Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP DASAR PEMBIAYAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Operasional Perbankan Syariah

Dosen pengampu: Faizar Rahman, S.AB

Disusun Oleh:

M. Rizal Fauzi (2018392900175)


Ahmad Salman A. (2018392900173)
Heru Cahyono (2018392900172)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG-BANYUWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya kami bisa
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat teriring salam tak lupa kita sanjung
agungkan kepada nabi kita Muhammad SAW yang mana kita nantikan syafaatnya di yaumul
kiyamah nanti. Terimakasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung
menyelesaikan makalah Operasional Perbankan Syariah yang berjudul “konsep dasar
pembiayaan”
Terlepas dari itu semua dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, oleh sebab itu saya sangat memohon kepada semua pihak terutama Bapak Faizar
Rahman serta teman-teman semua agar kiranya memberikan kritik, saran, dan masukan kepada
kami. Agar dalam penulisan makalah selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat manjadi sumber pengetahuan dan insiprasi
kepada para pembaca. Mungkin itu saja yang bisa kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami
mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat berguna dalam
perkembangangan kreativitas dan peningkatan aktivitas bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb.

Banyuwangi, 11 Juni 2021


Mengetahui

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dengan sedemikian berkembangnya perekonomian suatu Negara. Semakin meningkat
pula permintaan/kebutuhan pendanaan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan. Nemun,
dana pemerintah yang bersumber dari APBN sangat terbata suntuk menutup kebutuhan dana di
atas, karenanya pemerintah menggandeng dan mendorong pihak swasta untuk ikut serta berperan
dalam membiayai pembangunan potensi ekkonomi bangsa. Pihak swastapun, secara individual
maupun kelembagaan, kepemilikan dananya juga terbatas untuk memenuhi operasional dan
pengembangan usahanya. Dengan keterbatasan kemampuan financial lembaga Negara dan
swasta tersebut, maka perbankan nasional memegang peranan penting dan strategis dalam
kaitannya penyediaan permodalan sector-sektor produktif.
Bank sebagai lembaga perantara jasa keuangan, yang tugas pokoknya adalah
menghimpun dana dari masyarakat, diharapkan dengan dana dimaksud dapat memenuhi
kebutuhan dana pembiayaan yang tidak disediakan oleh dua lembaga sebelumnya (swasta atau
Negara). Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam, telah lama
mendambakann kehadiran sestem lembaga keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan tidak
sebatas financial namun juga tuntutan moralitasnya. System bank mana yang dimaksud adalah
perbankan yang terbebas dari praktik bunga.
System Bank bebas bunga atau disebut pula bank Islam atau bank syariah, memang tidak
khusus diperuntukkan untuk sekelompok orang namun guna melayani masyarakat banyak tanpa
membedakan keyakinan yang dianut.

B. Rumusan Masalah
Menurut latar belakang yang penulis jelaskan, maka dapat dirumuskan masalah adalah
sebagai berikut.
a. Apakah Pengertian Pembiayaan?
b. Bagaimana Prinsip-prinsip Pemberian Pembiayaan Pada Perbankan?
c. Apakah Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah?
d. Apakah Kolektibiltas perbankan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembiayaan
Pembiayaan atau financing yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada
pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung
investasi yang telah direncanakan.
Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya
disebut sebagai aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah
penanaman dana Bank Syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk
pembiayaan, qard, piutang, surat berharga syariah, penyertaan modal, serta sertifikat wadi’ah
Bank Indonesia.[1]
Istilah pembiayaan pada intinya berarti I Believe, I Trust (saya percaya atau saya
menaruh kepercayaan). Dengan demikian pengertian pembiayaan adalah:
1. Penyerahan nilai ekonomi sekarang atas kepercayaan dengan harapan
mendapatkan kembali suatu ekonomi yang sama di kemudian hari.
2. Suatu tindakan atas dasar perjanjian yang dalam perjanjian tersebut terdapat jasa
dan balas jasa (prestasi dan kontra prestasi) yang keduanya dipisahkan oleh unsur
waktu.
3. Pembiayaan adalah suatu hak, dengan hak mana seseorang dapat
mempergunakannya untuk tujuan tertentu, dalam batas waktu tertentu dan atas
pertimbangan tertentu pula.[2]
Penyaluran dana adalah transaksi penyediaan dana dan atau barang serta fasilitas lainnya kepada
nasabah yang tidak bertentangan dengan syariah islam dan standar akuntansi perbankan syariah,
serta tidak termasuk jenis penyaluran dana yang dilarang menurut ketentuan Bank Indonesia.

