Anda di halaman 1dari 21

DESIGNING SHARIA CONTRACTS

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Perbankan
Syariah
Dosen Pengampu : Anniza Citra Prajasari, SE.I., M.A

Disusun oleh :
Tian Heryani (17108030043)
Dona Septian Mios K (17108030047)
Halifa Dinia (17108030049)
M. Farhan Zuhdi (17108030077)
Ira Riswandha F (17108030081)
Alvi Nur Laila (17108030084)

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
dengan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kami dapat menyusun makalah
manajemen perbankan syariah dengan judul “DESIGNING SHARIA
CONTRACTS”

Dalam proses penyusunan makalah ini, kami berupaya untuk


mengumpulkan informasi dari berbagai media berupa buku refrensi dan dari
berbagai sumber lainnya dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan mutu
serta otentisitasnya.
Kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penyusunan makalah ini, ibu Anniza Citra Prajasari, SE.I., M.A, selaku
dosen pembimbing mata kuliah manajemen perbankan syariah, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka dari itu
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, serta
masukan yang positif, saran dan kritik untuk kesempurnaan makalah-makalah
kami berikutnya, mudah mudahan bermanfaat.

Yogyakarta, 04 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 1
C. TUJUAN ................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. MEMAHAMI KEBUTUHAN NASABAH ........................................................... 3
B. MEMAHAMI KEMAMPUAN NASABAH .......................................................... 9
C. KARAKTERISTIK SUMBER DANA PIHAK KETIGA BAGI BANK ............. 10
D. MEMAHAMI AKAD FIKIH YANG TEPAT ..................................................... 14
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
KESIMPULAN ............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akad adalah perikatan serah terima (ijab qabul ) yang dibenarkan
syara’ yang menetapkan saling ridha di antara pihak yang berakad. Akad
atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya paling
banyak diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan
sebagian dari kegiatan tolong menolong (tabarru').
Dalam sharia level, akad tidak selalu berwujud surat perjanjian.
melainkan juga bisa berbentuk surat dokumen pencairan. Begitu pula
halnya dengan surat perjanjian, ia bisa mencerminkan suatu akad, bisa
pula mencerminkan sebuah wa’ad (promise). Istilah hukum yang sama
dapat mempunyai dua arti yang berbeda, tergantung dari perspektif level
apa yang digunakan.
Bank syariah selaku lembaga keuangan yang berlandaskan legal
level dan sharia level menuangkan akadnya dalam bentuk surat perjanjian
atau kontrak. Dalam membuat kontrak perjanjian tersebut ada berbagai
tahap yang harusdilakukan salah satunya adalah desain kontrak.
Desain kontrak adalah upaya menemukan bentuk kontrak yang
tepat untuk suatu kegiatan pembiayaan di bank syariah. Dan oleh karena
itu, salah satu syarat untuk melakukan desain kontrak adalah memahami
akad-akad yang berlaku di perbankan syariah. Pada makalah ini, akan
diulas tentang berbagai teknik mendesain suatu akad pembiayaan syariah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakteristik kebutuhan nasabah?
2. Bagaimana kemampuan nasabah?
3. Bagaimana karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank?
4. Bagaimana kemampuan nasabah?

1
C. TUJUAN
1. Memenuhi tugas kelompok manajemen perbankan syariah.
2. Mengetahui karakteristik kebutuhan nasabah.
3. Mengetahui kemampuan nasabah.
4. Mengetahui karakteristik sumber dana pihak ketiga bagi bank.
5. Mengetahui kemampuan nasabah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. MEMAHAMI KEBUTUHAN NASABAH

Teknik pertama dalam mendesain kontrak pembiayaan syariah


adalah memahami karakteristik kebutuhan klien. Untuk itu terdapat dua
aspek yang perlu dipertimbnagkan:
1. Objek
Hal pertama yang diperiksa untuk memahami karakteristik
kebutuhan klien adalah objek pembiayaan itu sendiri. Jika klien
membutuhkan barang fisik, harus di identifikasikan apakah barang
tersebut ready-stock atau dalam proses. Jika barang ready-stock,
pembiayaan yang sesuai untuk klien adalah pembiayaa
nmurabahah. Namun jika sedang dalam proses, harus di
identifikasikan apakah prosesnya memakan waktu pendek atau
panjang. Jika prosesnya memakan waktu yang relative singkat,
maka pembiayaan yang dapat digunakan adalah salam. Dengan
asumsi bahwa klian akan dapat memenuhi tanggung jawabnya
dalam pembayaran sekaligus. Namun jika proses produksinya
membutuhkan waktu yang lebih lama, pembiayaan yang
ditawarkan adalah pembiayaan istishna’ dengan asumsi bahwa
klien hanya akan dapat memenuhi kewajiban setelah beberapa
angsuran.
Jika objek pembiayaan yang dibutuhkan klien adalah
layanan, atau bukan barang, yang paling cocok untukdigunakan
adalah pembiayaan ijarah.

3
Obyek

Barang fisik Layanan

Barang dalam
Ready stock Ijarah
proses

murabahah Proses singkat Proses lama

Salam Istishna’

2. Tujuan
Aspek kedua untuk memahami karakteristik kebutuhan klien
adalah tujuan barang atau jasa yang akan dibutuhkan. Yang paling
penting dalam kasus ini adalah mengidentifikasi apakah barang
atau jasa itu untuk tujuan produktif atau konsumtif. Jika kebutuhan
pembiayaan klien adalah untuk kegiatan produktif, harus di
identifikasikan apakah barang atau jasa yang akan digunakan
sebagai modal kerja atau investasi.

4
Tujuan

Produksi konsumsi

Modal
investasi
kerja

a. Modal kerja
Jika barang atau jasa digunkan sebagai modal kerja, perlu
di identifikasikan apakah telah membuat kontrak dengan pihak
ketiga atau tidak. Jika demikan, perlu dipastikan lebih lanjut
apakah pembiayaan yang dicari adalah untuk pekerjaan
konstruksi atau pengadaan barang. Jika itu untuk pekerjaan
kontruksi, pembiayaan yang dapat disediakan oleh bank Islam
adalah pembiayaan istishna’. Jika ternyata untuk pengadaan,
bank dapat menawarkan pembiayaan mudharabah, kecuali jika
itu diklasifikasikan sebagai pembiayaan produktifu ntuk bisnis
skala kecil. Pengecualian berfungsi sebagai strategi bank
sehingga dapat menghindari mengambil risiko tinggi. Jika klien
tidak berada dibawah kontrak apapun dengan pihak ketiga,
harus di identifikasikan apakah pembiayaan tersebut
dimaksudkan untuk memperoleh barang ready stock atau
barang dalam proses. Dalam kasus sebelumnya, bank dapat
memilih untuk pembiayaan murabahah. Dalam kasus terakhir,
harus di identifikasikan apakah proses produksi memerlukan
waktu yang singkat atau lama. Jika barang bias diproduksi
dalamwaktu yang singkat, pembiayaan yang sesuai adalah

5
pembiayaan salam. Namun jika proses produksinya lama, maka
pembiayaan yang harus dipilih adalah pembiayaan istishna’.

Modal kerja

Tidak dengan
Pihak ketiga
pihak ketiga

Pengadaan
Kontruksi Ready stock Dalam proses
barang

Istishna’ Mdharabah Murabahah Singkat Lama

Salam Istishna’

b. Investasi
Jika barang atau jasa untuk investasi, harus di identifikasi
apakah pembiayaannya untuk memperoleh barang ready stock
atau dalam proses. Jika menyangkut barang ready stock, yang
harus dilakukan selanjutnya adalah mengidentifikasi apakah
kontrak ini jangka panjang. Jika demikian, pembiayaan bank
yang diberikan adalah ijarah muntahia bit tamlik. Jika jangka
pendek, maka pembiayaannya adalah murabahah. Jika
pembiayaan barang dalam proses, maka harus di identifikasi
lebih lanjut apakah proses akan selesai dalam waktu singkat
atau lama. Jika singkat pembiayaannya adalah salam. Jika
butuh waktu yang lama. Pembiiayaan yang ditawarkan adalah
istishna’.
Jika klien mebutuhkan pembiayaan bukan untuk produksi
tetapi lebih untuk konsumsi, perlu di identifikasikan apakah
pembiayaan akan memanifestasikan pembelian barang atau

6
jasa. Jika menyangkut hal tersebut, yang harus dilakukan
selanjutnya adalah mempertimbangkan apakah barang
dagangan diklasifikasikan sebagai ready stock atau in-process.
Jika barang dagangannya ready stock, pembiayaannya adalah
murabahah. Namun jika tidak perlu di identifikasikan apakah
prosesnya dapat siap dalam waktu singkat atau tidak. Jika
barang dapat diproses dalam waktu singkat, opsi bank adalah
pembiayaan salam. Namun jika membutuhkan waktu yang
lama, maka yang paling cocok adalah pembiayaan istishna’.
Jika sebaliknya klien membutuhkan pembiayaan untuk
mendapatkan beberapa layanan, jenis pembiayaan yang
ditawarkan bank adalah pembiayaan ijarah.

investasi

Barang dalam
Ready stock
proses

Jangka Jangka Proses


Proses lama
panjang pendek singkat

IMBT Murabahah Salam Istishna’

7
c. Konsumsi
Jika klien membutuhkan barang fisik, harus di
identifikasikan apakah barang tersebut ready-stock atau dalam
proses. Jika barang ready-stock, pembiayaan yang sesuai untuk
klien adalah pembiayaan murabahah. Namun jika sedang dalam
proses, harus di identifikasikan apakah prosesnya memakan
waktu pendek atau panjang. Jika prosesnya memakan waktu
yang relative singkat, maka pembiayaan yang dapat digunakan
adalah salam. Dengan asumsi bahwa klian akan dapat
memenuhi tanggungjawabnya dalam pembayaran sekaligus.
Namun jika proses produksinya membutuhkan waktu yang
lebuh lama, pembiayaan yang ditawarkan adalah pembiayaan
istishna’ dengan asumsi bahwa klien hanya akan dapat
memenuhi kewajiban setelah beberapa angsuran.
Jika objek pembiayaan yang dibutuhkan klien adalah layanan,
atau bukan barang, yang paling cocok untuk digunakan adalah
pembiayaan ijarah.

Konsumsi

Barang fisik Layanan

Barang
Ready stock Ijarah
dalam proses

Proses
murabahah Proses lama
singkat

Salam Istishna’

8
B. MEMAHAMI KEMAMPUAN NASABAH
Teknik kedua yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad
pembiayaan syariah adalah memahami kemampuan nasabah. Dalam hal
ini, yang perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable, yakni
apakah sumber pendapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak.
Jika sumber nasabah highly predictable, factor berikutnya yang harus
dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk pekerjaan konstruksi atau
pengadaan barang. Jika untuk pekerjaan konstruksi, pembiayaan yang
diberikan pembiayaan istishna’. Namun, jika untuk pengadaan barang,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah, kecuali
produksi usaha skala kecil. Jika sumber pendapatan nasabah tidak
termasuk ke dalam kategori highly predictable, factor selanjutnya yang
harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk ready stock atau
goods in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah
murabahah. Namun, jika untuk goods in process, harus dilihat dari segi
waktu proses barang. Jika kurang dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikn
adalah pembiayaan salam. Namun, jika lebih dari 6 bulan, pembiayaan
yang diberikan adalah pembiayaan istishna’.1

1
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi Ketiga
(Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2006).hal.88-89.

9
C. KARAKTERISTIK SUMBER DANA PIHAK KETIGA
BAGI BANK
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuannya menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil
maupun besar, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai
lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling
utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau
dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali.2
Hakikat dari analisis terhadap kebutuhan sumber dana pihak ketiga
ditujukan untuk mendapatkan:
1. Kepastian bank terhadap pemenuhan kebutuhan cash out bank
dalam memberikan pembiayaan dapat tertutupi oleh pembayaran
(cash in) dari debitur.
2. Kepastian bank terhadap kewajiban pemberian bagi hasil yang
harus diberikan kepada pemegang dana (pihak ketiga) dapat
ditutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.

Maka berdasarkan atas dua tujuan di atas, dalam memahami


karakteristik sumber dana ketiga bank harus melakukan analisis arus kas,
baik dari sisi cash in bank (berarti juga sebagai cash out debitur) dan arus
kas dari sisi cash out bank (berarti juga sebagai cash in debitur).
Dalam hal cash in bank (cash out nasabah), faktor yang harus
diperhatikan adalah apakah ia berbentuk grace period atau tidak.
Yang dimaksud dengan grace period adalah tenggang waktu yang
diberikan bank kepada debitur untuk tidak melakukan pembayaran cicilan
sampai waktu tertentu. Contoh. Pada tanggal 1 maret 2011, Bank Perkasa
Syariah memberikan pembiayaan kepemilikan mesin penggilingan daging
kepada Ahmad. Ahmad memproyeksikan bahwa mesin tersebut baru dapat
memberikan manfaat ekonomi setelah tiga bulan mendatang, sehingga ia

2
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002, hlm. 267.

10
meminta kepada bank untuk memberikan penangguhan cicilan pertama
dilakukan pada tanggal 1 juni 2011 dan Bank Perkasa Syariah
menyutujuinya. Nah, tenggang waktu antara tanggal 1 maret sampai
dengan dengan 1 juni inilah yang disebut sebagai grace period.
Jika ada grace period, konsekuensi yang diterima bank adalah
bank tidak akan mendapatkan cash in dari debitur selama masa ini dengan
demikian bank juga tidak mampu untuk memberikan bagi hasil kepada
nasabah penyimpanan dana. Oleh sebab itu, bank perlu melihat lebih lanjut
apabila ada masa grace period, yaitu bank harus mencermati apakah
pembayaran tersebut dilakukan secara installment atau tidak. Apabila tidak
installment berarti debitur hanya akan melakukan pembayaran satu kali
saja, yaitu di akhir masa pembiayaan. Tentunya model pembayaran seperti
ini sangat memiliki tingkat risiko yang tinggi sehingga lebih baik bank
memutuskan untuk tidak memberikan pembiayaan apabila debitur
menginginkan pembayaran dilakukan secara lump sum di akhir kontrak.
Jika installment, berarti bank masih memungkinkan memberikan
bagi hasil kepada deposan sesuai dengan termin installment tersebut baik
bulanan maupun nonbulanan. Oleh karena itu, faktor selanjutnya yang
diperhatikan adalah apakah pembayaran itu dilakukan secara bulanan atau
tidak. Jika bulanan, maka bank syariah menggunakan multiple akad, yakni
terdiri dari ijarah dan akad lainnya. Kenapa harus multiple akad? Karena
dengan menggunakan multiple akad walaupun ada masa grace period
bank tetap mampu mendapatkan cash in dari debitur setiap bulannya. Hal
ini berarti juga bank mampu memberikan bagi hasil kepada deposan. Lalu
apakah yang dimaksud dengan multiple akad? Multiple akad atau juga
disebut sebagai akad murakab adalah akad gabungan yang terdiri adari dua
akad atau lebih. Contoh multiple akad: ijarah bil isthisna’ wal murabahah.
Bila si debitur menginginkan pembiayaan murabahah untuk
pemesanan rumah tipe 72/250 kepada bank dan debitur baru akan
melakukan pembayaran pertama atas rumah tersebut pada saat serah
terima rumah, maka pembiyaan ini mempunyai konsekuensi adanya masa

11
grace period, yaitu selama masa ini persetujuan pembiayaan atas
pemesanan rumah tipe 72/250 tersebut dan masa penyerahan rumah yang
dipesan tersebut. untuk itu, bank dapat mengatasi masa grace period ini
dengan cara melakukan kontrak tambahan, yaitu kontrak ijarah. Dalam
kontrak ijarah tersebut, debitur bertindak sebagai pemberi pekerjaan
kepada bank untuk mencarikan rumah yang sesuai dengan pesanan dan
pihak bank sebagai pihak yang mendapat tugas tersebut. dan atas kontrak
ijarah ini, pelaku pihak yang menyewakan, bank berhak mendapatkan fee
setiap bulannya.
Namun jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan, maka
bank dapat menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqayyadah),
yakni sumber dana yang hanya dapat digunakan pada waktu, tempatt atau
objek tertentu.
Dalam hal cash in bank, (cash out nasabah) tidak berbentuk grace
period, berarti sejak masa pembiayaan berlangsung pihak bank akan
langsung mendapatkan cicilan pembayaran (cash ini) dari debitur. Tentu
saja hal ini lebih mudah dan menguntungkan bank karena lebih leluasa
dalam mencari sumber pendanaan dana pihak ketiga. Dalam hal tidak ada
grace period, bank dapat mengklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu dengan pembayaran installment atau tidak. Apabila pembayaran
dilakukan tidak secara installment bank dapat menggunakan pembiayaan
murabahah muajjal (tunai sekaligus di akhir masa perjanjian). Apabila
pembayaran debitur dilakukan dengan installment, bank dapat
menggunakan pembiayaan murabahah taqsith, dan untuk memenuhi
pembiayaan tersebut bank dapat mengelompokkan ke dalam dua hal, yaitu
apakah pembayaran debitur dilakukan secara bulanan atau tidak. Apabila
debitur melakukan installment secara bulanan berarti bank dapat
memberikan keuntungan bagi hasil kepada deposan secara bulanan juga,
dan untuk sumber pendanaan tersebut bank dapat menggunakan URIA
sebagai sumber pendanaan bagi pembiayaan kepada debitur tersebut.

12
namun jika pembayaran tidak dilakukan secara bulanan, maka bank dapat
menggunakan sumber dana RIA (mudharabah muqayyadah).
Dalam hal cash out bank (cash in nasabah), faktor yang harus
diperhatikan adalah apakah berbentuk lump sum atau tidak. Jika berbentuk
lump sum atau tidak. Jika berbentuk lump sum, faktor selanjutnya yang
dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk kebutuhan barang atau
jasa. Jika untuk kebutuhan barang, faktor yang harus dianalisis berikutnya
adalah apakah barang tersebut termasuk ready stock atau goods in process.
Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
murabahah. Namun jika berbentuk goods in process, harus dilihat lagi dari
segi waktu proses barang. Jika berjangka waktu pendek, pembiayaan yang
diberikan adalah salam. Namun jika berjangka waktu panjang,
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istishna’.
Jika untuk memenuhi kebutuhan jasa, pembiyaan yang diberikan
adalah ijarah. Namun jika pembiayaan tersebut bukan untuk memenuhi
kebutuhan barang atau jasa, melainkan penyertaan modal (syirkah), maka
faktor berikutnya yang harus diperhatikan adalah apakah syirkah tersebut
berbentuk sindikasi atau tidak. Yang dimaksud dengan sindikasi adalah
kelompok investor yang bekerja sama untuk membiayai suatu proyek. Jika
berbentuk sindikasi, maka pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
musyarakah. Namun jika tidak berbentuk sindikasi, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan mudharabah.
Jika cash out bank (cash in nasabah) tidak berbentuk lump sum,
melainkan termin, maka faktor yang harus dilihat adalah pembiayaan
tersebut untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa. Jika untuk
memenuhi kebutuhan barang, faktor selanjutnya yang harus diperhatikan
adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in
process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
mudharabah. Namun jika barang tersebut termasuk goods in process,
harus dilihat lagi dari segi waktu proses barang. Jika kurang dari 6 bulan,

13
pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun jika lebih
dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istishna’
Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi jasa,
pembiayaan yang diberikan adalah ijarah. Namun jika pembiayaan
tersebut bukan untuk memenuhi kebutuhan barang atau jasa, melainkan
penyertaan modal (syirkah), faktor berikutnya yang harus diperhatikan
adalah apakah syirkat tersebut berbentuk sindikasi atau tidak. Jika
berbentuk sindikasi, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan
musyarakah. Namun jika tidak berbentuk sindikasi, pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan mudharabah.3

D. MEMAHAMI AKAD FIKIH YANG TEPAT


Teknik keempat yang diperlukan dalam mendesain akad
pembiayaan syariah adalah memahami akad fiqh mana yang harus
diterapkan. Seperti yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, usaha
transaksional tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam. baik dilarang
karena haramselain zatnya, yakni mengandung unsur tadlis, ikhtikar, ba'i
najasy, gharar, atau riba , atau melanggar hukum karena ketidakabsahan
akad atau akadnya (misalnya karena rukun dan syarat tidak terpenuhi,
terjadi ta'alluq, dan terjadinya dua akad untuk satu transaksi secara
bersamaan.

Di sisi lain, menentukan akad untuk transaksi juga harus


mempertimbangkan karakteristik akad itu sendiri, apakah dikategorikan
sebagai akad tabbarru' atau akad tijarah. Jika termasuk akad tabbarru’,
bank tidak dapat meminta kompensasi dari klien (nasabah) terhadap
pelaksanaan suatu transaksi. Sebaliknya , bank di bawah akad tijarah
memiliki hak untuk meminta kompensasi dari nasabah terhadap
pelaksanaan transaksi. Dengan kata lain, berdasarkan hasil dari proses

3
Adiwarman A. Karim, Islamic Banking: Fiqh and Financial Analysis, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2005, hlm.87.

