KEUANGAN SYARIAH
OLEH :
KELOMPOK 5
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019
LANDASAN AUDIT DAN PENGAWASAN PADA LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH
1. Al-Qur’an
Banyak sekali pesan tentang audit dan kontrol dalam ajaran Islam. Berikut ini adalah
beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan acuan dalam proses audit dan kontrol.
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita,
Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu”
Ayat ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan secara teliti atas sebuah informasi karena
bisa menjadi penyebab terjadinya musibah atau bencana. Dalam konteks audit syariah,
pemeriksaan laporan keuangan dan informasi keuangan lainnya juga menjadi sangat penting,
mengingat keduanya dapat menjadi sumber malapetaka ekonomi berupa krisis dan
sebagainya jika tidak dikelola secara maksimal. Audit syariah dapat dimaknai sebagai suatu
proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan
Islam tidak melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap
aktivitas Lembaga Keuangan Syariah.
Pengawasan terhadap praktik di LKS, dimulai dari dalam LKS itu sendiri. Secara
syariahaspek pengendalian dan pengawasan dinyatakan dalam QS. Al-Ashr [103] ayat 1-3
yang terjemahannya adalah:
Ayat-ayat dalam surat ini menunjukkan bahwa manusia pada umumnya akan mengalami
kerugian kecuali jika mampu saling memberi nasehat. Saling memberi nasehat di sini dalam
praktik LKS, dapat diartikan bahwa adanya satu bagian khusus yang bertugas untuk ‘melihat’
kekurangan atau melakukan pengujian atas produk -produk LKS. Bagian yang khusus
bertugas di sini adalah DPS yang akan memegang kendali ‘kesyariahan’ produk. Secara
operasional perbankan, pengendalian dilakukan oleh satuan audit intern (internal auditor)
yang lebih fokus pada pengendalian ‘non syariah’.
Penerapan prinsip-prinsip syariah juga telah ditetapkan oleh Allah dalam QS. Al-Jasiyah ayat
18 yang artinya:
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui.”
Makna dari kata “syariah” dalam ayat tersebut adalah perintah untuk menerapkan prinsip-
prinsip Islam dan menjadikannya sebagai kerangka atau pedoman dalam melakukan segala
aktivitas. Dalam hal ini penerapan kata syariah dalam lembaga keuangan adalah menerapkan
prinsip-prinsip islam dalam segala aktivitas yang dilakukannya. Oleh karena itu untuk
senantiasa memastikan kesesuaian (Compliance) lembaga keuangan Islam terhadap prinsip-
prinsip Islam, diperlukan adanya audit.
Dalam AAOIFI (Accounting and Auditing for Islamic Financial Institution) dibawah GSIFI
(Governance Standard for Islamic Financial Institutions) audit syariah adalah laporan
internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan
pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksi dan
lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah. Secara umum
tujuan Audit dalam Islam adalah melihat dan memeriksa operasional, mengontrol dan
melaporkan transaksi dan akad yang sesuai dengan aturan dan hukum Islam untuk
memberikan manfaat, kebenaran, kepercayaan dan laporan yang adil dalam pengambilan
keputusan.
Untuk aktivitas audit ini telah banyak difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an diantaranya :
Pada surat Al-Infithar ayat 10 sampai ayat 12 diatas dijelaskan bahwa para malaikat penjaga
yang mulia itu senantiasa mengawasi kalian, maka janganlah kalian melakukan keburukan,
karena mereka pasti mencatat semua perbuatan kalian Auditor selalu dalam pengawasan
Allah yang akan dicatat semua perbuatannya oleh Malaikat, maka auditor akan melakukan
tugasnya sebagai penilai kewajaran laporan keuangan akan bersikap jujur dan adil. Akuntan
muslim harus berupaya untuk selalu menghindari pekerjaan yang tidak disukai oleh Allah
SWT karena takut mendapat hukuman di akhirat.
Dari ayat di atas dapat kita jadikan sebagai landasan dalam melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan audit. Sebagaimana dalam surah An-naml: 20-21, dikisahkan bahwa Nabi
Sulaiman a.s melakukan pengecekan atau pemeriksaan untuk mencari burung hud-hud,
dimana dalam proses pencarian ini juga merupakan suatu proses dalam aktivitas audit.
Catatan penting dalam audit syariah ini adalah masalah kompetensi dan indepensinya.
Karena tentunya seorang auditor syariah memiliki keyakinan bahwa Allah senantiasa
mengawasi segala perbuatan manusia, maka dari itu sebagai hambanya pun tentunya akan
mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya di kemudian hari, baik itu perbuatan kecil
maupun besar. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Zalzalah ayat 7-8:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya
dia akan melihat (balasan)nya pula.”.
Oleh karena itu seorang auditor syariah memiliki tanggung jawab yang besar dibandingkan
dengan auditor pada umumnya, karena selain harus bertanggung jawab kepada pihak
manajemen perusahaan, atasan, public, dan pihak-pihak lainnya yang terlibat, seoarang
auditor syariah juga bertanggung jawab kepada Allah SWT.
2. Hadits
a. Hadis riwayat Abu Dawud, dari Abu Hurairah, Rasul Saw bersabda:
Artinya : “Aku jadi yang ketiga antara dua orang yang berserikat selama yang satu tidak
khianat kepada yang lainnya, apabila yang satu berkhianat kepada pihak yang lain, maka
keluarlah aku darinya.”
b. Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari Amr Bin Auf :
Artinya : “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian
yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram ; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
c. Hadis Nabi Dikeluarkan ibnu majah dari ibadah ibnu shamit dalam sunannya/Kitab Al-
Ahkam : Nomor Hadis 1332 dan diriwayatkan oleh Ahmad dari Ibnu Abas, dan Malik dari
Yahya).
Artinya: “Rasulullah s.a.w. menetapkan: Tidak boleh membahayakan/merugikan orang
lain dan tidak boleh (pula) membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain)
dengan bahaya (perbuatan yang merugikannya).”
Konsep pengawasan terhadap praktek keuangan yang dilakukan pada lembaga keuangan
syariah memiliki sejumlah landasan, yaitu landasan syariahdan landasan hukum positif
yang berlaku di Indonesia. Landasan syariahyang biasa diacu misalnya adalah pemahaman
terhadap QS. Al-Ashr [103] ayat 1-3 yang terjemahannya adalah
Pemahaman dan pemaknaan secara luas terhadap ayat-ayat dalam surat ini menunjukkan bahwa
manusia pada umumnya akan mengalami kerugian kecuali jika mampu saling menasehati atau
saling mengontrol.
Adapun landasan hukum positif antara lain dapat diacu pada peraturan perundangan yang
menempatkan BI sebagai otoritas pengawas bank. Bank Indonesia adalah lembaga yang diberi
otoritas oleh pemerintah dalam pengawasan perbankan di Indonesia (termasuk perbankan
syariah). Hal ini dijelaskan dalam Pasal 29 (1) (UU.No.7/1992 sebagaimana diubah dengan)
UU No.10 Th.1998 tentang Perbankan yang berbunyi Pembinaan dan pengawasan bank
dilakukan oleh Bank Indonesia. Adapun dalam Pasal 8 UU No.3/2004 tentang Perubahan atas
UUNo.23 Th.1999 tentang Bank Indonesia dinyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tiga
tugas, yaitu
a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
c) mengatur dan mengawasi bank.
Pengaturan dan pengawasan bank syariah yang dilakukan oleh BI meliputi aspek
produk dan transaksi.Hal tersebut terinci dalam PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas
No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah.Setiap bank syariah pada dasarnya wajib menerapkan prinsip
Tugas utama Dewan SyariahNasional mengacu pada Keputusan DSN No. 01 tahun
2000 tentang Pedoman Dasar Dewan SyariahNasional MUI, antara lain meliputi:
(3) mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah; dan
DSN memiliki sifat yang menyeluruh dalam artian pengawasan yang dilakukannya
bersifat nasional. Sedangkan dalam prakteknya pengawasan yang bersifat lebih lokal pada
bank syariahsecara langsung perlu dilakukan. Untuk mengawasi bank syariahsecara lebih
langsung, maka kepanjangan tangan DSN berupa Dewan Pengawas Syariah(DPS) pun
dibentuk. Pembentukan Dewan Pengawas Syariah antara lain didasari pada kesadaran
akan pentingnya menjaga kegiatan usaha bank syariahagar senantiasa berjalan sesuai
dengan nilai-nilai syariah.Selain itu, pengawasan yang lebih melekat dinilai perlu
dilakukan sehingga kinerja bank syariahdapat terus dipantau agar sesuai dengan fatwa
DSN. Dalam kerangka inilah, maka dibentuk Dewan Pengawas Syariahsesuai ketentuan
penjelasan UU No.10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf m.
(c) persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha
berdasarkan Prinsip Syariah. Dengan demikian, keberadaan Dewan
Pengawas Syariah mendapatkan legalitas yang kuat dalam sistem perundangan di
Indonesia.
(1) hasil pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN-MUI;
(2) opini syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh bank;
(3) hasil kajian atas produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN-MUI; dan
(4) opini syariahatas pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan
publikasi bank.
Salah satu komponen pelaksanaan Audit atas Laporan Keuangan LKS yang harus dicermati
dengan baik oleh auditor adalah “memastikan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh LKS tidak
melanggar syariah”. Oleh karena itu auditor harus melakukan pengujian kepatuhan syariah
secara menyeluruh terhadap aktivitas bank syariah.
M. Syafi'i Antonio memberikan kisi – kisi apa saja hal-hal yang dilakukan pada audit bank
syariah, yaitu:
h. ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-unsur yang tidak sesuai dengan
syariah
Hal-hal di atas adalah unsur-unsur yang harus ada dalam audit syariah, meskipun demikian
prosedur audit yang telah ada tetap memiliki peran dalam audit pada perbankan syariah.
Prosedur audit secara umum antara lain:
e. mencocokkan ke dokumen.
b. Laporan auditor pada dasarnya tidak berbeda dengan laporan auditor non syariah,
hanya ada tambahan tentang kepatuhan syariah.
c. Adanya perjanjian penugasan. Auditor dan klien harus menyetujui surat penugasan
audit.Surat penugasan audit itu sendiri adalah dokumen penunjukan auditor serta
menegaskan tanggung jawab auditor dan klien.
d. Lembaga pengawas syariah harus mendapat porsi khusus dalam laporan audit.
e. Tinjuan Syariah (shari’a review) merupakan sebuah pengujian yang luas dari
kepatuhan Syariah sebuah LKS, dalam seluruh kegiatannya.
Tujuanshari'areviewadalahuntukmemastikan bahwa seluruh aktivitas yang
diselenggarakan dalam LKS tidak bertentangandengan Syariah.DPS bertanggung
jawab untuk membuat dan mengungkapkan sebuah opini terhadap kepatuhannya
padaSyariah.
Audit atas LKS, secara umum tidak berbeda dengan audit secara umum yang terdiri atas tiga
tahap, yaitu perencanaan, pengujian dan pelaporan. Hal yang membedakan hanyalah
permasalahan kepatuhan syariah yang mengharuskan auditornya menguasai akuntansi
syariah. Akuntan yang menguasai akuntansi syariah pada saat ini ditengarai dengan
dimilikinya gelar SAS (Sertifikasi Akuntan Syariah) dan adanya kewajiban tambahan harus
mengikuti standar AAOIFI selain standar audit dari IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia).
Dari paparan di atas dapat dipahami bahwa kerangka audit syariah antara lain memenuhi
unsur sebagai berikut:
a. audit syariah dilakukan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan perbankan syariah
pada prinsip dan aturan syariah dalam produk dan kegiatan usahanya sehingga auditor
syariah dapat memberikan opini yang jelas apakah bank syariah yang telah diaudit
tersebut shari'ah compliance atau tidak.
b. audit syariah diselenggarakan dengan acuan standar audit yang telah ditetapkan oleh
AAOIFI.
d. hasil dari audit syariah berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan usaha perbankan
Syariah dan kepercayaan seluruh pihak atas keberadaan LKS.
Kegiatan Pengawasan dan audit pada bank Syariah adalah satu rangkaian yang saling
mendukung dalam kegiatan tata kelola perusahaan (corporate governance) yang harus
dilakukan sesuai standar dan memperhatikan kode etik. Seluruh kegiatan ini dilakukan
dengan tujuan utama yaitu menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Keuangan
Syariah (Perbankan Syariah) dalam melaksanakan prinsip dan aturan Syariah pada produk
dan operasional usahanya. Melihat berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka
penerapan Audit Syariah ini mampu untuk meningkatkan kinerja perusahaan, terutama
berkaitan dengan aspek syariah. Dengan adanya Audit Syariah di setiap institusi, maka
potensi untuk memperbaiki kinerja perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah semakin
menjadi kenyataan serta dapat mengukur tahap pencapaian serta dapat menjadi asas
perbaikan kepada lembaga keuangan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.dakwatuna.com/2015/11/27/77204/77204/#axzz5lpFE3mN6
https://www.academia.edu/33692804/IMPLEMENTASI_AUDIT_SYARIAH_DI_LEMBAG
A_KEUANGAN_SYARIAH
https://www.kompasiana.com/bugiszone/574735d1db9373f50ad32fd5/audit-dalam-
perspektif-islam?page=all
https://books.google.co.id/books?id=r3yFiZMvgdAC&printsec=frontcover&dq=audit+dan+pengawas
an+pada+lembaga+syariah&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiXwpvVyePhAhWHQY8KHaA5D3EQ6AEILTAB
#v=onepage&q&f=true