B. Prinsip-prinsip Pemberian Pembiayaan Pada Perbankan


Dalam melakukan penilaian pemohonan pembiayaan bank syariah bagian marketing
harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan
calon nasabah. Untuk mempertimbangkan pemberian pembiayaan kepada customer, terdapat
persyaratan yang harus dipenuhi, yang dikenal dengan prinsip 6 C’s atau didalam dunia
perbankan syariah prinsip penilaian dikenal dengan 5C+1S, yaitu :
1) Character
Character ialah keadaan waktu atau sifat costumer baik dalam kehidupan pribadi maupun
lingkungan usaha. Kegunaan dari penelitian terhadap karakter itu adalah mengetahui sampai
sejauh mana itikad / kemampuan customer untuk memenuhi kewajibannya (willingness to pay)
sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
2) Capital
Capital adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon mudharib. Semakin besar
modal sendiri dalm perusahaan, semakin tinggi kesungguhan calon mudharib menjalankan
usahanya dan bank akan merasa lebih yankin memberikan pembiayaan. Kemampuan modal
sendiri akan menjadi beteng yang kuat agar tidak mudah mendapat goncangan dari luar,
misalnya terjadi kenaikan suku bunga. Oelh karena itu komposisi modal modal sendiri ini perlu
ditingkatkan. Penilaian atas besarnya modal sendiri adalah penting mengingat pembiayaan bank
hanya sebagai tambahan pembiayaan dan bukan membiayai seluruh modal yang diperlukan
3) Capacity
Capacity adalah kemampuan yang dimiliki calon mudharib dalam menjalankan usahanya guna
memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan penelitian ini dalah untuk mengetahui atau
mengukur sampai sejauh mana calon mudharib mampu mengembalikan atau melunasi utang-
utangnya (ability to pay) secara tepat waktu, dari hasil usaha yang diperolehnya.
4) Collateral
Collateral adalah barang yang diserahkan mudharib sebagai agunan terhadap pembiayaan yang
diterimanya. Collateral harus dinilai untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban financial
mudharib kepada bank. Penilaian terhadap agunan ini meliputi jenis lokasi, bukti kepemilikan,
dan status hukumnya.
Pada hakikatnya, bentuk collateral tidak hanya berbentukkebendaan, tetapi bisa juga tidak
berwujud, seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of guarantee) letter of comport, rekomendasi
dan avails.
5) Condition of Economy
Condition of economy adalah situasi dan kondisi politik, social, ekonomi, dan budaya yang
mempengaruhi keadaan perekonomian yang kemungkinan suatu saat mempengaruhi kelancaran
perusahaan calon mudharib. Untk mendapatkan gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan
penelitian mengenai beberapa hal berikut :
a. Keadaan conjungtur
b. Peraturan-peraturan pemerintah
c. Situasi, politik, dan perekonomian duni
d. Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran

6) Contrains
Contrains adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk
dilaksanakan ditempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang sekitarnya
banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.
Dari keenam prinsip diatas, yang paling perlu mendapatkan perhatian account officer adalah
character. Apabila prinsip ini tidak terpenuhi, prinsip lainnya tidak berarti. Dengan kata lain
permohonannya harus ditolak.
C. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Muhammad (2002;91), Manajemen Bank Syariah. Penyaluran dananya pada
nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip Jual Beli ( Ba’i )
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang
atau benda (Transfer Of Property) Tingkat keuntungan ditentukan didepan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan
yakni sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Menurut definisi Ulama Fiqh Murobahah adalah akad jual beli atas barang tertentu.
Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan dibeli
termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murobahah merupakan akad jual beli antara bank selaku
penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut
bank mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu murobahah juga
merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan nasabah dengan cara
cicilan.
Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan
membeli barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan
menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan
terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.
Pemilikan barang akan dialihkan kepada nasabah secara propisional sesuai dengan cicilan
yang sudah dibayar. Dengan demikian barang yang dibeli berfungsi sebagai agunan sampai
seluruh biaya dilunasi.
b. Pembiayaan Salam
Yaitu pembiayaan jual-beli di mana barang yang diperjual-belikan belum ada.
Pembayaran barang dilakukan di depaqn oleh bank namun penyerahan barang dilakukan secara
tangguh karena memerlukan proses pengadaannya. Setelah barang diserahkankepada bank maka
bank akan menjualnya epada pembeli yang telah nenesan sebelumnya. Hal ini disebut salam
paralel karena melibatkan pemesan dan bank, serta bank dan pelaksana yang bertanggung jawab
atas realisasipesanan tersebut.
c. Pembiayaan Istisna
I stishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni’ (pemesan) dengan shani’i
(produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan harus dipesan terlebih dahulu dengan
kriteria yang jelas.
Secara etimologis, istishna itu adalah minta dibuatkan. Dengan demikian menurut jumhur
ulama istishna sama dengan salam, karena dari objek/barang yang dipesannya harus dibuat
terlebih dahulu dengan ciri-ciri tertentu seperti halnya salam. Bedanya terletak pada sistem
pembayarannya, kalau salam pembayarannya dilakukan sebelum barang diterima, sedang
istishna boleh di awal, di tengah atau diakhir setelah pesanan diterima.
2. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Pengertian pemberian sewa menyewa dapat didefenisikan sebagai transaksi terhadap
penggunaan manfaat suatu barang dan jasa dengan pemberian imbalan,. Apabila obyek
pemanfaatannya berupa barang, maka imbalannya disebut dengan sewa , sedangkan bila
obyeknya berupa tenaga kerja maka imbalannya disebut upah Pada dasarnya ijarah didefinisikan
sebagai hak untuk memanfaatkan barang atau jasa dengan membayar imbalan tertentu.
Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No.09/DSN/MUI/IV/2000, Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat ) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan
demikian dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna
saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada nasabah.
Ada 2 ( dua ) jenis ijarah yaitu sebagai berikut.
a. Ijarah Murni
Yaitu suatu transaksi sewa-menyewa obyek tanpa adanya perpindahan kepemilikan yaitu
obyek tetap dimiliki oleh si pemilik.
b. Ijarah Muntahiya Bitamilik
Yaitu suatu transaksi sewa menyewa di mana terdapat pilihan bagi si penyewa untuk
memiliki barang yang disewa di akhir masa sewa melalui mekanisme sale and lease
backIjarah Muntahiyyah Bit-Tamlik di beberapa negara menyebutkan sebagai Ijarah Wa
Iqtina’ yang artinya sama juga yaitu sama juga yaitu menyewa dan setelah itu diakuisisi
oleh penyewa ( finance lease ).
Oleh karena Ijarah adalah akad yang mengatur pemanfaatan hak guna tanpa
terjadi pemindahan kepemilikan, maka banyak orang menyamaratakan ijarah dengan
leasing. Hal ini disebabkan karena kedua istilah tersebut sama-sama mengacu pada hal –
ihwal sewa-menyewa. Karena aktivitas perbankan umum tidak diperbolehkan melakukan
leasing, maka perbankan Syari’ah hanya mengambil Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik yang
artinya perjanjian untuk memanfaatkan ( sewa ) barang antara Bank dengan nasabah dan
pada akhir masa sewa, maka nasabah wajib membeli barang yang telah disewanya.
3. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil
Berdasarkan komposisi share modal bank dalam usaha nasabah, terdapat ( dua ) pola
pembayaran, yaitu :
a. Mudharabah
Perjanjian pembiayaan/ penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada
pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya.
Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada pengelola (mudharib), akad kemitraan ini
dibagi menjadi dua tipe yaitu:
1. Mudharabah Mutlaqah
Yaitu pemilik modal memberikan kebebasan penuh kepada pengelola untuk menggunakan modal
tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan.
2. Mudharabah Muqayyad
Yaitu pemilik modal menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam menggunakan
modal tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
b. Musyarakah
Menurut Hanafiyah syirkah adalah : Perjanjian antara dua pihak yang bersyarikat
mengenai pokok harta dan keuntungannya. Menurut ulama Malikiyah syirkah adalah : Keizinan
untuk berbuat hukum bagi kedua belah pihak, yakni masing-masing mengizinkan pihak lainnya
berbuat hukum terhadap harta milik bersama antara kedua belah pihak, disertai dengan tetapnya
hak berbuat hukum (terhadap harta tersebut) bagi masing-masing.
Macam-macam musyarakah Secara garis besar musyarakah terbagi dua, yang pertama
musyarakah tentang kepemilikan bersama, yaitu musyarakah yang terjaIi tanpa adanya akad
antara kedua pihak. Ini ada yang atas perbuatan manusia, seperti secara bersama-sama menerima
hibah atau wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti bersamasama
menerima hibah atau menerima wasiat, dan ada pula yang tidak atas perbuatan manusia, seperti
bersama-sama menjadi ahli waris. Bentuk kedua adalah musyarakah yang lahir karena akad atau
perjanjian antara pihak-pihak (syirkah al-“uqud). Ini ada beberapa macam:
1. Syarikat ‘inan
yaitu syarikat antara dua orang atau beberapa orang mengenai harta, baik mengenai modalnya,
pengelolannya ataupun keuntungannya. Pembagian keuntungan tidak harus berdasarkan
besarnya partisipasi, tetapi adalah berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian.
2. Syarikat mufawadhah
yaitu syarikat antara dua orang atau lebih mengenai harta, baik mengenai modal, pekerjaan
ataupun tanggungjawab, maupun mengenai hasil atau keuntungan.
3. Syarikat wujuh
yakni syarikat antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan tingkat profesinal yang
baik mengenai sesuatu pekerjaan/bisnis, dimana mereka membeli barang dengan kredit dan
menjualnya secara tunai dengan jaminan reputasi mereka. Musyarakah seperti ini lazim juga
disebut musyarakah piutang.
4. Syarikat a’maal
yaitu syarikat antara dua orang atau lebih yang seprofesi untuk menerima pekerjaan bersama-
sama dan membagi untung bersama berdasarkankesepakatan dalam perjanjian.

D. Kolektibiltas perbankan
Dalam lingkup dunia perbankan, istilah kolektibilitas merujuk pada klasifikasi status
pembayaran angsuran—baik angsuran bunga maupun angsuran pokok—dari debitur yang
menggunakan fasilitas pinjaman dana (kredit). Kolektibilitas ini lantas memengaruhi keputusan
analis kredit dalam menyetujui atau tidak menyetujui pemberian fasilitas kredit kepada debitur
yang mengajukan.
Aktivitas menganalisis kolektibilitas calon debitur tersebut dikenal dengan istilah pre-
screening, atau lebih populernya BI Checking. Pada dasarnya, ada 2 (dua) faktor yang dijadikan
pertimbangan setiap analis kredit sebelum memutuskan apakah akan menyetujui pengajuan
kredit atau tidak, yakni kemauan membayar (willingness of payment) dan kemampuan
membayar (ability of payment).
Lebih lanjut, sesuai dengan peraturan Bank Indonesia (BI) No. 7/2/PBI/2005, Surat
Edaran BI No. 7/3/DPNP tertanggal 31 Januari 2005 ihwal Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum, Peraturan BI No. 14/15/PBI/2012 ihwal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 29/POJK.05/2014 ihwal Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Pembiayaan, terdapat beberapa kategori kualitas kredit calon debitur, yakni meliputi:
a. Kolektibiltas 1: Kredit Lancar (Pass)
Kolektibiltas 1 atau kredit lancar mengindikasikan bahwasanya calon debitur memiliki
track record kredit yang baik, dalam artian debitur tidak pernah mengalami keterlambatan dalam
hal pembayaran angsuran pokok maupun angsuran bunga sampai dengan 30 hari.
Tipe debitur seperti ini biasanya tidak akan memiliki kesulitan berarti dalam memperoleh
fasilitas pinjaman dari lembaga pembiayaan tempat ia mengajukan kredit.
b. Kolektibilitas 2: Dalam Perhatian Khusus (Special Mention)
Kolektibilitas 2 atau ‘dalam perhatian khusus’ mengindikasikan bahwasanya calon
debitur pernah mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran pokok maupun angsuran
bunga selama 30 – 90 hari.
c. Kolektibiltas 3: Kurang Lancar (Substandard)
Kolektibilitas 3 atau ‘kurang lancar’ mengindikasikan bahwasanya calon debitur pernah
mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran pokok maupun angsuran bunga selama
90 – 120 hari.
Pada kondisi ini, calon debitur akan mulai menghadapi ‘jalan terjal’ untuk bisa mendapatkan
fasilitas pinjaman dari lembaga pembiayaan yang bersangkutan.
d. Kolektibilitas 4: Diragukan (Doubtful)
Kolektibilitas 4 atau ‘diragukan’ mengindikasikan bahwasanya calon debitur pernah
mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran pokok maupun angsuran bunga selama
120 – 180 hari.
e. Kolektibilitas 5: Macet (Loss)
Kolektibilitas 5 atau ‘macet’ adalah kualitas kredit paling bawah, di mana debitur
memiliki riwayat kredit yang ‘buruk’ oleh karena tidak melakukan pembayaran angsuran pokok
dan angsuran bunga selama lebih dari 180 hari terhitung dari tanggal jatuh tempo. Kondisi ini
tentu saja akan membuat debitur kecil kemungkinan untuk bisa kembali mendapatkan fasilitas
pinjaman dana dari pihak bank maupun lembaga pembiayaan lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti Bank Syariah kepada nasabah.
Dalam kondisi ini arti pembiayaan menjadi sempit dan pasif.
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan
kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus
dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian,
dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi
barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, 2008, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta
Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: Unit Penerbit Dan
Percetakan

Anda mungkin juga menyukai