14
identifikasi ini, kami akan sampai pada kepastian akad mana yang
memungkinkan untuk kompensasi dan mana yang tidak.

Sehubungan dengan transaksi-transaksi yang termasuk dalam


kategori tijarah, kami dapat lebih jauh mengidentifikasi akad tijarah mana
yang berbasis natural certainty contracts (NCC), dan mana yang berbasis
natural uncertainty contracts (NUC) . Tujuan dari identifikasi ini adalah
untuk memperoleh kepastian pembayaran, baik dalam hal jumlah (amount)
maupun waktunya (timing).

Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, natural


certainty contracts adalah akad bisnis yang memberi kita kepastian atas
pembayaran, baik dalam hal jumlah maupun waktu. Dengan kata lain, di
bawah natural certainty contracts, kedua pihak saling asset yang dimiliki.
Oleh karena itu, objek-objek pertukaran perlu ditentukan dengan jelas
pada awal akad, baik dalam hal kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
pengiriman masing-masing. Dalam hal ini, akad berdasarkan kategori ini
secara alami menawarkan pengembalian yang tetap dan telah ditentukan
sebelumnya. Contoh akad ini adalah murabahah, ijarah, muntah bit tamlik,
salam dan istishna.

Sementara itu, natural uncertainty contracts adalah akad dalam


berbisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return) baik dari
segi jumlah atau waktu. Dengan demikian, di bawah NUC,
pengembaliannya (return) bisa positif, negatif atau nol, dalam kategori
akad ini adalah mudharabah, musyarakah, muzara'ah, musaqah, dan
mukhabarah.

15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Teknik mendesain suatu akad pembiayaan syariah ada empat yakni:

Teknik pertama dalam mendesain kontrak pembiayaan syariah adalah


memahami karakteristik kebutuhan klien. Untuk itu terdapat dua aspek yang perlu
dipertimbangkan yakni Objek, hal pertama yang diperiksa untuk memahami
karakteristik kebutuhan klien adalah objek pembiayaan itu sendiri. Jika klien
membutuhkan barang fisik, harus di identifikasikan apakah barang tersebut ready-
stock atau dalam proses. Kedua Tujuan, untuk memahami karakteristik kebutuhan
klien adalah tujuan barang atau jasa yang akan dibutuhkan. Yang paling penting
dalam kasus ini adalah mengidentifikasi apakah barang atau jasa itu untuk tujuan
produktif atau konsumtif.

Teknik kedua yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad


pembiayaan syariah adalah memahami kemampuan nasabah. Dalam hal ini, yang
perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable, yakni apakah sumber
pendapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak.

Teknik ketiga dalam memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga


bank harus melakukan analisis arus kas, baik dari sisi cash in bank dan arus kas
dari sisi cash out bank.
Dalam hal cash in bank (cash out nasabah), faktor yang harus diperhatikan
pertama kali adalah apakah ia berbentuk grace period atau tidak. Faktor inilah
yang menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh selanjutnya. Adapun
dalam hal cash out bank (cash in nasabah), faktor yang harus diperhatikan adalah
apakah berbentuk lump sum atau tidak, inilah faktor pertama yang akan
menentukan (sama halnya pada kasus cash in bank) langkah-langkah selanjutnya
yang harus ditempuh.

16
Teknik keempat yang diperlukan dalam mendesain akad pembiayaan
syariah adalah memahami akad fiqh mana yang harus diterapkan. Seperti yang
telah dibahas dalam bab sebelumnya, usaha transaksional tidak boleh
bertentangan dengan syariah Islam. baik dilarang karena haramselain zatnya,
yakni mengandung unsur tadlis, ikhtikar, ba'i najasy, gharar, atau riba , atau
melanggar hukum karena ketidakabsahan akad atau akadnya (misalnya karena
rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadi ta'alluq, dan terjadinya dua akad untuk
satu transaksi secara bersamaan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A.2006.Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan.Edisi


Ketiga.Jakarta: PT. RajaGrafindo.

Karim, Adiwarman A.2005.Islamic Banking: Fiqh and Financial


Analysis.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhammd.2002.Manajemen Bank Syariah.Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

18

Anda mungkin juga menyukai