Anda di halaman 1dari 12

Nama : Fikri Amrullah Achmad

NIM : 2018320163

Mata Kuliah : Audit Syariah

Judul Essai : Menilik Sejarah Audit Syariah, Peran Lembaga Keuangan Syariah, dan
Tantangan Perkembangan di Indonesia

Pendahuluan
Dalam agama Islam, Al-Qur’an diturunkan untuk memberi petunjuk bagi seluruh
umat manusia dan sepatutnya kita menjadikan agama Islam sebagai “Way of Life”, tetapi
kebanyakan dari kita hanya dijadikan sebagai “Way of Ritual”. Kita menjadikan agama hanya
sebagai tata cara bertemu dengan Allah SWT., sedangkan masalah lain seperti sistem
ekonomi kebanyakan diatur oleh cara berpikir sekuler dan rasional oleh akal manusia.
Padahal ajaran agama Islam banyak mengajarkan hal-hal dari semua aspek kehidupan,
termasuk juga dalam aspek ekonomi.

Sistem Ekonomi Islam banyak sekali didiskusikan oleh para ahli yang pada akhirnya
diimplementasikan dilapangan. Perkembangan sistemnya sungguh sangat pesat dan lebih dari
200 lembaga keuangan telah menjalankan sistem ekonomi islam yang berada diberbagai
belahan dunia, bukan saja dari negara Islam, tetapi juga dari negara non muslim lainnya.
Dengan menerapkan sistem syari’ah diberbagai sektor ekonomi maka secara otomatis akan
meningkatkan pentingnya Akuntansi Islam dan juga Auditing Islam (Harahap : 2002).

Sebenarnya Audit Islam sudah ada sejak lama, Jauh sebelum adanya istilah auditing
Islam/syari’ah, sudah ada sebuah lembaga yang menaungi fungsi pengawasan kepatuhan
syari’ah, sistem tersebut adalah Hisbah. Hisbah merupakan sebuah tugas keagamaan yang
masuk ke dalam sistem ammar ma’ruf nahi munkar, yang dinyatakan oleh Ibnu Khaldun.
Sebutan bagi orang yang menjalankannya yaitu muhtasib yang dimana dia bertugas untuk
menangani berbagai perselisihan yang membutuhkan tahapan pembuktian, seperti kasus-
kasus penipuan, Tadlis (menyembunyikan cacat, kurangnya informasi), dan juga kecurangan
pada penimbangan atau takaran. Seorang muhtasib juga bertanggung jawab terhadap
ketertiban umum, etika dan tata krama, serta keamanan dilingkungan masyarakat
(Halimatussa’diah : 2016).
Dalam perspektif Islam Auditing dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah
ayat 282 yaitu sebagai berikut:

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia
bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun
daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah
(keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya
mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di
antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki
dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang
ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan
menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu
tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah
memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Berdasarkan ayat di atas menjelaskan kewajiban menulis utang untuk menjamin


terciptanya kebenaran dan keadilan. Catatan saja tidak cukup dan saksi dari pihak lain juga
harus hadir. Profesional akuntansi sangat relevan dengan paragraf ini karena otentikasi dan
kemampuan akuntansi mereka melalui catatan. Dapat dilihat bahwa Islam sebenarnya
mencakup semua dan semua aspek. Selanjutnya, pertanyaan tentang sejarah ujian
syariat/Islam itu sendiri, apa konsepnya, cara kerjanya, lembaga mana yang menampungnya,
dan pertanyaan terbesar terus mengubah perkembangan dan tantangan mereka untuk
mengembangkan Audit Syariah.
Pengertian & Fungsi Auditing

Audit berasal dari Bahasa Latin yang artinya “dia mendengar” , fungsi audit juga
berasal dari makna ini dan sudah digunakan sejak zaman dahulu. Perkiraan atau catatan yang
dibuat menjadi laporan oleh seseorang tentang suatu catatan kekayaan dicek untuk
disampaikan kepada pihak yang berwenang. Pada saat ini pengertian audit berarti memeriksa
laporan keuangan suatu organisasi atau Lembaga lalu memberikan pendapat atas
kewajarannya.

Menurut Mulyadi dan Kanaka Puradireja, auditing adalah proses sistematis untuk
mempelajari dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang
kegiatan dan kejadian ekonomi, untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan
tersebut dan criteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan.

Auditing adalah fungsi untuk verifikasi, dimana menurut kamus, Verifikasi adalah
memeriksa, menguji kebenaran, ketepatan serta ketelitian. Pemeriksaan ini juga menyangkut
Laporan Keuangan untuk dilihat kebenaran yang digambarkannya. Laporan keuangan
merupakan potret suatu keadaan dari suatu entitas perusahaan. Dalam pelaksanaan dan
perkembangannya diperlukan teknik dan alat pemeriksaan yang tujuannya untuk
membuktikan suatu kebenaran dari laporan keuangan tersebut. Yang pada akhirnya Auditing
disebut juga sebagai “science of proof”.

Definisi GAAS (General Accepted Auditing Standard) yang menyatakan bahwa yang
dikumpulkan oleh auditor bukanlah bukti ansich atau ‘evidence’ tetapi ‘evidential matter’ .
Standard of field work dari GAAS yang kedua berbunyi:

“Sufficient competent evidential matter is to obtained through inspection,


observation, inquires and confirmation to afford a reasonable basis for an opinion
regarding the financial statement under examination.”

Yang menjadi dasar dari kesimpulan auditor bukanlah bukti melainkan keyakinan
terhadap kecukupan bukti. Keyakinan ini adalah hasil dari pemahaman seorang auditor yang
memiliki persyaratan seperti yang diatur dalam standar umum auditor yaitu kompetensi,
logika, sikap tidak memihak, bebas dari segala kepentingan dan bekerja secara hati hati dan
selalu menggunakan cara due care yang didukung oleh kemampuan professional sesuai kode
etik.

Sejarah Audit Syariah

Seiring lahirnya Sistem Akuntansi Syari’ah lalu kemudian muncul kemudian Audit
Syari’ah. Akuntansi syariah sendiri lahir dari sebuah pandangan sistem akuntansi
konvensional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Didalam Akuntansi
Konvensional hanya terdapat satu tujuan yaitu terbatas dan terpusat pada kepentingan pemilik
modal. Yang menjadikan tugas moral dari perusahaan hanya terbatas pada mencari laba tanpa
mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sekitar dan sebagainya. Atas dasar tersebut
maka lahirlah Akuntansi Syari’ah yang mulai didalamnya menjunjung tinggi nilai moral,
keadilan dan kesejahteraan umat. Tidak hanya dari aspek material, tetapi juga moral. Tidak
hanya melulu tentang kepentingan dan urusan di dunia, tetapi juga di akhirat.

Pada pendahuluan sudah dijabarkan mengenai muhtasib, lalu tujuan dari muhtasib
yaitu memiliki tugas & kewajiban dalam lingkup ammar ma’ruf nahi munkar ini mencakup
segala aspek dalam kehidupan, yang diantaranya yaitu penanganan terhadap perkara-perkara
yang berkaitan dengan masyarakat banyak atau individu, seperti penanganan terhadap
perilaku meninggalkan kewajiban-kewajiban umum agama, perilaku meninggalkan syiar-
syiar agama dan yang lainnya, menangani kondisi terbengkalainya fasilitas dan prasarana
umum berupa masjid dan jalan. Menangani perilaku mengulur dan menunda-nunda
penunaian hak dan utang, menangani dan mengasuh anak-anak terlantar, serta
memerintahkan untuk menikahkan pemuda dan pemudi.

Auditor syariat, memiliki peran yang mirip dengan Muhtasib bertanggung jawab
sebagai dalam konsep 'taklif' (akuntabilitas atau tanggung jawab), untuk memastikan bahwa
Lembaga Keuangan Syariah secara ketat mengikuti syariat Islam. pada zaman kekhalifahan
sudah dikenal keuangan negara. Kedaulatan Islam telah memiliki departemen atau yang
disebut Diwan. Ada Diwan Pengeluaran (Diwan Al-Nafaqat), Pengawasan Keuangan,
Pemungutan hasil (Diwan Al Kharaj) dan lain-lain. Diwan Al Kharaj tugasnya mengawasi
semua hal yang berkaitan dengan penghasilan, pada zaman Kekhalifahan Mansur dikenal
Khitabat al Rasul war Sirr, yang memelihara pencatatan rahasia (Halimatussa’diah : 2016).
Definisi & Dalil Audit Syari’ah

Menurut Syarikah al-Rajhi al-Masrafiyyah lil Istismar, mendefinisikan audit


syariah sebagai, Pihak yang memastikan sejauh mana sesebuah institusi kewangan Islam
mematuhi syariah Islam, berdasarkan keputusanyang dibuat oleh Institusi Majlis Pengawasan
Syariah. Dapat dengan disimpulkan menjadi definisi, yaitu audit syariah memiliki pengertian
yang hampir mirip dengan pengertian audit konvensional, tetapi didalam audit syariah
memiliki perbedaan yang lebih spesifik yaitu diantaranya dalam pelaksanaannya diawasi oleh
kepatuhan syariah yang dipenuhi oleh Lembaga Keuangan Syariah dan juga bersumber utama
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Di dalam Islam sendiri pengertian audit berdasarkan AAOIFI-
GSIFI, bahwa audit syariah adalah, laporan internal syariah yang bersifat independen atau
bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan
aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksidan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan
lembaga supervise syariah.

Banyak dalil-dalil yang menjelaskan tentang audit syariah baik itu secara jelas
maupun secara tersirat, yaitu seperti:

Surat Ali Imran Ayat 104

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung”

Dalam ayat diatas dijelaskan mengenai kewajiban adanya kekuasaan di muka bumi, yang
memberitahukan dan melakukan hal-hal yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
Didalamnya juga menegaskan keharusan adanya kekuasaan adalah, makna yang terkandung
didalam Al-Qur’an itu sendiri. Disana ada kata “menyeru” kepada kebaikan. Tetapi, disana
juga ada kata “memerintahkan” yang ma’ruf dan “melarang” kemunkaran. Jika “seruan” bisa
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan, tetapi “memerintah dan melarang”,
tidak mungkin bisa dilakukan kecuali oleh orang yang memiliki kekuasaan. Dapat
disimpulkan sebagai jabatan tinggi harus memiliki sifat kebaikan dalam berbuat kebaikan dan
juga dalam menghindari dan melarang keburukan.

Surat Al-Hujurat Ayat 6

“Wahai orang-orang yang beriman jika ada seorang fasiq datang keapdamu dengan
membawa berita, maka carilah kebenaran berita itu supaya kamu (tidak) menimpakan
(tuduhan) kepada suatu kaum dengan kebodohan, akibatnya kamu akan menyesal terhadap
apa yang kamu perbuat”.

Dalam tafsir (Ash-Shabuni, 2003, hal. 108) dijelasakan bahwa salah satu makna dari ayat
tersebut yaitu keharusan mengecek kebenaran berita, sekaligus larangan berpegang pada
omongan orang-orang yang fasiq yang justru banyak menimbulkan kerusakan.

Dapat disimpulkan, konsep Audit Syariah mengenai pemeriksaan, peninjauan kembali, serta
sumber dari informasi Lembaga keuangan syariah lainnya menjadi sangat penting untuk
diperhatikan.

Surat Al-Insyiqaq Ayat 6-9

“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju tuhanmu,
maka kamu pasti akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah
kanannya, maka dia akan 10 diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dia akan kembali
kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira”.

Dari ayat diatas dengan melihat arti zhahir nya, dapat disimpulkan bahwa, Allah akan
menghisab manusia dihari akhir. bagi orang-orang yang diberikan kitabnya dari sebelah
kanannya, maka ia akan dihisab dengan mudah, dan akan diberikan kebahagiaan. Hal ini
sejalan dengan sebuah proses audit.

Standar Auditing AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for


Islamic Financial Institutions)

Kemajuan yang telah dicapai dalam auditing syariah adalah munculnya Lembaga
penyusun standar (standard setting body) untuk audit lembaga keuangan syari'ah. Memang
lembaga ini tidak memiliki "power" untuk meng-enforce standarnya. Namun sesuai
tujuannya memang standar yang dikeluarkannya bisa menjadi pedoman atau arahan bagi
lembaga keuangan syari'ah yang beroperasi diseluruh dunia. Kita harapkan lama kelamaan
lembaga ini bisa seperti IFAS (International Financial Accounting Standard) yang dipatuhi
oleh semua lembaga keuangan Islam di seluruh dunia. Bab ini akan mencoba menjelaskan
peran, fungsi, prinsip dan konsep Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) ini.

Standar Auditing untuk LKS (Lembaga Keuangan Syari'ah) AAOIFI The Accounting
and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) sebelumnya bernama
Financial Accounting Organization for Islamic Banks and Financial Institution didirikan pada
tanggal 1 Safar 1410 H atau 26 Februari 1990 di Aljiria. Tujuan organisasi ini adalah:

1. Mengembangkan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan dengan lembaga


keuangan.
2. Menyamakan pemikiran akuntansi dan auditing yang relevan kepada lembaga
keuangan dan penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan jurnal yang
berkaitan dengan hasil riset.
3. Menyajikan, mengumumkan dan menafsirkan standar akuntansi dan auditing
untuk lembaga keuangan Islam
4. Mereview dan merubah standar akuntansi dan auditing untuk lembaga dalab
keuangan Islam.

Tata Kelola Perusahaan Islam Dalam merumuskan kerangka social reporting dalam
perspektif Islam ada tiga dimensi penting, yaitu:

a) mencari ridha Allah SWT;


b) memberikan keuntungan kepada masyarakat;
c) mencari kekayaan untuk memenuhi kebutuhan.'

Dalam praktiknya, pedoman tata kelola syari'ah berperan untuk memastikan bahwa
industri bersangkutan memenuhi tujuan industri keuangan syari'ah. Menurut AAOIFI, Dewan
Pengawas Syari'ah merupakan badan independen dari ahli hukum khusus dalam figh al-
mu'amalat (hukum komersial Islam). Dewan Pengawas Syari'ah harus ahli dalam bidang
lembaga keuangan Islam (IFI) dengan pengetahuan tentang muamalat fiqh. Tanggung jawab
utamanya adalah untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan pengawasan yang terkait
dengan kegiatan lembaga keuangan Islam.

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa lembaga keuangan Islam mematuhi


aturan dan prinsip-prinsip hukum Syariah. Anggota Organisasi Syariah diangkat oleh
pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan atas usul Direksi.
Pemegang saham juga dapat mengizinkan untuk meningkatkan kompensasi dewan Syariah.
Surat penunjukan harus menyertakan bukti bahwa IFI telah menunjuk Dewan Pengawas
Syariah.

Peran & Tujuan Lembaga Keuangan Syariah

Masalah dan Tantangan di Syari'ah


Audit Isu-isu kepatuhan syari'ah yang meliputi lembaga Hisbah dan yang muhtasib,
yaitu kurangnya kualifikasi di akuntan dan auditor pada syariat dan pengetahuan keuangan
dalam personel syari'ah, dan kurangnya akuntabilitas auditor syari'ah. Isu-isu tersebut adalah
sebagai berikut:

1. Integritas Kebebasan

Integritas kebebasan, auditor syari'ah perlu dianggap cukup mandiri oleh stakeholder
keuangan Islam. Praktik untuk auditor syari'ah sangat bergantung atau mengikuti saran dari
penasihat syari'ah atau SSB atau Dewan Pengawas Syari'ah. Oleh karena itu, fungsi DPS
harus dinyatakan dengan jelas dan tidak mengganggu syariat Islam akan audit dan IFI hanya
bisa outsourcing audit syari'ah untuk akuntan profesional di luar dan auditor yang
berpengalaman dalam syariat dan akuntansi. Karim menyatakan bahwa literatur tentang
kebebasan audit internal signifikan berkontribusi pada tingkat independensi auditor,

2. Agenda Masa Depan

Kestabilan Sistem Keuangan Menjaga stabilitas keuangan merupakan salah satu


fungsi pokok bank sentral modern, yang tidak kalah pentingnya dari memelihara stabilitas
moneter. Stabilitas keuangan bergantung pada lima elemen terkait, yaitu:
a) lingkungan makro-ekonomi yang stabil;
b) lembaga finansial yang dikelola baik;
c) pasar finansial yang efisien;
d) kerangka pengawasan prudensial yang sehat;
e) sistem pembayaran yang aman dan andal.

Terkait dengan penyelesaian krisis masa lalu, terdapat dua hal yang perlu dirumuskan
sebagai politik hukum atas upaya yang telah diambil Bank Indonesia dan Pemerintah dalam
penyelamatan sistem perbankan nasional pada masa krisis. Pertama, politik hukum berkenaan
dengan perlunya penyusunan perangkat aturan yang ditujukan untuk menanggulangi krisis
atau systemic risk yang norma hukumnya dirumuskan secara berbeda dari perangkat aturan
yang mengatur kegiatan usaha bank dalam keadaan normal. Kedua, politik hukum terhadap
fungsi lender of last resort (LOLR) oleh Bank Indonesia dengan ditempuhnya kebijakan
pemberian BLBI sebagai upaya penyelamatan sistem perbankan dan perekonomian nasional.

Kritik utama terhadap proses pemberian BLBI dalam rangka LOLR tersebut adalah
kelemahan pengawasan. Seharusnya Bank Indonesia selaku pengawas bank, mengecek
penggunaan pinjaman tersebut apakah digunakan untuk membayar penarikan simpanan
nasabah atau tidak.

Audit Syariah di Masa Depan

Dalam perkembangannya, Audit Syariah masih belum bisa menemukan “metode”


yang tepat untuk dapat dijalankan dan dipraktekkan sesuai dengan syariat yang ada. Agak
aneh, dikarenakan pada zaman dahulu, perkembangan perekonomian islam bisa sangat
melaju dengan pesat, sedangkan pada zaman modern sekarang justru dari sektor konvensional
yang mendominasi dalam segi perekonomiannya, yang seolah-olah sektor Syariah hanya
diperuntukkan sebagai opsi pilihan, bukan sebagai tujuan.

Apabila dilihat secara terpisah sumber permasalahan audit syariah tersebut


diantaranya terjadi pada aspek yang berkaitan dengan regulasi. kerangka audit syariah yang
dinilai belum berkembang disebabkan lemahnya dorongan dari pemerintah. Hal ini
menimbulkan keraguan bagi kebanyakan orang bahwa bank syariah tidak berbeda karena
masih terjebak dengan kerangka audit bank konvensional. Proses audit yang belum optimal
ini tentunya akan mempengaruhi hasil dari audit tersebut yang pada akhirnya menghasilkan
laporan yang tidak relevan dalam mengungkapkan kepatuhan syariah.

Audit syari’ah khususnya di Indonesia memiliki peluang dikarnakan Indonesia


dengan penduduknya mayoritas Muslim terbesar di Dunia. Dan tantangan audit syari’ah
untuk pengembangan kedepan agar lebih baik lagi diantaranya

a. masalah regulasi seperti standar audit syari’ah yang belum memadai, Tidak
adanya kerangka audit syariah dan Kurangnya dorongan dari pemerintah.
b. Masalah sumber daya manusia seperti Kualifikasi auditor syari’ah dalam
akuntansi dan syari’ah tidak seimbang, Terbatasnya jumlah auditor syari’ah,
Kurangnya akuntabilitas auditor syari’ah (DPS) dan Auditor syari’ah (DPS)
kurang independen.
c. Masalah proses audit seperti DPS belum dilengkapi dengan prosedur audit
syariah.

Kesimpulan & Penutup

Auditor syariah begitu berbeda dengan auditor pada lembaga konvensional. Ruang
lingkup penugasan auditor syariah jauh lebih luas karena tidak hanya memeriksa kewajaran
laporan keuangan, tetapi juga melakukan shariah review untuk memastikan bahwa kegiatan
operasional LKS telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Luasnya ruang lingkup
penugasan auditor syariah ini menyebabkan timbulnya kebutuhan akan kompetensi yang
berbeda dengan auditor pada umumnya. Auditor syariah dituntut untuk memiliki kompetensi
di bidang akuntansi dan audit syariah.

Agar dapat mencetak auditor-auditor yang kompeten dan memenuhi kualifikasi, perlu
adanya koordinasi yang baik antara lembaga yang memfasilitasi sertifikasi, dalam hal ini
adalah IAI dengan para pelaku yang berkecimpung dalam bidang syariah. Mengingat praktik
audit syariah yang masih tergolong baru di Indonesia, maka tidak heran jika masih perlu
kajian yang lebih dalam lagi dalam melaksanakan program sertifikasi bagi auditor syariah.
untuk itu penulis menyarankan agar IAI dapat melakukan kerja sama dengan AAOIFI sebagai
lembaga yang terlebih dahulu memiliki program sertifikasi auditor syariah untuk membentuk
pusat pelatihan (training center) bagi auditor syariah seperti halnya lembaga-lembaga kursus
lain yang telah berafiliasi dengan AAOIFI.
Perkembangan sistemnya sungguh sangat pesat dan lebih dari 200 lembaga keuangan
telah menjalankan sistem ekonomi islam yang berada diberbagai belahan dunia, bukan saja
dari negara Islam, tetapi juga dari negara non muslim lainnya.. Auditing adalah proses
sistematis untuk mempelajari dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan tersebut dan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Dalam pelaksanaan dan perkembangannya
diperlukan teknik dan alat pemeriksaan yang tujuannya untuk membuktikan suatu kebenaran
dari laporan keuangan tersebut. Keyakinan ini adalah hasil dari pemahaman seorang auditor
yang memiliki persyaratan seperti yang diatur dalam standar umum auditor yaitu kompetensi,
logika, sikap tidak memihak, bebas dari segala kepentingan dan bekerja secara hati hati dan
selalu menggunakan cara due care yang didukung oleh kemampuan professional sesuai kode
etik.

Audit syariah memiliki pengertian yang hampir mirip dengan pengertian audit
konvensional, tetapi didalam audit syariah memiliki perbedaan yang lebih spesifik yaitu
diantaranya dalam pelaksanaannya diawasi oleh kepatuhan syariah yang dipenuhi oleh
Lembaga Keuangan Syariah dan juga bersumber utama dari Al-Qur’an dan Sunnah. Banyak
dalil-dalil yang menjelaskan tentang audit syariah baik itu secara jelas maupun secara tersirat,
yaitu seperti: Surat Ali Imran Ayat 104 “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” Dalam ayat diatas dijelaskan mengenai
kewajiban adanya kekuasaan di muka bumi, yang memberitahukan dan melakukan hal-hal
yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran.

Audit Syariah di Masa Depan masih belum bisa menemukan “metode” yang tepat
untuk dapat dijalankan dan dipraktekkan sesuai dengan syariat yang ada. Agak aneh,
dikarenakan pada zaman dahulu, perkembangan perekonomian islam bisa sangat melaju
dengan pesat, sedangkan pada zaman modern sekarang justru dari sektor konvensional yang
mendominasi dalam segi perekonomiannya, yang seolah-olah sektor Syariah hanya
diperuntukkan sebagai opsi pilihan, bukan sebagai tujuan. Proses audit yang belum optimal
ini tentunya akan mempengaruhi hasil dari audit tersebut yang pada akhirnya menghasilkan
laporan yang tidak relevan dalam mengungkapkan kepatuhan syariah.
Daftar Pustaka
Harahap, Sofyan Syafri. 2002. Auditing dalam Perspektif Islam. Jakarta: PT Pustaka
Quantum

Halimatussa’diah. 2016. Paham Audit Syariah. Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI.

Umiyati. 2015. Cepat Tanggap Audit Syariah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

H. Rusdiana. 2018. Auditing Syariah Akuntabilitas Sistem Pemeriksaan Laporan Keuangan.


CV Pustaka Media Bandung

Tantangan Auditor Syariah: Cukupkah Hanya dengan Sertifikasi Akuntansi Syariah? Sari
Kusuma Dewi, Tjiptohadi Sawarjuwono*

Perkembangan Audit Syariah Di Indonesia (Analisis Peluang Dan Tantangan), Ahmad Fauzi
dan Ach Faqih Supandi

https://www.merdeka.com/quran/al-baqarah/ayat-282

Anda mungkin juga menyukai