Sejak awal, Islam telah menanamkan ajaran accountable, transparency, dan responsible bagi setiap
pelaku bisnis, baik dalam bentuk perorangan maupun lembaga. Dasar utamanya QS. Al-Baqarah: 282.
DSN (Dewan Syariah Nasional) berada di bawah naungan MUI sejak 1999, mulai bergema secara nasional
dan mewadahi seluruh kebutuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terhadap bimbingan fatwa.
Tugas DSN-MUI:
Untuk keperluan pengawasan tersebut, DSN membuat garis panduan syariah yang bersumber dari
hukum-hukum Islam yang menjadi dasar dalam pengawasan dan pengembangan produk-produk yang akan
dikeluarkan oleh DSN.
DSN-MUI bekerjasama dengan BI (Bank Indonesia) dan Departemen Keuangan sebagai lembaga yang
memiliki otoritas dalam hal yang terkait dengan kebijakan keuangan di Indonesia.
Hal utama yang mendasari kehadiran sistem ekonomi syariah di Indonesia menjadi salah satu solusi
pembangunan bangsa dan negara karena tuntutan atas kesadaran umat Islam terhadap ajaran agamanya, yang
notabene menjadi bangsa muslim terbesar dengan jumlah penduduknya mayoritas beragama Islam, sehingga
tuntutan penerapan sistem ekonomi Islam tidak bisa terelakkan lagi.
Secara etimologi (lughawi), kata “akuntansi” berasal dari bahasa Inggris accounting, dalam bahasa
Arabnya disebut “muhasabah”, yang berasal dari kata hasaba, hasibah, muhasabah, atau hasaba, hisban, hisabah
menimbang, memperhitungkan, mengkalkulasi, mendata, atau menghisab.
Yakni menghitung dengan seksama atau teliti yang harus dicatat dalam pembukuan tertentu.
Kata “hisab” banyak ditemukan dalam Al-Qur’an dengan pengertian yang hampir sama, yaitu berujung
pada jumlah atau angka, seperti firman Allah:
2. QS. Al-Thalaq:8. “…maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras…”
3. QS. Al-Insyiqaq:8. “Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.”
Kata hisab dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan pada bilangan atau perhitungan yang ketat, teliti,
akurat, dan accountable.
Oleh karena itu, akuntansi adalah mengetahui sesuatu dalam keadaan cukup, tidak kurang, dan tidak pula
lebih.
1
Akuntansi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan menyampaikan informasi ekonomi sebagai
bahan informasi dalam hal pertimbangan dalam mengambil kesimpulan oleh para pemakainya.
Akuntansi sebagai seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam
ukuran moneter, transaksi, dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk
menafsirkan hasil-hasilnya.
Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa yang fungsinya memberikan informasi kuantitatif, umumnya dalam
ukuran uang, mengenai suatu badan ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam memilih
diantara beberapa alternatif.
Dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Syariah suatu kegiatan identifikasi, klarifikasi, pendataan, dan
pelaporan melalui proses perhitungan yang terkait dengan transaksi keuangan sebagai bahan informasi dalam
mengambil keputusan ekonomi berdasarkan prinsip akad-akad syariah, yaitu tidak mengandung zhulum
(kezaliman), riba, maysir (judi), gharar (penipuan), barang yang diharamkan dan membahayakan.
Dengan demikian, keberadaan akuntansi dalam setiap lembaga, khususnya lembaga keuangan sangatlah
penting, karena melalui jasa akuntansi kita:
- Dapat menyediakan informasi keuangan yang akurat dan bermanfaat dalam mengambil keputusan, serta
dapat
Dalam kaitannya dengan syariah, maka seorang akuntan harus memiliki sekurang-kurangnya empat (4)
dasar dalam melakukan perhitungan-perhitungan, yakni kejujuran, keadilan, kebijakan, dan kepatuhan terhadap
nilai-nilai syariah yang berimplikasi pada sebuah tanggung jawab, bukan hanya pada atasan dan masyarakat yang
terkait tetapi ganjaran Allah SWT, yang mengandung konsekuensi pertanggungjawaban dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, prinsip-prinsip yang dibangun dalam akuntansi syariah adalah:
1) Amanah, dalam melakukan perhitungan dan neraca keuangan, serta informasi dan keterangan yang
diungkapkannya.
2) Mishdaqiah, yaitu sesuai dengan realitas. Dalam memberikan informasi neraca keuangan haruslah valid,
benar, dan sesuai dengan realita yang ada.
4) Tauqit, yaitu penjadwalan yang tepat. Yaitu bekerja secara efektif dan efisien sesuai dengan batas waktu
yang telah ditetapkan.
5) Adil dan netral, yaitu dalam menyiapkan laporan keuangan haruslah bersikap adil tanpa tertekan karena
atas prinsip kebenaran, kejujuran, dan kemaslahatan.
6) Tibyan, yaitu transparansi dalam penyajian data-data yang jelas dan akurat.
Hal inilah yang membedakan penerapan sistem ekonomi syariah dengan sistem yang dibangun oleh ekonomi
konvensional.
2
Tujuan terpenting akuntansi menurut Islam:
Menjelaskan peranan akuntansi (pencatatan), yang tidak hanya memelihara harta, tetapi juga meneliti
dan merinci pendapatan, serta meredam konflik dan kezaliman.
Kesaksian yang ada berupa kertas catatan atau pembukuan kontrak akan lebih kuat dan dipercaya.
Dapat mengukur standard dan jumlah zakat hartanya. Sebaiknya alokasikan laba untuk membayar hutang
dahulu, barulah menzakati sisanya.
Hak-hak mitra bisnis, harta/uang, keuntungan-keuntungan, dalam keadaan bergabung ataupun terpisah.
3
SEJARAH DAN PEMIKIRAN AKUNTANSI SYARIAH
Sejarah dan pemikiran akuntansi syariah tidak dapat dilepaskan dari perkembangan perekonomian Islam
termasuk nilai-nilai yang sesuai dengan Islam. Sedangkan di sisi lain akuntansi syariah sebagai cabang dari ilmu
akuntansi yang merupakan ilmu pengetahuan tentu harus melampaui proses dan tahapan tertentu. Akuntansi
syariah pada dasarnya merupakan bentuk aplikasi dari nilai-nilai Islam sebagai suatu agama yang tidak hanya
mengatur masalah keimanan tetapi juga mengatur masalah kehidupan sehari-hari.
Pada awalnya akuntansi merupakan bagian dari ilmu pasti, yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah hukum alam dan perhitungan yang bersifat memiliki kebenaran absolute. Sebagai
bagian dari ilmu pasti yang perkembangannya bersifat akumulatif, maka setiap penemuan metode baru dalam
akuntansi akan menambah dan memperkaya ilmu akuntansi tersebut. Bahkan pemikir akuntansi pada awal
perkembangannya merupakan seorang ahli matematika seperti Luca Paciolli dan Al-Khawarizmy.
Penemuan metode baru dalam akuntansi senantiasa mengalami penyesuaian dengan kondisi setempat,
sehingga dalam perkembangan selanjutnya, ilmu akuntansi lebih cenderung menjadi bagian dari ilmu sosial
(social science), yaitu bagian dari ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena keadaan masyarakat dengan
lingkungan yang bersifat lebih relatif.
Akuntansi dalam Islam merupakan alat (tool) untuk melaksanakan perintah Allah SWT (dalam QS. 2:282)
untuk melakukan pencatatan dalam melaksanakan transaksi usaha. Implikasi lebih jauh, adalah keperluan
terhadap suatu sistem pencatatan tentang hak dan kewajiban, pelaporan yang terpadu dan komprehensif.
Akuntansi yang kita kenal sekarang diklaim berkembang dari peradaban Barat (sejak Paciolli) padahal
apabila dilihat secara mendalam dari proses lahir dan perkembangannya, terlihat jelas pengaruh keadaan
masyarakat atau peradaban sebelumnya baik Yunani maupun Arab Islam.
Perkembangan akuntansi, dengan domain “arithmetic quality” nya, sangat ditopang oleh ilmu lain
khususnya arithmetic, algebra, mathematics, alghoritm pada abad ke-9 M. Ilmu ini lebih dahulu berkembang
sebelum perkembangan bahasa. Ilmu penting ini ternyata dikembangkan oleh filosof Islam yang terkenal yaitu
Abu Yusuf Ya’kub bin Ishaq Al Kindi yang lahir tahun 801 M. Juga Al Karki (1020), dan Al Khawarizmy yang
merupakan asal kata dari alGorithm, algebra juga berasal dari kata Arab yaitu “al Jabr”. Demikian juga sistem
nomor, decimal, dan angka “0” yang kita pakai sekarang yang disebut angka arab sudah dikenal sejak 874 M, yang
sudah diakui merupakan sumbangan Arab Islam terhadap Akuntansi.
Sejarah Akuntansi
Akuntansi merupakan salah satu bentuk profesi tertua. Dari sejak zaman prasejarah, keluarga memiliki
perhitungan tersendiri untuk mencatat makanan dan pakaian yang harus mereka persiapkan dan mereka gunakan
pada saat musim dingin. Ketika masyarakat mulai mengenal adanya “perdagangan”, maka pada saat yang sama
mereka telah mengenal konsep nilai (value) dan mulai mengenal sistem moneter (monetary sistem). Bukti
tentang pencatatan (bookkeeping) tersebut dapat ditemukan dari mulai kerajaan Babilonia (4500 SM), Firaun
4
Mesir dan Kode-kode Hammurabi (2250 SM), sebagaimana ditemukan adanya kepingan pencatatan akuntansi di
Ebla, Syria Utara.
Walaupun akuntansi telah dimulai dari zaman prasejarah, saat ini kita hanya mengenal Luca Paciolli
sebagai Bapak Akuntansi Modern. Paciolli, seorang ilmuwan dan pengajar di beberapa universitas yang lahir di
Tuscany-Italia pada tahun 1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk
pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya Summa de Arithmetica Geometria et Proportionalita (A Review of
Arithmetic, Geometry, and Proportions). Dalam buku tersebut, beliau menerangkan mengenai double entry book
keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang
kita kenal saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar (ledger) dan memorandum. Pada penjelasan mengenai
buku besar sudah termasuk mengenai asset, utang, modal, pendapatan, dan beban. Ia juga telah menjelaskan
mengenai ayat jurnal penutup (closing entries) dan menggunakan neraca saldo (trial balance) untuk mengetahu
saldo buku besar (ledger). Penjelasan ini memberikan dasar yang memadai untuk akuntansi, etika, dan juga
akuntansi biaya.
Sebenarnya Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping sistem, mengingat
sistem tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan antara Venice dan Genoa pada awal abad ke-13 M
setelah terbukanya jalur perdagangan antara Timur Tengah dan Kawasan Mediterania. Hal ini pun diakui oleh
Luca Paciolli bahwa apa yang dituliskannya berdasarkan apa yang telah terjadi di Venice 1 abad sebelumnya.
Menurut Vernon Kam, ilmu akuntansi diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Namun, setelah
dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data yang membuktikan bahwa jauh sebelum
penulisan ini sudah dikenal akuntansi. Perlu diingat bahwa matematika dan sistem angka sudah dikenal Islam
sejak abad ke-9 M. Ini berarti bahwa ilmu matematika yang ditulis Luca Paciolli pada tahun 1491 bukan hal yang
baru lagi karena sudah dikenal Islam 600 tahun sebelumnya.
“…the introduction of Arabic Numerical greatly facilitated the growth of accounting.” (penemuan
angka Arab sangat membantu perkembangan akuntansi).
Kutipan ini menandai anggapan bahwa sumbangan Arab terhadap perkembangan disiplin akuntansi
sangat besar. Dapat kita catat bahwa penggunaan angka Arab mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu
akuntansi. Artinya besar kemungkinan bahwa dalam peradaban Arab sudah ada metode pencatatan akuntansi.
Bahkan mungkin mereka yang memulainya. Bangsa Arab pada masa itu sudah memiliki administrasi yang cukup
maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum, jurnal umum, buku kas, laporan periodic, dan
penutupan buku.
Selain dari bangsa Eropa yang belajar ke Timur Tengah, pedagang-pedagang Muslim pun tak kalah
andilnya di dalam mensyiarkan (transformasi) ilmu pengetahuan. Ini dimungkinkan, mengingat kekuasaan Islam
saat itu telah menyebar hampir separuh daratan Eropa dan Afrika, dan daerah-daerah Asia Timur sampai
perbatasan Cina.
Apa yang dilakukan oleh Luca Paciolli memiliki kemiripan dengan apa yang telah disusun oleh pemikir
muslim pada abad ke 8-10 M. Kemiripan tersebut antara lain:
5
Tahun Luca Paciolli Islam
Akuntansi sebagai bagian dari ilmu social memungkinkan terjadinya pengulangan (repetitive) diberbagai
masyarakat, sehingga keterlibatan akuntansi syariah dalam perkembangan akuntansi konvensional ataupun
sebaliknya masih diperdebatkan hingga kini.
Pelaksanaan akuntansi pada negara Islam terjadi terutama adanya dorongan kewajiban zakat, yang harus
dikelola dengan baik melalui Baitul Maal. Dokumentasi yang pertama kali dilakukan oleh Al-Mazenderany (1363
M) mengenai praktik akuntansi pemerintahan yang dilakukan selama Dinasti Khan II pada buku Risalah Falakiyah
Kitabus Syirkat. Namun dokumentasi yang baik mengenai sistem akuntansi negara Islam tersebut pertama kali
dilakukan oleh Al-Khawarizmy pada tahun 976 M.
Kontribusi besar yang diberikan oleh Al-Khawarizmy adalah membuat sistem akuntansi dan pencatatan
dalam negara Islam, dan membaginya dalam beberapa jenis daftar. Beliau juga menjelaskan tentang sistem
akuntansi termasuk tujuan serta praktik yang terjadi.
Tujuan sistem akuntansi adalah untuk memastikan akuntabilitas, mendukung proses pengambilan
keputusan serta mempermudah proses evaluasi atas program yang telah selesai. Tujuan ini tidak hanya berlaku di
pemerintahan tetapi juga pada perusahaan. Orientasi sistem akuntansi ini adalah melaporkan kegiatan yang
menghasilkan laba/rugi atau surplus/deficit, dan menyelesaikan seluruh kebutuhan dari negara, namun
perhitungan dari sistem akuntansi ini masih memasukkan transaksi yang bersifat moneter dan nonmoneter. Ada
tujuh hal khusus dalam sistem akuntansi yang dijalankan oleh negara Islam sebagaimana dijelaskan oleh Al-
Khawarizmy dan Al-Mazenderany, yaitu:
1. Sistem akuntansi untuk kebutuhan hidup, sistem ini di bawah koordinasi seorang manajer. Sistem ini
untuk memenuhi kebutuhan hidup perorangan dan negara, namun tidak menutup kemungkinan
digunakan pada sector private terutama yang terkait dalam perhitungan pembayaran zakat.
2. Sistem akuntansi untuk konstruksi merupakan sistem akuntansi untuk proyek pembangunan yang
dilakukan oleh pemerintah. Pada sistem ini mengatur pencatatan (baik dalam bentuk material maupun
pengeluaran kepada pihak lain), pengendalian dan akuntabilitas untuk masing-masing proyek serta
berdasarkan anggaran (budget). Sistem ini di bawah tanggung jawab seorang koordinator proyek.
6
3. Sistem akuntansi untuk pertanian merupakan sistem yang berbasis non-moneter. Sistem ini lebih
memfokuskan diri untuk mencatat dan mengelola persediaan pertanian dalam bentuk fisik, hal ini
didorong oleh kewajiban dalam zakat pertanian. Sistem ini tidak memisahkan antara fungsi pencatatan
dan pemegang persediaan.
4. Sistem akuntansi gudang merupakan sistem untuk mencatat pembelian barang negara. Sistem ini bukan
hanya mencatat barang masuk dan keluar saja tetapi juga dalam nilai uang, sehingga akan ada pemisahan
tugas antara orang yang memegang barang dan yang mencatat sehingga hal ini menunjukkan sistem
pengendalian internal (internal control) telah ada.
5. Sistem akuntansi mata uang, sistem ini telah dilakukan oleh negara Islam sebelum abad ke-14 M. Sistem
ini memberikan hak kepada pengelolanya untuk mengubah emas dan perak yang diterima pengelola
menjadi koin sekaligus mendistribusikannya. Dengan fungsi tersebut, maka dapat dikatakan sistem
perbendaharaan negara telah berjalan. Sistem akuntansi ini dijalankan dengan tiga jurnal khusus, yaitu:
untuk mencatat persediaan (inventory), pendapatan (revenue), dan beban (expense).
6. Sistem akuntansi peternakan merupakan sistem untuk mencatat seluruh binatang ternak. Pencatatan ini
dilakukan dalam sebuah buku khusus dengan mencatat keluar dan masuknya ternak berdasarkan
pengelompokan binatang serta nilai uang. Namun penjelasan yang dilakukan oleh Al-Mazenderany dan
Al-Khawarizmy kurang detail.
7. Sistem akuntansi perbendaharaan merupakan sistem untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran
harian negara baik dalam nilai uang atau barang. Untuk pencatatan ini digunakan sistem Arab di mana
barang dan uang masuk dicatat di sisi kanan dan uang keluar di sisi kiri.
Pencatatan dalam negara Islam telah memiliki prosedur yang wajib diikuti, serta pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan pengawasan atas aktifitas dan menemukan surplus dan deficit atas pencatatan yang tidak
seimbang. Jika ditemukan kesalahan maka orang yang bertanggung jawab harus menggantinya. Hal ini
merupakan salah satu bentuk pengendalian internal (internal control), penerapan prosedur audit (audit
procedure) serta akuntansi berbasis pertanggungjawaban (responsibility accounting). Bahkan pengendalian intern
yang paling penting adalah pengendalian diri sendiri (self control) di mana Allah mengetahui seluruh pikiran dan
perbuatan semua makhluk-Nya.
2) Transaksi harus dikelompokkan berdasarkan jenisnya (nature). Semua transaksi yang sejenis dan sama
harus dikelompokkan dalam pengelompokan yang sama.
Butir 1 dan 2 diatas menjelaskan adanya pencatatan dan penggolongan serta adanya periodisasi (khususnya
Zakat-dikenal dengan Az-houl) dan pengelompokan piutang.
3) Penerimaan akan dicatat di sisi sebelah kanan dan pengeluaran dicatat di sebelah kiri. Sumber-sumber
penerimaan harus dicatat dan dijelaskan.
4) Pembayaran harus dicatat dan diberikan penjelasan yang memadai di sisi kiri halaman.
7
Butir 3 dan 4 diatas memberikan penjelasan awal dari debit dan kredit, karena catatan dari Yunani dan Persia
melakukannya dengan pengelompokan penerimaan dan pengeluaran, bukan istilah kanan dan kiri.
6) Tidak diberikan jarak penulisan di sisi sebelah kiri, dan harus diberi garis penutup. Garis ini disebut
sebagai Attarkeen.
7) Koreksi atas transaksi yang telah dicatat tidak boleh dengan cara menghapus atau menulis ulang. Jika Al-
Kateb melakukan kesalahan maka harus mengganti.
8) Jika akun telah ditutup, maka akan diberi tanda tentang hal tersebut.
9) Seluruh transaksi yang dicatat di buku jurnal (Al Jaridah) akan dipindahkan pada buku khusus berdasarkan
pengelompokan transaksi.
10) Orang yang melakukan pencatatan untuk pengelompokan berbeda dengan orang yang melakukan
pencatatan harian.
Butir 5-10 lebih menjelaskan pengendalian internal (internal control) serta bentuk penerapan cut off, buku
besar pembantu (subsidiary ledger) dan periodisasi akuntansi (accounting period).
12) Laporan harus disusun setiap bulan dan setiap tahun. Laporan harus cukup detail dan memuat informasi
yang penting.
13) Pada setiap akhir tahun, laporan yang disampaikan oleh Al Kateb harus menjelaskan seluruh informasi
secara detail barang dan dana yang berada di bawah wewenangnya.
14) Laporan tahunan yang disusun Al Kateb akan diperiksa dan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan
akan disimpan di Diwan Pusat.
a. Al Jaridah merupakan buku untuk mencatat transaksi yang dalam bahasa Arab berarti Koran atau jurnal.
b. Daftar Al Yaumiah (Buku Harian/ dalam bahasa Persia dikenal dengan nama: Ruznamah). Daftar sendiri
didefinisikan sebagai “a stitched or bound booklet, or register, more especially an account or letter-book
used in administrative offices”.
- Al Khitmah: Merupakan laporan yang dibuat setiap akhir bulan yang menunjukkan total penerimaan
dan pengeluaran. Al Khitmah dalam bahasa Arab berarti: lengkap atau akhir, dan dapat juga
disiapkan untuk akhir tahun.
- Al Khitmah Al Jameeah: Merupakan laporan yang disiapkan oleh Al Khateb tahunan dan diberikan
kepada atasannya (biasa disebut Al Mawafaka-Penerima) berisi: pendapatan, beban, dan
surplus/deficit setiap akhir tahun. Al Khitmah Al Jameeah dalam bahasa Arab berarti laporan akhir
yang lengkap.
8
- Bentuk perhitungan dan laporan zakat pada laporan keuangan akan dikelompokkan kedalam 3
kelompok, yaitu:
Al Muta’adhir Wal Mutahayyer wal Muta’akkid (piutang yang sulit dan piutang bermasalah
sehingga tidak tertagih)
Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman Khalifah, tetapi dikembangkan oleh filsuf Islam
antara lain: Imam Syafi’i (768 M-820 M) dengan menjelaskan fungsi akuntansi sebagai Review Book atau Auditing.
Menurut Imam Syafi’i, seorang auditor harus memiliki kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafal Qur’an (sebagai
value judgement), intelektual, dapat dipercaya, bijaksana, dan kualitas manusia yang baik lainnya.
Itulah sejarah perkembangan praktik akuntansi dengan teknik tata buku berpasangan yang sebenarnya, di
mana akuntansi sudah dikenal pada masa kejayaan Islam. Artinya, peradaban Islam tidak mungkin tidak memiliki
akuntansi. Permasalahannya adalah pemalsuan sejarah yang dilakukan beberapa oknum di Barat dan
ketidakmampuan umat Islam untuk menggali khazanah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya sendiri.
Kesimpulan, akuntansi sudah ada sebelum Paciolli dan bahkan sebelum peradaban Islam, dan akuntansi sudah
ada sejak masa kejayaan Islam dari 610 M-1250 M.
9
SISTEM KEUANGAN SYARIAH
Konsep Kepemilikan
Harta yang baik harus memenuhi dua criteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair),
serta dipergunakan dengan dan untuk hal-hal yang baik di jalan Allah SWT.
Allah SWT adalah pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di dunia ini (QS. 57: 2), sedangkan manusia adalah wakil
(khalifah) Allah di muka bumi ini yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya.
Jadi, menurut Islam, kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya
selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal, kepemilikan tersebut
berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah.
Dalam penggunaan harta, manusia tidak boleh mengabaikan kebutuhannya di dunia, namun di sisi lain juga harus
cerdas dalam menggunakan hartanya untuk mencari pahala akhirat. Ketentuan syariah berkaitan dengan
penggunaan harta, antara lain:
Memperoleh Harta
Memperoleh harta adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan salah satu aspek dari muamalah
(mengatur hubungan manusia dengan manusia). Kaidah fiqh dari muamalah adalah semua halal dan boleh
dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Hukum dasar muamalah adalah boleh, karena Allah tidak mungkin menciptakan segala sesuatu dan
menundukkannya bagi manusia kalau akhirnya semua itu diharamkan atau dilarang. Harta dikatakan baik atau
halal, apabila niatnya benar, tujuannya benar dan cara atau sarana untuk memperolehnya juga benar, sesuai
dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Akad/Kontrak/Transaksi
Akad dalam bahasa Arab ‘al-‘aqd, jamaknya al-‘uqud, berarti ikatan atau mengikat (al-rabath). Menurut
terminology hukum Islam, akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang
dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Akad yang sudah terjadi
(disepakati) harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. “Wahai orang-orang beriman penuhilah janji (akad) mu…”
(QS. 5: 1)
10
Jenis Akad
1. Akad tabarru’ (gratuitous contract) segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba (not
for profit transaction). Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan
komersial. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang berarti kebaikan.
Contoh akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, kafalah, wadiah, hibah, waqaf, shadaqah, hadiah, dan
lain-lain. Dengan demikian, kita mempunyai tiga bentuk umum akad tabarru’: meminjamkan uang
(lending money), meminjamkan jasa kita (lending yourself), dan memberikan sesuatu (giving something).
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh, akad tijarah dapat dibagi menjadi dua kelompok
besar, yaitu:
a. Natural uncertainty contract suatu jenis kontrak transaksi yang secara alamiah mengandung
ketidakpastian dalam perolehan keuntungan. Contoh: musyarakah, mudharabah, muzara’ah,
musaqah, dan mukhabarah, bentuknya adalah akad kerjasama untuk melakukan bisnis. Untuk akad
jenis ini dilarang meminta hasil yang besarnya tetap dan ditentukan terlebih dahulu, karena hal ini
sama dengan riba.
b. Natural certainty contract suatu jenis kontrak transaksi dalam bisnis yang memiliki kepastian
keuntungan dan pendapatannya, baik dari segi jumlah dan waktu penyerahannya. Contoh:
murabahah, salam, istishna’, dan ijarah; bentuknya adalah akad pertukaran (jual-beli, sewa-menyewa,
upah mengupah). Dalam akad jenis ini keuntungan dan pendapatan sudah pasti sehingga secara
syariah tidak boleh dibuat menjadi tidak pasti, karena hal ini akan menimbulkan gharar atau
ketidakpastian.
Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada (3) tiga, yaitu:
1) Pelaku, yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual dan pembeli, penyewa dan yang
menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul mal dan mudharib, mitra dengan mitra dalam
musyarakah, dan lain sebagainya). Untuk pihak yang melakukan akad harus memenuhi syarat yaitu
orang yang merdeka, mukalaf, dan orang yang sehat akalnya.
2) Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi
tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan, objek mudharabah dan musyarakah adalah modal
dan kerja. Objek sewa menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan seterusnya.
3) Ijab Kabul merupakan suatu kesepakatan dari para pelaku dan menunjukkan mereka saling ridha.
11
Transaksi yang Dilarang
- Semua aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang
diharamkan Allah
- Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (Al-Ziyadah), berkembang (An-Nuwuw), meningkat
(Al-Irtifa’), dan membesar (Al-‘Uluw). Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang
atau pengganti (‘iwad) yang dibenarkan syariah adalah riba. Hal yang dimaksud transaksi penyeimbang
atau pengganti yaitu transaksi bisnis atau komersil yang melegitimasi adanya penambahan secara adil,
seperti jual beli, sewa menyewa, atau bagi hasil proyek, dimana dalam transaksi tersebut ada faktor
penyeimbangnya berupa ikhtiar/usaha, risiko, dan biaya.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an, riba dan shadaqah dipertentangkan. Kecaman, ancaman keras dan
pengharaman riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah sebagai tindakan terpuji. Praktik riba yang
dapat memberikan keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala shadaqah yang
spektakuler. Riba karena pinjaman kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan
sebagai pinjaman kepada Allah yang pasti akan diganti secara berlipat ganda.
Jenis Riba
1. Riba Nasi’ah riba yang muncul karena utang-piutang, riba nasi’ah dapat terjadi dalam segala jenis
transaksi kredit atau utang piutang di mana satu pihak harus membayar lebih besar dari pokok
pinjamannya. Kelebihan dari pokok pinjamannya dengan nama apapun (bunga/interest/bagi hasil),
dihitung dengan cara apapun (fixed rate atau floating rate), besar atau kecil semuanya tergolong riba,
sesuai QS. 2: 278-280.
2. Riba Fadhl riba yang muncul karena transaksi pertukaran atau barter. Riba fadhl dapat terjadi
apabila ada kelebihan/penambahan pada salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang
dipertukarkan baik pertukaran dilakukan dari tangan ke tangan (tunai) atau kredit. Yang dimaksud
dengan barang ribawi/barang sejenis adalah barang yang secara kasat mata tidak dapat dibedakan
satu dan lainnya. Para ahli fiqh sepakat ada tujuh macam barang ribawi, yaitu: emas, perak, jenis
gandum, kurma, zabib/tepung, anggur kering, dan garam.
a. Riba merupakan transaksi yang tidak adil dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin karena
dieksploitasi, karena riba mengambil harta orang lain tanpa imbalan.
b. Riba akan menghalangi orang untuk melakukan usaha karena pemilik dapat menambah hartanya
dengan transaksi riba baik secara tunai maupun berjangka.
c. Riba akan menyebabkan terputusnya hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam
meminjam.
d. Pada umumnya orang yang memberikan pinjaman adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah
orang miskin. Riba memberikan jalan bagi orang kaya untuk memperoleh tambahan hasil dari orang
miskin yang lemah.
- Penipuan
12
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain (incomplete
information) dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
penyerahan.
- Perjudian
Berjudi atau maisir dalam bahasa Arab arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu atau mendapat
keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras.
Gharar terjadi ketika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak
yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang
dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu
penyerahan, dan akad.
- Penimbunan barang/ihtikar
- Monopoli
- Suap
- Penjual bersyarat/ta’alluq
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama tergantung pada
akad kedua; sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun, yaitu objek akad.
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan
membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya
sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan
mereka.
1. Pelarangan riba.
2. Pembagian risiko.
5. Kesucian kontrak.
Jadi, prinsip keuangan syariah merupakan ikhtisar transaksi bisnis yang dibolehkan syariah, yang mengacu pada
prinsip rela sama rela (antariddin minkum), tidak ada pihak yang menzalimi dan dizalimi (la tazhlimuna wa la
13
tuzhlamun), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bi al ghurmi).
1. Akad investasi di mana akad ini merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok
akad ini adalah sebagai berikut:
Mudharabah, yaitu bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih, di mana pemilik modal (shahibul mal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha dengan
nisbah bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka, sedangkan apabila
terjadi kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan atau kelalaian
oleh mudharib. Bentuk ini menegaskan kerjasama dalam kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan
keahlian dari pengelola.
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi antara pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah bagi
hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan
kontribusi modal. Bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan
(trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan
(equipment) atau hak paten/goodwill (intangible asset), kepercayaan atau reputasi (credit-worthiness),
dan lainnya.
Sukuk (obligasi syariah), merupakan surat utang yang sesuai dengan prinsip syariah.
Saham Syariah produknya harus sesuai syariah. Syarat lainnya: 1) perusahaan tersebut memiliki piutang
dagang yang relative kecil dibandingkan total asetnya, 2) perusahaan tersebut memiliki utang yang kecil
dibandingkan nilai kapitalisasi pasar, 3) perusahaan memiliki pendapatan bunga kecil.
2. Akad jual beli/sewa menyewa di mana akad ini merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty
contract. Kelompok akad ini adalah sebagai berikut:
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Harga disepakati antara pembeli dan penjual pada
saat transaksi dan tidak boleh berubah.
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan
secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai. Sekilas transaksi ini mirip ijon, namun
dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara
pasti.
Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan salam, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan di
muka, cicilan dalam beberapa kali (termin) atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu. Biasanya
istishna’ diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi dengan kontrak pembelian barang
melalui pesanan (order khusus). Pembeli menugasi produsen (al sani’) untuk menyediakan barang
14
pesanan (al mashnu), sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli (al mustasni’) dan menjualnya dengan
harga yang disepakati.
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat
atas objek sewa yang disewakan.
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing
(valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesame mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang menerima
titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil, pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali
uang/barang titipan tersebut. Wadiah terbagi dua: (1) Wadiah Amanah, di mana uang/barang yang
dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh didayagunakan, (2) Wadiah Yadhomanah, di mana
uang/barang yang dititipkan boleh didayagunakan dan hasil pendayagunaan tidak terdapat kewajiban
untuk dibagihasilkan pada pemberi titipan.
Qardhul Hasan adalah pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbalan, waktu pengembalian
pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman. Biaya administrasi, dalam jumlah
yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam.
Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain. Untuk jasanya itu, yang dititipkan
dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak
pada pihak lain.
Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama (al-muhil) kepada pihak lain (al-muhal
‘alaihi) atas dasar saling mempercayai.
Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan aktiva. Berupa penahanan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
15
KERANGKA DASAR PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN
Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para
penggunanya. Kerangka ini berlaku untuk semua jenis transaksi syariah yang dilaporkan oleh entitas syariah
maupun entitas konvensional baik sector public maupun sector swasta. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk
digunakan sebagai acuan bagi:
(b) Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam
standar akuntansi keuangan syariah
(c) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi syariah yang berlaku umum, dan
(d) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah
- Pengawas syariah
- Karyawan
- Pelanggan
- Masyarakat
Transaksi syariah didasarkan pada paradigma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan selaku amanah
(kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia untuk mencapai kesejahteraan
hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Substansinya adalah bahwa setiap aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai ilahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan
buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha. Dengan cara ini, akan terbentuk integritas yang akhirnya akan
membentuk karakter tata kelola yang baik (good governance) dan disiplin pasar (market discipline) yang baik.
a. Persaudaraan (ukhuwah)
16
b. Keadilan (‘adalah)
c. Kemaslahatan (maslahah)
d. Keseimbangan (tawazun)
e. Universalisme (syumuliyah)
Transaksi hanya dilakukan berdasarkan prinsip saling paham dan saling ridha
Prinsip kebebasan bertransaksi diakui sepanjang objeknya halal dan baik (thayib)
Uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan satuan pengukur nilai, bukan sebagai komoditas
Tidak menganut prinsip nilai waktu dari uang (time value of money) karena keuntungan yang didapat
dalam kegiatan usaha terkait dengan risiko yang melekat pada kegiatan usaha tersebut sesuai dengan
prinsip al-ghunmu bil ghurmi (no gain without accompanying risk)
Transaksi dilakukan berdasarkan suatu perjanjian yang jelas dan benar serta untuk keuntungan semua
pihak tanpa merugikan pihak lain
Tidak ada distorsi harga melalui rekayasa permintaan (najasy), maupun rekayasa penawaran (ihtikar)
3. Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah, yang dapat disusun berdasarkan definisi dana
seperti seluruh sumber daya keuangan, modal kerja, asset likuid atau kas.
4. Informasi Lain, seperti Laporan Penjelasan tentang Pemenuhan Fungsi Sosial Entitas Syariah.
5. Catatan dan Skedul Tambahan, merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan termasuk
pengungkapan tentang risiko dan ketidakpastian yang mempengaruhi entitas.
- Dapat dipahami
- Relevan
- Keandalan
- Dapat dibandingkan
1. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.
17
Posisi keuangan berkaitan secara langsung dengan asset, kewajiban, dana syirkah temporer, dan ekuitas.
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan
dan beban. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gain).
2. Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan social, meliputi laporan sumber dan
penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
3. Komponen laporan keuangan lainnya yang mencerminkan kegiatan dan tanggung jawab khusus entitas
syariah tersebut.
Asset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari imbalan
(consideration) yang diberikan untuk memperoleh asset tersebut pada saat perolehan.
Asset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila asset yang sama atau setara
asset diperoleh sekarang.
Asset dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual asset
dalam pelepasan normal (orderly disposal).
KONSEP DASAR AKUNTANSI MENURUT AAOIFI (ACCOUNTING AND AUDITING ORGANIZATION FOR ISLAMIC
FINANCIAL INSTITUTIONS) DAN PEMIKIR ISLAM
Akuntansi syariah memberikan penekanan kepada dua hal, yaitu akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas
tercermin melalui tauhid bahwa segala sesuatu di dalam dunia ini harus berjalan sesuai dengan aturan Allah SWT,
dan melalui fungsi manusia sebagai Khalifah Allah di bumi. Pada saat yang sama, akuntansi merupakan bentuk
pertanggungjawaban manusia kepada Allah di mana seluruh aturan dalam melakukan kegiatan bisnis dan
personal harus sesuai dengan aturan Allah SWT.
a. Pemegang saham
b. Pemegang investasi
f. Pengelola zakat
Prinsip dasar dalam ekonomi Islam menurut Ibnu Al-A’rabi adalah sebagai berikut:
18
2. Tidak boleh dilakukan secara tidak adil.
3. Tidak boleh memasukkan hal-hal yang belum pasti atau keadaan yang tidak jelas.
4. Harus mempertimbangkan Al Maqasid dan Al Masalih. Di mana Al-Maqasid adalah tujuan harus selalu
disesuaikan dengan tuntunan Islam, sedangkan Al-Masalih adalah kesejahteraan/ perbaikan di muka
bumi.
Laporan keuangan (perbankan syariah) yang diminta oleh AAOIFI antara lain sebagai berikut:
- Relevan
- Dapat diandalkan
- Dapat dibandingkan
- Konsisten
- Dapat dimengerti
Konsep ini diartikan bahwa setiap perusahaan adalah suatu unit akuntansi yang terpisah dan harus
dibedakan dengan pemiliknya atau dengan perusahaan lain. Beberapa teori tentang kepemilikan yaitu:
Proprietary Theory, di mana kepemilikan terhadap perusahaan tercermin pada akun ekuitas sehingga
persamaannya Aset – Kewajiban = Ekuitas
Entity Theory, di mana pemilik hanya memiliki hak atas sebagian dari kepemilikan perusahaan, karena
pemilik adalah hanya salah satu yang berhak atas perusahaan, sehingga persamaannya adalah Aset =
Kewajiban + Ekuitas
Konsep berkelanjutan ini dijelaskan “mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut di masa
yang akan datang”. Konsep ini memegang peranan yang besar dalam standar akuntansi serta penyusunan
laporan keuangan, karena konsep ini akan berhubungan dengan konsep harga perolehan dan penilaian
asset tetap.
c. Periodisasi
Menurut konsep ini, adanya perubahan atas kekayaan perusahaan pada laporan keuangan harus
dijelaskan secara periodic. Konsep ini berhubungan dengan konsep kegiatan usaha yang berkelanjutan.
Konsep ini diterima oleh AAOIFI dan para pemikir akuntansi Islam.
19
d. Satuan Mata Uang (Monetary Unit)
Proses perhitungan dan komunikasi aktivitas dalam perusahaan hanya mencatat yang dapat dihitung
dengan satuan mata uang, dan secara implicit mengasumsikan bahwa daya beli mata uang tersebut
adalah stabil.
Konsep ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, akuntan akan hanya memperhitungkan segala sesuatu
yang hanya dapat dinyatakan dalam mata uang serta mengabaikan informasi yang tidak dapat disajikan
dalam satuan mata uang. Kedua, mengabaikan kenyataan bahwa daya beli mata uang tidak selamanya
sama karena adanya inflasi. Perubahan harga akan menimbulkan dua masalah dalam akuntansi yaitu
masalah penilaian dan masalah pengukuran.
e. Konservatif (Conservatism)
Merupakan konsep yang digunakan oleh akuntan untuk melaporkan nilai yang rendah untuk asset dan
pendapatan serta nilai yang tinggi untuk kewajiban dan beban. Hal ini memiliki dampak bahwa untuk
transaksi yang berpengaruh terhadap kewajiban dan beban akan diakui dengan cepat sedangkan untuk
asset dan pendapatan sebaliknya.
f. Harga Perolehan
Merupakan konsep di mana asset dicatat sejumlah kas atau setara kas yang dibayarkan pada saat
memperoleh sesuatu, sedangkan kewajiban dicatat pada jumlah uang yang akan diterima dari pertukaran
atas kewajiban.
g. Penandingan antara Pendapatan dan Beban (Matching Against Revenue and Expense Concept)
Merupakan konsep di mana pendapatan diakui pada suatu periode tertentu sesuai prinsip pengakuan
pendapatan secara bersamaan dengan pengakuan beban. Implikasi dari konsep ini adalah beban harus
diakui pada periode di mana pendapatan diakui.
Konsep ini mengatakan bahwa pengakuan pendapatan dilakukan saat suatu manfaat itu diperoleh, bukan
pada saat kas diterima. Hal yang sama terjadi untuk beban, yaitu beban diakui pada saat manfaat
diterima dan bukan pada saat kas dibayarkan. Metode ini berhubungan dengan konsep penandingan
beban dengan manfaat.
Konsep ini mengharuskan pengungkapan informasi sesuai dengan kebutuhan informasi dari mayoritas
pembaca laporan keuangan. Seluruh stakeholders perusahaan memiliki hak untuk menerima informasi
perusahaan. Namun demikian, tidak berarti bahwa seluruh informasi harus diungkapkan sehingga bisa
membingungkan. Hal yang perlu diingat adalah kewajaran (fairness), kemadaian (adequacy) serta
keterbukaan (transparency) informasi, serta kepada siapa informasi tersebut harus disajikan.
20
j. Subtansi Mengungguli Bentuk (Substance over Form)
Konsep ini diadopsi oleh akuntansi bahwa hakikat dari suatu transaksi lebih penting dari bentuk hukum
transaksi itu sendiri. Penerapan substansi mengungguli bentuk pada akuntansi konvensional adalah
capital leasing.
Ketentuan syariah tidak mengenal konsep ini mengingat seluruh transaksi didasarkan atas akad dan akad
tersebut akan selalu sama antara bunyi akad (dalam bentuk hukum) dengan substansi dari akad itu
sendiri, karena Islam melarang transaksi yang kurang jelas.
21
AKAD MUDHARABAH (PSAK NO. 105)
Ciri khas: Saling percaya yang tinggi antara dua belah pihak, yaitu antara pemilik dana (shahibul mal) dan
pengelola dana (mudharib).
Ini adalah akad investasi yang berisiko tinggi karena dapat menimbulkan asymmetric information dan moral
hazard.
Mudharabah berasal dari kata adhdhorby fil ardhi bepergian untuk urusan dagang atau qiradh al qardhu
potongan.
Secara teknis, Mudharabah akad kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan
kegiatan usaha, laba dibagi atas dasar nisbah bagi hasil menurut kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan bila
terjadi kerugian akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali disebabkan oleh misconduct, negligence atau
violation (kesengajaan, kelalaian atau pelanggaran akad) oleh pengelola dana.
Karena kepercayaan merupakan unsure terpenting maka mudharabah dalam istilah bahasa Inggris disebut trust
financing.
Pemilik dana tidak boleh ikut campur dalam manajemen perusahaan/ proyek yang dibiayai, sebatas memberikan
saran-saran dan melakukan pengawasan pada pengelola dana.
Pengelola dana: Risiko nonfinansial waktu, pikiran dan jerih payah, serta kesempatan atas pembagian
keuntungan.
Pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya (riba) tanpa ada faktor penyeimbang
(iwad) yang diperbolehkan syariah. Pembagian keuntungan harus dalam bentuk persentase atau nisbah. Tidak
boleh menggunakan nilai proyeksi (predictive value), harus nilai realisasi keuntungan.
Pada prinsipnya dalam mudharabah tidak boleh ada jaminan atas modal, tapi dibolehkan supaya tidak ada
penyimpangan. Mudharabah memiliki risiko tinggi, sehingga akadnya harus tertulis, ada saksi, aspek yang tertulis:
tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boleh
dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola
dana, dan sebagainya.
22
SKEMA MUDHARABAH
Keuntungan/
Kerugian
1. Mudharabah Muthlaqah pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan
investasinya investasi tidak terikat. Tidak ditentukan masa berlakunya, daerah tempat usaha, line of trade,
line of industry, atau line of service. Tetapi modal tetap tidak boleh ditanamkan untuk proyek/ investasi yang
dilarang Islam.
2. Mudharabah Muqayyadah pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana mengenai lokasi,
cara dan atau objek investasi atau sektor usaha investasi terikat.
3. Mudharabah Musytarakah pengelola dananya turut menyertakan modal atau dananya dalam kerjasam
investasi. Ini adalah perpaduan antara akad mudharabah dan musyarakah. Ketentuan bagi hasil akad ini
dengan dua pendekatan (PSAK 105 par 34), yaitu:
a. Hasil dibagi sesuai nisbah, setelah dikurangi untuk pengelola dana kemudian dibagi antara pengelola dana
(sebagai musytarik) dengan pemilik modal sesuai porsi modalnya.
b. Hasil dibagi sesuai porsi modal, setelah dikurangi untuk pengelola dana kemudian dibagi sesuai dengan
nisbah. Jika terjadi rugi, dibagi sesuai porsi modal para musytarik.
Apabila terjadi kerugian ditanggung oleh pemilik dana, cara menyelesaikannya adalah sebagai berikut:
a. Diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan merupakan pelindung modal
b. Bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok modal
Dasar Syariah
Sumber hukum akad mudharabah menurut Ijma’ Ulama adalah jaiz (boleh). Contoh: Rasulullah mudharabah
dengan Siti Khadijah (sebelum jadi Rasul) ke negeri Syam.
- Pelaku
- Nisbah keuntungan
23
Berakhirnya Akad Mudharabah
1. Bila dibatasi waktunya, mudharabah berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
Profit and Loss Sharing tidak tepat, karena yang dibagi hanya profitnya saja Prinsip Bagi Hasil.
Penjualan 1.000.000
HPP (650.000)
Biaya-biaya (250.000)
Aset non kas tidak dihitung secara historical cost, tapi nilai wajar/ nilai pasar.
Kas xxx
Keuntungan xxx
24
Atau
- Penurunan nilai jika investasi mudharabah dalam bentuk asset non kas
- Hasil usaha
Kas xxx
Keuntungan xxx
Atau
Kerugian xxx
25
a. Penyerahan dana investasi dalam bentuk kas
Transaksi (dalam ribuan rupiah) Pemilik Dana (Shahibul Maal) Pengelola Dana (Mudharib)
1-1-2010
Setelah melakukan akad, maka pemilik dana menyerahkan dana sebesar Investasi mudharabah 100.000 Kas - Mudharabah 100.000
100.000. Periode akad 2 tahun. Kas 100.000 Dana Syirkah Temporer 100.000
Nisbah bagi hasil Pengelola : Pemilik = 3 : 1
31-12-2010 Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian di akhir periode akan dibuat jurnal penutup:
Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: Pendapatan 10.000
- Memperoleh pendapatan 10.000 Beban 8.000
- Menanggung beban 8.000 Pendapatan yang belum dibagikan 2.000
Membagi laba sesuai nisbah
Mudharib : ¾ x 2.000 = 1.500
Shahibul maal : ¼ x 2.000 = 500
Pembayaran kepada Shahibul maal Kas 500 Beban bagi hasil 500
Pendapatan bagi hasil 500 Kas – Mudharabah 500
Jika tidak dibagi langsung: Jika tidak dibagi langsung:
Piutang mudharabah 500 Beban bagi hasil 500
Pendapatan bagi hasil 500 Utang bagi hasil Mudharabah 500
Saat uang diterima: Saat dibayarkan:
Kas 500 Utang bagi hasil Mudharabah 500
Piutang mudharabah 500 Kas – Mudharabah 500
Pembayaran kepada Mudharib Saat dibayarkn kepada Mudharib:
Beban bagi hasil 1.500
Kas – Mudharabah 1.500
Dari pembukuan Mudharib untuk kepentingan sendiri:
Kas 1.500
Pendapatan bagi hasil 1.500
31-12-2010
Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil tersebut Pendapatan yang belum dibagikan 2.000
Beban bagi hasil 2.000
31-12-2011 Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup:
Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: Kerugian mudharabah 2.000 Pendapatan 8.000
- Memperoleh pendapatan 8.000 Penyisihan kerugian mudharabah 2.000 Penyisihan kerugian 2.000
- Menanggung beban 10.000 Beban 10.000
1-1-2012
Pengembalian investasi mudharabah pada akhir akad Kas 98.000 Dana syirkah temporer 100.000
Penyisihan kerugian mudharabah 2.000 Kas 98.000
Investasi mudharabah 100.000 Penyisihan kerugian 2.000
b. Penyerahan dana investasi dalam bentuk asset non kas
Transaksi (dalam ribuan rupiah) Pemilik Dana (Shahibul Maal) Pengelola Dana (Mudharib)
1-1-2010
Setelah melakukan akad, maka pemilik dana menyerahkan asset non Investasi mudharabah 100.000 Aset non kas 100.000
kas dengan: Aset non kas 80.000 Dana Syirkah Temporer 100.000
26
Nilai buku 80.000 Keuntungan tangguhan 20.000
Nilai pasar 100.000
Periode akad 2 tahun, namun mengingat ada kebutuhan bahan baku,
operasional usaha akan dimulai 1 Maret 2010.
Nisbah bagi hasil Pengelola : Pemilik = 2 : 2
28-2-2010
Terjadi penurunan nilai sebelum usaha dimulai Kerugian investasi 5.000 Dana syirkah temporer 5.000
Investasi mudharabah 5.000 Aset non kas 5.000
31-12-2010 Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup:
Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: Pendapatan 20.000
- Memperoleh pendapatan 20.000 Beban 8.000
- Menanggung beban 8.000 Pendapatan yang belum dibagikan 12.000
- Shahibul maal mengamortisasi keuntungan tangguhan Keuntungan tangguhan 10.000
Keuntungan 10.000
Membagi laba sesuai nisbah
Mudharib : ½ x 12.000 = 6.000
Shahibul maal : ½ x 12.000 = 6.000
Pembayaran kepada Shahibul maal Kas 6.000 Beban bagi hasil 6.000
Pendapatan bagi hasil 6.000 Kas – Mudharabah 6.000
Jika tidak dibagi langsung: Jika tidak dibagi langsung:
Piutang mudharabah 6.000 Beban bagi hasil 6.000
Pendapatan bagi hasil 6.000 Utang bagi hasil Mudharabah 6.000
Saat uang diterima: Saat dibayarkan:
Kas 6.000 Utang bagi hasil Mudharabah 6.000
Piutang mudharabah 6.000 Kas – Mudharabah 6.000
Pembayaran kepada Mudharib Saat dibayarkan kepada Mudharib:
Beban bagi hasil 6.000
Kas – Mudharabah 6.000
Dari pembukuan Mudharib untuk kepentingan sendiri:
Kas 6.000
Pendapatan bagi hasil 6.000
31-12-2010
Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil tersebut Pendapatan yang belum dibagikan 12.000
Beban bagi hasil 12.000
31-12-2011 Mudharib akan mencatat seperti biasa, kemudian akan ditutup:
Jika hasil pengolahan dana selama periode tertentu adalah: Pendapatan 8.000
- Memperoleh pendapatan 8.000 Penyisihan kerugian 2.000
- Menanggung beban 10.000 Beban 10.000
- Shahibul maal mengamortisasi keuntungan tangguhan Keuntungan tangguhn 10.000
Keuntungan 10.000
Kerugian mudharabah 2.000
Penyisihan kerugian mudharabah 2.000
1-1-2012
Pengembalian investasi mudharabah pada akhir akad Aset non kas - Mudharabah 98.000 Dana syirkah temporer 100.000
Penyisihan kerugian mudharabah 2.000 Aset non kas 98.000
Investasi mudharabah 100.000 Penyisihan kerugian 2.000
27
AKAD MUSYARAKAH (PSAK NO. 106)
Musyarakah berasal dari kata al-syirkah atau al-ikhtilath (percampuran) atau persekutuan 2 orang atau lebih,
sehingga diantara masing-masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan.
Musyarakah akad kerjasama antara 2 pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.
Dengan kemitraan diharapkan usaha lebih maju karena didukung oleh kemampuan akumulasi modal yang lebih
besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang lebih beragam, variasi yang lebih luas, pengendalian yang lebih
tinggi, dan sebagainya.
Untung muncul bersama dengan risiko (al ghunmu bi al ghunmi). Pada dasarnya tidak boleh ada jaminan dari
mitra lainnya, namun boleh saja dilakukan. Jaminan baru dicairkan bila terbukti terdapat penyimpangan.
- pelanggaran terhadap akad: penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan
operasional
Aplikasi ajaran Islam dalam musyarakah adalah ta’awun (gotong royong), ukhuwah (persaudaraan), dan keadilan.
Kontrak investasi dalam bidang pertanian yang mirip dengan syirkah adalah muzara’ah, mukhabarah, misaqat
bagi hasilnya.
Berdasarkan Eksistensinya
1. Syirkah Al Milk kepemilikan bersama (co-ownership) dan keberadaannya muncul apabila 2 orang atau
lebih memperoleh kepemilikan bersama (joint ownership) atas suatu kekayaan (asset).
Pendapatannya dibagi sesuai porsi masing-masing sampai diputuskan membagi atau menjualnya.
28
2. Syirkah Al Uqud (kontrak) kemitraan yang tercipta dengan kesepakatan 2 orang atau lebih untuk
bekerjasama dalam mencapai tujuan tertentu. Dapat berkontribusi modal dan kerja, berbagi untung dan
resiko. Setiap mitra dapat bertindak sebagai wakil dari mitra lainnya. Syirkah Al Uqud dibagi sebagai
berikut:
Atau Syirkah A’mal (Syirkah kerja)/Syirkah Shanaa’i (Syirkah para tukang)/Syirkah Taqabbul (Syirkah
penerimaan) bentuk kerjasama antara 2 pihak atau lebih dari kalangan pekerja/ professional
dimana mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan
yang diterima.
Ciri: keahlian yang dimiliki, waktu yang dicurahkan, dan lokasi kerja dapat sama atau berbeda, bebas
menentukan siapa yang pemimpin dan pelaksana, pekerjaan yang disepakati oleh salah seorang mitra
mengikat mitra lainnya.
b. Syirkah Wujuh
Kerjasama antara 2 pihak di mana masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal.
Menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga. Masing-masing mitra
menyumbangkan nama baik, reputasi, dan credit worthiness.
Bentuk kerjasama di mana posisi dan komposisi masing-masing pihak yang terlibat di dalamnya
adalah tidak sama, baik dalam modal ataupun pekerjaan. Tanggung jawab dapat berbeda dalam
pengelolaan usaha. Setiap mitra bertindak sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu, tetapi bukan
merupakan penjamin bagi mitra usaha lainnya. Tetapi kewajiban terhadap pihak ketiga adalah
sendiri-sendiri.
d. Syirkah Mufawwadhah
Posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama, baik dalam hal modal,
pekerjaan, agama, keuntungan, maupun risiko kerugian.
1. Musyarakah Permanen
Ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa
akad (PSAK 106 par 4)
2. Musyarakah Menurun
Ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya
sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad, mitra lain tersebut akan
menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut (pelunasan secara bertahap)
29
SKEMA MUSYARAKAH
Keuntungan/
Kerugian
2. Tidak proporsional dengan modal. Tidak hanya modal, tapi juga tanggung jawab, pengalaman, kompetensi
atau waktu kerja.
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dilihat dari dua sisi pelaku yaitu mitra aktif dan mitra pasif.
Mitra aktif adalah pihak yang mengelola usaha musyarakah baik mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain
untuk mengelola atas namanya; sedangkan mitra pasif adalah pihak yang tidak ikut mengelola usaha (biasanya
adalah lembaga keuangan).
Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau asset non kas untuk usaha musyarakah.
Biaya pra akad yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui
sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah.
30
Transaksi (dalam ribuan rupiah) Mitra Aktif Mitra Pasif Perusahaan Bentukan/ Mitra Aktif
24-12-2009
Mengeluarkan biaya pra akad sebesar 10.000 Uang muka 10.000 Aset non kas 100.000
Kas 10.000 Dana Syirkah Temporer 100.000
Jika biaya ini diakui sbg bag. Investasi:
Investasi musyarakah 10.000
Uang muka 10.000
Jika tidak disetujui sbg investasi:
Beban musyarakah 10.000
Uang muka 10.000
1-1-2010
Mitra aktif menyetorkan modal sebesar 100.000, Investasi musyarakah - Kas 100.000 Investasi musyarakah - Kas 50.000 Kas – Musyarakah 150.000
sedangkan mitra pasif menyetorkan modal sebesar Kas 100.000 Kas 50.000 Dana syirkah temporer Mitra Aktif 100.000
50.000. Asumsi biaya pra akad tidak disetujui sebagai Dana syirkah temporer Mitra Pasif 50.000
penambah investasi musyarakah.
31-12-2010
Perusahaan memperoleh: Pendapatan 100.000
- Pendapatan 100.000 Pendapatan yang belum dibagikan 20.000
- Beban 80.000 Beban 80.000
Bagi hasil:
- Pembagian nisbah bagi hasil 3 : 1 untuk mitra aktif Kas 15.000 Kas 5.000 Beban bagi hasil 20.000
dan mitra pasif Pendapatan bagi hasil 15.000 Pendapatan bagi hasil 5.000 Kas – Musyarakah 20.000
Jika tidak dibagi langsung: Jika tidak dibagi langsung: Jika tidak dibagi langsung:
Piutang pendapatan bagi hasil 15.000 Piutang pendapatan bagi hasil 5.000 Beban bagi hasil 20.000
Pendapatan bagi hasil 15.000 Pendapatan bagi hasil 5.000 Utang musyarakah 20.000
Saat uang diterima: Saat uang diterima: Saat dibayarkan:
Kas 15.000 Kas 5.000 Utang musyarakah 20.000
Piutang pendapatan bagi hasil 15.000 Piutang pendapatan bagi hasil 5.000 Kas – Musyarakah 20.000
31-12-2010
Melakukan ayat jurnal penutup untuk bagi hasil Pendapatan yang belum dibagikan 20.000
tersebut Beban bagi hasil 20.000
31-12-2011
Perusahaan memperoleh: Pendapatan 80.000
- Pendapatan 80.000 Penyisihan kerugian 20.000
- Beban 100.000 Beban 100.000
- Pembagian nisbah bagi hasil 3 : 1 untuk mitra aktif Kerugian 15.000 Kerugian 5.000
dan mitra pasif Penyisihan kerugian 15.000 Penyisihan kerugian 5.000
1-1-2012
Pengembalian pada akhir akad Kas 85.000 Kas 45.000 Dana syirkah temporer 150.000
Penyisihan kerugian 15.000 Penyisihan kerugian 5.000 Penyisihan kerugian 20.000
Investasi musyarakah 100.000 Investasi musyarakah 50.000 Kas 130.000
31
AKAD MURABAHAH (PSAK NO. 102)
Murabahah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai (bai’ naqdan) atau tangguh (bai’ mu’ajjal/bai’
bi’tsaman ajil).
Jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela. Yang dipertukarkan bisa berupa uang
dengan barang, barang dengan barang, ataupun uang dengan uang. Jual beli adalah salah satu aspek dalam
muamalah (hubungan manusia dengan manusia), dengan kaidah dasar semua boleh kecuali yang dilarang.
Penjual secara jelas memberi tahu pembeli berapa harga pokok barang dan berapa besar keuntungan yang
diinginkannya. Membolehkan pembebanan biaya langsung ke harga belinya.
Keuntungan yang diinginkan bisa dalam jumlah tertentu (lump sum) atau persentase tertentu. Besarnya
keuntungan harus jelas. Harga barang yang disepakati tidak dapat berubah. Besar angsuran tetap, walaupun
harga beli atau tingkat bunga pasar meningkat. Objek murabahah dapat dijadikan sebagai jaminan.
Dalam akad murabahah, penjual dapat meminta pembeli untuk mewakilinya membeli barang yang dibutuhkan
pembeli, sehingga barang yang dibeli sesuai dengan keinginannya. Harus ada 2 transaksi yang terpisah. Tidak
boleh transaksi tunggal – pinjaman uang.
Bila melunasi lebih cepat, boleh ada potongan harga. Penjual dapat meminta uang muka pembelian sebagai bukti
keseriusannya. Penjual tidak boleh mengenakan denda atas keterlambatan pembayaran. Kecuali keterlambatan
terjadi karena kelalaian, dan bukannya karena kesulitan keuangan. Dendanya bukan merupakan pendapatan,
tetapi dana kebajikan (dana qard) dan harus disalurkan pada yang membutuhkan.
Keringanan karena kesulitan keuangan dapat berupa: menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan objek
murabahah pada pihak lain, atau restrukturisasi piutang.
- Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil
- Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap dan perpanjangan
masa pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan
- Mengonversi akad murabahah, dengan cara menjual objek murabahah kepada pihak lain
Untuk penjualan tidak tunai (tangguh), harus dibuatkan kontrak/perjanjiannya secara tertulis dan dihadiri saksi-
saksi. Kontrak harus memuat: besarnya utang pembeli, jangka waktu akad, besarnya angsuran tiap periode,
jaminan, serta siapa yang berhak atas diskon pembelian.
32
Jenis akad murabahah:
Penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya.
Negosiasi
Produsen
Supplier
Barang (Mabi)
Cost + Margin
b. Al-Hadits
1) Pelaku
d. Barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di masa depan
e. Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan oleh pembeli sehingga
tidak ada gharar (ketidakpastian)
g. Barang tersebut dapat diketahui kualitasnya dengan jelas sehingga tidak ada gharar
3) Ijab Kabul
33
Perlakuan Akuntansi Akad Murabahah
34
AKAD SALAM (PSAK NO. 103)
Salam, berasal dari kata As Salaf pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya di muka. Para
Fuqaha menamainya al-mahawi’ij (barang-barang mendesak) karena sejenis jual beli yang dilakukan mendesak
walaupun barang yang diperjualbelikan tidak ada di tempat.
Salam akad jual beli barang pesanan (muslam fi’ih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam
ilaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-
syarat tertentu.
Dengan demikian, akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga ia dapat
menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya. Sebaliknya, pembeli mendapat jaminan
memperoleh barang tertentu, pada saat ia membutuhkan dengan harga yang disepakatinya di awal. Sekilas,
transaksi salam mirip dengan transaksi ijon.
Ijon gharar dalam hal jumlah ataupun kualitas, syarat saling rela dapat tidak terpenuhi atau dapat merugikan
salah satu pihak.
Salam dibolehkan syariah karena tidak ada gharar. Walaupun barang baru diserahkan dikemudian hari, harga,
spesifikasi, karakteristik, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahannya sudah ditentukan dan disepakati ketika
akad terjadi.
Dalam murabahah, ada penjualan tangguh yang artinya barang diserahkan terlebih dahulu sedangkan
pembayaran kemudian. Salam merupakan kebalikannya, di mana pembayarannya dilakukan terlebih dahulu dan
penyerahan barang dilakukan kemudian.
Bila barang yang dikirim tidak sesuai dengan pesanan, pembeli boleh melakukan khiyar yaitu memilih apakah
transaksi dilanjutkan atau dibatalkan.
Transaksi salam biasanya digunakan pada industry pertanian. Bahkan akad salam dapat digunakan untuk
membantu petani dengan tiga strategi pendekatan yang dilakukan pemerintah, antara lain:
a. Pemerintah membentuk perusahaan pembiayaan syariah, untuk sector pertanian secara khusus dalam
bentuk BUMN non bank
1. Salam, skemanya
Barang/modal
Penjual Pembeli
Salam
Uang
35
2. Salam parallel, skemanya
Barang/modal Barang/modal
Uang
Uang
Rukun Salam
2. Objek akad: barang yang akan diserahkan (muslam fi’ih) dan modal salam (ra’su maalis salam)
3. Ijab Kabul
Barang tidak harus ada di tangan penjual tetapi harus ada pada waktu yang ditentukan
Apabila barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan, akad menjadi fasakh/rusak, dan
pembeli dapat memilih untuk menunggu atau membatalkan akad
Apabila barang yang dikirim cacat/tidak sesuai dengan yang disepakati, pembeli boleh melakukan khiyar
Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih baik, penjual tidak boleh meminta tambahan pembayaran,
dianggap sebagai pelayanan kepuasan pelanggan
Apabila barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, pembeli boleh memilih menerima atau
menolaknya. Apabila menerima, pembeli tidak boleh meminta pengurangan harga
Barang boleh dikirim sebelum jatuh tempo asal disetujui kedua belah pihak
Penjualan kembali barang yang dipesan sebelum diterima tidak dibolehkan secara syariah
Barang yang dikirim cacat atau tidak sesuai dengan yang disepakati dalam akad
Barang yang dikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan
akad
36
Perlakuan Akuntansi Akad Salam
37
AKAD ISTISHNA’ (PSAK NO. 104)
Manusia membutuhkan sesuatu yang bisa jadi belum tersedia di pasar sehingga untuk memperolehnya harus
dilakukan indent atau pemesanan terlebih dahulu. Akad ini pada dasarnya merupakan suatu jenis khusus dari jual
beli dengan akad salam. Ketentuan syariahnya sama.
Akad istishna’ akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan criteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni’) dan penjual (pembuat/ shani’).
Shani’ akan menyiapkan sendiri barang yang dipesan atau melalui pihak lain (istishna’ parallel).
- Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya
Dalam istishna’ parallel, penjual membuat akad kedua dengan subkontraktor. Tetapi yang bertanggung jawab
tetap penjual, bukan subkontraktor.
PSAK 104 par 13, pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
38
Jenis Akad Istishna’
1. Istishna’, skemanya
Asset
Pembeli Penjual
Istishna’ 1
Uang
Pembeli Subkontraktor/
produsen/pembuat
2. Objek akad: berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga
- Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
- Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak
memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad
- Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh
dibatalkan sehingga penjual tidak dirugikan
3. Ijab kabul
39
AKAD IJARAH (ED PSAK 107)
Ijarah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan
pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
Ijarah sejenis dengan jual beli namun yang dipindahkan bukan hak kepemilikannya tapi hak guna/ manfaat, dari
suatu asset atau dari jasa/pekerjaan.
Barang yang dapat habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti
memilikinya.
Hubungan pekerja dan pemberi kerja (upah mengupah) termasuk dalam akad ijarah, dan pengguna jasa harus
membayar upah.
Akad ijarah mewajibkan pemberi sewa untuk menyediakan asset yang dapat digunakan atau dapat diambil
manfaatnya selama periode akad dan memberikan hak kepada pemberi sewa untuk menerima upah sewa (ujrah).
Penyewa merupakan pihak yang menggunakan/mengambil manfaat atas asset sehingga penyewa berkewajiban
membayar sewa dan menggunakan asset sesuai dengan kesepakatan (kalau ada), tidak bertentangan dengan
syariah, dan merawat/menjaga keutuhan asset tersebut. Apabila kerusakan asset terjadi karena kelalaian
penyewa maka ia berkewajiban menggantinya atau memperbaikinya. Selama masa perbaikan, masa sewa tidak
bertambah. Pemberi sewa dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari
risiko kerugian.
Pengalihan kontrak atau asset yang disewa kemudian disewakan kembali pada pihak lain boleh dilakukan, baik
dengan harga sama, lebih tinggi atau lebih rendah asalkan pemberi sewa mengijinkannya. Syaratnya adalah kedua
akad harus tunai. Hal ini untuk menghindari transaksi sejenis bai al innah yang dilarang secara syariah.
Pembayaran sewa dapat dibayar di muka, ditangguhkan ataupun diangsur sesuai kesepakatan pemberi sewa dan
penyewa. Apabila yang disepakati adalah pembayaran tangguh dan terjadi pemindahan pembayaran akibat
penyewa lalai (bukan karena tidak mampu secara financial), maka dapat dikenakan denda, yang akan digunakan
sebagai dana kebajikan.
Apabila atas ijarah dibayarkan uang muka, dan penyewa membatalkan akad, maka uang muka tersebut menjadi
hak pemberi sewa.
Akad ijarah hendaknya memuat aturan tentang jangka waktu akad, besarnya sewa atau upah (di muka, angsuran
atau di akhir), peruntukan asset yang disewakan, dan hal lainnya yang dianggap penting.
Perjanjian mulai berlaku efektif ketika penyewa dapat menggunakan asset yang disewanya bukan saat
penandatanganan kontrak, sebaliknya pada saat itu pemberi sewa berhak menerima pembayaran sewa atau
upah.
40
Skema Ijarah
Akad ijarah
Objek ijarah
2. Manfaat atas jasa berasal dari hasil karya atau dari pekerjaan seseorang
1. Ijarah.
2. Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) ijarah dengan wa’ad (janji) dari pemberi sewa berupa perpindahan
kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu.
Perpindahan kepemilikan dapat dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan
telah diselesaikan dan objek ijarah telah diserahkan kembali kepada pemberi sewa. Kemudian akan
dibuat akad baru, terpisah dari akad ijarah sebelumnya.
- Hibah
- Penjualan
3. Jual dan sewa kembali (sale and leaseback) atau transaksi jual dan ijarah terjadi di mana seseorang
menjual asetnya kepada pihak lain dan menyewa kembali asset tersebut. Alasannya bisa karena pemilik
asset membutuhkan uang sementara ia masih memerlukan manfaat dari asset tersebut.
a. Pelaku: pemberi sewa/ pemberi jasa/ lessor/ mu’jjir dan penyewa/ pengguna jasa/ lessee/ musta’jir
b. Objek: manfaat asset/ ma’jur dan pembayaran sewa; atau manfaat jasa dan pembayaran upah
41
- Dapat dialihkan secara syariah, contoh manfaat yang tidak dapat dialihkan secara syariah sehingga tidak
sah akadnya:
2. Mempekerjakan seseorang untuk membaca Al-Qur’an dan pahalanya ditujukan untuk orang tertentu
- Harus jelas besarannya dan diketahui oleh para pihak yang berakad
- Boleh dibayarkan dalam bentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang serupa dengan objek akad
- Bersifat fleksibel, dalam arti dapat berbeda untuk ukuran waktu, tempat dan jarak serta lainnya yang
berbeda
- Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan,
baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
- Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah wa’ad, yang hukumnya tidak
mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang
dilakukan setelah masa ijarah selesai.
1. Periode akad sudah selesai sebelum perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupun dalam
perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan.
2. Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan akad ijarah.
5. Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena
memberatkannya.
42
Perlakuan Akuntansi Akad Ijarah
a. Kasus Ijarah
43
AKAD SHARF
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran atau transaksi jual beli.
Skema Sharf
Valuta
Valuta
Emas, perak, kurma, gandum, anggur kering, dan garam adalah contoh barang-barang ribawi atau barang yang
secara kasat mata tidak dapat dibedakan. Bila terjadi pertukaran sesama barang ribawi yang sejenis maka harus
sama jumlahnya dan harus dari tangan ke tangan (tunai) karena kelebihannya adalah riba. Begitu pula pertukaran
untuk barang ribawi sejenis dengan kualitas yang berbeda.
Pertukaran untuk mata uang yang berbeda dibolehkan jumlahnya berbeda asalkan dilakukan secara tunai/tidak
boleh utang.
Menurut Islam, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan bukan komoditas. Tanpa didayagunakan, uang tidak
dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan dengan dirinya sendiri. Apabila uang dapat “bertambah” tanpa
didayagunakan, maka tambahan itu adalah riba. Uang baru dapat menghasilkan keuntungan atau kelebihan
apabila didayagunakan atau diinvestasikan bersama dengan sumber daya lainnya.
1) Transaksi Spot transaksi pembelian dan penjualan valas dan penyerahannya pada saat itu atau
penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu 2 hari. Transaksi ini dibolehkan secara syariah, karena
dianggap tunai, sedangkan fleksibilitas waktu 2 hari sebagai proses yang tidak bisa dihindari dan
merupakan batas normal suatu transaksi internasional.
2) Transaksi Forward transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat
sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan dating. Jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan
dalam syariah (ada unsur ketidakpastian/gharar), karena harga yang dipergunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari dan harga pada waktu
penyerahan belum tentu sama dengan harga yang disepakati.
3) Transaksi Swap suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan
dengan pembelian atau penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram karena ada
unsur spekulasi/ judi/ maisir.
44
4) Transaksi Option kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call option) atau hak untuk
menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu
atau tanggal tertentu. Hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/ judi/ maisir.
Dengan demikian, secara syariah transaksi pertukaran valas dibolehkan sepanjang dilakukan secara tunai dan
tidak digunakan untuk tujuan spekulasi. Bila penjualannya tunai tapi kalau tujuannya untuk spekulasi, tetap tidak
dibolehkan karena uang bukanlah komoditas. Kalau tujuannya untuk tabungan atau keperluan transaksi, boleh
saja menyimpan dalam bentuk valas.
- Nilai tukar/kurs mata uang telah diketahui oleh kedua belah pihak
- Bila valutanya dari jenis yang sama, maka jual beli harus dilakukan dalam kuantitas yang sama, sekalipun
model dari mata uang itu berbeda
- Tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata uang yang dipertukarkan
45
AKAD WADIAH
Wadiah merupakan simpanan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain yang bukan pemiliknya, untuk
tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang/barang kepada pihak yang
menerima titipan dengan catatan kapan pun titipan diambil, pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali
uang/barang titipan tersebut dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan.
Dalam akad hendaknya dijelaskan tujuan wadiah, cara penyimpanan, lamanya waktu penitipan, biaya
yang dibebankan pada pemilik barang, dan hal-hal lain yang dianggap penting.
1. Wadiah amanah wadiah di mana uang/barang yang dititipkan hanya boleh disimpan dan tidak boleh
didayagunakan. Si penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi
pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam
memelihara titipan tersebut. Contoh: Safe Deposit Box.
Penyerahan Barang
2. Wadiah yadh dhamanah wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan
tersebut dengan seijin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh
setiap saat, saat si pemilik menghendakinya. Hasil dari pemanfaatan barang tidak wajib dibagihasilkan
dengan pemberi titipan. Namun penerima titipan boleh saja memberikan bonus dan tidak boleh
diperjanjikan sebelumnya kepada pemilik barang. Contoh: Tabungan dan Giro Tidak Berjangka.
Penyerahan barang
Akad Wadiah
Pihak yang menitipkan/ Penerima titipan/ Memperoleh manfaat
muwaddi’ mustawda’ barang/uang
Mustawda’
memberi bonus
Dunia
Pengembalian usaha
barang
Rukun Wadiah
1. Pelaku
46
2. Objek wadiah
47
AKAD AL-WAKALAH (DEPUTYSHIP/AGEN/WAKIL)
Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandate. Akad
wakalah adalah akad pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh
diwakilkan. Namun, tidak semua hal dapat diwakilkan.
Dalam menjalani kehidupan ini, seringkali manusia tidak dapat meyelesaikan semua urusannya sendiri sehingga
perlu pihak lain untuk mewakilinya dalam melakukan sesuatu. Contohnya adalah dalam mewakilkan pembelian
barang, pengiriman uang, pembayaran utang, penagihan utang, realisasi letter of credit, dsb.
Wakalah dalam pendelegasian pembelian barang, terjadi dalam situasi di mana seseorang (perekomendasi)
mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili dirinya membeli sesuatu. Orang yang meminta
diwakilkan (muwakkil) harus menyerahkan sejumlah uang secara penuh sebesar harga barang yang akan dibeli
kepada agen/pihak yang mewakili (wakil) dalam suatu kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga
dengan menggunakan titipan muwakkil untuk membeli barang.
Agen (wakil) boleh menerima komisi (al-ujr) dan boleh tidak menerima komisi (hanya mengharap ridha
Allah/tolong menolong). Tetapi bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/sewa menyewa.
Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil ujrah, bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara
sepihak.
Skema Wakalah
Akad wakalah
Pelaksanaan
wakalah
Objek yang
dikuasakan
Sumber Hukum: QS. 18: 19, QS. 12: 55, QS. 17: 34
Rukun Wakalah
1. Pelaku
2. Objek akad
3. Ijab Kabul
48
4. Wakil mengundurkan diri.
5. Orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas sesuatu yang diwakilkan.
Kas xxx
Kas xxx
Kas xxx
Kas xxx
49
AKAD AL-KAFALAH (JAMINAN)
Kafalah disebut juga dhaman (jaminan), hamalah (beban), dan za’amah (tanggungan). Akad kafalah yaitu
perjanjian pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil).
Secara teknis akad kafalah berupa perjanjian bahwa seseorang memberikan penjaminan kepada seorang kreditor
yang memberikan utang kepada seorang debitor, yaitu menjamin bahwa utang debitor akan dilunasi oleh
penjamin apabila debitor tidak membayar utangnya.
Kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus segera dilunasi atau sesuatu di masa
depan. Kafalah dapat juga bersyarat.
Kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong menolong. Namun penjamin
dapat menerima imbalan sepanjang tidak memberatkan. Apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat
mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
Skema Kafalah
Akad kafalah
1. Pelaku, terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak yang berpiutang.
- Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (rida) dengan
tanggungan kafalah tersebut
- Diketahui identitasnya
- Berakal sehat
2. Objek akad (makful bihi), berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang, jasa, maupun
pekerjaan.
3. Ijab Kabul.
50
Berakhirnya Kafalah
1. Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh penjamin, atau jika kreditor
menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada orang yang berutang.
2. Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin.
4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase dengan kreditor.
Kas xxx
Kas xxx
Kas xxx
51
QARDHUL HASAN
Qardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya (hanya wajib membayar sebesar pokok utangnya),
pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada riba), karena kalau meminjamkan
uang maka ia tidak boleh meminta pengembalian yang lebih besar dari pinjaman yang diberikan. Namun si
peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri memberikan kelebihan atas pokok pinjamannya.
Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki kemampuan
financial, untuk tujuan social atau untuk kemanusiaan. Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan
bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan kepada peminjam. Jika
peminjam mengalami kerugian bukan karena kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat mengurangi jumlah
pinjaman.
Walaupun sifat utang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berutang dapat semaunya sendiri, karena dalam
Islam, utang yang tidak dibayar akan menjadi penghalang dia di hari akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di
medan perang yang pahalanya sudah dijamin bahkan Rasul tidak bersedia menshalatkan jenazah yang masih
memiliki utang.
Sumber dana qardhul hasan dapat berasal dari eksternal atau internal. Sumber dana eksternal meliputi dana
qardh yang diterima entitas bisnis dari pihak lain (misalnya dari sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya).
Sedangkan contoh sumber dana qardh yang disediakan para pemilik entitas bisnis, hasil pendapatan non halal
dan denda dan lain sebagainya.
Laba
52
Perlakuan Akuntansi Akad Qardhul Hasan
2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan non halal
Kas xxx
Utang xxx
2. Saat pelunasan
Utang xxx
Kas xxx
53
AKAD AL-HIWALAH (PENGALIHAN)
Hiwalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit atau memikul sesuatu di atas
pundak. Objek yang dialihkan dapat berupa utang atau piutang. Jenis akad ini pada dasarnya adalah akad tabarru’
yang bertujuan untuk saling tolong menolong untuk menggapai ridha Allah. Akad ini harus disepakati para pihak
dengan dasar kepercayaan.
Jika yang dialihkan utang maka akad hiwalah merupakan akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang
kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar) utangnya. Secara teknis, pihak yang berutang meminta
pihak lain untuk membayarkan terlebih dahulu utang yang timbul dari jual beli. Pada gilirannya, pihak yang
berutang akan membayar kepada pihak yang telah menanggung utangnya. Pihak yang menerima pengalihan
utang dapat memperoleh imbalan atas jasanya.
Jika yang dialihkan piutang maka akad hiwalah merupakan akad pengalihan piutang dari satu pihak yang
berpiutang kepada pihak lain yang berkewajiban menagih piutangnya. Secara teknis, pihak yang berpiutang
meminta pihak lain untuk mengambil alih piutang yang dimilikinya, dengan pengambilalihan ini pihak yang
berpiutang akan menerima uang dari yang mengambil alih piutang. Sementara pihak yang berutang akan
membayar pada pihak yang telah mengambil alih piutang. Pihak yang menerima pengalihan piutang dapat
memperoleh imbalan atas jasanya. Akad hiwalah seperti ini dapat membantu likuiditas pihak yang mempunyai
piutang.
1. Hiwalah Al Haqq (pemindahan hak/anjak piutang) hiwalah yang merupakan hak untuk menagih
piutang, yang mengambil alih piutang harus berhati-hati pada kredibilitas dan kemampuan pihak yang
berutang selain harus melihat keabsahan transaksinya.
2. Hiwalah Ad Dain (pemindahan utang) hiwalah di mana yang dipindahkan adalah kewajiban untuk
membayar utang. Pihak yang mengambil alih utang harus yakin pihak yang diambil alih utangnya dapat
memenuhi kewajibannya di kemudian hari.
1. Hiwalah Al-Muqayyadah (pemindahan bersyarat) pemindahan sebagai ganti dari pembayaran utang
pihak pertama kepada pihak kedua.
2. Hiwalah Al-Muthlaqah (pemindahan mutlak) pemindahan utang yang tidak ditegaskan sebagai ganti
dari pembayaran utang pihak pertama kepada pihak kedua.
54
Skema Hiwalah (Anjak Piutang)
1.Suplai barang
2.Invoice 4.Tagih
3.Bayar 5.Bayar
Pengambil Alih
Rukun Hiwalah
2. Objek akad
b. Adanya piutang
- Bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang atau piutang
- Harus merupakan utang/piutang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau
dibebaskan
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu)
Kas xxx
Kas xxx
55
Bagi pihak yang diambil alih
Kas xxx
56
AKAD AL-RAHN (PINJAMAN DENGAN JAMINAN)
Rahn secara harfiah adalah tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang disebut dengan barang
jaminan, agunan, cagar, atau tanggungan. Rahn menahan barang sebagai jaminan atas utang. Akad rahn juga
diartikan sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan penahanan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang gadai baru dapat diserahkan kembali pada
pihak yang berutang apabila utangnya sudah lunas.
Akad rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang berutang. Pemeliharaan dan
penyimpanan barang gadaian pada hakekatnya adalah kewajiban pihak yang menggadaikan (rahin), namun dapat
juga dilakukan oleh pihak yang menerima barang gadai (murtahin) dan biayanya harus ditanggung rahin. Besarnya
biaya ini tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Apabila barang gadaian dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka pihak yang menerima barang gadaian
boleh memanfaatkannya atas seijin pihak yang menggadaikan, sebaliknya ia berkewajiban memelihara barang
gadaian.
Untuk barang gadai berupa emas tentu tidak ada biaya pemeliharaan, yang ada adalah biaya penyimpanan.
Penentuan besarnya biaya penyimpanan dilakukan dengan akad ijarah.
Pada saat jatuh tempo yang berutang berkewajiban untuk melunasi utangnya. Apabila ia tidak dapat melunasinya
maka barang gadaian dijual kemudian hasil penjualan bersih digunakan untuk melunasi utang dan biaya
pemeliharaan yang terutang. Apabila ada kelebihan antara harga jual barang gadaian dengan besarnya utang
maka selisihnya diserahkan kepada yang berutang tetapi apabila ada kekurangan maka yang berutang tetap harus
membayar sisa utangnya tersebut.
SKEMA RAHN
Pemberi utang
57
- Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)
b. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh temponya
3. Ijab kabul
Transaksi Pihak yang menerima gadai (Murtahin) Pihak yang menggadaikan (Rahin)
Pada saat menyerahkan dan menerima barang gadai, tidak ada jurnal tetapi membuat tanda terima atas barang
1. Pada saat murtahin menyerahkan uang Piutang xxx Kas xxx
pinjaman Kas xxx Utang xxx
2. Saat murtahin menerima uang untuk Kas xxx Beban xxx
biaya pemeliharaan dan penyimpanan Pendapatan xxx Kas xxx
3. Ketika pelunasan uang pinjaman, Kas xxx Utang xxx
barang gadai dikembalikan Piutang xxx Kas xxx
4. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak Penjualan barang gadai, jika nilainya sama Saat penjualan barang gadai
dapat dilunasi sehingga barang gadai dengan piutang
dijual Kas xxx Kas xxx
Piutang xxx Akum. Penyusutan (bila aset tetap) xxx
Kerugian (bila rugi) xxx
Keuntungan (bila untung) xxx
Aset xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang
sejumlah selisih antara nilai penjualan dengan menggadai
saldo piutang
Utang xxx
Kas xxx
Jika masih ada kekurangan pembayaran utang
setelah penjualan barang gadai tersebut, maka
berarti pihak yang menggadaikan masih memiliki
saldo utang kepada pihak yang menerima gadai
58