve (reserve requirement) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebesar prosentase dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Perhitungan prosentase GWM dilakukan berdasarkan
jumlah harian saldo giro pada Bank Indonesia dan rata-rata harian jumlah DPK sebagai berikut:

Prosentase GWM Jumlah Harian Saldo Giro Rata-rata DPK

Tanggal Tanggal Tanggal

 1 s.d 7 1 s.d 7 16-23 bulan sebelumnya


 8 s.d 15 8 s.d 15 24 s.d akhir bulan sebelumnya
 16 s.d 23 16 s.d 23 1-7 bulan yang sama
 24 s.d akhir bulan 24 s.d akhir bulan 8-15 bulan yang sama

Dana Pihak Ketiga meliputi seluruh DPK dalam rupiah ataupun valuta asing pada seluruh kantor bank
yang bersangkutan di Indonesia. DPK Bank dalam bentuk rupiah meliputi kewajiban kepada pihak ketiga
yang terdiri dari:

 Giro wadi’ah
 Tabungan mudharabah
 Deposito investasi mudharabah
 Kewajiban lainnya

DPK dalam rupiah tersebut tidak termasuk dana yang diterima oleh Bank Syariah atau Unit Usaha
Syariah dari Bank Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat.

2. Tipe dana yang ditarik oleh bank

Dilihat dari waktu penarikannya, maka pada Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah terdapat dua
jenis, yakni dana yang ditarik sewaktu-waktu meliputi tabungan dan giro wadi’ah, serta dana yang ditarik
pada saat jatuh tempo meliputi investasi mudharabah.

Untuk memperkirakan jumlah penarikan pada tabungan dan giro wadi’ah, Bank Syariah atau Unit
Usaha Syariah perlu mengetahui:

 Pengalaman penarikan dana harian pada masa-masa sebelumnya


 Spreading resources, yaitu persebaran dan jumlah pemegang rekening.

Sebagai contoh, jika pada suatu daerah terjadi kecenderungan penarikan dana akibat terjadinya
bencana alam, maka dengan estimasi kebutuhan dana dapat dilakukan dengan melihat persebaran kantor
cabang di daerah tersebut dan jumlah pemegang rekening.

3. Komitmen bank kepada nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau
melakukan investasi

Bisnis di perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karenanya pemenuhan komitmen harus
menjadi fokus Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah. Sebagai contoh, jika suatu Bank Syariah
menerbitkan suatu Bank Garansi, maka jika nasabah yang memegang bank Garansi tersebut wanprestasi
terhadap mitra kerjanya, maka komitmen Bank Syariah untuk menjamin wanprestasi tersebut harus
dilaksanakan. Jika hal ini terjadi, maka dibutuhkan kecukupan dana untuk memenuhi komitmen tersebut.
Sebaliknya jika Bank Syariah tidak mampu memenuhi komitmen tersebut karena kesulitan likuiditas,
maka kepercayaan nasabah pemegang bank garansi tersebut akan jatuh, dan selanjutnya akan berpengaruh
kepada kepercayaan masyarakat terhadap Bank Syariah tersebut. Selain itu, Bank Syariah juga akan
dihadapkan pada tuntutan ganti rugi yang dapat meningkatkan beban perusahaan.

D. Penentuan pengelolaan arus kas

Tujuan pengelolaan arus kas adalah untuk memperoleh proyeksi arus kas (cash flow projection)
dimana proyeksi arus kas tersebut bermanfaat untuk mengantisipansi terjadinya kebutuhan likuiditas.

Kegiatan dalam pengelolaan arus kas dan likuiditas bank dalam rangka optimalisasi pendapatan dan
menjaga kepercayaan masyarakat diperankan oleh Divisi Treasury.

Divisi Treasury di Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah dihadapkan pada tantangan dalam
pengelolaan arus kas ini. Di satu sisi, Divisi Treasury harus dapat menjaga likuiditas jika terjadi
kebutuhan jangka pendek, sehingga harus tersedia alat likuid (kas dan setara kas) yang cukup. Namun di
sisi lain, Divisi Treasury harus mengoptimalkan penggunaan dana agar mencapai tingkat profitablitas
yang diharapkan. Risiko tingginya dana yang menganggur (idle fund) ataupun biaya yang muncul jika
terjadi kekurangan likuiditas perlu dihindari agar pendapatan perusahaan meningkat. Semakin besar idle
fund akan semakin besar loss opportunity income bagi Bank karena dana yang menganggur tersebut tidak
diinvestasikan pada instrument keuangan yang menghasilkan pendapatan.

Sebaliknya, jika persediaan dana kurang, maka akan muncul kebutuhan untuk mengupayakan dana
dari Pasar Uang Antar Bank Syariah dimana terdapat biaya dalam hal ini. Untuk itulah, proyeksi arus kas
menjadi penting dalam menjaga likuiditas suatu Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah.

Pendekatan yang dimiliki oleh Bank Syariah dalam melakukan proyeksi arus kas terdiri dari 2
pendekatan, yaitu Metode Penerimaan dan Pembayaran (Receipt and Payment Method) dan Ramalan
Aliran Dana (Fund Flow Forecast).

Metode Penerimaan dan Pembayaran (Receipt and Payment Method) Dalam metode ini, jumlah
penerimaan dan jumlah pembayaran dalam periode tertentu dicatat dalam bentuk laporan proyeksi arus
kas yang terdiri dari :

a) Posisi Awal Kas, merupakan saldo uang tunai yang dimiliki bank (kas dan giro pada Bank
Indonesia);
b) Arus Kas Masuk, mencatat seluruh transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi awal
kas seperti penerimaan dana pihak ketiga, pendapatan operasional, dan penjualan/pelunasan
surat berharga;
c) Arus Kas Keluar, mencatat semua transaksi bank yang menyebabkan berkurangnya posisi
awal kas seperti pembelian surat berharga, pembayaran dana pihak ketiga, dan biaya
operasinal;.
d) Posisi Kas Akhir, adalah perkiraan saldo bank yang merupakan penjumlahan antara posisi kas
awal ditambah jumlah arus kas masuk dan dikurangi jumlah arus kas keluar.

Untuk membantu penyusunan Laporan Proyeksi Arus Kas, diperlukan Laporan Maturity Profile.
Sebagaimana telah diwajibkan oleh Bank Indonesia, Laporan Proyeksi Arus Kas disampaikan dua kali
dalam sebulan, yaitu setiap tanggal 15 dan tanggal akhir bulan,sedangkan Laporan Maturity Profile
disampaikan hanya pada akhir bulan.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari berbagai penjelasan di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Manajemen
likuidits bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang mudah
ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar. Adapun tujuan manajemen
likuiditas adalah sebagai berikut:

1. Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu
tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2. Memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang nganggur akan
mengurangi profitabilitas bank.
3. Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat
mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.

Di dalam menajemen likuiditas juga terdapat resiko-resiko, adapun untuk mengatasi resiko tersebut
ialah sebagai berikut:

1. Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh
nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.
2. Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming
transfer maupun setoran tunai nasabah.
3. Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan
pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan
membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini.
4. Selanjutnya Bank menetapkan secondaryreserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank.
5. Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan
fungsi ALCO (Asset &Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya.
6. Meningkatkan atau menurunkan sumber dana tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman A. Karim. 2013. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.

Muhamad. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.

Syukri Laka. 2012. Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press.

http://riaembo.blogspot.com/2013/04/risiko-likuiditas.html ( Diakses Selasa pada tanggal 26 Mei 2015


12:28 PM ).

http://blog.pasca.gunadarma.ac.id/2012/05/05/manajemen-likuiditas/ ( Diakses Selasa pada tanggal 26


Mei 2015 12:27 PM ).

http://anisamoetzh.blogspot.com/2014/03/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html ( Diakses Senin


pada tanggal 25 Mei 2015 07:12 AM ).

http://shariaeconomy.blogspot.com/2008/11/manajemen-likuiditas-perbankan-syariah.html ( Diakses
Sabtu pada tanggal 23 Mei 2015 08:54 PM ).

Anda mungkin juga menyukai