Anda di halaman 1dari 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Audit dalam Islam

1. Pengertian Audit dalam Islam


Berdasarkan AAOFIF-GSIFI 3, audit syariah adalah laporan internal
syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang
melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan
syariah, fatwa-fatwa, intruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan oleh
fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah.

Menurut Shafi: 2004, auditing dalam islam adalah proses menghitung ,


memeriksa dan memonitor (proses sistematis), tindakan seseorang
(pekerjaan duniawi atau amal ibadah) lengkap dan sesuai dengan syariah
untuk mendapat berkah di akhirat nanti.
2. Tujuan Audit dalam Islam
a. Untuk menilai tingkat penyelesaian (progress of completness) dari
suatu tindakan
b. Untuk memperbaiki atau mengoreksi suatu kesalahan
c. Memberikan reward atas keberhasilan pekerjaan
d. Memberikan punisment atau ganjaran buruk untuk kegagalan
pekerjaan

Audit syariah akan mengembangkan program sistematis dan menyeluruh.


Program syariah yang dapat dikembangkan untuk menutupi berbagai produk
keuangan islam dan layanan seperti:

 Deposit islam dan investasi berdasarkan wadi’ah dan mudarabah


 Pembiayaan rumah syariah berdasarkan BBA da musyarakah mutanaqisah
 Pembiayaan kendaraan bermotor islami berdasarkan ijarah
 Pembiayaan perdagangan islami berdasarkan murabaha dan wakalah
 Pendanaan pribadi islami dan kartu kredi.

Terdapat tiga fase audit syariah yaitu;

1) Perencanaan
Auditor harus memahami bisnis lembaga keuangan islamtermasuk sifat
kontrak yang digunakan untuk berbagai jenis layanan keuangan syariah,
mengidentifikasi teknik yang tepat, sumber daya dan ruang lingkup untuk
mengembangkan program audit.
2) Pemeriksaan
Aspek utama dalam pemeriksaan lapangan memerlukan teknik yaitu
teknik sampling.pemeriksaan yang lebih rinci dari dokumentasiakan
diprlukan apakah metodologi sampling digunakan atau tidak.kertas kerja
dan catatan audit adalah dua hal yang sangat diperlukan dan penting dalam
pemeriksaan. Tujuan kertas kerja adalah memberikancatatan sistematis
pekerjaan yang dilakukan selama audit.
3) Laporan
Merupakan hasil dari pelaksanaan audit, mencakup persiapan laporan audit
syariah yang merupakan komunikasi yang baik dari auditor kepada
pengguna atau pembaca mengenai tingkat kesesuaian antara informasi dan
kriteria yang ditetapkan.

B. Keterkaitan Ajaran Islam Dan Auditing

Perkembangan system ekonomi Islam pada saat sekarang ini masih


terus mengalami perkembangan yang positif. Dimana hal tersebut dapat kita
lihat dengan ditandai dengan semakin banyaknya perbankan Islam yang
muncul, bahkan beberapa lembaga keuangan yang berbasis konvensional
misalnya bank BRI, bank BNI, bank Mandiri, dll, telah mulai menerapkan
system keuangan yang berbasis syariah, seperti bank BRI syariah, bank BNI
syariah, dan bank Mandiri syariah. Perkembangan ekonomi Islam ini tidak
hanya sebatas pada lembaga perbankan, akan tetapi telah mulai merambah
pada sektor keuangan yang lain seperti pasar modal, asuransi, dll.

Dengan munculnya lembaga keuangan islam tersebut secara umum tentunya


memiliki perbedaan dengan lembaga keuangan lainnya. Dimana lembaga
keuangan Islam dalam pengoprasionalannya tentunya menerapkan prinsip-
prinsip yang sesuai dengan syariah. Penerapan prinsip-prinsip syariah ini telah
ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat dalam
surah Al-Jasiyah ayat 18:

َ‫ك َعلَ ٰى َش ِري َع ٍة ِمنَ اَأْل ْم ِر فَاتَّبِ ْعهَا َواَل تَتَّبِ ْع َأ ْه َوا َء الَّ ِذينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬
َ ‫ثُ َّم َج َع ْلنَا‬

Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat


(peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al
Jatsiayh:18).

Makna dari kata “syariah” dalam ayat tersebut adalah perintah untuk
menerapkan prinsip-prinsip Islam dan menjadikannya sebagai kerangka atau
pedoman dalam melakukan segala aktivitas. Dalam hal ini penerapan kata
syariah dalam lembaga keuangan adalah menerapkan prinsip-prinsip islam
dalam segala aktivitas yang dilakukannya. Oleh karena itu untuk senantiasa
memastikan kesesuaian (Compliance) lembaga keuangan Islam terhadap
prinsip-prinsip Islam, diperlukan adanya audit.

Pada dasarnya aktivitas audit terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits.


Diantaranya adalah yang terdapat dalam surah Al-Infitar ayat 10 sampai 12:

َ‫)يَ ْعلَ ُمونَ َما تَ ْف َعلُون‬11( ‫) ِك َرا ًما َكاتِبِين‬10( َ‫وَِإ َّن َعلَ ْي ُك ْم لَ َحافِ ِظين‬

Artinya: “Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang


mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-
pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

ْ‫ألذبَ َحنَّهُ َأو‬


ْ ْ‫ ِديدًا َأو‬o ‫ َذابًا َش‬o‫)أل َع ِّذبَنَّهُ َع‬٢٠ ( َ‫اِئبِين‬oo‫انَ ِمنَ ْال َغ‬oo‫ َد َأ ْم َك‬o ُ‫ا لِ َي ال َأ َرى ْالهُ ْده‬oo‫ا َل َم‬ooَ‫ َر فَق‬o ‫وتَفَقَّ َد الطَّ ْي‬
‫لَيَْأتِيَنِّي بِس ُْلطَا ٍن ُمبِي ٍن‬

Artinya : “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, "Mengapa aku tidak
melihat hud-hud, apakah ia termasuk yang tidak hadir? Pasti akan kuhukum ia
dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang
kepadaku dengan alasan yang jelas.”

Adapun aktivitas audit juga terdapat dalam Hadits:

َ َّ‫د هللاَ َكَأن‬oَ ُ‫ َأ ْن تَ ْعب‬: ‫ قَا َل‬,‫ فََأ ْخبِرْ نِ ْي َع ِن اِإل حْ َسا ِن‬: ‫قَا َل‬
َ ‫ك ت ََراهُ فَِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت ََراهُ فَِإنَّهُ يَ َرا‬
‫ك‬

Artinya: “Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”. Nabi


Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya,
sesungguhnya Dia melihatmu.”

Dari ayat dan hadits di atas dapat kita jadikan sebagai landasan dalam
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan audit. Sebagaimana dalam surah
An-naml: 20-21, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman a.s melakukan pengecekan
atau pemeriksaan untuk mencari burung hud-hud, dimana dalam proses
pencarian ini juga merupakan suatu proses dalam aktivitas audit. Selain hadits
yang menjelaskan tentang ihsan. Dimana ihsan merupakan adalah puncak
prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlaq.
Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha
dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut.
adapun kaitan ihsan dengan audit adalah sebagaimana dalam proses audit,
seorang auditor harus memeiliki sikap independen yaitu tidak adanya pengaruh
dan ketergantungan terhadap apapun. Sikap independen inilah merupakan
penjabaran dari ihsan.

Audit Syariah memiliki peranan yang sangat penting untuk menumbuhkan


kesadaran pada lembaga keuangan Islam bahwa setiap lembaga harus turut
berkontribusi terhadap tercapainya tujuan hukum Islam (Maqashid Syariah).
Selain itu ruang lingkup audit syariah harus diperluas , tidak hanya sebatas
pada proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan (Compliance) terhadap
prinsip-prinsp Islam, akan tetapi juga mencakup, produk, pegawai, penggunaan
IT, proses operasionalnya, dokumentasi dan akad, lingkungan (pihak-pihak
yang terlibat dalam aktivitas), dll. Dengan demikian tujuan audit yang syariah
benar-benar dapat diterapkan dalam lembaga keuangan islam secara penuh dan
konsisten.

Akhir dari audit syariah yang dilakukan oleh auditor adalah memberikan opini
atas laporan keuangan yang diberikan oleh pihak perusahaan. opini yang
diberikan apakah segala aspek dalam perusahaan tersebut telah sesuai dengan
standar akuntansi. Dalam hal ini standar akuntansi yang digunakan adalah The
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions(AAOIFI) dan International Financial Reporting Standards(IFRS),
khusus di Indonesia standar yang digunakan adalah Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK). Khusus untuk audit syariah, dalam melakukan
audit selain kesesuaian atas standar akuntansi, juga harus sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah.

Berbeda dengan audit yang dilakukan terhadap perusahaan yang tidak


berbasiskan Islam, opini yang diberikan ada 5, yaitu: Unqualified Opinion,
Modified Unqualified Opinion, Qualified Opinion, Adverse
Opinion,danDisclaimer of opinion.Misalnya apabila terdapat pembatasan runag
lingkup atau kurangnya bukti, maka bisa saja auditor memberikan opini
Qualified Opinion. Namun yang menjadi masalah dalam pelaporan akhir yang
dilakukan oleh auditor syariah adalah berupa opini apakah perusahaan tersebut
dalam aktivitasnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah (compliance)
atau belum sesuai (noncompliance).Mislanya apabila ada kekurangan atau
ketidak sesuaian yang ditemukan oleh auditor, maka opini yang diberikan
adalah noncompliance. Hal tersebut merupakan masalah yang sangat serius,
karena apabila hal tersebut terjadi tentu akan berdampak pada perusahaan.
masyarakat tidak akan lagi percaya kepada lembaga keuangan syariah.

Namun yang menjadi catatan penting dalah audit syariah ini adalah
masalah kompetensi dan indepensinya. Karena tentunya seorang auditor
syariah memiliki keyakinan bahwa Allah senantiasa mengawasi segala
perbuatan manusia, maka dari itu sebagai hambanya pun tentunya akan
mempertanggung jawabkan apa yang dilakukannya di kemudian hari, baik itu
perbuatan kecil maupun besar. Sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-
Zalzalah ayat 7-8:

َ َ‫َو َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َش ًّرا يَ َرهُ* فَ َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثق‬


ُ‫ال َذ َّر ٍة خَ ْيرًا يَ َره‬

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya


dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”.

Oleh karena itu seorang auditor syariah memiliki tanggung jawab yang besar
dibandingkan dengan auditor pada umumnya, karena selain harus bertanggung
jawab kepada pihak manajemen perusahaan, atasan, public, dan pihak-pihak
lainnya yang terlibat, seoarang auditor syariah juga bertanggung jawab kepada
Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai