Anda di halaman 1dari 58

DASAR-DASAR GAGASAN AKUNTANSI ISLAM

Sejak awal, Islam telah menanamkan ajaran accountable, transparency, dan responsible bagi setiap pelaku bisnis, baik dalam bentuk perorangan maupun lembaga. Dasar utamanya QS. Al-Baqarah: 282. DSN (Dewan Syariah Nasional) berada di bawah naungan MUI sejak 1999, mulai bergema secara nasional dan mewadahi seluruh kebutuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terhadap bimbingan fatwa. Tugas DSN-MUI: Mempublikasikan penerapan ekonomi Islam kepada masyarakat melalui fatwa-fatwanya sebagai pedoman pelaksanaan bagi para pelaku ekonomi Islam, serta Mengawasi produk-produk LKS agar sesuai dengan syariah Islam. Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan syariah yang bersumber dari hukum-hukum Islam yang menjadi dasar dalam pengawasan dan pengembangan produk-produk yang akan dikeluarkan oleh DSN. DSN-MUI bekerjasama dengan BI (Bank Indonesia) dan Departemen Keuangan sebagai lembaga yang memiliki otoritas dalam hal yang terkait dengan kebijakan keuangan di Indonesia. Hal utama yang mendasari kehadiran sistem ekonomi syariah di Indonesia menjadi salah satu solusi pembangunan bangsa dan negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran agamanya, yang notabene menjadi bangsa muslim terbesar dengan jumlah penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga tuntutan penerapan sistem ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi. Secara etimologi (lughawi), kata akuntansi berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa Arabnya disebut muhasabah, yang berasal dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau hasaba, hisban, hisabah menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab. Yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu. Kata hisab banyak ditemukan dalam Al-Quran dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung pada jumlah atau angka, seperti firman Allah: 1. QS. Al-Isra: 12. bilangan tahun-tahun dan perhitungan 2. QS. Al-Thalaq:8. maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras 3. QS. Al-Insyiqaq:8. Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti, akurat, dan accountable. Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula lebih. Pengertian akuntansi secara terminology (ishtilaahii): a. Menurut buku A Statement of Basic Accounting Theories

Akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya. b. American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) Akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk menafsirkan hasil-hasilnya. c. Accounting Principles Board (APB) Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif. Dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, pendataan, dan

pelaporan melalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum (kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang diharamkan dan membahayakan. Dengan demikian, keberadaan akuntansi dalam setiap lembaga, khususnya lembaga keuangan sangatlah penting, karena melalui jasa akuntansi kita: Dapat menentukan hak dan kewajiban pihak-pihak terkait Dapat menyediakan informasi keuangan yang akurat dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, serta dapat Meningkatkan kepatutan dalam semua transaksi dan kegiatan usaha lainnya. Dalam kaitannya dengan syariah, maka seorang akuntan harus memiliki sekurang-kurangnya empat (4) dasar dalam melakukan perhitungan-perhitungan, yakni kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap nilai-nilai syariah yang berimplikasi pada sebuah tanggung jawab, bukan hanya pada atasan dan masyarakat yang terkait tetapi ganjaran Allah SWT, yang mengandung konsekuensi pertanggungjawaban dunia dan akhirat. Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang dibangun dalam akuntansi syariah adalah: 1) Amanah, dalam melakukan perhitungan dan neraca keuangan, serta informasi dan keterangan yang diungkapkannya. 2) Mishdaqiah, yaitu sesuai dengan realitas. Dalam memberikan informasi neraca keuangan haruslah valid, benar, dan sesuai dengan realita yang ada. 3) Diqqah, yaitu cermat dan sempurna. 4) Tauqit, yaitu penjadwalan yang tepat. Yaitu bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. 5) Adil dan netral, yaitu dalam menyiapkan laporan keuangan haruslah bersikap adil tanpa tertekan karena atas prinsip kebenaran, kejujuran, dan kemaslahatan. 6) Tibyan, yaitu transparansi dalam penyajian data-data yang jelas dan akurat. Hal inilah yang membedakan penerapan sistem ekonomi syariah dengan sistem yang dibangun oleh ekonomi konvensional.

Tujuan terpenting akuntansi menurut Islam: a) Hifzul Amwal (memelihara uang) Menjelaskan peranan akuntansi (pencatatan), yang tidak hanya memelihara harta, tetapi juga meneliti dan merinci pendapatan, serta meredam konflik dan kezaliman. b) Eksistensi al-Kitabah (pencatatan) ketika ada perselisihan Kesaksian yang ada berupa kertas catatan atau pembukuan kontrak akan lebih kuat dan dipercaya. c) Dapat membantu dalam mengambil keputusan d) Menentukan hasil-hasil usaha yang akan dizakatkan Dapat mengukur standard dan jumlah zakat hartanya. Sebaiknya alokasikan laba untuk membayar hutang dahulu, barulah menzakati sisanya. e) Menentukan dan menghitung hak-hak kawan yang berserikat Hak-hak mitra bisnis, harta/uang, keuntungan-keuntungan, dalam keadaan bergabung ataupun terpisah. f) Menentukan imbalan, balasan, atau sanksi

PSAK 59

PAPSI 2003

PSAK 100-106

SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH

Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan perekonomian Islam termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan Islam. Sedangkan di sisi lain akuntansi syariah sebagai cabang dari ilmu akuntansi yang merupakan ilmu pengetahuan tentu harus melampaui proses dan tahapan tertentu. Akuntansi syariah pada dasarnya merupakan bentuk aplikasi dari nilai-nilai Islam sebagai suatu agama yang tidak hanya mengatur masalah keimanan tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari. Perkembangan Awal Akuntansi Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat memiliki kebenaran absolute. Sebagai bagian dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat akumulatif, maka setiap penemuan metode baru dalam akuntansi akan menambah dan memperkaya ilmu akuntansi tersebut. Bahkan pemikir akuntansi pada awal perkembangannya merupakan seorang ahli matematika seperti Luca Paciolli dan Al-Khawarizmy. Penemuan metode baru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuaian dengan kondisi setempat, sehingga dalam perkembangan selanjutnya, ilmu akuntansi lebih cenderung menjadi bagian dari ilmu sosial (social science), yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena keadaan masyarakat dengan lingkungan yang bersifat lebih relatif. Akuntansi dalam Islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah SWT (dalam QS. 2:282) untuk melakukan pencatatan dalam melaksanakan transaksi usaha. Implikasi lebih jauh, adalah keperluan terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporan yang terpadu dan komprehensif. Akuntansi yang kita kenal sekarang diklaim berkembang dari peradaban Barat (sejak Paciolli) padahal apabila dilihat secara mendalam dari proses lahir dan perkembangannya, terlihat jelas pengaruh keadaan masyarakat atau peradaban sebelumnya baik Yunani maupun Arab Islam. Perkembangan akuntansi, dengan domain arithmetic quality nya, sangat ditopang oleh ilmu lain khususnya arithmetic, algebra, mathematics, alghoritm pada abad ke-9 M. Ilmu ini lebih dahulu berkembang sebelum perkembangan bahasa. Ilmu penting ini ternyata dikembangkan oleh filosof Islam yang terkenal yaitu Abu Yusuf Yakub bin Ishaq Al Kindi yang lahir tahun 801 M. Juga Al Karki (1020), dan Al Khawarizmy yang merupakan asal kata dari alGorithm, algebra juga berasal dari kata Arab yaitu al Jabr. Demikian juga sistem nomor, decimal, dan angka 0 yang kita pakai sekarang yang disebut angka arab sudah dikenal sejak 874 M, yang sudah diakui merupakan sumbangan Arab Islam terhadap Akuntansi. Sejarah Akuntansi Akuntansi merupakan salah satu bentuk profesi tertua. Dari sejak zaman prasejarah, keluarga memiliki perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan pada saat musim dingin. Ketika masyarakat mulai mengenal adanya perdagangan, maka pada saat yang sama mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary sistem). Bukti tentang pencatatan (bookkeeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai kerajaan Babilonia (4500 SM), Firaun

Mesir dan Kode-kode Hammurabi (2250 SM), sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di Ebla, Syria Utara. Walaupun akuntansi telah dimulai dari zaman prasejarah, saat ini kita hanya mengenal Luca Paciolli sebagai Bapak Akuntansi Modern. Paciolli, seorang ilmuwan dan pengajar di beberapa universitas yang lahir di Tuscany-Italia pada tahun 1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita (A Review of Arithmetic, Geometry, and Proportions). Dalam buku tersebut, beliau menerangkan mengenai double entry book keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memorandum. Pada penjelasan mengenai buku besar sudah termasuk mengenai asset, utang, modal, pendapatan, dan beban. Ia juga telah menjelaskan mengenai ayat jurnal penutup (closing entries) dan menggunakan neraca saldo (trial balance) untuk mengetahu saldo buku besar (ledger). Penjelasan ini memberikan dasar yang memadai untuk akuntansi, etika, dan juga akuntansi biaya. Sebenarnya Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping sistem, mengingat sistem tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan antara Venice dan Genoa pada awal abad ke-13 M setelah terbukanya jalur perdagangan antara Timur Tengah dan Kawasan Mediterania. Hal ini pun diakui oleh Luca Paciolli bahwa apa yang dituliskannya berdasarkan apa yang telah terjadi di Venice 1 abad sebelumnya. Menurut Vernon Kam, ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Namun, setelah dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data yang membuktikan bahwa jauh sebelum penulisan ini sudah dikenal akuntansi. Perlu diingat bahwa matematika dan sistem angka sudah dikenal Islam sejak abad ke-9 M. Ini berarti bahwa ilmu matematika yang ditulis Luca Paciolli pada tahun 1491 bukan hal yang baru lagi karena sudah dikenal Islam 600 tahun sebelumnya. Hendriksen, dalam buku Accounting Theory menulis: the introduction of Arabic Numerical greatly facilitated the growth of accounting. (penemuan angka Arab sangat membantu perkembangan akuntansi). Kutipan ini menandai anggapan bahwa sumbangan Arab terhadap perkembangan disiplin akuntansi sangat besar. Dapat kita catat bahwa penggunaan angka Arab mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu akuntansi. Artinya besar kemungkinan bahwa dalam peradaban Arab sudah ada metode pencatatan akuntansi. Bahkan mungkin mereka yang memulainya. Bangsa Arab pada masa itu sudah memiliki administrasi yang cukup maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum, jurnal umum, buku kas, laporan periodic, dan penutupan buku. Selain dari bangsa Eropa yang belajar ke Timur Tengah, pedagang-pedagang Muslim pun tak kalah andilnya di dalam mensyiarkan (transformasi) ilmu pengetahuan. Ini dimungkinkan, mengingat kekuasaan Islam saat itu telah menyebar hampir separuh daratan Eropa dan Afrika, dan daerah-daerah Asia Timur sampai perbatasan Cina. Apa yang dilakukan oleh Luca Paciolli memiliki kemiripan dengan apa yang telah disusun oleh pemikir muslim pada abad ke 8-10 M. Kemiripan tersebut antara lain:

Tahun

Luca Paciolli In the Name of God Client Cheque Closing Book

Islam Bismillah (Dengan Nama Allah) Mawla Sakk Yutbak Jaridah Daftar Al Yawmiah Ash Shahad Arraej Menal Mal Hisab Sabh Al Asha

622 M 750 M 750 M Abad 8 M

Journal General Journal Journal Voucher Collectible Debt Auditing Chart of Account

Akuntansi sebagai bagian dari ilmu social memungkinkan terjadinya pengulangan (repetitive) diberbagai masyarakat, sehingga keterlibatan akuntansi syariah dalam perkembangan akuntansi konvensional ataupun sebaliknya masih diperdebatkan hingga kini. Sekilas Prosedur dan Istilah yang Digunakan Pelaksanaan akuntansi pada negara Islam terjadi terutama adanya dorongan kewajiban zakat, yang harus dikelola dengan baik melalui Baitul Maal. Dokumentasi yang pertama kali dilakukan oleh Al-Mazenderany (1363 M) mengenai praktik akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama Dinasti Khan II pada buku Risalah Falakiyah Kitabus Syirkat. Namun dokumentasi yang baik mengenai sistem akuntansi negara Islam tersebut pertama kali dilakukan oleh Al-Khawarizmy pada tahun 976 M. Kontribusi besar yang diberikan oleh Al-Khawarizmy adalah membuat sistem akuntansi dan pencatatan dalam negara Islam, dan membaginya dalam beberapa jenis daftar. Beliau juga menjelaskan tentang sistem akuntansi termasuk tujuan serta praktik yang terjadi. Tujuan sistem akuntansi adalah untuk memastikan akuntabilitas, mendukung proses pengambilan keputusan serta mempermudah proses evaluasi atas program yang telah selesai. Tujuan ini tidak hanya berlaku di pemerintahan tetapi juga pada perusahaan. Orientasi sistem akuntansi ini adalah melaporkan kegiatan yang menghasilkan laba/rugi atau surplus/deficit, dan menyelesaikan seluruh kebutuhan dari negara, namun perhitungan dari sistem akuntansi ini masih memasukkan transaksi yang bersifat moneter dan nonmoneter. Ada tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam sebagaimana dijelaskan oleh AlKhawarizmy dan Al-Mazenderany, yaitu: 1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini di bawah koordinasi seorang manajer. Sistem ini untuk memenuhi kebutuhan hidup perorangan dan negara, namun tidak menutup kemungkinan digunakan pada sector private terutama yang terkait dalam perhitungan pembayaran zakat. 2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Pada sistem ini mengatur pencatatan (baik dalam bentuk material maupun pengeluaran kepada pihak lain), pengendalian dan akuntabilitas untuk masing-masing proyek serta berdasarkan anggaran (budget). Sistem ini di bawah tanggung jawab seorang koordinator proyek.

3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang berbasis non-moneter. Sistem ini lebih memfokuskan diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk fisik, hal ini didorong oleh kewajiban dalam zakat pertanian. Sistem ini tidak memisahkan antara fungsi pencatatan dan pemegang persediaan. 4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang negara. Sistem ini bukan hanya mencatat barang masuk dan keluar saja tetapi juga dalam nilai uang, sehingga akan ada pemisahan tugas antara orang yang memegang barang dan yang mencatat sehingga hal ini menunjukkan sistem pengendalian internal (internal control) telah ada. 5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan oleh negara Islam sebelum abad ke-14 M. Sistem ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah emas dan perak yang diterima pengelola menjadi koin sekaligus mendistribusikannya. Dengan fungsi tersebut, maka dapat dikatakan sistem perbendaharaan negara telah berjalan. Sistem akuntansi ini dijalankan dengan tiga jurnal khusus, yaitu: untuk mencatat persediaan (inventory), pendapatan (revenue), dan beban (expense). 6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh binatang ternak. Pencatatan ini dilakukan dalam sebuah buku khusus dengan mencatat keluar dan masuknya ternak berdasarkan pengelompokan binatang serta nilai uang. Namun penjelasan yang dilakukan oleh Al-Mazenderany dan Al-Khawarizmy kurang detail. 7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran harian negara baik dalam nilai uang atau barang. Untuk pencatatan ini digunakan sistem Arab di mana barang dan uang masuk dicatat di sisi kanan dan uang keluar di sisi kiri. Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas aktifitas dan menemukan surplus dan deficit atas pencatatan yang tidak seimbang. Jika ditemukan kesalahan maka orang yang bertanggung jawab harus menggantinya. Hal ini merupakan salah satu bentuk pengendalian internal (internal control), penerapan prosedur audit (audit procedure) serta akuntansi berbasis pertanggungjawaban (responsibility accounting). Bahkan pengendalian intern yang paling penting adalah pengendalian diri sendiri (self control) di mana Allah mengetahui seluruh pikiran dan perbuatan semua makhluk-Nya. Prosedur yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Transaksi harus dicatat setelah terjadi. 2) Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya (nature). Semua transaksi yang sejenis dan sama harus dikelompokkan dalam pengelompokan yang sama. Butir 1 dan 2 diatas menjelaskan adanya pencatatan dan penggolongan serta adanya periodisasi (khususnya Zakat-dikenal dengan Az-houl) dan pengelompokan piutang. 3) Penerimaan akan dicatat di sisi sebelah kanan dan pengeluaran dicatat di sebelah kiri. Sumber-sumber penerimaan harus dicatat dan dijelaskan. 4) Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai di sisi kiri halaman.

Butir 3 dan 4 diatas memberikan penjelasan awal dari debit dan kredit, karena catatan dari Yunani dan Persia melakukannya dengan pengelompokan penerimaan dan pengeluaran, bukan istilah kanan dan kiri. 5) Pencatatan transaksi harus dilakukan dan dijelaskan secara hati-hati. 6) Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup. Garis ini disebut sebagai Attarkeen. 7) Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau menulis ulang. Jika AlKateb melakukan kesalahan maka harus mengganti. 8) Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda tentang hal tersebut. 9) Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (Al Jaridah) akan dipindahkan pada buku khusus berdasarkan pengelompokan transaksi. 10) Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang melakukan pencatatan harian. Butir 5-10 lebih menjelaskan pengendalian internal (internal control) serta bentuk penerapan cut off, buku besar pembantu (subsidiary ledger) dan periodisasi akuntansi (accounting period). 11) Saldo (disebut Al Haseel) diperoleh dari selisih. 12) Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun. Laporan harus cukup detail dan memuat informasi yang penting. 13) Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh Al Kateb harus menjelaskan seluruh informasi secara detail barang dan dana yang berada di bawah wewenangnya. 14) Laporan tahunan yang disusun Al Kateb akan diperiksa dan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan akan disimpan di Diwan Pusat. Dihubungkan dengan prosedur tersebut, terdapat beberapa istilah sebagai berikut: a. Al Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa Arab berarti Koran atau jurnal. b. Daftar Al Yaumiah (Buku Harian/ dalam bahasa Persia dikenal dengan nama: Ruznamah). Daftar sendiri didefinisikan sebagai a stitched or bound booklet, or register, more especially an account or letter-book used in administrative offices. c. Beberapa jenis laporan keuangan diantaranya: Al Khitmah: Merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan yang menunjukkan total penerimaan dan pengeluaran. Al Khitmah dalam bahasa Arab berarti: lengkap atau akhir, dan dapat juga disiapkan untuk akhir tahun. Al Khitmah Al Jameeah: Merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb tahunan dan diberikan kepada atasannya (biasa disebut Al Mawafaka-Penerima) berisi: pendapatan, beban, dan surplus/deficit setiap akhir tahun. Al Khitmah Al Jameeah dalam bahasa Arab berarti laporan akhir yang lengkap. 8

Bentuk perhitungan dan laporan zakat pada laporan keuangan akan dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu: Ar-Raj Minal Mal (yang dapat tertagih) Ar-Munkasir Minal Mal (piutang tidak dapat tertagih) dan Al Mutaadhir Wal Mutahayyer wal Mutaakkid (piutang yang sulit dan piutang bermasalah sehingga tidak tertagih)

Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman Khalifah, tetapi dikembangkan oleh filsuf Islam antara lain: Imam Syafii (768 M-820 M) dengan menjelaskan fungsi akuntansi sebagai Review Book atau Auditing. Menurut Imam Syafii, seorang auditor harus memiliki kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafal Quran (sebagai value judgement), intelektual, dapat dipercaya, bijaksana, dan kualitas manusia yang baik lainnya. Itulah sejarah perkembangan praktik akuntansi dengan teknik tata buku berpasangan yang sebenarnya, di mana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam. Artinya, peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang dilakukan beberapa oknum di Barat dan ketidakmampuan umat Islam untuk menggali khazanah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri. Kesimpulan, akuntansi sudah ada sebelum Paciolli dan bahkan sebelum peradaban Islam, dan akuntansi sudah ada sejak masa kejayaan Islam dari 610 M-1250 M.

SISTEM KEUANGAN SYARIAH

Konsep Kepemilikan Harta yang baik harus memenuhi dua criteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair), serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT. Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di dunia ini (QS. 57: 2), sedangkan manusia adalah wakil (khalifah) Allah di muka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya. Jadi, menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah. Penggunaan dan Pendistribusian Harta Dalam penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun di sisi lain juga harus cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat. Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain: 1. Tidak boros dan tidak kikir 2. Memberi infak dan shadaqah 3. Membayar zakat sesuai ketentuan 4. Memberi pinjaman tanpa bunga (Qardhul Hasan) 5. Meringankan kesulitan orang yang berutang Memperoleh Harta Memperoleh harta adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan salah satu aspek dari muamalah (mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fiqh dari muamalah adalah semua halal dan boleh dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunah. Hukum dasar muamalah adalah boleh, karena Allah tidak mungkin menciptakan segala sesuatu dan menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang. Harta dikatakan baik atau halal, apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan As-Sunah. Akad/Kontrak/Transaksi Akad dalam bahasa Arab al-aqd, jamaknya al-uqud, berarti ikatan atau mengikat (al-rabath). Menurut terminology hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Akad yang sudah terjadi (disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad) mu (QS. 5: 1)

10

Jenis Akad Adiwarman Karim mengelompokkan akad menjadi dua, yaitu sebagai berikut: 1. Akad tabarru (gratuitous contract) segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (not

for profit transaction). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Tabarru berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang berarti kebaikan. Contoh akad tabarru adalah qard, rahn, hiwalah, kafalah, wadiah, hibah, waqaf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain. Dengan demikian, kita mempunyai tiga bentuk umum akad tabarru: meminjamkan uang (lending money), meminjamkan jasa kita (lending yourself), dan memberikan sesuatu (giving something). 2. Akad tijarah/muawadah (compensational contract) segala macam perjanjian yang menyangkut

transaksi untuk laba (for profit transaction). Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu: a. Natural uncertainty contract suatu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah mengandung

ketidakpastian dalam perolehan keuntungan. Contoh: musyarakah, mudharabah, muzaraah, musaqah, dan mukhabarah, bentuknya adalah akad kerjasama untuk melakukan bisnis. Untuk akad jenis ini dilarang meminta hasil yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu, karena hal ini sama dengan riba. b. Natural certainty contract suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian

keuntungan dan pendapatannya, baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya. Contoh: murabahah, salam, istishna, dan ijarah; bentuknya adalah akad pertukaran (jual-beli, sewa-menyewa, upah mengupah). Dalam akad jenis ini keuntungan dan pendapatan sudah pasti sehingga secara syariah tidak boleh dibuat menjadi tidak pasti, karena hal ini akan menimbulkan gharar atau ketidakpastian. Rukun dan Syarat Akad Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada (3) tiga, yaitu: 1) Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul mal dan mudharib, mitra dengan mitra dalam musyarakah, dan lain sebagainya). Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu orang yang merdeka, mukalaf, dan orang yang sehat akalnya. 2) Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah modal dan kerja. Objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya. 3) Ijab Kabul merupakan suatu kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling ridha.

11

Transaksi yang Dilarang Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah Riba Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat (Al-Irtifa), dan membesar (Al-Uluw). Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti (iwad) yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi penyeimbang atau pengganti yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil, seperti jual beli, sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, dimana dalam transaksi tersebut ada faktor penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko, dan biaya. Dalam ayat-ayat Al-Quran, riba dan shadaqah dipertentangkan. Kecaman, ancaman keras dan pengharaman riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah sebagai tindakan terpuji. Praktik riba yang dapat memberikan keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala shadaqah yang spektakuler. Riba karena pinjaman kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah yang pasti akan diganti secara berlipat ganda. Jenis Riba 1. Riba Nasiah riba yang muncul karena utang-piutang, riba nasiah dapat terjadi dalam segala jenis

transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga/interest/bagi hasil), dihitung dengan cara apapun (fixed rate atau floating rate), besar atau kecil semuanya tergolong riba, sesuai QS. 2: 278-280. 2. Riba Fadhl riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba fadhl dapat terjadi

apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan (tunai) atau kredit. Yang dimaksud dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan satu dan lainnya. Para ahli fiqh sepakat ada tujuh macam barang ribawi, yaitu: emas, perak, jenis gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering, dan garam. Pengaruh Riba pada Kehidupan Manusia a. Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan. b. Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah hartanya dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka. c. Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam meminjam. d. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang miskin. Riba memberikan jalan bagi orang kaya untuk memperoleh tambahan hasil dari orang miskin yang lemah. Penipuan

12

Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain (incomplete information) dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Perjudian Berjudi atau maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. Transaksi yang mengandung ketidakpastian/gharar Gharar terjadi ketika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan, dan akad. Penimbunan barang/ihtikar Monopoli Rekayasa permintaan (bai an najsy) Suap Penjual bersyarat/taalluq Taalluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua; sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun, yaitu objek akad. Pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli Jual beli dengan cara talaqqi al-rukban Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka. Prinsip Sistem Keuangan Syariah 1. Pelarangan riba. 2. Pembagian risiko. 3. Tidak menganggap uang sebagai modal potensial. 4. Larangan melakukan kegiatan spekulatif. 5. Kesucian kontrak. 6. Aktivitas usaha harus sesuai syariah. Jadi, prinsip keuangan syariah merupakan ikhtisar transaksi bisnis yang dibolehkan syariah, yang mengacu pada prinsip rela sama rela (antariddin minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la

13

tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al ghunmu bi al ghurmi). Instrumen Keuangan Syariah Instrument keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Akad investasi di mana akad ini merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut: Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, di mana pemilik modal (shahibul mal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi antara pemilik modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) atau hak paten/goodwill (intangible asset), kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness), dan lainnya. Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah. Saham Syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya: 1) perusahaan tersebut memiliki piutang dagang yang relative kecil dibandingkan total asetnya, 2) perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil dibandingkan nilai kapitalisasi pasar, 3) perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil. 2. Akad jual beli/sewa menyewa di mana akad ini merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut: Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada saat transaksi dan tidak boleh berubah. Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Istishna memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya istishna diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani) untuk menyediakan barang

14

pesanan (al mashnu), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (al mustasni) dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan. 3. Akad lainnya. Kelompok akad ini adalah: Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesame mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil, pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua: (1) Wadiah Amanah, di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh didayagunakan, (2) Wadiah Yadhomanah, di mana uang/barang yang dititipkan boleh didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban untuk dibagihasilkan pada pemberi titipan. Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan. Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain. Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada pihak lain (al-muhal alaihi) atas dasar saling mempercayai. Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aktiva. Berupa penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.

15

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

TUJUAN KERANGKA DASAR MENURUT PSAK Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah maupun entitas konvensional baik sector public maupun sector swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi: (a) Penyusun standar akuntansi keuangan syariah dalam pelaksanaan tugasnya (b) Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah (c) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum, dan (d) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah Pemakai dan Kebutuhan Informasi Investor sekarang dan investor potensial Pemilik dana qardh Pemilik dana syirkah temporer Pemilik dana titipan Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah, dan wakaf Pengawas syariah Karyawan Pemasok dan mitra usaha lainnya Pelanggan Pemerintah serta lembaga-lembaganya Masyarakat

Paradigma Transaksi Syariah Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan selaku amanah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Dengan cara ini, akan terbentuk integritas yang akhirnya akan membentuk karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik. Asas Transaksi Syariah a. Persaudaraan (ukhuwah) 16

b. Keadilan (adalah) c. Kemaslahatan (maslahah) d. Keseimbangan (tawazun) e. Universalisme (syumuliyah) Karakteristik Transaksi Syariah Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib) Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas Tidak mengandung unsur riba Tidak mengandung unsur kezaliman Tidak mengandung unsur maysir Tidak mengandung unsur gharar Tidak mengandung unsur haram Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk) Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua pihak tanpa merugikan pihak lain Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun rekayasa penawaran (ihtikar) Tidak mengandung unsur kolusi dengan suap menyuap (risywah) Bentuk Laporan Keuangan Entitas Syariah 1. Posisi Keuangan Entitas Syariah, disajikan sebagai neraca. 2. Informasi Kinerja Entitas Syariah, disajikan dalam laporan laba rugi. 3. Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuid atau kas. 4. Informasi Lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syariah. 5. Catatan dan Skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Dapat dipahami Relevan Keandalan Dapat dibandingkan

Unsur-unsur Laporan Keuangan 1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.

17

Posisi keuangan berkaitan secara langsung dengan asset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas. Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain). 2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan social, meliputi laporan sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan. 3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas syariah tersebut. Pengukuran Unsur Laporan Keuangan a. Biaya historis (historical cost) Asset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh asset tersebut pada saat perolehan. b. Biaya kini (current cost) Asset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila asset yang sama atau setara asset diperoleh sekarang. c. Nilai realisasi (realizable/settlement value) Asset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual asset dalam pelepasan normal (orderly disposal). KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI (ACCOUNTING AND AUDITING ORGANIZATION FOR ISLAMIC FINANCIAL INSTITUTIONS) DAN PEMIKIR ISLAM Akuntansi syariah memberikan penekanan kepada dua hal, yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dalam dunia ini harus berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT, dan melalui fungsi manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah di mana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan personal harus sesuai dengan aturan Allah SWT. Pemakai laporan keuangan menurut AAOIFI antara lain sebagai berikut: a. Pemegang saham b. Pemegang investasi c. Pemilik dana (bagi deposan bank) d. Pemilik dana tabungan e. Pihak yang melakukan transaksi bisnis f. Pengelola zakat

g. Pihak yang mengatur Prinsip dasar dalam ekonomi Islam menurut Ibnu Al-Arabi adalah sebagai berikut: 1. Tidak boleh adanya bunga dan perdagangan tersebut adalah halal.

18

2. Tidak boleh dilakukan secara tidak adil. 3. Tidak boleh memasukkan hal-hal yang belum pasti atau keadaan yang tidak jelas. 4. Harus mempertimbangkan Al Maqasid dan Al Masalih. Di mana Al-Maqasid adalah tujuan harus selalu disesuaikan dengan tuntunan Islam, sedangkan Al-Masalih adalah kesejahteraan/ perbaikan di muka bumi. Laporan keuangan (perbankan syariah) yang diminta oleh AAOIFI antara lain sebagai berikut: 1) Laporan Perubahan Posisi Keuangan 2) Laporan Laba Rugi 3) Laporan Perubahan Ekuitas atau Laporan Perubahan Saldo Laba 4) Laporan Arus Kas 5) Laporan Perubahan Investasi yang Dibatasi dan Ekuivalennya 6) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat serta Dana Sumbangan 7) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qard Hasan Syarat kualitatif laporan keuangan menurut AAOIFI Relevan Dapat diandalkan Dapat dibandingkan Konsisten Dapat dimengerti

Perdebatan para pemikir akuntansi mengenai kerangka akuntansi a. Entitas Unit Akuntansi (Entity Concept) Konsep ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang terpisah dan harus dibedakan dengan pemiliknya atau dengan perusahaan lain. Beberapa teori tentang kepemilikan yaitu: Proprietary Theory, di mana kepemilikan terhadap perusahaan tercermin pada akun ekuitas sehingga persamaannya Aset Kewajiban = Ekuitas Entity Theory, di mana pemilik hanya memiliki hak atas sebagian dari kepemilikan perusahaan, karena pemilik adalah hanya salah satu yang berhak atas perusahaan, sehingga persamaannya adalah Aset = Kewajiban + Ekuitas

b. Kegiatan Usaha yang Berkelanjutan (Going Concern) Konsep berkelanjutan ini dijelaskan mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut di masa yang akan datang. Konsep ini memegang peranan yang besar dalam standar akuntansi serta penyusunan laporan keuangan, karena konsep ini akan berhubungan dengan konsep harga perolehan dan penilaian asset tetap. c. Periodisasi Menurut konsep ini, adanya perubahan atas kekayaan perusahaan pada laporan keuangan harus dijelaskan secara periodic. Konsep ini berhubungan dengan konsep kegiatan usaha yang berkelanjutan. Konsep ini diterima oleh AAOIFI dan para pemikir akuntansi Islam.

19

d. Satuan Mata Uang (Monetary Unit) Proses perhitungan dan komunikasi aktivitas dalam perusahaan hanya mencatat yang dapat dihitung dengan satuan mata uang, dan secara implicit mengasumsikan bahwa daya beli mata uang tersebut adalah stabil. Konsep ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, akuntan akan hanya memperhitungkan segala sesuatu yang hanya dapat dinyatakan dalam mata uang serta mengabaikan informasi yang tidak dapat disajikan dalam satuan mata uang. Kedua, mengabaikan kenyataan bahwa daya beli mata uang tidak selamanya sama karena adanya inflasi. Perubahan harga akan menimbulkan dua masalah dalam akuntansi yaitu masalah penilaian dan masalah pengukuran. e. Konservatif (Conservatism) Merupakan konsep yang digunakan oleh akuntan untuk melaporkan nilai yang rendah untuk asset dan pendapatan serta nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Hal ini memiliki dampak bahwa untuk transaksi yang berpengaruh terhadap kewajiban dan beban akan diakui dengan cepat sedangkan untuk asset dan pendapatan sebaliknya. f. Harga Perolehan Merupakan konsep di mana asset dicatat sejumlah kas atau setara kas yang dibayarkan pada saat memperoleh sesuatu, sedangkan kewajiban dicatat pada jumlah uang yang akan diterima dari pertukaran atas kewajiban. g. Penandingan antara Pendapatan dan Beban (Matching Against Revenue and Expense Concept) Merupakan konsep di mana pendapatan diakui pada suatu periode tertentu sesuai prinsip pengakuan pendapatan secara bersamaan dengan pengakuan beban. Implikasi dari konsep ini adalah beban harus diakui pada periode di mana pendapatan diakui. h. Dasar Akrual (Accrual Basis) Konsep ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu manfaat itu diperoleh, bukan pada saat kas diterima. Hal yang sama terjadi untuk beban, yaitu beban diakui pada saat manfaat diterima dan bukan pada saat kas dibayarkan. Metode ini berhubungan dengan konsep penandingan beban dengan manfaat. i. Pengungkapan Penuh (Full Disclousure) Konsep ini mengharuskan pengungkapan informasi sesuai dengan kebutuhan informasi dari mayoritas pembaca laporan keuangan. Seluruh stakeholders perusahaan memiliki hak untuk menerima informasi perusahaan. Namun demikian, tidak berarti bahwa seluruh informasi harus diungkapkan sehingga bisa membingungkan. Hal yang perlu diingat adalah kewajaran (fairness), kemadaian (adequacy) serta keterbukaan (transparency) informasi, serta kepada siapa informasi tersebut harus disajikan.

20

j.

Subtansi Mengungguli Bentuk (Substance over Form) Konsep ini diadopsi oleh akuntansi bahwa hakikat dari suatu transaksi lebih penting dari bentuk hukum transaksi itu sendiri. Penerapan substansi mengungguli bentuk pada akuntansi konvensional adalah capital leasing. Ketentuan syariah tidak mengenal konsep ini mengingat seluruh transaksi didasarkan atas akad dan akad tersebut akan selalu sama antara bunyi akad (dalam bentuk hukum) dengan substansi dari akad itu sendiri, karena Islam melarang transaksi yang kurang jelas.

21

AKAD MUDHARABAH (PSAK NO. 105)

Ciri khas: Saling percaya yang tinggi antara dua belah pihak, yaitu antara pemilik dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudharib). Ini adalah akad investasi yang berisiko tinggi karena dapat menimbulkan asymmetric information dan moral hazard. Mudharabah berasal dari kata adhdhorby fil ardhi potongan. Secara teknis, Mudharabah akad kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan bepergian untuk urusan dagang atau qiradh al qardhu

kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau violation (kesengajaan, kelalaian atau pelanggaran akad) oleh pengelola dana. Karena kepercayaan merupakan unsure terpenting maka mudharabah dalam istilah bahasa Inggris disebut trust financing. Investor beneficial ownership/sleeping partner managing trustee/labour partner

Pengelola dana

Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam manajemen perusahaan/ proyek yang dibiayai, sebatas memberikan saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana. Pengelola dana: Risiko nonfinansial keuntungan. Pemilik dana: Risiko finansial. Pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya (riba) tanpa ada faktor penyeimbang (iwad) yang diperbolehkan syariah. Pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase atau nisbah. Tidak boleh menggunakan nilai proyeksi (predictive value), harus nilai realisasi keuntungan. Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal, tapi dibolehkan supaya tidak ada penyimpangan. Mudharabah memiliki risiko tinggi, sehingga akadnya harus tertulis, ada saksi, aspek yang tertulis: tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boleh dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana, dan sebagainya. waktu, pikiran dan jerih payah, serta kesempatan atas pembagian

22

SKEMA MUDHARABAH
Pemilik dana Akad mudharabah Pengelola dana

Modal dan porsi laba serta rugi

Proyek usaha

Porsi laba

Keuntungan/ Kerugian

Apabila untung akan dibagi sesuai nisbah, Apabila rugi ditanggung oleh pemilik dana

Jenis Akad Mudharabah (dalam PSAK 105) 1. Mudharabah Muthlaqah investasinya pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan

investasi tidak terikat. Tidak ditentukan masa berlakunya, daerah tempat usaha, line of trade,

line of industry, atau line of service. Tetapi modal tetap tidak boleh ditanamkan untuk proyek/ investasi yang dilarang Islam. 2. Mudharabah Muqayyadah pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi, investasi terikat.

cara dan atau objek investasi atau sektor usaha 3. Mudharabah Musytarakah

pengelola dananya turut menyertakan modal atau dananya dalam kerjasam

investasi. Ini adalah perpaduan antara akad mudharabah dan musyarakah. Ketentuan bagi hasil akad ini dengan dua pendekatan (PSAK 105 par 34), yaitu: a. Hasil dibagi sesuai nisbah, setelah dikurangi untuk pengelola dana kemudian dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik modal sesuai porsi modalnya. b. Hasil dibagi sesuai porsi modal, setelah dikurangi untuk pengelola dana kemudian dibagi sesuai dengan nisbah. Jika terjadi rugi, dibagi sesuai porsi modal para musytarik. Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana, cara menyelesaikannya adalah sebagai berikut: a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung modal b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal Dasar Syariah Sumber hukum akad mudharabah menurut Ijma Ulama adalah jaiz (boleh). Contoh: Rasulullah mudharabah dengan Siti Khadijah (sebelum jadi Rasul) ke negeri Syam. Rukun Akad Mudharabah Pelaku Objek Mudharabah: modal dan kerja Ijab Kabul/ serah terima Nisbah keuntungan

23

Berakhirnya Akad Mudharabah 1. Bila dibatasi waktunya, mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan. 2. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri. 3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal. 4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya. 5. Modal sudah tidak ada. Prinsip Pembagian Hasil Usaha (PSAK 105 par 11) Profit and Loss Sharing tidak tepat, karena yang dibagi hanya profitnya saja Contoh perhitungan bagi hasil (Bank sebagai pemilik dana) Penjualan HPP Laba kotor Biaya-biaya Laba (Rugi) bersih 1.000.000 (650.000) 350.000 (250.000) 100.000 Prinsip Bagi Hasil.

a. Metode Profit Sharing dengan nisbah 30 : 70 Bank Pengelola : 30% x 100.000 : 70% x 100.000 = 30.000 = 70.000

b. Metode Revenue Sharing dengan nisbah 10 : 90 Bank Pengelola : 10% x 350.000 : 90% x 350.000 = 35.000 = 315.000

Perlakuan Akuntansi Akad Mudharabah Aset non kas tidak dihitung secara historical cost, tapi nilai wajar/ nilai pasar. Akuntansi untuk Pemilik Dana (Shahibul Mal) Saat penyerahan kas Investasi mudharabah Kas Investasi dalam bentuk asset non kas Investasi mudharabah Keuntungan tangguhan Aset non kas (Bila nilai wajar > nilai tercatat) Amortisasi keuntungan tangguhan: Keuntungan tangguhan Keuntungan xxx xxx 24 xxx xxx xxx xxx xxx

Atau Investasi mudharabah Kerugian penurunan nilai Aset non kas (Bila nilai wajar < nilai tercatat) Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk asset non kas Penurunan nilai sebelum usaha dimulai Kerugian investasi mudharabah Investasi mudharabah Hasil usaha Bagian hasil usaha belum dibayar Piutang pendapatan bagi hasil Pendapatan bagi hasil mudharabah Saat pengelola dana membayar bagi hasil Kas Piutang pendapatan bagi hasil Akad mudharabah berakhir Kas/ Piutang/ Asset non kas Investasi mudharabah Keuntungan Atau Kas/ Piutang/ Asset non kas Kerugian Investasi mudharabah xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

25

a. Penyerahan dana investasi dalam bentuk kas


Pengelola Dana (Mudharib)
100.000 100.000

Transaksi (dalam ribuan rupiah)


100.000 100.000 Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian di akhir periode akan dibuat jurnal penutup: Pendapatan 10.000 Beban 8.000 Pendapatan yang belum dibagikan 2.000 Kas - Mudharabah Dana Syirkah Temporer

Pemilik Dana (Shahibul Maal)

1-1-2010 Setelah melakukan akad, maka pemilik dana menyerahkan dana sebesar 100.000. Periode akad 2 tahun. Nisbah bagi hasil Pengelola : Pemilik = 3 : 1 31-12-2010 Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: - Memperoleh pendapatan 10.000 - Menanggung beban 8.000 Membagi laba sesuai nisbah Mudharib : x 2.000 = 1.500 Shahibul maal : x 2.000 = 500 Pembayaran kepada Shahibul maal 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 1.500 1.500 1.500 1.500 2.000 2.000

Investasi mudharabah Kas

Kas

Pendapatan bagi hasil Jika tidak dibagi langsung: Piutang mudharabah Pendapatan bagi hasil Saat uang diterima: Kas Piutang mudharabah

Pembayaran kepada Mudharib

Beban bagi hasil Kas Mudharabah Jika tidak dibagi langsung: Beban bagi hasil Utang bagi hasil Mudharabah Saat dibayarkan: Utang bagi hasil Mudharabah Kas Mudharabah Saat dibayarkn kepada Mudharib: Beban bagi hasil Kas Mudharabah Dari pembukuan Mudharib untuk kepentingan sendiri: Kas Pendapatan bagi hasil

31-12-2010 Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil tersebut

Kerugian mudharabah Penyisihan kerugian mudharabah 2.000

2.000

31-12-2011 Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: - Memperoleh pendapatan 8.000 - Menanggung beban 10.000 1-1-2012 Pengembalian investasi mudharabah pada akhir akad 98.000 2.000 100.000 Dana syirkah temporer Kas Penyisihan kerugian

Pendapatan yang belum dibagikan Beban bagi hasil Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup: Pendapatan Penyisihan kerugian Beban

8.000 2.000 10.000 100.000 98.000 2.000

Kas Penyisihan kerugian mudharabah Investasi mudharabah

b. Penyerahan dana investasi dalam bentuk asset non kas


Pengelola Dana (Mudharib)
100.000 80.000 100.000 Aset non kas Dana Syirkah Temporer

Transaksi (dalam ribuan rupiah)


100.000

Pemilik Dana (Shahibul Maal)

1-1-2010 Setelah melakukan akad, maka pemilik dana menyerahkan asset non kas dengan:

Investasi mudharabah Aset non kas

26

Nilai buku 80.000 Nilai pasar 100.000 Periode akad 2 tahun, namun mengingat ada kebutuhan bahan baku, operasional usaha akan dimulai 1 Maret 2010. Nisbah bagi hasil Pengelola : Pemilik = 2 : 2 28-2-2010 Terjadi penurunan nilai sebelum usaha dimulai 5.000 5.000 Pendapatan Beban Pendapatan yang belum dibagikan 10.000 20.000 8.000 12.000 5.000 Dana syirkah temporer Aset non kas Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup: 5.000

Keuntungan tangguhan

20.000

Kerugian investasi Investasi mudharabah

31-12-2010 Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: - Memperoleh pendapatan 20.000 - Menanggung beban 8.000 - Shahibul maal mengamortisasi keuntungan tangguhan 10.000

Keuntungan tangguhan Keuntungan

Membagi laba sesuai nisbah Mudharib : x 12.000 = 6.000 Shahibul maal : x 12.000 = 6.000 Pembayaran kepada Shahibul maal 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000

Kas

6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 12.000 12.000 8.000 2.000 10.000

Pendapatan bagi hasil Jika tidak dibagi langsung: Piutang mudharabah Pendapatan bagi hasil Saat uang diterima: Kas Piutang mudharabah

Pembayaran kepada Mudharib

Beban bagi hasil Kas Mudharabah Jika tidak dibagi langsung: Beban bagi hasil Utang bagi hasil Mudharabah Saat dibayarkan: Utang bagi hasil Mudharabah Kas Mudharabah Saat dibayarkan kepada Mudharib: Beban bagi hasil Kas Mudharabah Dari pembukuan Mudharib untuk kepentingan sendiri: Kas Pendapatan bagi hasil Pendapatan yang belum dibagikan Beban bagi hasil Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup: Pendapatan Penyisihan kerugian Beban

31-12-2010 Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil tersebut

31-12-2011 Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: - Memperoleh pendapatan 8.000 - Menanggung beban 10.000 - Shahibul maal mengamortisasi keuntungan tangguhan 10.000 10.000 2.000 2.000 98.000 2.000 100.000

Keuntungan tangguhn Keuntungan Kerugian mudharabah Penyisihan kerugian mudharabah

1-1-2012 Pengembalian investasi mudharabah pada akhir akad

Aset non kas - Mudharabah Penyisihan kerugian mudharabah Investasi mudharabah

Dana syirkah temporer Aset non kas Penyisihan kerugian

100.000 98.000 2.000

27

AKAD MUSYARAKAH (PSAK NO. 106)

Musyarakah berasal dari kata al-syirkah atau al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan 2 orang atau lebih, sehingga diantara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lainnya adalah sharikah atau syirkah/ kemitraan. Menurut DSN-MUI dan PSAK 106 Musyarakah akad kerjasama antara 2 pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing

pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dengan kemitraan diharapkan usaha lebih maju karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, variasi yang lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi, dan sebagainya. Untung muncul bersama dengan risiko (al ghunmu bi al ghunmi). Pada dasarnya tidak boleh ada jaminan dari mitra lainnya, namun boleh saja dilakukan. Jaminan baru dicairkan bila terbukti terdapat penyimpangan. Contoh kesalahan yang disengaja menurut PSAK 106 par 7, yaitu: pelanggaran terhadap akad: penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional pelaksanaan yang tidak sesuai dengan akad syariah

Aplikasi ajaran Islam dalam musyarakah adalah taawun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan), dan keadilan. Kontrak investasi dalam bidang pertanian yang mirip dengan syirkah adalah muzaraah, mukhabarah, misaqat bagi hasilnya. Jenis Akad Musyarakah Berdasarkan Eksistensinya 1. Syirkah Al Milk kepemilikan bersama (co-ownership) dan keberadaannya muncul apabila 2 orang atau

lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (asset). Contoh: menerima warisan/hibah/wasiat sebidang tanah/harta kekayaan/perusahaan yang dapat dibagi atau tidak dapat dibagi. Pendapatannya dibagi sesuai porsi masing-masing sampai diputuskan membagi atau menjualnya. Syirkah Al Milk kadang bersifat ikhtiariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah (jabari/tidak sukarela/involuntary). Ikhtiari bila harta bersama (warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun memutuskan untuk tetap memiliknya bersama. Jabari bila barang tersebut tidak dapat dibagi dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama.

28

2. Syirkah Al Uqud (kontrak)

kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan 2 orang atau lebih untuk

bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Dapat berkontribusi modal dan kerja, berbagi untung dan resiko. Setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari mitra lainnya. Syirkah Al Uqud dibagi sebagai berikut: a. Syirkah Abdan (Syirkah Fisik) Atau Syirkah Amal (Syirkah kerja)/Syirkah Shanaai (Syirkah para tukang)/Syirkah Taqabbul (Syirkah penerimaan) bentuk kerjasama antara 2 pihak atau lebih dari kalangan pekerja/ professional

dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. Kontribusi: keahlian dan tenaga, tanpa menyetorkan modal. Ciri: keahlian yang dimiliki, waktu yang dicurahkan, dan lokasi kerja dapat sama atau berbeda, bebas menentukan siapa yang pemimpin dan pelaksana, pekerjaan yang disepakati oleh salah seorang mitra mengikat mitra lainnya. b. Syirkah Wujuh Kerjasama antara 2 pihak di mana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal. Menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra

menyumbangkan nama baik, reputasi, dan credit worthiness. c. Syirkah Inan (Negosiasi) Bentuk kerjasama di mana posisi dan komposisi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal ataupun pekerjaan. Tanggung jawab dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Tetapi kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri-sendiri. d. Syirkah Mufawwadhah Posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan, maupun risiko kerugian. Berdasarkan Kontribusi Dana Investasi 1. Musyarakah Permanen Ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad (PSAK 106 par 4) 2. Musyarakah Menurun Ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut (pelunasan secara bertahap)

29

SKEMA MUSYARAKAH
Mitra 1 Akad musyarakah Mitra 2

Laba/ Rugi Mitra 1

Proyek usaha

Laba/ Rugi Mitra 2

Keuntungan/ Kerugian

Bila untung, dibagi sesuai nisbah, Bila rugi, ditanggung sesuai proporsi modal

Dasar Hukum Akad Musyarakah Mubah Q.S. An- Nisa: 12, Q.S. Shad: 24

Berakhirnya Akad Musyarakah a. Salah seorang mitra menghentikan akad b. Salah seorang mitra meninggal, atau hilang akal c. Modal musyarakah hilang/ habis Penetapan Nisbah dalam Akad 1. Proporsional sesuai modal. 2. Tidak proporsional dengan modal. Tidak hanya modal, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi atau waktu kerja. Perlakuan Akuntansi Akad Mudharabah Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya adalah lembaga keuangan). 1. Pengakuan investasi musyarakah Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau asset non kas untuk usaha musyarakah. 2. Pengukuran investasi musyarakah Biaya pra akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.

30

Transaksi (dalam ribuan rupiah)


10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 50.000 50.000 150.000 100.000 50.000 100.000 Aset non kas Dana Syirkah Temporer 100.000

Mitra Aktif

Mitra Pasif

Perusahaan Bentukan/ Mitra Aktif

24-12-2009 Mengeluarkan biaya pra akad sebesar 10.000

Uang muka Kas Jika biaya ini diakui sbg bag. Investasi: Investasi musyarakah Uang muka Jika tidak disetujui sbg investasi: Beban musyarakah Uang muka

Investasi musyarakah - Kas Kas 100.000

100.000

Investasi musyarakah - Kas Kas

Kas Musyarakah Dana syirkah temporer Mitra Aktif Dana syirkah temporer Mitra Pasif

1-1-2010 Mitra aktif menyetorkan modal sebesar 100.000, sedangkan mitra pasif menyetorkan modal sebesar 50.000. Asumsi biaya pra akad tidak disetujui sebagai penambah investasi musyarakah. 31-12-2010 Perusahaan memperoleh: - Pendapatan 100.000 - Beban 80.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 Kas 5.000

100.000 20.000 80.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000

- Pembagian nisbah bagi hasil 3 : 1 untuk mitra aktif dan mitra pasif Pendapatan bagi hasil Jika tidak dibagi langsung: Piutang pendapatan bagi hasil Pendapatan bagi hasil Saat uang diterima: Kas Piutang pendapatan bagi hasil

Kas

Pendapatan bagi hasil Jika tidak dibagi langsung: Piutang pendapatan bagi hasil Pendapatan bagi hasil Saat uang diterima: Kas Piutang pendapatan bagi hasil

Pendapatan Pendapatan yang belum dibagikan Beban Bagi hasil: Beban bagi hasil Kas Musyarakah Jika tidak dibagi langsung: Beban bagi hasil Utang musyarakah Saat dibayarkan: Utang musyarakah Kas Musyarakah Pendapatan yang belum dibagikan Beban bagi hasil Pendapatan Penyisihan kerugian Beban

20.000 20.000 80.000 20.000 100.000

31-12-2010 Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil tersebut 31-12-2011 Perusahaan memperoleh: - Pendapatan 80.000 - Beban 100.000 - Pembagian nisbah bagi hasil 3 : 1 untuk mitra aktif dan mitra pasif 15.000 15.000 Kerugian Penyisihan kerugian 5.000 5.000

Kerugian Penyisihan kerugian

1-1-2012 Pengembalian pada akhir akad 85.000 15.000 100.000

Kas Penyisihan kerugian Investasi musyarakah

Kas Penyisihan kerugian Investasi musyarakah

45.000 5.000 50.000

Dana syirkah temporer Penyisihan kerugian Kas

150.000 20.000 130.000

31

AKAD MURABAHAH (PSAK NO. 102)

Murabahah

transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang

disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai (bai naqdan) atau tangguh (bai muajjal/bai bitsaman ajil). Jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela. Yang dipertukarkan bisa berupa uang dengan barang, barang dengan barang, ataupun uang dengan uang. Jual beli adalah salah satu aspek dalam muamalah (hubungan manusia dengan manusia), dengan kaidah dasar semua boleh kecuali yang dilarang. Penjual secara jelas memberi tahu pembeli berapa harga pokok barang dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Membolehkan pembebanan biaya langsung ke harga belinya. Harga pokok barang = harga beli diskon pembelian Keuntungan yang diinginkan bisa dalam jumlah tertentu (lump sum) atau persentase tertentu. Besarnya keuntungan harus jelas. Harga barang yang disepakati tidak dapat berubah. Besar angsuran tetap, walaupun harga beli atau tingkat bunga pasar meningkat. Objek murabahah dapat dijadikan sebagai jaminan. Dalam akad murabahah, penjual dapat meminta pembeli untuk mewakilinya membeli barang yang dibutuhkan pembeli, sehingga barang yang dibeli sesuai dengan keinginannya. Harus ada 2 transaksi yang terpisah. Tidak boleh transaksi tunggal pinjaman uang. Bila melunasi lebih cepat, boleh ada potongan harga. Penjual dapat meminta uang muka pembelian sebagai bukti keseriusannya. Penjual tidak boleh mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran. Kecuali keterlambatan terjadi karena kelalaian, dan bukannya karena kesulitan keuangan. Dendanya bukan merupakan pendapatan, tetapi dana kebajikan (dana qard) dan harus disalurkan pada yang membutuhkan. Keringanan karena kesulitan keuangan dapat berupa: menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan objek murabahah pada pihak lain, atau restrukturisasi piutang. Restrukturisasi piutang bisa dalam bentuk: Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap dan perpanjangan masa pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan Mengonversi akad murabahah, dengan cara menjual objek murabahah kepada pihak lain

Objek murabahah dapat dijadikan sebagai jaminan. Untuk penjualan tidak tunai (tangguh), harus dibuatkan kontrak/perjanjiannya secara tertulis dan dihadiri saksisaksi. Kontrak harus memuat: besarnya utang pembeli, jangka waktu akad, besarnya angsuran tiap periode, jaminan, serta siapa yang berhak atas diskon pembelian.

32

Jenis akad murabahah: 1. Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order) Penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.

Negosiasi

Akad Jual Beli Penjual Bayar Barang dan Dokumen

Pembeli

Produsen Supplier

2. Murabahah tanpa pesanan Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat.

Barang (Mabi)

Penjual (Bai)

Akad Murabahah

Pembeli (Musytari)

Cost + Margin

Sumber hukum akad murabahah: a. Al-Quran (QS. 4: 29, QS. 5: 1, QS. 2: 275, QS. 2: 282) b. Al-Hadits Rukun dan ketentuan akad murabahah: 1) Pelaku 2) Objek jual beli, harus memenuhi: a. Barang tersebut halal b. Barang tersebut bermanfaat atau memiliki nilai c. Barang tersebut dimiliki oleh penjual d. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian) f. Barang tersebut dapat diketahui kuantitasnya dengan jelas

g. Barang tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan jelas sehingga tidak ada gharar h. Harga barang tersebut jelas i. Barang yang diakadkan secara fisik ada di tangan penjual

3) Ijab Kabul

33

Perlakuan Akuntansi Akad Murabahah

a. Transaksi murabahah tunai pesanan mengikat atau pesanan tidak mengikat


Penjual
Aset murabahah Kas/ Utang 200.000 200.000

Transaksi (dalam ribuan rupiah)

Pembeli

Beban penurunan nilai Aset murabahah 5.000 250.000 Keuntungan Aset murabahah 55.000 195.000 Aset Kas Kas

5.000

1-1-2010 Penjual dan pembeli melakukan akad dengan murabahah. Penjual membeli dari pihak lain barang yang akan dijual kepada pembeli. Penjual membeli persediaan dari pihak lain dengan harga 200.000 dan akan diserahkan pada 1 Juni 2010. Pesanan mengikat atau tidak mengikat. 1-3-2010 Jika terjadi penurunan nilai sebelum barang pesanan diserahkan kepada pembeli sebesar 5.000. Pesanan mengikat atau tidak mengikat. 1-6-2010 Penjual sesuai akad menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai 250.000. Jika secara tunai 250.000

250.000

b.
Penjual
Aset murabahah Kas/ Utang 200.000 200.000

Transaksi murabahah non tunai


Pembeli

Transaksi (dalam ribuan rupiah)

1-1-2010 Penjual dan pembeli melakukan akad dengan murabahah. Penjual membeli dari pihak lain barang yang akan dijual kepada pembeli. Penjual membeli persediaan dari pihak lain dengan harga 200.000 dan akan diserahkan pada 1 Juni 2010. Pesanan mengikat. 1-6-2010 Penjual sesuai akad menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai 250.000 secara tidak tunai dan akan dibayar selama 2 tahun. Dengan 2 kali angsuran. 250.000 50.000 200.000 Piutang murabahah Keuntungan tangguhan Aset murabahah (Keuntungan tangguhan akan diamortisasi sepanjang akad) Kas Keuntungan tangguhan Piutang murabahah Keuntungan Kas Keuntungan tangguhan Piutang murabahah Keuntungan 125.000 25.000 125.000 25.000 125.000 25.000 125.000 25.000

200.000 50.000 250.000

Aset Beban ditangguhkan Utang (Beban ditangguhkan akan diamortisasi sepanjang akad) Utang murabahah Beban Beban ditangguhkan Kas Utang murabahah Beban Beban ditangguhkan Kas

1-6-2011 Pembayaran sebesar 125.000

125.000 25.000 25.000 125.000 125.000 25.000 25.000 125.000

1-6-2012 Pembayaran sebesar 125.000

34

AKAD SALAM (PSAK NO. 103)

Salam, berasal dari kata As Salaf

pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Para

Fuqaha menamainya al-mahawiij (barang-barang mendesak) karena sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada di tempat. Menurut PSAK 103 Salam akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam

ilaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syaratsyarat tertentu. Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli mendapat jaminan memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sekilas, transaksi salam mirip dengan transaksi ijon. Ijon gharar dalam hal jumlah ataupun kualitas, syarat saling rela dapat tidak terpenuhi atau dapat merugikan

salah satu pihak. Salam dibolehkan syariah karena tidak ada gharar. Walaupun barang baru diserahkan dikemudian hari, harga, spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika akad terjadi. Dalam murabahah, ada penjualan tangguh yang artinya barang diserahkan terlebih dahulu sedangkan pembayaran kemudian. Salam merupakan kebalikannya, di mana pembayarannya dilakukan terlebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian. Bila barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan, pembeli boleh melakukan khiyar yaitu memilih apakah transaksi dilanjutkan atau dibatalkan. Transaksi salam biasanya digunakan pada industry pertanian. Bahkan akad salam dapat digunakan untuk membantu petani dengan tiga strategi pendekatan yang dilakukan pemerintah, antara lain: a. Pemerintah membentuk perusahaan pembiayaan syariah, untuk sector pertanian secara khusus dalam bentuk BUMN non bank b. Pemerintah membentuk bank pertanian syariah c. Melalui penerbitan sukuk Jenis Akad Salam 1. Salam, skemanya
Barang/modal Penjual Salam Uang Pembeli

35

2. Salam parallel, skemanya


Barang/modal Penjual/ pemasok Pembeli/ penjual Barang/modal Pembeli Salam 2

Salam 1 Uang

Uang

Sumber hukum: QS. 2: 282, QS. 5: 1 Rukun Salam 1. Pelaku: penjual (muslam ilaihi) dan pembeli (al-muslam) 2. Objek akad: barang yang akan diserahkan (muslam fiih) dan modal salam (rasu maalis salam) 3. Ijab Kabul Ketentuan syariah yang terkait dengan modal salam: Modal salam harus diketahui jenis dan jumlahnya Modal salam berbentuk uang tunai Modal salam diserahkan ketika akad berlangsung

Ketentuan syariah yang terkait dengan barang salam: Barang tersebut harus dapat dibedakan/diidentifikasi Barang tersebut harus dapat dikuantifikasi Waktu penyerahan barang harus jelas Barang tidak harus ada di tangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak, dan pembeli dapat memilih untuk menunggu atau membatalkan akad Apabila barang yang dikirim cacat/tidak sesuai dengan yang disepakati, pembeli boleh melakukan khiyar Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih baik, penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran, dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih menerima atau menolaknya. Apabila menerima, pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asal disetujui kedua belah pihak Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah Penggantian barang yang dipesan dengan barang lain Apabila tempat penyerahan barang tidak disebutkan, akad tetap sah

Berakhirnya akad salam Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad

36

Perlakuan Akuntansi Akad Salam a. Penyerahan secara tunai


Transaksi
1-1-2010 Pembeli memberikan modal salam 100.000 secara tunai. Pengiriman akan dilakukan setelah 31-3-2010 atau masa panen. 31-3-2010 Barang dikirim oleh penjual - Barang yang dikirim sesuai akad Utang Salam Penjualan - Barang yang dikirim tidak sesuai akad a. Nilainya lebih tinggi dari nilai akad salam (asumsi nilai barang 120.000) b. Nilainya lebih rendah dari akad salam (asumsi nilai barang 95.000) Utang Salam Keuntungan Penjualan 100.000 5.000 95.000 Aset Salam Kerugian Piutang Salam 95.000 5.000 100.000 Utang Salam Penjualan 100.000 100.000 Aset Salam Piutang Salam 100.000 100.000 100.000 100.000 Aset Salam Piutang Salam 100.000 100.000 Kas Utang Salam

Penjual (muslam ilaihi)


100.000 100.000 Kas

Pembeli (al muslam)


Piutang Salam 100.000 100.000

b. Penyerahan asset non kas


Transaksi
Penyerahan asset non kas dengan nilai 80.000, nilai wajar 110.000. Aset Utang Salam

Penjual (muslam ilaihi)


110.000 110.000

Pembeli (al muslam)


Piutang Salam Aset non kas Keuntungan 110.000 80.000 30.000 70.000 10.000 80.000

Penyerahan asset non kas dengan nilai tercatat 80.000, nilai wajar 70.000.

Aset Utang Salam

70.000 70.000

Piutang Salam Kerugian Aset non kas

37

AKAD ISTISHNA (PSAK NO. 104)

Manusia membutuhkan sesuatu yang bisa jadi belum tersedia di pasar sehingga untuk memperolehnya harus dilakukan indent atau pemesanan terlebih dahulu. Akad ini pada dasarnya merupakan suatu jenis khusus dari jual beli dengan akad salam. Ketentuan syariahnya sama. Salam Istishna Perbedaan = produk pertanian produk manufaktur seperti konstruksi rumah, gedung, mesin

Salam, pembayaran harus dilakukan di awal akad Istishna, pembayaran dapat dengan cicilan

Akad istishna

akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan

persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat/ shani). Shani akan menyiapkan sendiri barang yang dipesan atau melalui pihak lain (istishna parallel). PSAK 104 par 8, barang pesanan harus memenuhi kriteria: Memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati Sesuai dengan spesifikasi pemesan (costumized), bukan produk massal, dan Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya

Dalam istishna parallel, penjual membuat akad kedua dengan subkontraktor. Tetapi yang bertanggung jawab tetap penjual, bukan subkontraktor. PSAK 104 par 13, pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas: 1. Jumlah yang telah dibayarkan 2. Penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat waktu Harga harus disepakati: 100% di muka, cicilan, atau ditangguhkan. PSAK 104 par 12, akad dapat dibatalkan pada kondisi: Kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya Batal demi hukum Perbedaan Salam dengan Istishna
Subjek Pokok kontrak Harga Sifat kontrak Salam Muslam fihi Dibayar saat kontrak Mengikat secara asli Istishna Mashnu Boleh saat kontrak, diangsur, atau dikemudian hari Mengikat secara ikutan Keterangan Barang ditangguhkan, dengan spesifikasi Cara penyelesaian pembayaran merupakan perbedaan utamanya Salam mengikat semua pihak sejak semula, istishna dianggap mengikat demi kemaslahatan Sah asalkan kedua kontrak secara hukum adalah terpisah

Kontrak paralel

Salam paralel

Istishna paralel

38

Jenis Akad Istishna 1. Istishna, skemanya

Asset Pembeli Istishna 1 Uang Penjual

2. Istishna parallel, skemanya


Subkontraktor/ produsen/pembuat

Pembeli

Istishna 1

Penjual

Istishna 2

Rukun dan Ketentuan Akad Istishna 1. Pelaku: Pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat/ shani) 2. Objek akad: berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang berbentuk harga Ketentuan tentang pembayaran Alat bayar harus diketahui bentuk dan jumlahnya Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah Pembayaran dilakukan sesuai kesepakatan Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan utang Ketentuan tentang barang Barang pesanan harus jelas spesifikasinya Barang pesanan diserahkan kemudian Waktu dan penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan Barang pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan

3. Ijab kabul Berakhirnya Akad Istishna Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah pihak Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kontrak Pembatalan hukum kontrak

39

AKAD IJARAH (ED PSAK 107)

Al-Ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti/kompensasi). Ijarah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan

pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah sejenis dengan jual beli namun yang dipindahkan bukan hak kepemilikannya tapi hak guna/ manfaat, dari suatu asset atau dari jasa/pekerjaan. Barang yang dapat habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti memilikinya. Hubungan pekerja dan pemberi kerja (upah mengupah) termasuk dalam akad ijarah, dan pengguna jasa harus membayar upah. Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan asset yang dapat digunakan atau dapat diambil manfaatnya selama periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa (ujrah). Penyewa merupakan pihak yang menggunakan/mengambil manfaat atas asset sehingga penyewa berkewajiban membayar sewa dan menggunakan asset sesuai dengan kesepakatan (kalau ada), tidak bertentangan dengan syariah, dan merawat/menjaga keutuhan asset tersebut. Apabila kerusakan asset terjadi karena kelalaian penyewa maka ia berkewajiban menggantinya atau memperbaikinya. Selama masa perbaikan, masa sewa tidak bertambah. Pemberi sewa dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Biaya pemeliharaan rutin dan tidak material dapat ditanggung penyewa. Pengalihan kontrak atau asset yang disewa kemudian disewakan kembali pada pihak lain boleh dilakukan, baik dengan harga sama, lebih tinggi atau lebih rendah asalkan pemberi sewa mengijinkannya. Syaratnya adalah kedua akad harus tunai. Hal ini untuk menghindari transaksi sejenis bai al innah yang dilarang secara syariah. Pembayaran sewa dapat dibayar di muka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan pemberi sewa dan penyewa. Apabila yang disepakati adalah pembayaran tangguh dan terjadi pemindahan pembayaran akibat penyewa lalai (bukan karena tidak mampu secara financial), maka dapat dikenakan denda, yang akan digunakan sebagai dana kebajikan. Apabila atas ijarah dibayarkan uang muka, dan penyewa membatalkan akad, maka uang muka tersebut menjadi hak pemberi sewa. Akad ijarah hendaknya memuat aturan tentang jangka waktu akad, besarnya sewa atau upah (di muka, angsuran atau di akhir), peruntukan asset yang disewakan, dan hal lainnya yang dianggap penting. Perjanjian mulai berlaku efektif ketika penyewa dapat menggunakan asset yang disewanya bukan saat penandatanganan kontrak, sebaliknya pada saat itu pemberi sewa berhak menerima pembayaran sewa atau upah.

40

Skema Ijarah
Akad ijarah Pemberi sewa/ jasa Penyewa/ pengguna jasa

Objek ijarah

Jenis Akad Ijarah Berdasarkan objek yang disewakan 1. Manfaat atas asset yang tidak bergerak 2. Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang Berdasarkan ED PSAK 107 1. Ijarah. 2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ijarah dengan waad (janji) dari pemberi sewa berupa perpindahan

kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu. Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi sewa. Kemudian akan dibuat akad baru, terpisah dari akad ijarah sebelumnya. Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan melalui: Hibah Penjualan Sebelum akad berakhir Setelah akad berakhir Penjualan secara bertahap sesuai dengan waad (janji) pemberi sewa terjadi di mana seseorang

3. Jual dan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual dan ijarah

menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembali asset tersebut. Alasannya bisa karena pemilik asset membutuhkan uang sementara ia masih memerlukan manfaat dari asset tersebut. Dasar hukum: QS. 43: 32, QS. 2: 233, QS. 28: 26 Rukun dan Ketentuan Syariah Ijarah a. Pelaku: pemberi sewa/ pemberi jasa/ lessor/ mujjir dan penyewa/ pengguna jasa/ lessee/ mustajir b. Objek: manfaat asset/ majur dan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah Manfaat asset/ jasa adalah sebagai berikut: Harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak Harus yang bersifat dibolehkan secara syariah

41

Dapat dialihkan secara syariah, contoh manfaat yang tidak dapat dialihkan secara syariah sehingga tidak sah akadnya: 1. Kewajiban shalat dan puasa 2. Mempekerjakan seseorang untuk membaca Al-Quran dan pahalanya ditujukan untuk orang tertentu 3. Barang yang dapat habis dikonsumsi 4. Seorang ibu menyusui anaknya

Harus dikenali secara spesifik Jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas Sewa dan upah Harus jelas besarannya dan diketahui oleh para pihak yang berakad Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang serupa dengan objek akad Bersifat fleksibel, dalam arti dapat berbeda untuk ukuran waktu, tempat dan jarak serta lainnya yang berbeda Ketentuan Syariah untuk Ijarah Muntahiya bit Tamlik Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah waad, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.

c. Ijab Kabul/ serah terima Berakhirnya Akad Ijarah 1. Periode akad sudah selesai sebelum perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan. 2. Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah. 3. Terjadi kerusakan asset. 4. Penyewa tidak dapat membayar sewa. 5. Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena memberatkannya. Perbedaan Ijarah dengan Leasing
No 1 2 3 Keterangan Objek Metode pembayaran Perpindahan kepemilikan Ijarah Manfaat barang dan jasa Tergantung atau tidak tergantung pada kondisi barang/ jasa yang disewa a. Ijarah Tidak ada perpindahan kepemilikan b. IMBT Janji untuk menjual/ menghibahkan di awal akad a. Lease Purchase Tidak dibolehkan karena akadnya gharar, yakni antara sewa dan beli b. Sale and Lease Back Dibolehkan Leasing Manfaat barang saja Tidak tergantung pada kondisi barang yang disewa a. Sewa Guna Operasi Tidak ada transfer kepemilikan b. Sewa Guna dengan Opsi Memiliki opsi membeli atau tidak membeli di akhir masa sewa a. Lease Purchase Dibolehkan b. Sale and Lease Back Dibolehkan

Jenis leasing lainnya

42

Perlakuan Akuntansi Akad Ijarah a. Kasus Ijarah


Transaksi (dalam ribuan rupiah)
2-1-2010 Pemberi sewa dan penyewa menandatangani akad ijarah atas mobil selama 3 tahun. Disepakati bahwa pembayaran dilakukan setiap bulan sebesar 12.500. Pemberi sewa membeli mobil yang disewakan sebesar 150.000 dari PT B Setiap penerimaan pendapatan sewa pada awal bulan Pada akhir periode dilakukan alokasi untuk beban depresiasi selama 5 tahun sesuai masa manfaat mobil dengan metode garis lurus Penyajian pada akhir tahun untuk asset ijarah Asset ijarah Akumulasi penyusutan 150.000 30.000 120.000 Pada saat akhir kontrak asset ijarah dikembalikan kepada pemberi sewa, sehingga dibuatkan ayat jurnal reklasifikasi Aset non kas (eks ijarah) Aset ijarah 150.000 150.000 Kas Pendapatan sewa Beban penyusutan Akum. penyusutan 30.000 30.000 Saat pembelian asset dari PT B: Aset ijarah Kas Saat menerima pendapatan dari penyewa: Kas Pendapatan sewa 12.500 12.500 12.500 12.500 Beban sewa Kas Beban sewa Kas 12.500 12.500 12.500 12.500 150.000 150.000

Pemberi sewa

Penyewa

b. Kasus Ijarah Muntahiya bit Tamlik


Transaksi (dalam ribuan rupiah)
2-1-2010 Pemberi sewa dan penyewa menandatangani akad ijarah atas mobil selama 3 tahun. Disepakati bahwa pembayaran dilakukan setiap bulan sebesar 12.500. Pemberi sewa membeli mobil yang disewakan sebesar 150.000 dari PT B, dan disepakati bahwa pada akhir masa sewa akan dibeli oleh penyewa Setiap penerimaan pendapatan sewa pada awal bulan Pada akhir periode dilakukan alokasi untuk beban depresiasi selama 5 tahun sesuai masa manfaat mobil dengan metode garis lurus Penyajian pada akhir tahun untuk asset ijarah Asset ijarah Akumulasi penyusutan 150.000 30.000 120.000 Pada saat akhir kontrak asset ijarah dijual kepada penyewa secara tunai 65.000. Dilakukan dengan akad jual beli. Kas Akumulasi penyusutan Aset ijarah Keuntungan pnjualn Pada saat akhir kontrak asset ijarah apabila dihibahkan dari pemberi sewa kepada penyewa dan nilai wajar 40.000 Beban ijarah Akumulasi penyusutan Aset ijarah 60.000 90.000 150.000 65.000 90.000 150.000 5.000 Aset non kas Keuntungan 40.000 40.000 Aset non kas Kas 65.000 65.000 Kas Pendapatan sewa Beban penyusutan Akum. penyusutan 30.000 30.000 12.500 12.500 Beban sewa Kas 12.500 12.500 Saat pembelian asset dari PT B: Aset ijarah Kas Saat menerima pendapatan dari penyewa: Kas Pendapatan sewa 12.500 12.500 Beban sewa Kas 12.500 12.500 150.000 150.000

Pemberi sewa

Penyewa

43

AKAD SHARF

Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran atau transaksi jual beli. Sharf transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.

Pertukaran mata uang yang sejenis atau yang tidak sejenis. Skema Sharf
Valuta

Penjual

Akad Sharf

Pembeli

Valuta

Emas, perak, kurma, gandum, anggur kering, dan garam adalah contoh barang-barang ribawi atau barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan. Bila terjadi pertukaran sesama barang ribawi yang sejenis maka harus sama jumlahnya dan harus dari tangan ke tangan (tunai) karena kelebihannya adalah riba. Begitu pula pertukaran untuk barang ribawi sejenis dengan kualitas yang berbeda. Pertukaran untuk mata uang yang berbeda dibolehkan jumlahnya berbeda asalkan dilakukan secara tunai/tidak boleh utang. Menurut Islam, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan bukan komoditas. Tanpa didayagunakan, uang tidak dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan dengan dirinya sendiri. Apabila uang dapat bertambah tanpa didayagunakan, maka tambahan itu adalah riba. Uang baru dapat menghasilkan keuntungan atau kelebihan apabila didayagunakan atau diinvestasikan bersama dengan sumber daya lainnya. Jenis-jenis Transaksi Pertukaran Valuta Asing: 1) Transaksi Spot transaksi pembelian dan penjualan valas dan penyerahannya pada saat itu atau

penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu 2 hari. Transaksi ini dibolehkan secara syariah, karena dianggap tunai, sedangkan fleksibilitas waktu 2 hari sebagai proses yang tidak bisa dihindari dan merupakan batas normal suatu transaksi internasional. 2) Transaksi Forward transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat

sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan dating. Jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan dalam syariah (ada unsur ketidakpastian/gharar), karena harga yang dipergunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwaadah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari dan harga pada waktu penyerahan belum tentu sama dengan harga yang disepakati. 3) Transaksi Swap suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan

dengan pembelian atau penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/ judi/ maisir.

44

4) Transaksi Option

kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call option) atau hak untuk

menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu. Hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/ judi/ maisir. Dengan demikian, secara syariah transaksi pertukaran valas dibolehkan sepanjang dilakukan secara tunai dan tidak digunakan untuk tujuan spekulasi. Bila penjualannya tunai tapi kalau tujuannya untuk spekulasi, tetap tidak dibolehkan karena uang bukanlah komoditas. Kalau tujuannya untuk tabungan atau keperluan transaksi, boleh saja menyimpan dalam bentuk valas. Ketentuan Objek Akad: Nilai tukar/kurs mata uang telah diketahui oleh kedua belah pihak Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, sebelum keduanya berpisah Bila valutanya dari jenis yang sama, maka jual beli harus dilakukan dalam kuantitas yang sama, sekalipun model dari mata uang itu berbeda Tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli Tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang dipertukarkan

Perlakuan Akuntansi Akad Sharf Saat membeli valuta asing, jurnal: Dr. Kas (Dollar) Cr. Kas (Rp) Saat dijual, jurnal: Dr. Kas (Rp) Dr. Kerugian* Cr. Keuntungan** Cr. Kas (Dollar) xxx xxx xxx xxx xxx xxx

* Jika harga beli valas lebih besar daripada harga jual ** Jika harga beli valas lebih kecil daripada harga jual

45

AKAD WADIAH

Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang bukan pemiliknya, untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil, pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan. Dalam akad hendaknya dijelaskan tujuan wadiah, cara penyimpanan, lamanya waktu penitipan, biaya yang dibebankan pada pemilik barang, dan hal-hal lain yang dianggap penting. Jenis Akad Wadiah 1. Wadiah amanah wadiah di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh

didayagunakan. Si penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara titipan tersebut. Contoh: Safe Deposit Box.

Penyerahan Barang

Pihak yang menitipkan/ Muwaddi

Akad Wadiah

Penerima titipan/ Mustawda

Pengembalian barang saat diminta

2. Wadiah yadh dhamanah

wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan

tersebut dengan seijin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Hasil dari pemanfaatan barang tidak wajib dibagihasilkan dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh saja memberikan bonus dan tidak boleh diperjanjikan sebelumnya kepada pemilik barang. Contoh: Tabungan dan Giro Tidak Berjangka.

Penyerahan barang

Akad Wadiah Pihak yang menitipkan/ muwaddi Mustawda memberi bonus Dunia usaha Penerima titipan/ mustawda Memperoleh manfaat barang/uang

Pengembalian barang

Sumber Hukum: QS. 4: 58, QS. 2: 283 Rukun Wadiah 1. Pelaku

46

2. Objek wadiah 3. Ijab Kabul/serah terima Perlakuan Akuntansi Akad Wadiah


Transaksi
Menyerahkan barang dan menbayar biaya penitipan Jika biaya penitipan belum dibayar

Pemilik Barang (Muwaddi)


Beban wadiah Kas Beban wadiah Utang xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Pihak Penyimpan Barang (Mustawda)


Kas Pendapatan wadiah Piutang Pendapatan wadiah Kas Piutang xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya penitipan

Utang Kas

47

AKAD AL-WAKALAH (DEPUTYSHIP/AGEN/WAKIL)

Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandate. Akad wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Namun, tidak semua hal dapat diwakilkan. Dalam menjalani kehidupan ini, seringkali manusia tidak dapat meyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga perlu pihak lain untuk mewakilinya dalam melakukan sesuatu. Contohnya adalah dalam mewakilkan pembelian barang, pengiriman uang, pembayaran utang, penagihan utang, realisasi letter of credit, dsb. Wakalah dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi di mana seseorang (perekomendasi) mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang meminta diwakilkan (muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang yang akan dibeli kepada agen/pihak yang mewakili (wakil) dalam suatu kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang. Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan boleh tidak menerima komisi (hanya mengharap ridha Allah/tolong menolong). Tetapi bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/sewa menyewa. Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Skema Wakalah
Akad wakalah Pemberi kuasa/ mutawakil Penerima kuasa/ wakil

Pelaksanaan wakalah Objek yang dikuasakan

Sumber Hukum: QS. 18: 19, QS. 12: 55, QS. 17: 34 Rukun Wakalah 1. Pelaku 2. Objek akad 3. Ijab Kabul Berakhirnya Akad Wakalah 1. Salah seorang pelaku meninggal dunia atau hilang akal. 2. Pekerjaan yang diwakilkan sudah selesai. 3. Pemutusan oleh orang yang mewakilkan.

48

4. Wakil mengundurkan diri. 5. Orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas sesuatu yang diwakilkan. Perlakuan Akuntansi Akad Al-Wakalah Bagi pihak yang mewakilkan/ wakil/ penerima kuasa 1. Saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu) Kas Pendapatan wakalah 2. Saat membayar beban Beban wakalah Kas xxx xxx xxx xxx

3. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu 2 tahun ke depan Kas Pendapatan wakalah diterima di muka 4. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode Pendapatan wakalah diterima di muka Pendapatan wakalah Bagi pihak yang meminta diwakilkan Pada saat membayar ujr/ komisi Beban wakalah Kas xxx xxx xxx xxx xxx xxx

49

AKAD AL-KAFALAH (JAMINAN)

Kafalah disebut juga dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan zaamah (tanggungan). Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil). Secara teknis akad kafalah berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditor yang memberikan utang kepada seorang debitor, yaitu menjamin bahwa utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitor tidak membayar utangnya. Kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus segera dilunasi atau sesuatu di masa depan. Kafalah dapat juga bersyarat. Kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru yang bertujuan untuk saling tolong menolong. Namun penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidak memberatkan. Apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Skema Kafalah
Akad kafalah Kaafil/penanggung Makful/pihak ke-3

Makful alaih/pihak yang ditanggung

Sumber Hukum: QS. 3: 37, QS. 12: 72 Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Kafalah 1. Pelaku, terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak yang berpiutang. a. Pihak Penjamin (Kafiil) Baligh (dewasa) dan berakal sehat Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (rida) dengan tanggungan kafalah tersebut

b. Pihak Orang yang Berutang (Ashiil, Makful anhu) Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin Dikenal oleh penjamin

c. Pihak Orang yang Berpiutang (Makful Lahu) Diketahui identitasnya Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa Berakal sehat

2. Objek akad (makful bihi), berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang, jasa, maupun pekerjaan. 3. Ijab Kabul.

50

Berakhirnya Kafalah 1. Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh penjamin, atau jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada orang yang berutang. 2. Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin. 3. Ketika utang tersebut telah dialihkan (transfer utang/hawalah). 4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase dengan kreditor. 5. Kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak menyetujuinya. Perlakuan Akuntansi Akad Al-Kafalah Bagi pihak penjamin 1. Pada saat menerima imbalan tunai

Kas Pendapatan kafalah 2. Pada saat membayar beban Beban kafalah Kas Bagi pihak yang meminta jaminan Pada saat membayar beban Beban kafalah Kas

xxx xxx

xxx xxx

xxx xxx

51

QARDHUL HASAN

Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada riba), karena kalau meminjamkan uang maka ia tidak boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan. Namun si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan kelebihan atas pokok pinjamannya. Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki kemampuan financial, untuk tujuan social atau untuk kemanusiaan. Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Jika peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman. Walaupun sifat utang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berutang dapat semaunya sendiri, karena dalam Islam, utang yang tidak dibayar akan menjadi penghalang dia di hari akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di medan perang yang pahalanya sudah dijamin bahkan Rasul tidak bersedia menshalatkan jenazah yang masih memiliki utang. Sumber dana qardhul hasan dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber dana eksternal meliputi dana qardh yang diterima entitas bisnis dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya). Sedangkan contoh sumber dana qardh yang disediakan para pemilik entitas bisnis, hasil pendapatan non halal dan denda dan lain sebagainya. Skema Qardhul Hasan

Pemberi pinjaman

Akad Qardhul Hasan

Peminjam

Modal 100%

Bisnis

Skill

Laba

Modal 100%

Modal

Sumber hukum: QS. 2: 280 Rukun Qardhul Hasan 1. Pelaku, terdiri atas pemberi dan penerima pinjaman 2. Objek akad, berupa uang yang dipinjamkan 3. Ijab Kabul/serah terima

52

Perlakuan Akuntansi Akad Qardhul Hasan Bagi pemberi pinjaman 1. Saat menerima dana sumbangan dari pihak eksternal Dana Kebajikan Kas Dana Kebajikan Infak/ Sedekah/ Wakaf 2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan non halal Dana Kebajikan Kas Dana Kebajikan Denda/ Pendapatan non halal 3. Untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardh hasan Dana Kebajikan Dana Kebajikan Produktif Dana Kebajikan Kas 4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardh hasan Dana Kebajikan Kas Dana Kebajikan Dana Kebajikan Produktif Bagi pihak yang meminjam 1. Saat menerima uang pinjaman Kas Utang 2. Saat pelunasan Utang Kas xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

53

AKAD AL-HIWALAH (PENGALIHAN)

Hiwalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit atau memikul sesuatu di atas pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa utang atau piutang. Jenis akad ini pada dasarnya adalah akad tabarru yang bertujuan untuk saling tolong menolong untuk menggapai ridha Allah. Akad ini harus disepakati para pihak dengan dasar kepercayaan. Jika yang dialihkan utang maka akad hiwalah merupakan akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar) utangnya. Secara teknis, pihak yang berutang meminta pihak lain untuk membayarkan terlebih dahulu utang yang timbul dari jual beli. Pada gilirannya, pihak yang berutang akan membayar kepada pihak yang telah menanggung utangnya. Pihak yang menerima pengalihan utang dapat memperoleh imbalan atas jasanya. Jika yang dialihkan piutang maka akad hiwalah merupakan akad pengalihan piutang dari satu pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang berkewajiban menagih piutangnya. Secara teknis, pihak yang berpiutang meminta pihak lain untuk mengambil alih piutang yang dimilikinya, dengan pengambilalihan ini pihak yang berpiutang akan menerima uang dari yang mengambil alih piutang. Sementara pihak yang berutang akan membayar pada pihak yang telah mengambil alih piutang. Pihak yang menerima pengalihan piutang dapat memperoleh imbalan atas jasanya. Akad hiwalah seperti ini dapat membantu likuiditas pihak yang mempunyai piutang. Jenis Akad Hiwalah Ditinjau dari segi objek akad 1. Hiwalah Al Haqq (pemindahan hak/anjak piutang) hiwalah yang merupakan hak untuk menagih

piutang, yang mengambil alih piutang harus berhati-hati pada kredibilitas dan kemampuan pihak yang berutang selain harus melihat keabsahan transaksinya. 2. Hiwalah Ad Dain (pemindahan utang) hiwalah di mana yang dipindahkan adalah kewajiban untuk

membayar utang. Pihak yang mengambil alih utang harus yakin pihak yang diambil alih utangnya dapat memenuhi kewajibannya di kemudian hari. Ditinjau dari sisi persyaratan 1. Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) pihak pertama kepada pihak kedua. 2. Hiwalah Al-Muthlaqah (pemindahan mutlak) pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang

dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.

54

Skema Hiwalah (Anjak Piutang)

1.Suplai barang

Penyuplai

Jual Beli

Pembeli

2.Invoice 3.Bayar

4.Tagih

5.Bayar

Pengambil Alih

Rukun Hiwalah 1. Pelaku, terdiri atas: a. Pihak yang berutang atau berpiutang b. Pihak yang berpiutang atau berutang c. Pihak pengambil alih utang atau piutang 2. Objek akad a. Adanya utang, atau b. Adanya piutang 3. Ijab Kabul/serah terima Ketentuan Objek Penjaminan (makful bihi) Bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang atau piutang Harus merupakan utang/piutang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya Tidak bertentangan dengan syariah

Perlakuan Akuntansi Akad Al-Hiwalah Bagi pihak yang mengambil alih 1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu) Kas Pendapatan hiwalah 2. Pada saat membayar beban Beban hiwalah Kas xxx xxx xxx xxx

55

Bagi pihak yang diambil alih Pada saat membayar imbalan tunai Beban hiwalah Kas xxx xxx

56

AKAD AL-RAHN (PINJAMAN DENGAN JAMINAN)

Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang disebut dengan barang jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn menahan barang sebagai jaminan atas utang. Akad rahn juga

diartikan sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang gadai baru dapat diserahkan kembali pada pihak yang berutang apabila utangnya sudah lunas. Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang berutang. Pemeliharaan dan penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin), namun dapat juga dilakukan oleh pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayanya harus ditanggung rahin. Besarnya biaya ini tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Apabila barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka pihak yang menerima barang gadaian boleh memanfaatkannya atas seijin pihak yang menggadaikan, sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang gadaian. Untuk barang gadai berupa emas tentu tidak ada biaya pemeliharaan, yang ada adalah biaya penyimpanan. Penentuan besarnya biaya penyimpanan dilakukan dengan akad ijarah. Pada saat jatuh tempo yang berutang berkewajiban untuk melunasi utangnya. Apabila ia tidak dapat melunasinya maka barang gadaian dijual kemudian hasil penjualan bersih digunakan untuk melunasi utang dan biaya pemeliharaan yang terutang. Apabila ada kelebihan antara harga jual barang gadaian dengan besarnya utang maka selisihnya diserahkan kepada yang berutang tetapi apabila ada kekurangan maka yang berutang tetap harus membayar sisa utangnya tersebut. SKEMA RAHN
Pemberi utang

Penerima barang/ murtahin

Akad Rahn

Pemberi barang/ peminjam/ rahin

Penyerahan barang gadai/ marhun

Rukun dan Ketentuan Syariah Akad Rahn 1. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh 2. Objek yang digadaikan (marhun) a. Barang gadai (marhun) Dapat dijual dan nilainya seimbang Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan Harus jelas dan dapat ditentuka secara spesifik

57

Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)

b. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh temponya 3. Ijab kabul Perlakuan Akuntansi Akad Al-Rahn
Transaksi Pihak yang menerima gadai (Murtahin) Pihak yang menggadaikan (Rahin)

Pada saat menyerahkan dan menerima barang gadai, tidak ada jurnal tetapi membuat tanda terima atas barang 1. Pada saat murtahin menyerahkan uang pinjaman 2. Saat murtahin menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan 3. Ketika pelunasan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan 4. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual Kas Piutang Penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan piutang Kas Piutang xxx xxx Kas Akum. Penyusutan (bila aset tetap) Kerugian (bila rugi) Keuntungan (bila untung) Aset Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai penjualan dengan saldo piutang Utang Kas Jika masih ada kekurangan pembayaran utang setelah penjualan barang gadai tersebut, maka berarti pihak yang menggadaikan masih memiliki saldo utang kepada pihak yang menerima gadai xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx Kas Pendapatan xxx xxx Piutang Kas xxx xxx xxx xxx Kas Utang Beban Kas Utang Kas Saat penjualan barang gadai xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai

58

Anda mungkin juga menyukai