Anda di halaman 1dari 26

AKAD MUSYARAKAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah


(Dosen pengampu : Sulaeman, S.E, M.Si)

Oleh:
Indri Shafiyya

3061311083

Reka Rizky

3061311

Hendri Wiguna

3061311

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
Jl. R. Syamsudin, SH. No.50 Sukabumi Telp.(0266) 218431 Fax.(0266) 213432

2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul Akad Musyarakah. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang

diberikan

pada

mata

kuliah

Akuntansi

Syariah

di

Universitas

Muhammadiyah Sukabumi. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai


salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami, semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, dikarenakan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang mendukung dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Bapak Sulaeman, S.E, M.Si selaku dosen pengampu kami
yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini.

Sukabumi, April 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .............................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................4
1.3 Tujuan ..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Musyarakah ..........................................................................5
2.2 Karakteristik Musyarakah ..................................................................6
2.3 Dasar syariah
2.3.1

sumber

hukumrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
rrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr
2.4 Jenis-jenis Musyarakah .....................................................................
2.5 Manfaat Musyarakah ..........................................................................
2.6 Standar Akuntansi ..............................................................................
2.7 Perlakuan Akuntansi ...........................................................................
BAB III STUDI KASUS
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .......................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan bisnis perbankan syariah di Indonesia saat ini mengalami
kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012
yang disampaikan oleh Bank Indonesia, volume usaha perbankan syariah
dalam kurun waktu satu tahun terakhir, khususnya Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat. Tingginya pertumbuhan aset tersebut tidak terlepas dari tingginya
pertumbuhan dana pihak ketiga pada sisi pasiva dan pertumbuhan penyaluran
dana pada sisi aktiva. Penghimpunan dana pihak ketiga dan penyaluran dana
masyarakat meningkat, hal ini tentu dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat
untuk menyimpan atau menginvestasikan dananya pada bank syariah.
Dalam melakukan kegiatan usaha, bank syariah selain diatur oleh
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, juga harus tunduk pada prinsipprinsip syariah yang ditentukan dalam Al Quran dan hadits, sehingga
pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah tersebut mengimplementasikan
prinsip-prinsip ekonomi Islam. Salah satu prinsip-prinsip ekonomi Islam
adalah pelarangan riba dalam berbagai bentuk. Sifat yang tampak dalam riba
tersebut adalah suatu keuntungan yang diambil oleh orang yang menjalankan
riba, yaitu mengeksploitasi tenaga orang lain, di mana ia mendapatkan upah
tanpa mencurahkan tenaga sedikit pun. Disamping itu, karena harta yang
menghasilkan riba itu dijamin keuntungannya, dan tidak mungkin rugi. Dan
ini tentu bertentangan dengan kaidah: al-gharam bil ghanami.
Fungsi Bank Syariah pada umumnya sama dengan Bank Konvensional,
yaitu sebagai lembaga intermediasi dan manajer investasi yang mengerahkan
dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada
masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk fasilitas pembiayaan.Hal yang
membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional yaitu Bank
1

Syariah melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan bunga (interest fee),


tetapi berdasarkan prinsip syariah yaitu prinsip bagi hasil (profit sharing).
Perbankan syariah memiliki sistem bagi hasil, yang mengedepankan
prinsip keadilan dan kebersamaan dalam berusaha, baik dalam memperoleh
keuntungan maupun dalam menghadapi risiko. Profit sharing (bagi hasil),
pada dasarnya merupakan pembiayaan dengan prinsip kepercayaan dan
kesepakatan murni antara kedua belah pihak atau lebih yaitu, pemilik modal
(investor) dalam hal ini bank syariah dengan pemilik usaha dalam hal ini
nasabah adalah pengelola usaha.
Sesuai dengan fungsinya sebagai manajer investasi, bank syariah
melakukan bagi hasil atas pendapatan atau hasil usaha yang dilakukan oleh
bank syariah dalam penyaluran dana yang sumber dananya dari mudharabah
mutlaqah (investasi tidak terikat). Apabila dari penyaluran dana tersebut
diperoleh pendapatan atau hasil usaha yang besar, maka pembagian hasil
usaha tersebut juga dilakukan atas dasar pendapatan yang besar. Begitu juga
apabila pendapatan yang diperoleh kecil, maka pembagian hasil usaha juga
dilakukan dengan jumlah kecil.
Penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah, dilakukan dengan
prinsip bagi hasil pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah,
prinsip jual beli murabahah, salam dan istishna dan juga prinsip upah-Ijarah
dan Ijarah muntahia bittamlik. Secara umum, dapat dikatakan bahwa Syariah
menghendaki kegiatan ekonomi yang halal, baik produk yang menjadi objek,
cara perolehannya, maupun cara penggunaannya. Selain itu, prinsip investasi
syariah juga harus dilakukan tanpa paksaan (Ridha), adil dan transaksinya
berpijak pada kegiatan produksi dan jasa yang tidak dilarang oleh Islam,
termasuk bebas dari manipulasi dan spekulasi.
Perbankan Syariah tidak mengenal konsep bunga dan

secara tujuan

komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan,


kerjasama dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan untuk peminjaman uang

hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.


Perbankan syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya,
pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua bentuk transaksi.
Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar bunga (riba)
Makin berkembangnya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia
terutama dinilai dengan tumbuhnnya aset yang tinggi pada perbankan syariah
juga terkait erat dengan ekspansi perbankan syariah terutama pasca
disahkannya secara resmi Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, pada tanggal 17 Juni 2008 oleh DPR. Data dari Bank
Indonesia menyebutkan, secara kelembagaan, jaringan perbankan syariah
meningkat menjadi 11 Bank Umum Syariah (bertambah 6 BUS setelah
lahirnya UU), dengan total jaringan kantor mencapai 1.688 kantor dan 1.277
office chanelling.
Penelitian menurut Fatahullah (2008) dengan judul Implementasi Prinsip
Bagi Hasil dan Risiko di Perbankan Syariah menjelaskan bahwa dalam
penerapan sistem bagi hasil ini tidak selamanya perjanjian itu dilaksanakan
sesuai dengan apa yang di sepakati dalam kontrak atau akad. Sering terjadi
bahwa nasabah atau bank tidak melaksanakan apa yang di perjanjikan atau
wanprestasi atau ingkar janji.
Menurut Rastono (2008) dalam penelitian berjudul Penerapan Prinsip
Bagi Hasil dalam Pembiayaan terhadap Nasabah Bank Syariah menjelaskan
hambatan Bank syariah dalam menerapkan prinsip bagi hasil dalam
pembiayaan terhadap nasabah adalah bank Syariah menimbulkan persepsi dari
masyarakat yang menganggap tidak ada bedanya antara margin keuntungan
dalam Bank Syariah dengan bunga pada perbankan konvensional. Akibatnya
masyarakat masih meragukan kemurnian Bank Syariah sehingga mereka tetap
menggunakan jasa perbankan konvensional dan enggan beralih pada Bank
Syariah. Kondisi ini merupakan salah satu hambatan bagi perkembangan Bank
dan Perbankan Syariah pada umumnya.

Penelitian oleh Sahruddin (2006) dengan judul Pelaksanaan Pembiayaan


Proyek Musyarakah Pada Perbankan Syariah di Nusa Tenggara Barat
menjelaskan bahwa hasil penelitian dalam praktik Bank Syariah Mandiri
Cabang Mataram, menunjukkan bahwa sampai saat ini pembiayaan dengan
prinsip musyarakah masih relatif kecil penggunaannya oleh masyarakat bila
dibandingkan dengan pembiayaan lain seperti qardh, mudharabah, dan
murabahah.
Juga dapat diketahui bahwa Musyarakah adalah sebuah perkongsian antara
dua belah pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak berhak atas segala
keuntungan dan tanggung jawab akan segala kerugian yang terjadi.
Musyarakah dapat dikenal dengan istilah kemitraan atau partnership, sehingga
hal ini akan menimbulkan ambiguity tentang perbedaan partnership dan
pembiayaan musyarakah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana akad musyarakah secara keseluruhan?
2. Bagaimana penerapan akad musyarakah pada perbankan syariah?
3. Bagaiman jurnal pencatatan akuntansi pembiayaan musyarakah?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui akad musyarakah secara keseluruhan
2. Untuk mengetahui penerapan akad musyarakah pada perbankan syariah
3. Untuk mengetahui jurnal pencatatan akuntansi pembiayaan musyarakah

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Musyarakah
Berdasarkan atas jurnal penelitian yang terlampir dapat disimpulkan
bahwa definisi musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Pengertian Secara Bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berari
mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain.
Kata sirkah dalam bahasa arab yang berarti mencampur.dalam hal ini
mencampur satu modal dengqn modal yang lain sehingga tiak dapat di
pisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam balam bahasa arab berasal dari
bahasa syarikah (fiil madhi) syarikah yang artinya menjadikan sekutu atau
syarikat. Menurut arti asli bahasa arab. Syirkah berarti mencampurkan dua
bagian atau lebih, sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bagian dengan
bagian lainnya.
Pengertian Secara Fiqih
Adapun menurut makna syara, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak
atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tuuuan memperoleh
keuntungan.
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 106
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
seuatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.
5

Musyarakah Permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana


setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa
akad.
Musyarakah menurun (Musyarakah Mutanaqisha) adalah musyarakah
dengan ketentuan bagian dana entitas akan dialihkan secara bertahap kepada
mitra sehingga bagian dana entitas akan menurun dan pada akhir masa akad
mitra akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.
Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik
mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Mitra
pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha masyarakat.
2.2 Karakteristik Musyarakah
Paramitra (Syarik) bersama-sama menyedikan dana untuk mendanai suatu
usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun
yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi
hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus kepada
entitas (mitra lain).Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas,
setara kas, atau aset non kas, termasuk aset tidak berwujud seperti lisensi dan
hak paten.
Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap
mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalayan
atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya
kesalahan yang disengaja ialah:
a. Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana invistasi,
manipulasi biaya, dan pendapatan oprasional; atau
b. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

Jika tidak terdapat kesepakataan antara pihak yang bersengketa maka


kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi
yang berwenang.
Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun
aset non kas lainnya) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra.
Sedangkan rugi dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang
disetorkan (baik berupa kas maupun non kas lainnya).
Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra
lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut memperoleh keuntungan
lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa
pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk
tambahan keuntungan lainnya.
Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selama periode akad
bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait
dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
2.3 Dasar Syariah
2.3.1 Sumber Hukum Akad Musyarakah
1) Al-Quran
Ayat ayat Al-Quran yang dapat dijadikan rujukan dasar akad
transaksi syarikah adalah:
Jikalau saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka
mereka bersekutu dalam sepertiga itu. (QS. An-Nisa:12)

Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang


berkongsi itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian lain
kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh. (QS.
Ash-Shad:24)
2) Hadist
Hadist-hadist Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasar akad
transaksi syarikah adalah:
Dari hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, Allah SWT berkata
kepada saya;menyertai dua pihak yang sedang berkongsi selama
salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain,
seandainya berkhianat maka saya keluar dari penyertaan
tersebut. (HR. Abu Daud, Baihaqi dan Al-Hakim)
2.3.2

Rukun dan Ketentuan Syariah dalam Akad


1. Pemilik modal (syarik/shahibul maal)
2. Proyek/Usaha (masyru)
3. Modal (rasul maal)
4. Ijab Qabul (Sighat)
5. Nisbah bagi hasil

2.4 Jenis-jenis Musyarakah


1. Musyarakah pemilikan
Musyawarah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi
lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam

sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset
tersebut.
Untuk menjaga kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang
menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan dari semua mitra,
dengan kata lain seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta
bersama kecuali atas ijin mitra bersangkutan.
Musyarakah pemilikan kadang bersifat ikhtiaryyah (sukarela) atau
jabariyyah (tidak sukarela), apabila harta bersama (warisan/hibah/wasiat)
dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya
bersama, maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat ikhtiari (sukarlela).
Namun apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi dan mereka terpaksa
untuk memilikinya bersama maka musyarakah pemilikan tersebut bersifat
jabari (tidak suka rela).
2. Musyarakah Akad (Kontrak)
Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-mufuadhah, al-amaal, alwujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang almudharabah, apakah ia termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa
ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena
memenuhi rukun dan syarat beberapa akad (kontrak) musyarakah. Adapun
ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai almusyarakah.
a. Syirkah Al-Inan

Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap
pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi
dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
9

sebagaimana yang disepakati antara mereka. Akan tetapi, porsi masingmasing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus
sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama
membolehkan jenis al-musyarakah ini.
b. Syirkah Mufawadhah
Syirkah Mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang
atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan
berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan
kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis almusyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan kerja, tanggung
jawab, dan beban utang oleh masing-masing pihak.
c. Syirkah Amaal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua orang seprofesi
untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima
pembuatan order seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadangkadang disebut musyarakah abdan atau sanaai.
d. Syirkah Wujuh
Syirkah Wujuh adalah kontrak dua orang atau lebih yang memiliki
reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang
secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara
tunai. Mereka berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan
kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis al-musyarakah ini
tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai
musyarakah piutang.

10

e. Syirkah Al-Mudharabah
Syirkah Al-Mudharabah atau juga sering disebut dengan istilah
syirkah qiradh. Syirkah mudharabah mengharuskan ada dua pihak, yaitu
pihak pemilik modal (shahibul maal) dan pihak pengelola (mudhorib).
Pihak pemodal menyerahkan modalnya dengan akad wakalah kepada
seorang sebagai pengelola untuk dikelola dan dikembangkan menjadi
sebuah usaha yang menghasilkan keuntungan (profit).
Keuntungan dari usaha akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, dan
manakala terjadi kerugian bukan karena kesalahan manajemen (kelalaian),
maka kerugian ditanggung oleh pihak pemodal. Hal ini karena hukum
akad wakalah menetapkan hukum orang yang menjadi wakil tidak bisa
menanggung kerugian, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali R.A. yang
berkata: Pungutan itu tergantung pada kekayaan, sedangkan laba
tergantung pada apa yang mereka sepakati bersama. [Abdulrrajak,
dalam kitab Al Jami].
Secara manajemen, pihak pengelola wajib melakukan pengelola
secara baik, amanah dan profesional, sedangkan pihak pemodal tidak
diperbolehkan ikut mengelola/bekerja bersama pengelolanya.
Pengelola berhak untuk memilih dan membentuk tim kerjanya
(teamwork) tanpa harus seizin pemodal, demikian pula dalam pengambilan
kebijakan dan langkah-langkah operasional perusahaan.
2.5 Manfaat Musyarakah
1. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
2. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

11

3.

Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cashflow/arus kas


usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar, halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang
riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
5. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun keuntungan yang di hasilkan
nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.6 Standar Akuntansi
1. Pengakuan dan Pengukuran Awal pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau
penyerahan aktiva non-kas kepada mitra musyarakah.
Pengukuran pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut :
- Pembiayaan musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang
dibayarkan ; Aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut
diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan.
- Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya,biaya studi
kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah
kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
2. Pengakuan Bagian Bank atas Pembiayaan Musyarakah setelah akad
a. Bagian bank atas pembiayaan musyarakah permanen dinilai sebesar nilai
historis (jumlah yang dibayarkan atau nilai wajar aktiva non-kas pada saat
penyerahan modal musyarakah) setelah dikurangi dengan kerugian, apabila
ada.

12

b. Bagian bank atas pembiayaan musyarakah menurun dinilai sebesar nilai


historis sesudah dikurangi dengan bagian pembiayaan bank yang telah
dikembalikan oleh mitra.
c. Jika akad musyarakah yang belum jatuh tempodiakhiri dengan
pengembalian seluruh atau sebagian modal, maka selisih antara nilai historis
dan nilai pengembalian diakui sebagai laba sesuai dengan nisbah yang
disepakati atau rugi sesuai dengan porsi modal mitra.
d. Pada saat akad diakhiri, pembiayaan musyarakah yang belum
dikembalikan oleh mitra diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mitra.
3. Pengakuan Laba atau Rugi Musyarakah
a. Laba pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian bank sesuai dengan
nisbah yang disepakati atas hasil usaha musyarakah. Sedangkan rugi
pembiayaan

musyarakah

diakui

secara

proposional

sesuai

dengan

kontribussi modal.
b. Apabila pembiayaan musyarakah permanen melewati satu periode
pelaporan, maka laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah
bagi hasil yang disepakati ; rugi diakui dalam periode terjadinya kerugian
tersebut dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
c. Apabila pembiayaan musyarakah menurun melewati satu periode
pelaporan dan terdapat pengembalian sebagian atau seluruh pembiayaan,
maka laba diakui dalam periode terjadinya sesuai dengan nisbah yang
disepakati ; rugi diakui dalam periode terjadinya secara proposional sesuai
dengan kontribusi modal dan mengurangi pembiayaan musyarakah.
d. Pada saat akad diakhiri, laba yang belum diterima bank dari pembiayaan
musyarakah yang masih perfoarming diakui sebagai piutang kepada mitra.

13

e. Apabila terjadi rugi dalam musyarakah akibat kelalaian atau kesalahan


mitra (pengelola usaha) musyarakah, maka rugi tersebut di tanggung oleh
mitra pengelola usaha musyarakah.
2.7

Perlakuan Akuntansi
1. Pengakuan dan Pengukuran Awal Pembiayaan Musyarakah
Modal harus berbentuk tunai dan bisa berupa emas atau perak yang
setara. Modal bisa saja berbentuk trading assets seperti barang, property, dan
peralatan lainnya. Modal mungkin saja juga berbentuk hak tak terujud,
seperti hak paten, hak gadai, paten dan lainnya. Mazhab syafii dan maliki
mengatakan bahwa dana yang diperoleh dari mitra harus dicampur agar
tidak ada hak istimewa diantara mereka.. meskipun demikian mazhab hanafi
tidak menentukan pembagian dana dalam bentuk tunai, dan mazhhab
Hanbali tidak mensyaratkan adanya percampuran modal. Partisipasi dari
para mitra dalam pekerjaan Musyarakah merupakan dasar hukum dan
dilarang salah satu pihak untuk menghindari atau tidak mau terlibat.
Modal musyarakah diatur oleh sekelompok asas, di mana yang
terpenting adalah: saham mitra haruslah diketahui, yang di tetapkan dan di
sepakati pada waktu pengadaan akad, dan harus ada dalam bentuk tunai atau
semacamnya, namun tidak dalam bentuk hutang, untuk menghindarkan
penipuan, ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam menggunakan modal.
Ada dua alasan untuk tidak menggunakan nilai historis dalam mengukur
asset non moneter yang mewakili saham Bank Islam dalam Musyarakah
yaitu:
- Penerapan nilai asset yang sudah disepakati kedua belah pihak harus
menerima hasil dari penilaian akuntansi keuangan yang objektif dan
dibukukan dalam pernyataan Objektif.y

14

- Penerapan nilai sesungguhnya untuk mmengukur asset secara ini akan


menjurus ke penerapan konsep kejujuran penyajian sesuai dengan
pernyataan konsep
Dalam PSAK tentang Akuntansi Perbankan Syariah, di jelaskan
pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah sbb:
1. Pembiayaan Musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau
penyerahan aktuva non kas kepada mitra musyarakah.
2.
a.

Pengukuran Pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut:


Pembiayaan musyarakah dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang

dibayarkan ; aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non kas, maka selisih tersebut
di akui sebagai keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan.
b.

Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah tidak dapat diakui sebagai

bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra


musyarakah.
Dalam ketentuan tersebut jelas bahwa pembiayaan musyarakah
atau modal syirkah yang diserahkan oleh bank syariah tidak hanya dalam
bentuk uang tunai saja tetapi juga dalam bentuk non-kas atau aktiva yang
sejalan dengan usaha yang akan dilaksanakan. Begitu juga penyerahan
modal musyarakah dalam dilakukan secara bertahap atau secara sekaligus.
2.8

Jurnal Musyarakah
1. Pada saat bank membayarkan uang tunai kepada mitra (syirkah)
Db. Pembiayaan musyarakah
Kr. Kas/Rekening mitra /Kliring
2. Pada saat bank menyerahkan aktiva non-kas kepada mitra (syirkah)

15

Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku:
Db. Pembiayaan musyarakah
Db. Kerugian penyerahan aktiva
Kr. Aktiva non-kas
Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku:
Db. Pembiayaan musyarakah
Kr. Aktiva non-kas
Kr. Keuntungan penyerahan aktiva
3. Pengeluaran biaya dalam rangka akad musyarakah
Db. Uang muka dalam rangka akad musyarakah
Kr. Kas/Kliring
4. Pengakuan biaya-biaya yang dikeluarkan atas pemberian pembiayaan
musyarakah
Jika

berdasarkan

kesepakatan

dapat

diakui

sebagai

biaya

pembiayaanmusyarakah
Db. Biaya akad musyarakah
Kr. Uang muka dalam rangka akad musyarakah
Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan musyarakah
Db. Pembiayaan musyarakah
Kr. Uang muka dalam rangka akad musyarakah
5. Penerimaan pendapatan/keuntungan musyarakah
Db Kas/Rekening mitra /Kliring
16

Kr Pendapatan/keuntungan musyarakah
6. Penerimaan pendapatan/keuntungan musyarakah akrual
Db. Piutang - pendapatan bagi hasil musyarakah
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah akrual
7. Pengakuan kerugian musyarakah
Db. Penyisihan kerugian penghapusbukuan aktiva produktif-pembiayaan
musyarakah
Kr. Pembiayaan musyarakah
8. Pengakuan keuntungan musyarakah akrual
Db. Piutang pendapatan musyarakah akrual
Kr. Pendapatan bagi hasil musyarakah akrual
9. Penerimaan pembayaran piutang pendapatan musyarakah akrual
Db. Kas/rekening
Kr. Piutang pendapatan musyarakah akrual
10. Penurunan/pelunasan modal musyarakah dengan mengalihkan kepada
mitra musyarakah

lainnya

Db Kas/Rekening mitra
Kr Pembiayaan musyarakah
11. Pengakuan kerugian yang lebih tinggi dari modal mitra akibat kelalaian
atau penyimpangan mitra musyarakah
Db Piutang musyarakah jatuh tempo
Kr Pembiayaan musyarakah

17

12. Penerimaan pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai


wajar lebih rendah dari nilai historis
Db Aktiva non-kas
Db Kerugian penyelesaian pembiayaan musyarakah
Kr Pembiayaan musyarakah
13. Penerimaan pengembalian modal musyarakah non-kas dengan nilai
wajar lebih tinggi dari nilai historis
Db Aktiva non-kas
Kr Keuntungan penyelesaian pembiayaan musyarakah
Kr Pembiayaan musyarakah

18

BAB III
STUDI KASUS
Pada tanggal 1 agustus bank syariah memberikan fasilitas pembiayaan
musyarakah kepada tuhan abdulah dalam usaha pabrik penglolaan kelapa
sawit dan telah disepakati dengan data-data sebagai berikut:
1. Tanggal 5 agustus dibayar beban pra-akad seperti pembuatan studi
kelayakan proyrk prnrlitian kelayakan proyek sebesar Rp. 1.000.000.
2.

Modal syirkah keseluruhan sebesar Rp.150.000.000 dimana bank syariah


mendapatkan porsi modal sebesar Rp. 70.000.000 dan porsi modal untuk
tuan abdulah sebesar Rp. 80.000.000 dengan nisbah keuntungan, untuk
bank sebesar 40% dan untuk tuan abdulah sebesar 60%.

3. Modal syirkah yang menjadi porsi bank syariah sebesar Rp. 70.000.000
dibayar dengan tahapan sebagai berikut :
-

Tanggal 15 Agustus dibayarkan modal syirkah dalam bentuk kas


sebesar Rp. 20.000.000

Tanggal 20 Agustus diserahkan modal non kas, berupa dua buah mesin
pabrik yang telah dimiliki oleh bank syariah, mesin pertama sebesar
Rp. 30.000.000 yang dibeli dengan harga Rp. 32.500.000 dan mesin
yang ke dua sebesar Rp.20.000.000 yang dibeli dengan harga Rp.
15.000.000

Atas transaksi tersebut diatas dilakukan jurnal sebagai berikut:


1. Tanggal 1 Agustus
Jurnal komitmen (rekening administratif) :
Kontra komitmen pembiayaan musyarakah Rp. 70.000.000
Komitmen pembiayaan musyarakah

19

Rp. 70.000.000

2. Tanggal 15 Agustus
Pembiayaan musyarakah

Rp. 20.000.000

Kas/Rekening syirkah/kliring

Rp.20.000.000

3. Tanggal 20 Agustus (Pada saat bank menyerahkan aktiva non kas


kepada syirkah
a. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai
buku atau harga perolehan:
Pembiayaan musyarakah

Rp. 30.000.000

Kerugian penyerahan aktiva

Rp. 2.500.000

Aktiva non kas

Rp. 32.500.000

Komitmen pembiayaan musyarakah

Rp. 30.000.000

Kontra komitmen pembiayaan musy

Rp. 30.000.000

b. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai
buku atau harga perolehan:
Pembiayaan musyarakah

Rp. 20.000.000

Aktiva non kas

Rp. 15.000.000

Keuntungan penyerahan aktiva

Rp. 5.000.000

4. Pengakuan biaya akad musyarakah


a. Jika diakui sebagai beban:
Biaya akad

Rp. 1.000.000

Uang muka dalam rangka musyarakah

20

Rp. 1.000.000

b. Jika

berdasarkan

kesepakatan

dapat

diakui

pembiayaan:
Pembiayaan musyarakah
Uang muka akad musyarakah

21

Rp. 1.000.000
Rp. 1.000.000

sebagai

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Musyarakah merupakan pembiayaan dilakukan oleh dua pihak
yang bermitra untuk melakukan suatu usaha, setiap pihak saling
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang
sudah berjalan maupun yang akan dijalankan. Selanjutnya para pihak
dapat mengembalikan modal usaha yang diberikan tersebut berikut
penerimaan bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus.
Pembiayaan musyarakah dapat di berikan dalam bentuk kas, serta kas, atau
aktiva non-kas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi dan hak
paten.
Dalam mekanisme akutansi pembiyayaan musyarakah terbagi
kepada dua pihak yang dinamakan sebagai mitra aktif dan mitra pasif,
dimana dua pihak ini mempunyai hak-hak dan kewajiban dalam usaha
bersama yang berbeda dan memiliki klasifikasi dalam setiap laporan
akuntansi yang berbeda pula.
4.2 Saran
Pengaplikasian masyarakat di Indonesia ini sangat baik untuk
dilakukan, hal ini mungkin tidak jauh berbeda dengan adanya korporasi
yang telah lama ada di Indonesia. Untuk itu sebaiknya pemerintah sebagai
lembaga yang sangat berperan penting dalam keadaan ekonomi Indonesia
agar lebih mensosialisasikan sistem pembiayaan musyarakah untuk dapat
digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Mungkin tidak hanya itu
sebaiknya seluruh sistem ekonomi islam yang ada sudah dapat menjadi
tonggak untuk pembangunan ekonomi Indonesia.

22

DAFTAR PUSTAKA

Fatwa Dewan Syariah Nasional, 2000, Pembiayaan Musyarakah, No.8/DSNMUI/VI/2000.


Lamp. 1 SE BI, 2006, Penggolongan Kualitas Musyarakah, No.8/22/DPbs tanggal
18 Oktober 2006.
Muhamad,rifqi, 2008, Akuntansi Keuangan Syariah : Konsep dan Implementasi
PSAK Syariah, Yogyakarta : P3EI PRESS
PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah, paragraph 47-51.
Surat Edaran, 2004, Akuntansi Musyarakah, No.6/047/OPS, Bank Syariah
Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai