Anda di halaman 1dari 24

RUANG LINGKUP AUDIT SYARIAH

Disusun oleh kelompok 1:


Indriyani Dwi Astuti (195221247)
Afifah Dwiyanti (195221259)
Dyah Nurjanah (195221272)

AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID
SURAKARTA
2022
Sejarah dan Perkembangan Audit Syariah

1. Asal mula perkembangan Auditing


Adanya keinginan untuk melakukan pengecekan atas kesetiaan orang yang dipercaya untuk
mengelola suatu harta maka muncullah profesi sebagai auditor atau pemeriksa independen seperti
pada:
 Penguasa mesir purba melakukan pemeriksaan atas catatan penerimaan pajak
 Orang yunani kuno melakukan pemeriksaaan atas rekening pejabat public
 Orang romawi membandingkan antara pengeluaran dan otorisasi pembayaran
 Bangsawan penghuni puri di Inggris menunjuk auditor untuk melakukan review atas catatan
akuntansi dan laporan yang disiapkan oleh para pelayan mereka.
Sejarah dan Perkembangan Audit Syariah

2. Audit sebelum datangnya islam


Setiap pedagang Arab untuk mengetahui dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai
berangkat sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pada
keuangannya. Setelah berkembangnya negara, bertambahnya kabilah, masuknya imigran dari
negeri tetangga, berkembangnya perdagangan, dan timbulnya usaha- usaha investasi
perdagangan, maka semakin kuatlah perhatian bangsa Arab terhadap pembukuan dagang untuk
menjelaskan utang-piutang.
Sejarah dan Perkembangan Audit Syariah

3. Munculnya audit di negara islam


Sejak 14 abad lalu, pada zaman Nabi Muhammadsaw, yang membuat titik terang dan berekonomi secara
Islam, dan tepatnya dimulai saat Nabi dan para sahabat hijrah ke Kota Madinah. Negara yang baru dibangun
ini tidak ada pemasukan dan pengeluaran, dan baru ada bentuk kesekretariatan sederhana pada akhir tahun 6
H. Nabi Muhammad saw. mendirikan baitul maal pada awal abad ke-7 H, di mana seluruh pengeluaran dan
penerimaan dikumpulkan secara terpisah.
• Masa pemerintahan Abu Bakar
• Masa Pemerintahan Umar Bin Khatab
• Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Sejarah dan Perkembangan Audit Syariah

4. Audit syariah di Indonesia


Perkembangan aplikasi Ekonomi Islam di Indonesia sendiri dimulai sejak didirikannya Bank Muamalat
Indonesia tahun 1992. Keinginan untuk mendirikan lembaga perbankan dan keuangan syariah di Indonesia
sebenarnya sudah ada sejak lama, terutama pada pada pada tahun 1970-an, ketika didirikannya Islamic
Development Bank(IDB) pada tahun 1975 oleh negara-negara Organisasi Konferensi Islam, termasuk
Indonesia.
Pada saat itu, bank syariah belum bisa didirikan di Indonesia, karena kondisi politik yang tidak kondusif.
Pendirian bank syariah diidentikan dengan masalah ideologi dan dikaitkan dengan konsep negara Islam
sehingga dianggap dapat mengganggu stabilitas keamanan negara. Di samping itu, bank syariah berdasarkan
prinsip bagi hasil, juga belum diatur dalam Undang Undang Pokok Perbankan No. 14 Tahun 1967.
Pengertian Audit Syariah
Berdasarkan KBBI (2018), audit merupakan pemeriksaan pembukuan keuangan. Berdasarkan AAOIFI-
GSIFI 3 menjelaskan bahwa audit syariah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen atau bagian
dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-
fatwa, instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah.

Audit syariah merupakan proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan seluruhaktivitas lembaga keuangan
syariah terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan IT, proses operasi,
pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis lembaga keuangan syariah.Audit syariah dimaknai sebagai
suatu proses untuk memastikan bahwa aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh institusi keuangan Islam tidak
melanggar syariah atau pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh.
Audit syari’ah di Indonesia memiliki peluang berkembang sangat pesat, karena Indonesia
dengan penduduknya mayoritas Muslim terbesar di Dunia. Dan tantangan audit syari’ah
untuk pengembangan kedepan agar lebih baik lagi diantaranya
(1) masalah regulasi seperti standar audit syari’ah yang belum memadai, Tidak adanya
kerangka audit syariah dan Kurangnya dorongan dari pemerintah.
(2) Masalah sumber daya manusia seperti Kualifikasi auditor syari’ah dalam akuntansi dan
syari’ah tidak seimbang, Terbatasnya jumlah auditor syari’ah, Kurangnya akuntabilitas
auditor syari’ah (DPS) dan Auditor syari’ah (DPS) kurang independen.
(3) Masalah proses audit seperti DPS belum dilengkapi dengan prosedur audit syariah, Ex-
ante dan ex-pose audit belum maksimal dan Terpisahnya audit keuangan dengan audit
syariah.
Dasar Hukum Audit Syariah
Beberapa dasar hukum yang mengatur tentang pelaksanaan audit syariah, yaitu:
1. Al-Qur’an
Dasar hukum audit syariah terdapat dalam Al-Qur’an yang meliputi:
a. Surah al-Hujurat ayat 6

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka
telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang
akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

b. Surah al-Infithar ayat 10-12

“Dan sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu) yang mulia (di sisi
Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu) mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
c. Surah al-An’am ayat 152

“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”


2. Hadits
Istilah hadis ini pada dasarnya berasal dari Bahasa Arab, yakni dari kata al-hadits yang berarti perkataan,
percakapan, atau berbicara. Apabila diartikan dari kata dasarnya, definisi hadits adalah setiap tulisan yang berasal
dari perkataan ataupun percakapan Rasulullah saw. Salah satu hadits yang menjadi dasar hukum audit syariah,
yaitu:
• Hadits Riwayat Abu Daud, dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda:
“Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sulaiman Al-Mishshi], telah menceritakan kepada kami
[Muhammad bin Az-Zibriqan], dari [Abu Hayyan At-Taimi], dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dan ia
merafa’kanya. Ia berkata; sesungguhnya Allah berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang
bersekutu, selama tidak ada salah seorang diantara mereka yang berkhianat kepada sahabatnya. Apabila ia
telah menghianatinya maka aku keluar dari keduanya.”
Tujuan dan Manfaat Audit Syariah
• Tujuan
Tujuan audit syariah adalah memastikan bahwa Lembaga Keuangan Syariah dalam melakukan kegiatan
operasionalnya di semua aspek telah sesuai dengan prinsip syariah, yang digunakan sebagai pedoman bagi manajemen
dalam mengoperasikan Lembaga tersebut.
• Manfaat
Dalam pelaksanaan audit syariah di Lembaga Keuangan Syariah terdapat manfaat yang dapat diperoleh, yakni:
1. Audit diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan terhadap laporan keuangan
apakah telah disusun sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak.
2. Menetapkan standar dan memberikan pedoman bagi Lembaga Keuangan Syariah mengenai tujuan dan prinsip
umum pelaksaan audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh Lembaga keuangan Islam, yang beroperasi
sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.
3. Auditor mampu menyatakan suatu pendapat apakah laporan keuangan yang disusun oleh Lembaga Keuangan
Syariah, dari semua aspek yang bersifat material, benar, dan wajar sesuai dengan aturan dan prinsip syariah,
standar akuntansi AAOIFI, serta standar dan praktik akuntansi nasional yang berlaku di Indonesia.
Filosofi Audit Syariah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), filosofi diartikan sebagai penyelidikan yang menggunakan akal dan
pikiran guna menemukan hakikat dari apa yang ada di bumi ini, sebab dan asal timbulnya suatu hal, dan hukum dari
suatu hal lain. Filosofi audit audit dapat diartikan sebagai pemahaman yang membahas bagaimana konsep audit, baik
dari aspek realita maupun nilainya. Pengertian audit syariah dapat beragam, tetapi ada basic idea yang dapat diterima
secara umum, yaitu:
1. Aspek rasional dari Tindakan dan pemikiran yang cenderung diterima tanpa perlu dipertanyakan lagi.
2. Menyangkut struktur ilmu pengetahuan yang tersusun secara sistematis sehingga lebih bermanfaat, dan
berkurangnya hal-hal yang bersifat kontradiktif internal.
3. Memberikan sebuah dasar hubungan social yang dapat menyatu dan dipahami.

Audit merupakan suatu proses yang sangat penting dalam menguji keakuratan sistem
operasional suatu Lembaga keuangan. Dalam Lembaga Keuangan Syariah, audit
syariah memegang peran tersebut, dan memiliki pengaruh terkait kesadaran dari
Lembaga Keuangan Syariah terhadap ketercapaian tujuan syariah seperti yang termuat
dalam maqashid syariah. Oleh karena itu, audit syariah harus memiliki filosofi atau
penjelasan yang mendasar guna menjadi sumber utama Ketika ditemukan berbagai
permasalahan pada audit.
Macam-macam Audit Syariah :

Audit syariah terdiri atas dua jenis, yaitu :

1. Audit Internal
Audit ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
 Komite Audit dan Tata Lembaga Keuangan Islam
 Dewan Pengawas Syariahh (DPS)
 Petugas Pengawas Syariat

2. Audit Eksternal
Merupakan orang independent di luar perusahaan
Kerangka Audit Syariah

Dalam kegiatan operasionalnya Lembaga Keuangan Syariah seperti bank syariah memiliki tiga komponen
kerangka audit, yaitu :
1. Audit internal yang dilakukan oleh auditor internal bank syariah sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku dan tidak ada salah saji yang bersifat material.
2. Audit eksternal yang dilakukan auditor dari pihak luar bank syariah seperti BI atau akuntan public yang
tugasnya menguji kembali keakuratannya dari hasil audit internal.
3. Audit syariah yang dilakukan auditor bersertifikasi SAS yang bertugas memastikan bahwa produk dan
transaksi bank syariah telah sesuai dengan prinsip dan aturan syariah.
Audit eksternal : dilakukan secara insidensial (sewaktu-waktu)
Audit Internal : dilakukan secara rutin karena fungsinya terkait dengan pengendalian dalam perusahaan
(bank syariah).
Apabila terjadi suatu kesalahan/pelanggaran dalam kegiatan audit di bank syariah, pihak yang bertanggung
jawab adalah manajemen bank syariah, sedangkan tanggung jawab auditor terletak pada opini yang
diberikan.
Beberapa hal yang harus ada pada audit bank syariah adalah :

Pengugkapan kewajaran penyajian laporan keuangan dan


01 unsur kepatuhan syariah

Pemeriksaan akuntansi dalam aspek produk, baik


sumber dana/pembiayaan
02

03 Pengakuan pendapatan cash accrual basis secara riil

Pengakuan pendapatan cash accrual basis secara riil 04


Beberapa hal yang harus ada pada audit bank syariah adalah :

05 Pengakuan beban secara accrual basis

Dalam hubungan dengan bank koresponden depositori,


pengakuan pendapatan menggunakan system bagi hasil 06

07 Pemeriksaan atas sumber dan penggunaan zakat

Ada tidaknya transaksi yang mengandung unsur-


unsur yang tidak sesuai dengan syariah
08
 
Prosedur audit secara umum
meliputi :

Konfirmasi Perhitungan
Prosedur analitis

01 02 03 04 05

Inspeksi Permintaan
keterangan
Prosedur audit secara umum
meliputi :
Teknik audit

Penelusuran Pengamatan berbantuan computer

06 07 08 09 10

Pemeriksaan Pelaksanaan ulang


bukti pendukung
Seorang auditor harus berpedoman pada standar audit dari AAOIFI yang mencakup lima standar
untuk menjalankan prosedur auditnya pada Lembaga Keuangan Syariah, yaitu :

1. Tujuan dan prinsip


2. Laporan auditor
Laporan auditor harus menggambarkan :
 Pengujian pada sebuah uji dasar, bukti yang mendukung sejumlah laporan keuangan, dan
pengungkapan.
 Penilaian atau penaksiran prinsip akuntansi yang digunakan dalam persiapan laporan keuangan.
 Penilaian atas perkiraan signifikan yang dibuat oleh manajemen dalam persiapan laporan
keuangan
 Pengevaluasian presentasi laporan keuangan secara keseluruhan.
3. Ketentuan keterlibatan audit
4. Lembaga pengawas syariah
Berisi tentang penunjukan, komposisi, dan laporan oleh Dewan Pengawas Syariah
(DPS)
5. Tinjauan syariah
Pengujian ini meliputi penunjukan, persetujuan, kebijakan, produk, transaksi,
memorandum (surat peringatan), anggaran dasar perserikatan, laporan keuangan, laporan
(khususnya audit internal dan pengawasan bank sentral), sirkulasi, dsb.
Perbedaan Audit Syariah dan Audit Konvensional

No Audit Syariah Audit Konvensional


1.   Objeknya LKS atau Lembaga keuangan bank maupun Objek lembaga keuangan bank maupun nonbank
nonbank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang tidak beroperasi berdasarkan prinsip syariah

2.   Mengharuskan adanya Dewa Pengawas Syariah (DPS) Tidak ada peran DPS
3.   Audit dilakukan oleh auditor bersertifikasi SAS Audit dilakukan oleh auditor umum tanpa
ketentuan SAS
4.   Standar audit AAOIFI Standar audit IAI
5.   Opini berisi tentang shariah compliance atau tidaknya Opini berisi tentang kewajaran atau tidaknya
LKS penyajian laporan keuangan perusahaan.
Perbedaan Audit Syariah dan Audit Konvensional

Hal yang membedakan hanyalah permasalahan kepatuhan syariah yang mengharuskan auditornya menguasai
akuntansi syariah.

 Menguasai akuntansi syariah : ditandai dengan disandangnya gelar SAS (Sertifikasi Akuntansi Syariah) dan
adanya kewajibab tambahan (harus mengikuti standar AAOIFI selain standar audit dari IAPI.

 Audit syariah terdiri atas tiga tahap yaitu : perencanaan, pengujian, dan pelaporan. Audit syariah harus memenuhi
berikut ini :

1. Audit syariah dilakukan dengan tujuan menguji kepatuhan perbankan syariah pada prinsip dan aturan syariah
dalam produk dan kegiatan usahanya, sehingga auditor syariah dapat memberikan opini yyang jelas apakah bank
syariah yang telah diaudit tersebut shariah compliance atau tidak.
2. Audit syariah diselenggarakan dengan acuan standar audit yang telah ditetapkan oleh AAOIFI.
3. Audit syariah dilakukan oleh auditor bersertifikasi SAS.
4. Hasil audit syariah berpengaruh kuat terhadap keberlangsungan usaha perbankan syariah dan kepercayaan seluruh
Daftar Pustaka

Nurhasanah, Siti dkk. (2021). Audit Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Fauzi, A., & Supandi, A. F. (2019). Perkembangan Audit Syariah Di Indonesia. Jurnal Istiqro, 5(1), 24.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai