Anda di halaman 1dari 81

alam.

Kami sadar bahwa modul ini belum kami

kasih.

1|P a ge
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam? Partanyaan ini begitu menggelitik,

karena agama sebagaimana dipahami banyak kalangan, hanyalah kumpulan

norma yang lebih menekankan pada persoalan moralitas. Dan karenanya

prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata kehidupan modern dalam

bertransaksi yang diatur dalam akuntansi, tidak masuk dalam

cakupanagama.Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang

berdasarkan syariah Islam) wajar saja dipertanyakan orang. Sama halnya pada

masa lalu orang meragukan dan mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam

Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam terhadap sumber dari ajaran Islam –

Al-Qur’ an maka akan menemukan ayat-ayat maupun hadits- hadits yang

membuktikan bahwa Islam juga membahas ilmu akuntansi. Agama diturunkan

untuk menjawab persoalan manusia, baik dalam tataran makro maupun mikro..

Ajaran aama memang harus dilaksanakan dalam segala aspek kehidupan. Dalam

pelaksanaannya, ajaran agama sebagai “ pesan-pesan langit” perlu

penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya : “ membumikan”

ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya sehingga dapat mewarnai

tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi umat. Dengan demikian,

agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja. Karena Islam adalah

agama amal. Sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari normatif menuju

teoritis keilmuan yang faktual. Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat

dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al- Qur’ an.

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di

2|P a ge
dalamnya kegiatanjual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa

Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk

melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan

kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang

memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan

accountability. Wacana Akuntansi Syariah Akuntansi konvensional yang sekarang

berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk

lingkungannya. Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan

kapitalis, maka informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai

kapitalis Kemudian keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna

informasi tersebut juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi

akuntansi yang kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga.

Jaringan inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.dan

nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat

perbedaan yang sangat besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai

yang melandasi setiap aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal

ini tidak ditemukan dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya

dan sistem nilai ini menghasilkan bentukmasyarakat, praktik, serta pola hubungan

yang berbeda pula . Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban

bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan ketundukan

kepada ketentuan Allah swt.

3|P a ge
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN AKUTANSI SYARIAH

Menurut surat Al-Baqarah ayat 282, Allah memerintahkan untuk melakukan

penulisan secara benar atas segala transaksi yang pernah terjadi selama

melakukan muamalah. Dan menurut sejarah Pengertian akutansi adalah

disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang

Pendeta Italia bernama Luca Pacioli yang menulis buku “ Summa de Arithmatica

Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “ Double Entry

Accounting System” .

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba

mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan

pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam

account, perkiraan atau pos

keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba (Dapat dilihat dalam Al-

Qur’ ansurat A-Baqarah :282).

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai

untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah

seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah

penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka

hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan

(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan

janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…

Adapun faktor yang menyebabkan terjadinya percepatan perkembangan akuntansi

hinggasekarang diantaranya adalah:


4|P a ge
a. Adanya motivasi awal yang memaksa orang untuk mendapatkan keuntungan

besar(maksimalisasi laba = jiwa kapitalis).

b. Pengakuan pengusaha akan pentingnya aspek sosial yang berkaitan dengan

persoalanmaksimalisasi laba.

c. Bisnis dilakukan dengan peranan untuk mencapai laba sebagai alat untuk

mencapai tujuanbukan “ akhir suatu tujuan” .

Percepatan pertumbuhan akuntansi tersebut tidak selamanya memberikan jalan

lurus. Arus era informasi dan globalisasi cenderung mempengaruhi perilaku

masyarakat untuk melakukan harmonisasi sesuatu. Misalnya, dalam hal

pengetahuan dan praktik akuntansi, maka upaya harmonisasi praktik-praktik

akuntansi dijalankan, termasuk kehendak untuk memberlakukan praktik akuntansi

secara seragam.Kemudian sejak tahun 1980-an,mulai adaperhatian kuat daripara

peneliti akuntansi dalam upaya memahami akuntansi dalam penertianyang lebih

luas.

Misalnya dalam kontek social dan organisasi..akuntansi secara tradisional telah di

pahami sebagai prosedur rasional dalammenyediakan informasiyang bermanfaat

untuk pengambilan keputusan dan pengendalian. Dalam pengertian tersebut

menunjukan bahwa akuntansi tampak seperti teknologi yang kelihatan konkrit,

tangible dan bebas dari nilai massyarakat dimana dipraktekan. Tricker secara

tegas menyatakan, bahwa “ (bentuk) akuntansi sebetulnya tergantungpada

teknologi dan moral masyarakat. Akuntansi adalah anak budaya dari

masyarakat.Beberapa definisi akuntansi diantaranya:

1. Menurut Littleton, tujuan utama dari akuntansi adalah untuk melaksanakan

perhitungan periodik antara biaya (usaha) dan hasil (operasi). Konsep ini

merupakan inti dari teori akuntansi dan merupakan ukuran yang dijadikan

sebagai rujukan dalam mempelajari akuntansi.

2. APB (Accounting Principal Board) Statement No.4 mendefinisikan sebagai

berikut: “ akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah memberikan


5|P a ge
informasi kuantitatif, umumnya dalam ukuran uang, mengenai suatu badan

ekonomi yang dimaksudkan untuk digunakan dalam pengambilan keputusan

ekonomi, yang digunakan dalam memilih diantara beberapa alternatif.

3. AICPA (American Institute of Certified Public Accountant) mendefinisikan

sebagai berikut: “ akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan

pengikhtisaran dengan cara tertentu dan dalam ukuran moneter, transksi, dan

kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangaN dan termasuk penafsiran

hasil-hasilnya.

2.2 SEJARAH GAGASAN AKUNTANSI SYARIAH

1. Ideologi Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sampai abad 14 Karya – karya

besar ulama’ salaf;

a) Shubul A’ sya fi shinaatil insya’ al qolqolshqndi.

b) Al Amwal (ibnu Ubaid).

c) Al Kharaj(Abu Yusuf),dll.

Perhatian untuk pembukuan ini masih berjalan sesuai dengan kaidah kaidah

Islam di Negara Negara Islam sampai masuknya gerakan ghazwul fikr ke

mayoritas Negara Islam terutama setelah runtuhnya khilafah Islamiah.

2. Ideologi Akuntansi Islam pada awal abad ke -14 Runtuhnya khilafah Islamiah

serta tidak adanya perhatian dari pemikir - pemikir Islam untuk

mensosialisasikan hukum Islam ,ditambah lagi dengan dijajahnya oleh

6|P a ge
kebanyakan negara negara kuat seperti Inggris dan Perancis sangat

mempengaruhi segala sendi muamalah , khususnya keuangan.

3. Ideologi Akuntansi Islam Di Zaman Modern (zaman Kebangkitan baru)

a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan

disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’ 93). Disamping itu juga

terdapat riset yang tersebar di majalah- majalah ilmiah . Proses ini terus

berlanjut sampai sekarang .

b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan

yang segar seperti :

• Muhaasabah zakat al maal ‘ Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo;

pustaka Angola 1970)

• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)

• Muhasabah az zakah ( Dr husain S Kairo : persatuan bank bank

Islam sedunia 1979),dll.

c) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke

sekolah dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar

untuk program paascasarjana (1976)pada 1978 di buka beberapa jurusan

dalam cabang cabang ilmu akuntansi

d) Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset

Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –

riset sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan

secara detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan

penafsiran – penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar

bahwa Islam mengandung pokok – pokok dan undang – undang

Akuntansi yang belumdibahas dan tidak diketahui sama sekali oleh para

pakar ilmu akuntansi konvensional.


7|P a ge
e) Aspek Implementasi Munculnya lembaga – lembaga keuagan islam,

asuransi islam ,perusahaanInvestasi Islam dan BMT islami.

Lembaga ini sangat membutuhkan kaidah – kaidah dan UU Ak. Islam

Memang telah ada usahakekelompok pakar akuntansi .namun usaha ini

memerlukan keseriusan dan usaha lebih lanjut . Secara singkat jelaslah

bahwa umat islam meletekkan dasar-dasar bagi perkembangan bagi

perkembangan akuntansi modern yang ada saat ini .Peranan ini

sebetulnya tidak terlepas dari pemahaman tentang teologi mereka ,yang

dipahami secara bebas dan rasional ini mereka tidak hanya mampu

memberikan kontribusi yang besar bagi akuntansi namun juga peradaban

manusia .Tetapi ketika umat Islam meninggalkan dasar – dasar teologi

yang bebas dan rasional tadi ,karya karya besar umat Islam jaman klasik

diambil alih oleh bangsa Barat yang tentu sangatkental dengan nilai nilai

barat itu sendiri.

2.3 PRAKTEK AKUNTANSI PEMERINTAHAN ISLAM

a) Pada zaman Rasulullah SAW cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi

pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan orang-orang yang

kompeten (Zaid, 2000);

b) Pemerintahan Rasulullah SAW memiliki 42 pejabat yang digaji, terspesialisasi

dalam peran dan tugas tersendiri(Hawary, 1988);

c) Perkembangan pemerintahan Islam hingga Timur Tengah, Afrika, dan Asia di

zaman Umar bin Khatab, telah meningkatkan penerimaan dan pengeluaran

negara;

d) Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk

pertanggungjawaban penerimaaan dan pengeluaran negara;

e) Umar bin Khatab mendirikan lembaga yang bernama Diwan (dawwana =

8|P a ge
tulisan);

f) Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh Umar bin Abdul

Aziz (681- 720M) dengan kewajiban mengeluarkan bukti penerimaan uang

(Imam, 1951);Al Waleed bin Abdul Malik (705-715M) mengenalkan catatan dan

register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen, 1973);

g) Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat tertinggi

pada masa Daulah Abbasiah;

h) Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti Akuntansi

peternakan, Akuntansi pertanian, Akuntansi perbendaharaan, Akuntansi

konstruksi, Akuntansi mata uang, dan pemeriksaan buku / auditing

(Al-Kalkashandy, 1913);

i) Sistem pembukuan menggunakan model buku besar, meliputi :

1. Jaridah Al-Kharaj (menyerupai receivabale subsidiary ledger), menunjukkan

utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta utang hewan ternak

dan cicilan. Utang individu dicatat di satu kolom dan cicilan pembayaran di

kolom yang lain (Lasheen, 1973);

2. Jaridah Annafakat (Jurnal Pengeluaran);

3. Jaridah Al Mal (Jurnal Dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran dana

zakat;

4. Jaridah Al Musadareen, mencatat penerimaan denda / sita dari individu

yang tidak sesuaisyariah, termasuk korupsi.

Laporan Akuntansi yang berupa :

5. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat

setiap bulan (Bin Jafar, 1981);

6. Al Khitmah Al Jame’ ah, laporan keuangan komprehensif gabungan

antara income statement dan balance sheet (pendapatan, pengeluaran,

surplus / defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap), dilaporkan

9|P a ge
pada akhir tahun;

Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat diklasifikasikan pada

laporan keuangan dalam 3(tiga) kategori yaitu collectable debts, doubtful debts,

dan uncollectable debts (Al- Khawarizmi, 1984).

2.4 PENGEMBANGAN AKUTANSI SYARIAH

Industri keuangan syariah mengalami tiga dasawarsa terakhir, tidak hanya di

dunia namun juga di Indonesia. Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di

dunia, Indonesia telah menunjukan peranannya dalam pengembangan industri

keuangan syariah. Pemerintah mendukung industri ini dengan mengeluarkan

regulasi-regulasi yang memperlakukan industri ini secara netral dibandingkan

dengan industri keuangan konvensional, meskipun bila dibandingkan dengan

negara-negara tetangga di regional asia, khusunya Malaysia, Singapura, dan

negara- negara Timur Tengah, regulasi industri keuangan syariah di Indonesia

belum selengkap di negara-negara tersebut.Untuk mengatur akuntansi atas

transaksi-transaksi keuangan syariah, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah

menetapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 101-108.

PSAK ini diharapkan dapat diterapkan oleh sumber daya insani (SDI) industri

keuangan syariah tanah air. Lebih lanjut Penyiapan SDI merupakan agenda besar

tersendiri yang perlu disiapkan oleh pemerintah bersama industri

keuangansyariah di Indonesia. Peran lembaga pendidikan, khususnya perguruan

tinggi sebagai institusi pencetak SDI unggul menjadi suatu yang penting untuk

terus ditingkatkan.

Nilai pertanggung jawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam sistem

akuntansi syari’ ah. Ketiga nilai tersebut tentu saja sudah menjadi prinsip dasar

yang operasional dalam prinsip akuntansi syariah. Apa makna yang terkandung

dalam tiga prinsip tersebut? Berikuturaian yang ketiga prinsip yang tedapat dalam

10 | P a g e
surat Al-Baqarah:282.

Prinsip pertanggung jawaban, Prinsip pertanggungjawaban (accountability)

merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim.

Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim,

persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang khalik mulai

dari alam kandungan.. manusia dibebani olehAllah untuk menjalankan fungsi

kehalifahan di muka bumi. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan

amanah. Banyak ayat Al-Qur’ an yang menjelaskan tentang proses

pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah dimuka bumi.

Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dala

praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah

diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Akuntansi dikenal

sebagai sistem pembukuan “ double entry” . Menurut sejarah yang diketahui

awam dan terdapat dalam berbagai buku “ Teori Akuntansi” , disebutkan muncul

di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama

Luca Pacioli. Beliau menulis buku

“ Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab

mengenai “ Double Entry Accounting System” . Dengan demikian mendengar

kata ” Akuntansi Syariah” atau “ Akuntansi Islam” , mungkin awam akan

mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itusangat mengada-ada.

Namun apabila kita pelajari “ Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah

munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan

terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para

Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk

perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak

pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri

pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk

11 | P a g e
menangani profesi akuntan dengan sebutan “ hafazhatul amwal” (pengawas

keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah

ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni

surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,

dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh

kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana

pada awal ayat tersebut menyatakan “ Hai, orang-orang yang beriman apabila

kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah

kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu

menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya

sebagaimana Allah telah mengajarkannya… … … ”

Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih

dahulu mengenalsystem akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun

610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya

pada tahun 1494.

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba

mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan

pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam

account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya,

dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil,

jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan

ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya.

Dalam hal ini,Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah

Asy-Syu’ ara ayat 181-184 yang berbunyi:” Sempurnakanlah takaran dan

janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan

timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya

dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan

12 | P a g e
bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang

dahulu.”

Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer

Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya,

dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan

secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan

keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang

dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya.

Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan

motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan

membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang

melakukan pemeriksaaan atas laporan besertabukti-buktinya. Metode, teknik, dan

strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.

Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “ tabayyun” sebagaimana yang

dijelaskan dalam SurahAl-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “ Hai orang-orang yang

beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka

periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada

suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal

atas perbuatanmu itu.”

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus

menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam

Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi:

“ Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan

neraca yang benar. Itulah yang lebih utama(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam

konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum

yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam

13 | P a g e
dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik

dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan

menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.

Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah,

Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan

‘ Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam.

Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang

membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi

Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin

ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan

Akuntansi tersebut.

Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat

pada hal-hal sebagai berikut:

1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;

2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun

pembukuan keuangan;

3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;

4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;

5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income

dengan cost (biaya);

6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;

7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok

PikiranAkuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai

atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang

dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan

14 | P a g e
konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang

berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan

produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang

kontinuitas;

2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu

modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan

di dalam konsep Islam barang- barang pokok dibagi menjadi harta berupa

uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi

menjadi barang milik dan barang dagang;

3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang

sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya

sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau

sebagi sumber harga atau nilai;

4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari

menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan

laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan

hal itu dengan cara penentuan nilai atau hargadengan berdasarkan nilai tukar

yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan

resiko;

5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba

dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram,

sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok

dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari

transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika

ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang

telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak

boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok moda

6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika
15 | P a g e
adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu

akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,

baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jualbeli adalah suatu

keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata

laba itu diperoleh.

Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi

Syariah Islamdengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan

pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.

Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “ On Islamic

Accounting” , Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri

oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan

dalam Akuntansi Islam ada “ meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi

yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan

ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia

yaitu “ hanief” yangmenuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung

jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang

akan mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki

Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan

saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum

Syariah lainnya.

Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh

lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah

membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi

Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan

lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allahdalam Al Qur’ an.

“ … … … Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan

segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang

yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89)adapun Prinsip umum akuntansi Syariah


16 | P a g e
Menurut Muhammad (2002:11), dalam Al Qur’ an surat Al Baqarah ayat 282 ada

tiga nilai yang menjadi prinsip dasar dalam operasional akuntansi syari’ ah yaitu

nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran:

a. Prinsip pertanggungjawaban

Dalam kebudayaan kita, umumnya "tanggung jawab" diartikan sebagai

keharusan untuk "menanggung" dan "menjawab" dalam pengertian lain yaitu

suatu keharusan untuk menanggung akibat yang ditimbulkan oleh perilaku

seseorang dalam rangka menjawab suatu persoalan. Pertanggungjawaban

berkaitan langsung dengan konsep amanah. Dimana implikasinya dalam bisnis

dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus

selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan

diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait Pertanggungjawabannya diwujudkan

dalam bentuk laporan keuangan.

b. Prinsip keadilan

Keadilan adalah pengakuan dan prelakuan yang seimbang antara hak-hak dan

kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntuk hak dan

menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila

setiap orang memperoleh apa yang menjadi hak nya dan setiap orang

memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.Prinsip keadilan ini

tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial

dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam

fitrah manusia. Dalam konteks akuntansi keadilan mengandung pengertian

yang bersifat fundamental dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan

moral, secara sederhana adil dalam akuntansi adalah pencatatan dengan benar

setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan.Dalam Al Quran disampaikan

17 | P a g e
bahwa kita harusmengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi.

Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita,

sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran

menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syura ayat 181-

184 yang berbunyi:"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk

orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu

merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada

Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu."

c. Prinsip kebenaranDalam kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta),

ditemukan arti kebenaran, yaitu :

1. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya);

2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya);

3. Kejujuran, ketulusan hati;

d. Selalu izin, perkenanan; 5. Jalan kebetulan

Sedangkan menurut Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal

kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang

sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan

dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak pada kesesuaian

antara subyek dan obyek yaitu apa yang diketahui subyek dan realitas

sebagaimana adanya.Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, jika dikaitkan

dengan akuntansi syari’ ah maka kebenaran yang dimaksud adalah

kesesuaian antara apa yang dicatat dan dilaporkan dengan apa yang terjadi

sebenarnya dilapangan.Jika kita kaitkan dengan profesi Akuntan, maka prinsip

kebenaran menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan,biaya,

dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan


18 | P a g e
secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan

keuangan yang disusun dari bukti- bukti yang ada dalam sebuah organisasi

yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk

sebelumnya.

Menurut M. Syafii Antonio yang dikutip oleh Istutik (2011), prinsip-prinsip

akuntansi syariahdalam perspektif Islam meliputi,

1. Legitimasi Muamalat

Legitimasi muamalat disini harus dipandang secara luas, karena wajib bagi

orang-orang yang melakukan kegiatan akuntansi untuk menolak penyajian

setiap informasi keuangan, apabila diketahui atau timbul keraguan bahwa

tujuan dari penggunaanya adalah untuk menyempurnakan transaksi atau

perdagangan yang tidak syah menurut syari’ at. Apabila sesorang yang

bekerja dibidang akuntansi karena suatu sebab harus menyajikan analisa

atau informasi mengenai keuangan yang mengandung penyimpangan dari

syari’ at islam, baik secara samar maupun terang-terangan, maka minimal

dia harus memberikan isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya

terhadap informasi tersebut.

Legitimasi muamalat itu tidaklah terbatas ruang lingkupnya sebagaimana

diatas, bahkan juga mnecakup pihak-pihak yang bermuamalah, disamping

segi-segi kegiatan akuntansi. Yang kami maksudkan dengan pihak-pihak

bermuamalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuamalat. Pihak

pertama yaitu yang membentuk perusahaan atau para pemegang saham

dan pihak keduaadalah orang-orang yang berkepentigan dengan mereka.

2. syakhshiyyah i’ tibariyyah, syakhshiyyah qanuniyyah dan wahdah

muhasabiyyah.

19 | P a g e
a) Syakhshiyyah I’ tibariyyah ( Entitas Spiritual )

Syakhshiyyah I’ tibariyyah adalah adanya pemisahan kegiatan

investasi dari pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan

investasi tersebut. ada dua permasalahan yang mempengaruhi dan

akan terpengaruh dengan konsep syakhshiyyah i’ tibariyyah ini.

Pertama, berkaitan dengan harta-harta yang di investasikan itu sendiri

dan kaitannya dengan harta-harta pribadi tersebut. Kedua, berkaitan

dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik kepemilikan

yang bersifat lahiriah, sebagai akibat atau hasil dari kegiatan

investasinya.

b) Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity )

Syakhshiyyah Qanuniyyah adalah suatu ungkapan mengenai entitas

yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain

secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana

dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung

pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.

c) Wahdah Muhasabiyyah ( Kesatuan Akuntansi )

Wahdah Muhasabiyyah adalah kerangka dasar yang menentukan ruang

lingkup kegiatan akuntansi ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh

buku-buku akuntansi dan apa yang harus diangkat oleh laporan

keuangan baik berbentuk data keuangan yang sudah dikenal ataupun

yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk

menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan

terhadap informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah

yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan

20 | P a g e
keuangan

3. Istimrariyyah ( Kontinuitas )

Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi

pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya

sampai waktu yang tidak diketahui, dan likuidasinya merupakan masalah

pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi mengarah kepada kebalikannya.

berdasarkan pendefinisian terhadap prinsip ini maka dapat disimpulkan

beberapa hal berikut ini: umur perusahaan tersebut tidak tergantung pada

umur para pemiliknya

prinsip ini merupakan bagian dari fitrah dari manusia yang Allah SWT

ciptakan manusia atasdasar fitrah tersebut

prinsip ini dalam kaitannya dengan usaha investasi, merupakan suatu

kaidah yang umum sebagai akibat dari prinsip ini, maka seluruh

transaksi-transaksi,dan tindakan-tindakan manajemen, baik intern maupun

ekstern, haruslah menjadikan prinsip ini sebagai pelajaran, mulai dari

penentuan asas pendanaan kegiatan investasi sampai pengukuran

hasil-hasil akhir dan pengilustrasian hasil-hasil kegiatan dan neraca yang

menentukan hak-hak dan kewajiban- kewajiban

sesungguhnya penerapan prinsip ini haruslah memperhatikan faktor-faktor

pasar, baik segi penambahan, pengurangan, perluasan, dan penyempitan

dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan secara langsung dengan

kelangsungan kegiatan

4. Muqabalah ( Matching )

Muqabalah adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab

akibat antara dua sisi, darisatu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari

21 | P a g e
hubungan tersebut dari segi yang lainnya.

Sebab, setiap sesuatu yang terjadi, pasti karena adanya suatu tindakan yang

mendahuluinya, yang didasari oleh tujuan tertentu. Dan untuk selanjutnya, kedua

kejadian tersebut harus saling dikaitkan guna mengetahui

pengaruh-pengaruh yang di akibatkannya

2.5 KONSEP AKUNTANSI SYARIAH

Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang merupakan

cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya disemua

sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah diperkenalkan

oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli(dikenal dengan “ Bapak Akuntansi” )

memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah satu

buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat

Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar telah menggariskan konsep

akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan

perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran

yang menekankan adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam

menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang

sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti

(hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat

diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang

telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian

terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti

berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaries untuk menghindari

perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem pelaporan

22 | P a g e
yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi

dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran.

Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi,

karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang

sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.Akuntansi (accounting)

sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al- muhasabah. Dalam konsep

Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam masalah

muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran

manusia.Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep praktik akuntansi

Islam pada saat inimulai berkembang dengan pesat. Bahkan di Indonesia, konsep

tersebut telah teruji pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998.

Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep akuntansi syariah ternyata lebih

bertahan menghadapi krisis ekonomi, dibandingkan dengan Bank umum lainnya.

Tercatat pada saat ini banyak lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank

Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan leasing syariah

Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis

besarnya adalah sebagai berikut

a. Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan

musyarakah.

b. Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam

dan istishna

c. Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah Transaksi yang

mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah

d. Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn

Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi

konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya,

tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan

23 | P a g e
sebagai komoditi yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal

ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran

(2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya

bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan

menunaikan zakat. Selain itu dalam ayat lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah

dapat dilakukan dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar

suatu waktu hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang

dibawa senilai barang dagangan yang ditinggalkan (borg).

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam

adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar sehingga

diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan zakat. Selain itu yang

tidak kalah pentingnya adalah akuntansi sebagai bukti tertulis yang dapat

dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir

surat (QS 2:283) tersebut.

“ … .dan bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui

segalasesuatu… .”

Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk

bertakwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk

dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah

senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang bermanfaat bagi manusia.

Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum sekomplek

sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan

(akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga

lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya

supaya terhindar dari masalah.Kerangka Konseptual Akuntansi

Kerangka konseptual adalah struktur teori akuntansi yang didasarkan pada

penalaran logis yang menjelaskan kenyataan yang terjadi dan menjelaskan apa

24 | P a g e
yang harus dilakukan apabila ada faktaatau fenomena baru. Kerangka konseptual

digambarkan dalam bentuk hirarki yang memiliki beberapa tingkatan. Pada

tingkatan teori yang tinggi, kerangka konseptual mengindentifikasi ruang lingkup

dan tujuan pelaporan keuangan. Pada tingkatan selanjutnya, karakteristik kualitatif

dari informasi keuangan dan elemen keuangan didefinisikan. Pada tingkatan

operasional, kerangka operasional berkaitan dengan prinsip- prinsip dan aturan-

aturan tentang pengakuan dan pengukuran elemen laporan keuangan. Artinya

perumusan kerangka konseptual dimulai dengan penentuan tujuan yang menjadi

landasan untuk menyusun elemen lain seperti karakteristik kualitatif dari informasi

dan pengakuan serta pengukuran elemen laporan keuangan.

Dengan demikian Konsep dasar (basic consepts/basic feature) disebut juga

asumsi atau postulat, adalah aksioma atau pernyataan yang tidak perlu dibuktikan

lagi kebenarannya karena secara umum telah diterima kesesuaiannya dengan

tujuan laporan keuangan, dan menggambarkan lingkungan ekonomi, politik, sosial,

dan hukum dimana akuntansi beroperasi. Jelas bahwa penentuan konsep dasar

dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan di mana akuntansi beroperasi. Ia

diturunkan dari tujuan laporan keuangan berfungsi sebagai fondasi bagi

prinsip-prinsip akuntansi. Sebagaimana dibahas sebelumnya, tujuan laporan

keuangan akuntansi syariah adalah untuk memberikan pertanggungjawaban dan

informasi. Menurut Belkoui, seperti dikutip oleh Rosjidi, konsep dasar akuntansi

adalah entitas akuntansi, kesinambungan, unit pengukuran, dan periode akuntansi,

yang masing-masing konsep dasar dibahas di bawah ini:

1. Entitas Bisnis (Business Entity/al-Wihdah al-Iqtishadiyah) Entitas atau kesatuan

bisnis adalah perusahaan dianggap sebagai entitas ekonomi dan hukum

terpisah dari pihak-pihak yang berkepentingan atau para pemiliknya secara

pribadi. Syahatah menyebutnya sebagai kaidah independensi jaminan

keuangan. Oleh karena itu seluruh transaksi keuangan dan informasi

25 | P a g e
akuntansi hanya berhubungan dengan entitas dimaksud-perusahaan-yang

membatasi kepentingan para pemiliknya.

2. Kesinambungan (going concern). Konsep ini merupakan suatu konsep yang

menganggap entitas akan berjalan terus, apabila tidak terdapat bukti

sebaliknya. Ini didasarkan pada pengertian bahwa kehidupan ini juga

berkesinambungan. Manusia memang akan fana, tapi Allahakan mewariskan

semua yang ada di alam ini. Maka, seorang Muslim yakin bahwa anak-

anaknya dan saudara-saudaranya akan meneruskan aktifitas itu setelah ia

meninggal. Mereka juga yakin bahwa harta yang diperoleh dari aktifitas

kerjanya itu adalah milik Allah, seperti firman Allah, “ Berimanlah kamu

kepada Allah dan Rasul-Nya, dan nafkahkanlah sebagian harta kamu yang

Allah telah menjadikan kamu menguasainya Hal ini dapat dikaitkan dengan

sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut, Allah menyayangi orang yang mencari
nafkah yang baik dan menafkahkannya secara sederhana (tidak berlebih-lebihan)
serta menabung sisanya untuk persiapan pada hari ia membutuhkan dan pada hari

fakirnya. Ali bin Abi Thalib juga pernah berkata, “ berusahalah untuk duniamu
seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu
seolah-olah kamu akan mati esok hari” . Pengaplikasian kaidah ini adalah untuk
penentuan dan penghitungan laba serta menghitung harga-harga sisa suplai untuk
tujuan penghitungan zakat harta. Dari sini dapat dipahami bahwa perhitungan zakat
itu berdasarkan kesinambungan (kontinuitas) sebuah perusahaan dan bukan
berdasar penutupan atau likuidasi suatu perusahaan. Tidak ada perbedaan
pendapat dikalangan ulama mengenai masalah ini.

3. Stabilitas Daya Beli Unit Moneter (The Stability of the Purchasing Power of the

MonetaryUnit).

Postulat ini merupakan term yang digunakan oleh Adnan dan Gaffikin

terhadap suatu term yang biasanya disebut “ unit pengukuran (unit of

measure) atau “ unit moneter (moneter unit) seperti digunakan oleh

26 | P a g e
beberapa penulis buku. Postulat ini menunjukkan pentingnya menilai

aktifitas- aktifitas ekonomi dan mengesahkannya atau menegaskannya

dalam surat-surat berdasarkan kesatuan moneter, dengan memposisikannya

sebagai nilai-nilai terhadap barang-barang, serta ukuran untuk penentuan

harga dan sekaligus sebagai pusat harga. Mempertimbangkan bahwa uang

yang biasa dipahami dalam akuntansi konvensional -uang kertas dan logam-,

rentan terhadap ketidakstabilan, maka satuan maneter yang memenuhi

syarat postulat ini adalah mata uang emas dan perak. Mata uang emas dan

perak tidak mengenal dikotomi nilai nominal dan nilai intrinsik, nilai uang

emas dan perak adalah senilai emas dan peraknya. Hal inilah yang

menyebabkan uang emas dan perak resisten terhadap efek inflasi. Pada

zaman Rasulullah Saw., satu dirham (uang perak) senilai seekor ayam, satu

dinar adalah nilai tukar seekor kambing dewasa, harga ini berlaku sampai

sekarang. Mempertimbangkan kompleksitas lingkungan bisnis masa

sekarang, pengaplikasiannya menjadi satu hal yang tidak dapat diterapkan

sepenuhnya.

Dalam suatu negara yang tidak menggunakan mata uang emas dan perak,

postulat ini jelas tidakdapat dipenuhi. Beberapa pakar akuntansi menjadikan

ini sebagai rukhsah (keringanan) sebagaisuatu kondisi darurat, untuk dapat

menggunakan standar nilai uang sebagai unit pengukuran, selama belum

ada solusi yang mampu mengatasinya. Penulis berharap akan ada usaha

menuju perbaikan ke arah penerapan standar emas dan perak ini, secara

bertahap.

4. Periode Akuntansi.Dalam Islam, ada hubungan erat antara kewajiban membayar

zakat dengandasar periode akuntansi (haul). Hal ini sehubungan dengan sabda
Rasulullah Saw., “ Tidak wajib zakat pada suatu harta kecuali telah sampai haulnya.

Berdasarkan hadis ini, setiap Muslim secara otomatis diperintahkan untuk


27 | P a g e
menghitung kekayaannya setiap tahun untuk menentukan besarnya zakat yang
harus ia bayar . Mengenai waktu pembayarannya, bila menggunakan kalender
Hijriyah, maka awal tahun penghitungan zakat adalah bulan Muharram. Adapun bila
menggunakan kalender Masehi, awal tahun adalah bulan Januari.teologis. Dengan
akuntansi syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan
ketundukan kepada ketentuan Allah swt.

2.6 PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH

Akuntansi Syariah mempunyai prinsip yang membedakan dengan akuntansi

konvensial, diantaranya

1.Prinsip Pengungkapan Penuh

Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi guna mengungkapkan

hal-hal penting agar laporan jelas dan tidak menyesatkan, tidak ada

manipulasi serta tidak ada yang ditutup-tutupi. Landasannya yaitu Surat

Al-Baqarah ayat 282.

2.Prinsip Konsistensi

Prosedur yang digunakan harus sama dengan yang disepakati diawal dan

dilaksanakan secara konsisten dari waktu ke waktu.

3.Prinsip Dasar Akrual

Kas yang diakui pada saat terjadinya. Sebagai gambarannya seorang ibu yang

ingin membeli barang tertentu namun lupa membawa uang lalu penjual

membolehkan ibu tersebut untuk membawa barang tersebut terlebih dahulu.

Sang ibu mengatakan akan langsung kembali namun lupa sehingga baru

mengembalikan keesokan harinya. Jika seperti itu, uang ibu tetap masuk ke

dalam hitungan kas pada hari dimana barang dibawa.


28 | P a g e
4.Prinsip Nilai Tukar yang Sedang Berlaku

Harta, hutang, modal, laba, dan elemen lainnya dari laporan keuangan

menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Sebagai gambarannya, sebuah

laporan berisi sebuah transaksi 3 bulan yang lalu. Misalnya salah satu item

yang dibeli adalah bensin yang pada waktu itu berharga 7000/liter. Saat

dimasukkan ke dalam laporan sekarang harga bensin sudah 9000/liter. Maka

yang dimasukkan ke dalam laporan tetap harga bensin saat dibeli 3 bulan lalu

yakni 7000/liter.

5.Prinsip Penandingan

Dalam prinsip ini, beban yang harus diakui pada periode yang sama dengan

pendapatan.

2.7 DASAR HUKUM AKUNTANSI SYARI’ AH

Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah

Nabawiyyah, Ijma atau kesepakatan para ulama, Qiyas atau persamaan suatu

peristiwa tertentu, dan Uruf atau adat kebiasaan yang tidak bertentangan dengan

Syariah Islam.

29 | P a g e
BAB III
SEKILAS AKUNTANSI SYARIAH

Asumsi dasar yang dipergunakan dalam akuntansi syariah tidak beda

dengan asumsi dasar pada asumsi

A. Kelangsungan Usaha

Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan

usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya di masa depan.

Karena itu, entitas syariah diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan

melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika maksud

atau keinginan tersebut timbul, Laporan keuangan mungkin harus disusun

dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan.

Manajemen bertanggung jawab untuk mempertimbangkan apakah

asumsi kelangsungan usaha masih layak dipergunakan dalam menyiapkan

laporan keuangan. Dalam mempertimbangkan apakah asumsi dasar

kelangsungan usaha dapat digunakan, manajemen mempertimbangkan

semua informasi masadepan yang relevan paling sedikit untuk jangka waktu

12 bulan dari tanggal Neraca. Tingkat pertimbanganbergantung pada kasus

demi kasus. Apabila selama ini perusahaan menghasilkan laba dan

30 | P a g e
mempunyai akses ke sumber pembiayaan, maka asumsi kelangsungan

usaha mungkin dapat disimpulkan tanpa melalui analisis rinci. Dalam kasus

lain, manajemen perlu memperhatikan faktor yang mempengaruhi

profitabilitasmasa kini maupun masa depan, jadwal pembayaran utang, dan

sumber potensial pembiayaan pengganti sebelum dapat menyimpulkan

bahwa asumsi kelangsungan usaha dapat digunakan.

B. DasarAkrual

Dalam asumsi dasar akrual, aset, kewajiban, ekuitas, penghasilan, dan

beban diakui pada saat kejadian bukan saat kas atau setara kas diterima

dan dicatat serta disajikan dalam laporan keuangan pada periode terjadinya.

Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara

biaya yang timbul dengan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses

yang biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (

) melibatkan secara bersamaan atau gabungan penghasilan dan

beban yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama dari transaksi

atau peristiwa lain yang sama. Misalnya, berbagai komponen beban yang

membentuk harga pokok penjualan diakui pada saat yang sama dengan

pengakuan penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang yang

bersangkutan. Namun demikian penggunaan konsep “ ” tidak

diperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi kriteria

pengakuan aset dan kewajiban. Beban segera diakui dalam laporan laba rugi

jika pengeluaran tidak menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau

sepanjang manfaat ekonomi masa depan tidak lagi memenuhi syarat untuk

31 | P a g e
diakui dalam neraca sebagai aset.

Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual.

Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat

kejadian (dan bukan pada saat kas atau setara kas diterima ataudibayar) dan

diungkapkan dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan

keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang

disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pemakai tidak

hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran

kas tetapi juga kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber

daya yang merepresentasikan kas yang akan diterima di masa depan. Oleh

karena itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa

lalu dan peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dalam

pengambilan keputusan ekonomi.

Penghitungan pendapatan untuk tujuan pembagian hasil usaha

menggunakan dasar kas. Dalam hal prinsip pembagian hasil usaha

berdasarkan bagi hasil, pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah

keuntungan bruto ( ).

Jadi asumsi dasar akrual dipergunakan dalam penyusunan laporan

keuangan syariah, sedangkan pendapatan yang dipergunakan sebagai dasar

perhitungan pembagian hasil usaha kepada pemilik modal mudharabah

(dalam perbankan sering disebut dengan Dana Pihak Ketiga Mudharabah)

adalah pendapatan yang nyata-nyata diterima ( ). Lembaga

Keuangan Syariah dalam Laporan keuangannya harus

32 | P a g e
Keuangan Syariah sebagian dari pendapatan pengelolaan

dana mudharabah yang nyata-nyata diterima ( ) merupakan

pendapatan hak pemilik dana mudharabah. Tujuannya untuk memberikan

informasi yang

Lembaga Keuangan

Syariah dan kebutuhan analisa laporan keuangan syariah lainnya. Oleh

karena itu transparansi, kejujuran, amanah merupakan prinsip yang harus

dipegang oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola modal

(mudharib).

Pendapatan dalam Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syariah

dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2-4 : asumsi dasar akrual

Dalam gambar tersebut di atas dapat dilihat bahwa pendapatan yang

ada pada Laporan Laba Rugi Lembaga Syariah, merupakan

pendapatan yang diakui secara akrual dan pendapatan yang nyata- nyata

diterima ( ). Pendapatan yang nyata-nyata diterima merupakan


33 | P a g e
dasar yang dipergunakan dalam perhitungan pembagian hasil usaha (

). Dalam laporan keuangan LKS mempergunakan asumsi dasar

akrual, sehingga baik pendapatan maupun pendapatan akrual

tercantum dalam laporan keuangan, namun untuk kepentingan pembagian

hasil usaha (profit distribusi) harus mempergunakan pendapatan basis,

oleh karenanya LKS harus dapat memisahkan pendapatan akrual dan

pendapatan cash basis.

Sebelum PSAK tentang Akuntansi Perbankan Syariah dan PSAK

Syariah diterbitkan banyak yang mengatakan Bank Syariah mempergunakan

dasar kas ( ). Betulkah demikian? Untuk mengetahui hal tersebut

dapat digambarkan secara sederhana neraca Bank Syariah sebagai berikut:

Gambar 2-5 : Pos-pos neraca akrual sebelum PSAK 59

Jika dilihat dari gambar tersebut di atas aktiva Bank Syariah dapat

dikategorikan dalam kelompok (1) aktiva produktif, yaitu aktiva yang


34 | P a g e
diharapkan menghasilkan dan atau mengandung risiko misalnya

aktiva yang dicatat dari jual beli (murabahah salam dan istishna’ ), dari

ujroh (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) dan dari bagi hasil ( mudharabah

dan musyarakah), (2) aktiva tetap adalah aktiva yang dipergunakan sendiri

oleh Bank Syariah untuk mendukung kegiatan usaha Bank Syariah misalnya

gedung, inventaris kantor, komputer dan sebagainya, (3) aktiva lain yaitu

aktiva yang tidak dapat diketegorikan dalam kelompok tersebut di atas.

Sebelum PSAK Syariah diterbitkan yang dilakukan untuk pengakuan dengan

adalah pengakuan pendapatan yang terkait dengan aktiva

produktif. Untuk aktiva tetap dilakukan penyusutan (depresiasi) dan aktiva

lainnya dilakukan pengurangan nilai dengan amortisasi. Baik depresiasi

maupun amortisasi merupakan salah satu metode akrual. Oleh karena itu

sebelum PSAK Syariah diterbitkan Bank Syariah tidak murni melaksanakan

dan juga tidak murni melakukan akrual basis, yang lebih tepat

adalah dasar kas modifikasi ( ), dimana motode ini tidak

dikenal dalam sistem akuntansi di Indonesia.

35 | P a g e
Gambar 2-6 : alur akuntansi

Proses akuntansi syariah tidak berbeda dengan alur atau proses akuntansi

umum yaitu dimulai dari adanya transaksi yang dilakukan, dibuat jurnal kemudian

dibukukan dalam ledger atau buku , diterbitkan neraca percobaan, jurnal

penyesuaian hingga diterbitkan laporan keuangan. Dalam praktik, terutama

apabila Bank Syariah dalam penataan akuntansinya telah menggunakan

komputer, alurnya dimulai dari bukti transaksi yang merupakan input dengan

mempergunakan kode debet dan kode kredit, kemudian setelah transaksi dalam

hari tersebut selesai, beberapa kegiatan proses akuntansi ditangani oleh

komputer sebagai proses yaitu jurnal, pembukuan dalam buku besar sampai

dengan neraca percobaan atau neraca saldo, dan akhirnya pada setiap akhir

tanggal transaksi diterbitkan seperangkat laporan keuangan Bank Syariah yang

merupakan output. Apabila Bank Syariah telah menggunakan komputer dalam

penataan akuntansinya, yang diketahui oleh pada pelaksana hanya kode

transaksi debet dan kode transaksi kredit, bahkan terdapat beberapa transaksi

yang jurnalnya dilakukan secara otomasi oleh komputer, dan akhirnya pelaksana

hanya mengetahui cetakan seperangkat laporan keuangan

Akun yang dipergunakan dalam akuntansi syariah pada Lembaga Keuangan

Syariah lebih banyak dibandingkan dengan akun-akun yang umumnya

dipergunakan oleh Lembaga Keuangan Konvensional, karena masing-masing

36 | P a g e
prinsip syariah pada Lembaga Keuangan Syariah memiliki perlakuan akuntansi

masing-masing yang mengakibatkan adanya akun masing-masing. Penyajian dari

akun dalam akuntansi syariah telah diatur pada masing-masing PSAK yang terkait

dan secara rinci akun-akun yang dipergunakan sehubungan dengan akuntansi

syariah dibahas dalam bab yang terkait.

Pembagian akun dalam Akuntansi Syariah dapat dikelompokkan menjadi

beberapa kelompok, yaitu akun riil (neraca), akun nominal (laba rugi) dan ekstra

komtabel yang masing-masing memiliki karakteristikberbeda-beda.

A. Akun riil (akun Laporan Posisi Keuangan/neraca)

Akun ini akan menghasilkan Laporan Posisi Keuangan (Neraca) dan

memiliki karakteristik bahwa saldo akhir tutup buku akan dipindahkan

sebagai saldo awal tahun buku berikutnya. Akun riil pada Lembaga

Keuangan Syariah harus mencerminkan transaksi Lembaga Keuangan

Syariah yang tidak membedakan sektor riil atau sektor keuangan, oleh

karena itu akun-akun yang dipergunakan oleh

Lembaga keuangan Syariah merupakan gabungan dari beberapa akun yaitu

akun-akun yang dipergunakan oleh Lembaga Keuangan yang bergerak di

sektor keuangan seperti perbankan, akun-akun yang dipergunakan

dan juga

perdagangan. Secara garis besar akun-akun riil dalam akuntansi syariah

dapat digambarkan

37 | P a g e
Dari gambar tersebut beberapa akun pada akuntansi syariah yang terkait

prinsip syariah yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah

sebagai berikut :

Kelompok Aktiva

Kelompok ini dipergunakan salah satunya untuk mencatat pengelolaan

dana yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik yang

dilakukan dengan prinsip jual beli, prinsip ujroh maupun prinsip bagi hasil,

dimana masing-masing prinsip memiliki karakteristik akun sendiri-sendiri.

Akun untuk Prinsip Jual Beli

Jika Lembaga Keuangan Syariah menyalurkan dana dengan

prinsip jual beli, yang meliputi murabahah, salam dan istishna’ ,

maka akun yang dipergunakan adalah “ Piutang” . Oleh karena itu

dalam penyajian Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Lembaga

Keuangan Syariah terdapat akun piutang murabahah, piutang salam

dan piutang istishna’ . Jika seseorang melakukan jual beli dan

pembayarannya dilakukan dengan tanggung maka pada penjual

38 | P a g e
timbul akun “ piutang” . Sedangkan pada pihak terkait (pembeli)

akun yang dipergunakan adalah “ hutang” sehingga dalam

Laporan Posisi Keuangan (Neraca) pembeli timbul akun hutang

murabahah, hutang salam dan hutang istishna’ . Dalam perbankan

syariah akun piutang merupakan salah satu aktiva produktif.

Akun untuk Prinsip Ujroh

Kelompok lain dari penyaluran dana yang dilakukan oleh

Lembaga Keuangan Syariah adalah prinsip ujroh (upah) yang

meliputi (IMBT), Sewa Berlanjut dan

sejenisnya. Akun yang dipergunakan dalam transaksi Ijarah ini

adalah “ Aktiva Ijarah” . Aktiva Ijarah bukan merupakan aktiva tetap

tetapi merupakan aktiva produktif yaitu aktiva yang diharapkan

menghasilkan. Jika dalam akuntansi , pencatatan aset yang

disewakan dilakukan oleh , tetapi dalam transaksi Ijarah

pencatatan aset atau obyek sewa

juga melakukan penyusutan dan pemeliharaan dari aktiva tersebut.

Akun untuk Prinsip Bagi Hasil

Prinsip lain yang dilakukan dalam penyaluran dana yang

dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah “ prinsip bagi

hasil” yang terdiri dari Mudharabah dan Musyarakah. Akun yang

dipergunakan dalam prinsip bagi hasil oleh pemilik dana adalah

“ Investasi” (dalamPSAK 59 disebut pembiayaan). Dalam transaksi

ini dapat dilakukan secara bertahap oleh karena itu dipihak lain

prinsip bagi hasil ini memiliki akun pada Kewajiban Komitmen.

Sedangkan akun yang dipergunakan pada akuntansi pengelolaan


39 | P a g e
dana adalah “ Dana Syirkah Temporer” yang akan dibahas lebih

lanjut pada butir berikutnya.

Kelompok Pasiva

Kelompok ini dipergunakan untuk mencatat sumber dana yang diterima

oleh Lembaga Keuangan Syariah, baik dalam bentuk prinsip wadiah

maupun dalam bentuk prinsip mudharabah.

Akun untuk Prinsip Wadiah (sumber dana)

Salah satu prinsip yang dipergunakan dalam penghimpunan

dana (sumber dana) yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan

Syariah dalah “ prinsip wadiah” . Tanpa membedakan produk jika

prinsipnya adalah wadiah maka akun yang dipergunakan adalah

“ Titipan” pada unsur “ Kewajiban” . Sebagai unsur kewajiban

karena prinsip wadiah yang dilaksanakan oleh Lembaga Keuangan

Syariah adalah “ wadiah yad dhamanah’ ” yaitu penerima titipan

atas seijin penitip diperkenankan mengambil manfaat barang yang

dititipkan, tetapi penerima titipan harus menjamin ( )

dikembalikan barang tersebut apabila sewaktu-waktu penitip

memintanya kembali.

Akun untuk prinsip mudharabah (sumber dana)

Prinsip lain yang dipergunakan dalam penghimpunan dana yang

dilaksakan Lembaga Keuangan Syariah adalah “ Mudharabah

Mutlaqah” . Tanpa memperhatikan produknya jika prinsip yang

dilaksanakan adalah Mudharabah Mutlaqah maka akun yang


40 | P a g e
dipergunakan dikelompokkan pada “ Dana Syirkah Temporer”

(dalam PSAK 59 diberi istilah Investasi Tidak Terikat). Dalam

Penyajiannya Dana Syirkah Temporer disajikan antara kewajiban dan

(tidak diperkenankan dikelompokkan sebagai kewajiban atau

). Jadi dalam Laporan PosisiKeuangan Syariah (Neraca Syariah)

pada posisi pasiva terdapat unsur atau kelompok baru yang disebut

dengan Dana Syirkah Temporer. Harus dibuat kelompok baru (tidak

sebagai kewajiban atau ) karena dalam prinsip mudharabah

terdapat ketentuan yang menyatakan “ jika dalam pengelolaan dana

mudharabah terdapat kerugian dan bukan kesalahan pengelola,

maka kerugian ditanggung oleh pemilik dana” dengan kata lain

bahwa modal mudharabah tidak ada jaminan untuk dikembalikan

seratus persen oleh pengelola karena ada kemungkinan terjadi

kerugian yang bukan kelalaian pengelola akan ditanggung oleh

pemilik dana. Jika Lembaga Keuangan Syariah memperoleh sumber

dana mudharabah mutlaqah, kemudian dalam pengelolaan dana

tersebut LKS sudah jujur, transparan, amanah tidak melanggar

ketentuan syariah, tidak melanggar ketentuan regulator dan

sebagainya tetapi rugi, maka kerugian tersebut secara prinsip

ditanggung oleh pemilik modal mudharabah. Di Indonesia hal ini

tidak terjadi karena di Indonesia, prinsip pembagian hasil usaha yang

dilaksanakan oleh LKS

mengalami

negatif atau kerugian. Hal terburuk yang terjadi adalah tidak diterima

sama sekali, jika hal ini terjadi maka LKS tersebut dalam

posisi tidak untung dan tidak rugi (pada titik impas) sehingga modal

mudharabah tetap dikembalikan seluruhnya kepada pemilik dana.

Jika prinsip pembagian hasil usaha LKS mempergunakan


41 | P a g e
, pemilik modal mudharabah baru menanggung kerugian jika

LKS tersebut dilikuidasi dan total aset lebih kecil dari kewajibannya.

Oleh karena itu tahapan pembayaran kewajiban dalam likuidasi LKS

adalah (1) kewajiban (2) dana syirkah temporer dan terakhir (3)

modal.

Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa dalam bidang akuntansi,

adanya akuntansi syariah, merupakan kemajuan yang luar biasa,

apabila selama ini pada akuntansi secara umum mempunyai

persamaan yang sudah baku, maka dengan adanya akuntansi Bank

Syariah, persamaan akuntansi tersebut terpaksa harus mengalami

perubahan yang mendasar, yang mana persamaan tersebut belum

dapat diperoleh pada literatur akuntansi umum.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Lembaga Keuangan Syariah

mempunyai karakteristik tersendiri, dimana hal ini juga membawa

implikasi dalam akuntansi Lembaga Keuangan Syariah itu sendiri.

Oleh karena itu apabila dalam akuntansi umum terdapat persamaan

akuntansi syariah pada unsur neraca adalah sebagai berikut :

Karena karakteristiknya akuntansi Lembaga Keuangan Syariah

mempunyai persamaan akuntansi yang berbeda dengan persamaan

akuntansi umum atau akuntansi konvensional, persamaan

akuntansi padaunsur neraca Lembaga Keuangan Syariah adalah :

Apabila dalam unsur laporan laba rugi akuntansi umum

diperoleh persamaan akuntansi sebagai berikut :

42 | P a g e
Ada unsur dalam Laporan Laba Rugi yang membedakan

dengan laporan laba rugi secara umum adalah “ Hak pihak ketiga

atas bagi hasil Investasi Tidak Terikat” yang mana unsur ini tidak

dapat dikategorikan sebagai unsur beban bagi bank (mudharib), dan

disajikan setelah pendapatan utama operasional sebelum

pendapatan operasi lainnya, sehingga persamaan akuntansinya

adalah:Untuk memberikan gambaran yang lengkap dan rinci dalam

akuntansi Lembaga Keuangan syariah,perlu dijelaskan beberapa hal

yang berbeda dengan akuntansi konvensional dan hal-hal yang

mendasari hal tersebut. Secara ini penjelasan tentang ini dibahas

pada unsur-unsur laporan keuangan pokok bahasan berikut.

Pendapatan Usaha Hak pihak Pendapatan Beban


Utama ketiga atas Usaha lain -/- Operasional
bagi hasil +

B.Akun Nominal (Akun Laporan Laba Rugi)

Akun nominal merupakan akun untuk mendukung pembuatan Laporan

Laba Rugi. Akun ini memiliki karakteristik saldo akhir tutup buku periode

akuntansi dipindahkan akun Laba Rugi Berjalan, sehingga pada awal

periode tahun berikutnya saldonya dimulai dengan nihil. Inilah salah satu

pertimbangan penggantian (konversi) akun lama ke akun baru dalam

sistem akuntansi entitas umumnya dilakukan pada akhir periode akuntansi,

sehingga pada saat penggantian akun perlu dikonversi adalah akun-akun

yang terkait dengan akun riil atau akun-akun dalam posisi laporan keuangan

(neraca). Dalam menyiapkan akun-akun nominal ini perlu dipahami dengan

betul penyajian dan kerakteristik atau filosofi dari transaksinya, karena

terdapat akun-akun yang menurut kaedah akuntansi umum dikategorikan

sebagai beban operasional dalam akuntansi syariah tidak diperkenankan

sebagai beban melainkan harus diperlakukan sebagai pengurang dari


43 | P a g e
pendapatan, misalnya biaya penyusutan aktiva ijarah dan biaya

pemeliharaan aktiva ijarah dalam akuntansi syariah dikategorikan sebagai

pengurang pendapatan sewa. Akun nominal secara umum untuk Lembaga

Keuangan Syariah secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2-9 : akun dalam laporan laba rugi

gambar tersebut di atas dapat diberikan penjelasan akun-akun khusus,

sedangkan akun yang bersifat umum penggunaannya sebagaimana

lazimnya. Akun-akun yang perlu dijelaskan lebih lanjut adalah:

Pendapatan Usaha Utama

Yang dikategorikan sebagai pendapatan usaha utama dalam

Lembaga Keuangan Syariah adalah pendapatan yang diperoleh dari

pengelolaan dana yang berasal dari (1) prinsip jual beli - pendapatan

margin murabahah, pendapatan keuntungan salam dan pendapatan

44 | P a g e
keuntungan istishna’ , (2) prinsip ujroh - pendapatan neto ijarah,

pendapatan neto ijarah muntahia bittamllik, pendapatan neto Ijarah

berlanjut, (3) prinsip bagi hasil – pendapatan bagi hasil mudharabah,

pendapatan bagi hasil musyarakah, (4) pendapatan prinsip syariah

lainnya – pendapatan Sertifikat Invetasi Mudharabah Antar Bank

(SIMA) dan pendapatan bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia

(SWBI). Pendapatan usaha utama ini merupakan pendapatan yang

akan dibagi hasil dengan pemilikdana mudharabah.

Pendapatan Usaha Utama yang diperoleh Lembaga Keuangan

Syariah tersebut merupakan pendapatan milik bersama antara

Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola (mudharib) dana dan

pemodal sebagai pemilik dana ( ), sehingga belum dapat

dikategorikan sebagai pendapatan Lembaga Keuangan Syariah

sepenuhnya sebagaimana lazimnya pendapatan dalam pengertian

akuntansi umum. Disamping itu pendapatan usaha utama merupakan

unsur pokok dalam perhitungan pembagian hasil usaha (

), yaitu pendapatan yang akan dibagi antara Lembaga

Keuangan Syariah sebagai pengelola modal dengan pemodal sebagai

pemilik dana.

Hak Pihak Ketiga atas Bagi Hasil

Lembaga Keuangan Syariah tidak pernah membayar imbalan

kepada pemodal dalam jumlah yang ditetapkan di depan. Imbalan

yang diberikan Lembaga Keuangan Syariah kepada pemodal dalam

bentuk bagian hasil usaha yang diperoleh pengelola usaha (yang

sering disebut bagi hasil) yang besarnya tergantung pada hasil usaha

yang diperoleh oleh Lembaga Keuangan Syariah sebagai pengelola

45 | P a g e
dana (mudharib). Akun yang dipergunakan untuk mencatat bagi hasil

yang menjadi hak pemilik dana adalah “ Hak pihak ketiga atas bagi

hasil” . Dalam akuntansi syariah akun ini harus disajikan tersendiri

tidak boleh diketegorikan sebagai pendapatan dan tidak boleh

dikategorikan sebagai beban operasional Lembaga Keuangan Syariah.

Tidak dikategorikan sebagai beban operasional karena (1) besarnya

bagi hasil sangat tergantung pada hasil usaha yang nyata-nyata

diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah. Jika pendapatan usaha

utama (hasil usaha utama) yang diterima besar maka bagi

hasil menjadi besar, begitu sebaliknya jika pendapatan usaha utama

(hasil usaha utama) yang diterima kecil maka bagi hasil

menjadi kecil, (2) merupakan bagian dari pendapatan usaha utama

yang diperoleh pengelola dana yang menjadi hak pemilik modal sesuai

porsi pembagian hasil usaha yang disepakati diawal akad. Terkait

dengan pendapatan dan hak pihak ketiga atas bagi hasil adalah

adanya paradigma bahwa sebagian dari hasil usaha yang nyata-nyata

diterima oleh Lembaga Keuangan Syariah atas pengelolaan dana

mudharabah merupakan hak dari pemilik dana mudharabah. Dalam

Lembaga Keuangan Konvensional hal ini tidak pernah terjadi, karena

besarnya imbalan yang dibayarkan kepada pemodal tidak terkait atau

dipengaruhi oleh pendapatan yang diterima.

Pendapatan Usaha Lainnya

Yang dikategorikan sebagai pendapatan usaha lainnya adalah

seluruh pendapatan atau upah yang diperoleh Lembaga Keuangan

Syariah dari kegiatan usaha yang dilakukan atas dasar imbalan (

). Oleh karena pendapatan ini bukan hasil dari pengelolaan

46 | P a g e
dana mudharabah yang dilakukan oleh LKS sebagai mudharib maka

pendapatan ini tidak dibagikan kepada pemilik modal mudharabah.

Pendapatan ini sepenuhnya menjadi hak Lembaga Keuangan Syariah,

yaitu merupakan upah Lembaga Keuangan Syariah dalam

melaksanakan pekerjaan.

Beban Usaha

Jika menggunakan prinsip revenue sharing, maka seluruh beban

usaha menjadi tanggung jawab pengelola dana (karena yang

dibagikan adalah dari laba kotor/gross profit), yaitu pendapatan

sebelum dikurangi dengan beban-beban.

Jika menggunakan Profit Sharing, beban dikategorikan menjadi:

beban usaha yang menjadi tanggungan Lembaga Keuangan Syariah.

beban usaha yang menjadi beban pengelola dana Mudharabah

C.Akun ekstra komtabel

Unsur lain dari Laporan Keuangan Syariah adalah Laporan Sumber

dan Penggunaan Dana Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana

Kebajikan dan laporan yang mencerminkan kegiatan usaha entitas syariah

tertentu (dalam Perbankan Syariah - Laporan Perubahan Dana Investasi

Terikat). Laporan-laporan ini merupakan laporan tambahan khusus yang

harus dibuat oleh LKS. Laporan ini sering disebut sebagai “

” yaitu laporan diluar neraca, oleh karena itu tidak dapat

menggunakan akun-akun yang digunakan untuk kepentingan Laporan

Posisi Keuangan (neraca) dan Laporan Laba Rugi. Untuk kepentingan

pembuatan laporan tersebut perlu disiapkan akun-akun yang tidak

mempunyai pengaruh terhadap posisi keuangan (neraca) dan laba rugi.

47 | P a g e
BAB IV

TRANSAKSI AKUNTANSI SYARIAH

Akuntansi

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang

diterbitkan oleh Direktorat Perbankan Syariah, Bank Indonesia

mengemukakan :

Murabahah (bai’ murabahah), jual beli barang pada harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ murabahah,

penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan

suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.

Dalam Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional dijelaskan:

Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga

belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang

lebih tinggi sebagai laba.

Dalam beberapa istilah yang terkait dengan akuntansi Murabahah

yang tercantum dalam Dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah

dijelaskan beberapa pengertian yang berkaitan dengan transaksi

Murabahah sebagai berikut:

o Murabahah adalah menjual barang dengan harga jual sebesar harga

perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus

mengungkapkan harga perolehan barang tersebut kepada pembeli.

o Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan

untuk memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam

kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau digunakan.

o Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk

dijual kembali dengan menggunakan akad murabahah.

48 | P a g e
o Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada penjual

sebagai bukti komitmenuntuk membeli barang dari penjual.

o Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan

dalam bentuk apapun yang diperoleh lembaga keuangan syariah

sebagai pihak pembeli dari pemasok.

o Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli akhir

yang diberikan oleh lembagakeuangan syariah sebagai pihak penjual.

Dalam Murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari :

Ba’ i = penjual (pihak yang memiliki barang)

Musytari = pembeli (pihak yang akan membeli barang)

Mabi’ = barang yang akan diperjualbelikan

Tsaman = harga, dan

Ijab Qabul = pernyataan timbang terima.

Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah

Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang

ditetapkan

Kontrak harus bebas dari riba

Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi

cacat atas barang sesudah pembelian

Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan

dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan

secara utang

Dalam murabahah barang yang diperjualbelikan harus ada pada saat akad,

sedangkan pembayarannya dapat dilakukkan secara tunai atau secara

tangguh atau cicilan

Dapat juga dijelaskan tentang karakteristik Murabahah sebagai berikut:


49 | P a g e
dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa

pesanan. Dalam berdasarkan pesanan, penjual

melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.

pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak

mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam

pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan

pesanannya. Jika aset yang telah dibeli oleh penjual,

mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli

maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan

mengurangi nilai akad.

Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh.

Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada

saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran

dilakukan dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu

tertentu.

Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda

untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah

dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati maka hanya

ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.

Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual,

sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual

mendapatkan diskon sebelum akad murabahah maka potongan itu

merupakan hak pembeli. Sedangkan diskon yang diterima setelah

akad murabahah disepakati maka sesuai dengan yang diatur dalam

akad, dan jika tidak diatur dalam akad maka potongan tersebut

adalah hak penjual.

Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain, meliputi:

Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian

50 | P a g e
barang;

Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka

pembelian barang; dan

Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan

pembelian barang.

Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad

murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan

dalam akad tersebut. Jika akad tidak mengatur maka diskon tersebut

menjadi hak penjual.

Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang

murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari

penjual.

Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti

komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi

bagian pelunasan piutang jika akad

setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika

uang muka itu lebih kecil dari kerugian maka penjual dapat meminta

tambahan dari pembeli.

Jika pembeli tidak

51 | P a g e
Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau

Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang

telah disepakati.

Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang

yang belum dilunasi jika pembeli:

Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau

Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.

Akuntansi Salam

adalah akad jual beli (barang pesanan) dengan

penangguhan pengiriman oleh (penjual) dan pelunasannya

dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebutditerima

sesuai dengan syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai

pembeli atau penjual dalam suatu transaksi . Jika bank bertindak

sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk

menyediakan barang pesanan dengan cara maka hal ini disebut

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang

diterbitkan oleh Direktorat Syariah, Bank Indonesia

mengemukakan :

Salaf dalam fiqh mu’ amalah merupakan istilah lain untuk akad

bai’ as-salam. Bai’ as-salam adalah jual beli yang diserahkan di

kemudian hari sementara pembayaran dilakukan di muka.

adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dan

pembayaran dilakukan di muka, dengansyarat-syarat tertentu

52 | P a g e
Rukun salam adalah:

Modal atau uang

Pihak yang berakad

Ridha dua belah pihak dan tidak ingkar janji

Cakap hukum

Untuk memahami akuntansi salam secara tepat, perlu diketahui

karakteristik prinsip salam dengan

dijelaskan ketentuan salam sebagai berikut:

Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa

uang, barang, ataumanfaat.

Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.

Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

- Ketentuan tentang Barang

Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

Penyerahannya dilakukan kemudian.

53 | P a g e
Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan

berdasarkan kesepakatan.

Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan.

Ket entu a n

Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua

terpisah dari dan tidakberkaitan dengan akad pertama

Pen yer ah an

Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan

kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,

penjual tidak boleh meminta tambahan harga.

Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah,

dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut

pengurangan harga (diskon).

Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang

disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan

kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu

penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela

menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan:

membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,

menunggu sampai barang tersedia.

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak

54 | P a g e
merugikan kedua belah pihak. Sedangkan dalam PSAK 103 tentang

Akuntansi Salam, dijelaskan karakteristik salam (prgf 6 s/d 11) sebagai

berikut:

Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli dan

atau penjual dalam suatu transaksi . Jika lembaga keuangan

syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak

lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara maka hal

ini disebut paralel.

dilakukan

akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli) dan produsen

(penjual) terpisah dari akad antara lembaga keuangan syariah

(penjual) dan pembeli akhir; dan

Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan

penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat

berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak sebagai

pembeli, lembaga keuangan syariah dapat meminta jaminan kepada

penjual untuk menghindari risiko yang merugikan.

Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang

meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang

pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati

antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan

salah atau cacat maka penjual harus bertanggungjawab atas

kelalaiannya.

Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa

kas, barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat


55 | P a g e
akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang

penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.

Transaksi salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan

modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen)

memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi

khusus, atau pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual.

Transaksi diselesaikan pada saat penjual menyerahkan barang

kepada pembeli.

Akuntansi Istishna’

4.3.1 Pengertian
adalah akad jual beli antara (pembeli) dan

(produsen yang juga bertindak sebagai penjual),

penyerahan dilakukan kemudian dengan pembayaran sesuai

kesepakatan. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi

produsen untuk menyediakan (barang pesanan) sesuai

spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga

yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran

dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.

Dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna’ diperoleh beberapa

pengertian yang terkait dengan transaksi Istishna’ adalah sebagai

berikut:

Istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan

barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang

disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni') dan penjual

(pembuat, shani').

Istishna' paralel adalah suatu bentuk akad istishna' antara pemesan

56 | P a g e
(pembeli, mustashni') dengan

penjual (pembuat, shani'), kemudian untuk memenuhi kewajibannya

kepada mustashni', penjual memerlukan pihak lain sebagai shani'.

Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada

saat barang diserahkan kepada pembeli tetapi pembayaran dilakukan

dalam bentuk angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah, Direktorat

Perbankan Syariah Bank Indonesia menjelaskan sebagai berikut:

Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan

barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang

disepakati antara pemesan/pembeli (mustashni’ ) dan

penjual/pembuat (shani’ )

Istishna’ Paralel adalah dua transaksi bai’ al-istishna’ yang

dilakukan oleh para pihak secara simultan.

Bai’ istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli dan

pembuat barang, menurut spesifikasi yang telah disepakati dan

menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak sepakat atas

harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan

dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada

masa yang akan datang.

Rukun Istishna’ adalah:

Produsen/pembuat barang (shaani’ ) dan juga menyediakan bahan

bakunya

Harga (Tsaman)

Syarat-syarat Istishna’ (Muamalat Institute, Perbankan Syariah, hal 59)

57 | P a g e
adalah :

Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai kekuasaan untuk

melakukan jual beli

Apabila isi akad disyaratkan Shani’ hanya bekerja saja, maka akad

ini bukan lagi istishna’ , tetapiberubah menjadi akad ijarah

dan jumlahnya

atau menimbulkan kemudharatan

(menimbulkan maksiat).

4.3.2 Karakteristik Istishna’


Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa istishna’ merupakan jual

beli dimana penyerahan barang dilakukan kemudian dengan pembayaran

sesuai kesepakatan, yaitu pembayaran dilakukan dimuka seluruhnya

sebelum proses produksi dilakukan, atau pembayaran dilakukan selama

proses produksi atau pembayaran dilakukan setelah barang pesanan

diterima. Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan

MUI/IV/2000 tertanggal 4 April 2000 (Fatwa, 2006)

sebagai berikut:

Pertama : tentang pembayaran

Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,

barang, atau manfaat

58 | P a g e
Pembayaran dilakukan sesuai dengan manfaat

Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : Ketentuan tentang barang

Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang

Penyerahnnya dilakukan kemudian

Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan

Pembeli (mustashni’ ) tidak boleh menjual barang sebelum

menerimanya.

Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan

Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan

kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk

melanjutkan atau membatalkan akad

Ketiga : Ketentuan lain

Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan,

hukumnya mengikat.

Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas

berlaku pula pada jual beli isthisna’

Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi

perselisihan diantara kedua belah pihak maka penyelesaiannya

dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai

kesepakatan melalui musyawarah.

59 | P a g e
4.4
4.4.1 Pengertian
Dalam kamus Istilah Keuangan dan Perbankan Syariah yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia dijelaskan beberapa istilah yang terkait

dengan mudharabah yaitu:

yang disepakati,

sedangkan kerugian ditanggung pemilik dana (modal). Istilah lain dari

mudharabahadalah muqaradhah dan qiradh.

akad mudharabah tanpa pembatasan yaitu

bentuk kerja sama antara

waktu, dan

daerah bisnis. Dalam fiqh seringkali dicontohkan dengan ungkapan

(lakukan sesukamu) dari shaibul mal kepada yang

memberi kewenangan penuh.

mudharabah

dan yang cakupannya

dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerahbisnis.

Dalam PSAK 105 tentang Akuntansi Mudharabah telah dibahas beberapa

pengertian istilah yang digunakan akuntansi mudharabah dalam

transaksi syariah antara lain :

adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak

pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak

kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan

usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian

finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana.

60 | P a g e
memberikan pengelola dana dalam pengelolaan

investasinya.

memberikan pengelola dana, antara lain mengenai

tempat, cara dan atau obyek investasi.

modal atau dananya dalam kerjasama investasi.

pengertian berkaitan dengan mudharabah antara lain:

Perjanjian tersebut bisa saja terjadi antara

deposan ( ) sebagai penyedia dana (pemegang

rekening investasi) dan bank syariah sendiri sebagai mudharib. Bank

syariah menjelaskan keinginannnya untuk menerima dana investasi dari

sejumlah nasabah, pembagian keuntungan disetujui antara kedua belah

pihak sedangkan kerugian ditanggung oleh penyedia dana, asalkan tidak

terjadi kesalahan, atau pelanggaran syariah yang telah ditetapkan, atau

tidak terjadi kelalaian di pihak bank syariah. Kontrak Mudharabah dapat

juga diadakan antara bank syariah sebagai pemberi modal atas namanya

sendiri atau khusus atas nama deposan, pengusaha, para pengrajin

lainnya termasuk petani, pedagang, dan sebagainya. Mudharabah

berbeda dengan spekulasi yang berunsur kepada perjudian (gambling)

dalam pembelian dan transaksi penjualan.

untuk mengelola

dananya sesuai dengan apa yang dianggap tepat oleh bank syariah tanpa

membatasi mengenai, bagaimana dan untuk apa tujuan dari dana

61 | P a g e
tersebut harus dikelola (diinvestasikan). Dibawah naungan bank syariah,

semua dana pemegang rekening investasi akan

menggunakannya. Bagi pemegang rekening investasi dan bank

syariah biasanya akan berperan sertadalam dana imbal hasil investasi.

pemegang rekening investasi akan mewajibkan

beberapa pembatasan mengenai dimana, bagaimana,

dan untuk apa tujuan dana ini diinvestasikan. Selanjutnya bank syariah

dapat membatasi penggabungan dengan dananya sendiri dengan dana

rekening investasi yang terbatas tersebut bagi tujuan investasi. Di

samping itu terdapat pembatasan lainnya yang dapat diberikan oleh

pemegang rekening investasi, umpamanya pemegang rekening investasi

dapat mensyaratkan kepada bank syariah untuk tidak menanamkan dana

mereka dalam transaksi penjualan angsuran atau tanpa agunan (kolateral),

atau mensyaratkan bahwa bank syariah itu sendiri harus melaksanakan

investasilebih daripada melalui pihak ketiga.

Adapun rukun Mudharabah adalah sebagai berikut:

Orang yang berakad :

Rukun-rukun dalam pandangan jumhur ulama ada tiga

pelaku akad (pemberi dan penerima harta), (modal, usaha

keuntungan) dan (ijab dan qabul). Imam syafi`i membaginya

62 | P a g e
menjadi lima bagian harta, usaha, keuntungan, sighat dan pelaku akad.

Para ulama sepakat

bisa

membatalkannya. Adapun jika pelaksana telah memulai usahanya apakah

antara pelaksana dan pemilik modal wajib menulis akad ?

Imam Malik berpendapat wajib dan merupakan akad yang diwarisi.

hak dan kewajiban seperti bapak

mereka. jika mereka tidak amanah mereka wajib mencari seorang yang

amanah.Abu Hanifah, Syafi`i dan Ahmad mengatakan bahwa akad

tidak wajib karena pemberi dan penerima modal, salah

seorang dari keduanya boleh membatalkan akad tersebut kapan ia

inginkan dan akad tidak dapat diwarisi. Alasan perbedaan

pendapat kedua belah pihak adalah, Imam Malik berpendapat akad

mudorobah itu wajib karena jika akad itu dibatalkan setelah beroperasi

akan membawa mudhorot, baik terhadap pemberi atau penerima modal.

Sedangkan pendapat Imam Abu Hanifah, Syafi`i dan Ahmad bahwa akad

tersebut tidak wajib, karena akad sebelum dan sesudahnya

sama saja. Juga karena itu sendiri artinya mempergunakan

harta orang lain dengan izinnya, maka kedua belah pihak mempunyai hak

untuk membatalkan akad tersebut, sebagaimana boleh membatalkan

akad dalam masalah wadi`ah dan wakalah. Hanafiyah menambahkan

syarat sahnya pembatalan itu, yaitu memberi tahu salah seorang dari

kedua belah pihak pada pihak lain tentang pembatalan tersebut,

sebagaimana terjadi dalam banyak jenis syarikat perkongsian. Pada saat

pemberitahuan pembatalan tersebut, modal dasar harus berupa uang, jika

tidak berupa uang maka pembatalan kerja sama tidak sah. Adapun

pendapat Syafi`iyah dan Hanabilah jika batal sedangkan

modal dan untung masih berupa barang maka kedua belah pihak boleh

63 | P a g e
menjual atau membaginya. Jika pelaksana meminta semua barang dijual

dan pemilik modal tidak setuju, maka hakim mesti memaksa pemilik

modal untuk menjualnya, karena pelaksana mempunyai hak dari

keuntungan tersebut dan haknya itu tidak akan didapatnya melainkan

dengan cara dijual.

4.5
4.5.1 Pengertian
Secara bahasa berarti (percampuran), yakni

bercampurnya satu harta dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa

dibedakan antara keduanya. Selanjutnya jumhul ulama mempergunakan

kata untuk label satu transaksi tertentu, meski tidak ada

percampuran dua bagian, karena terjadinya sebuah transaksi merupakan

sebab terjadinya percampuran. Ada perbedaan pendapat di kalangan

ulama

wewenang kepada pihak-pihak yang

bekerja sama, artinya setiap pihak memberikan wewenang kepada

partnernya atas harta yang dimiliki bersama, dengan masih absahnya

wewenang atas harta masing-masing. Hanabilah mengatakan

adalah percampuran dalam kepemilikan dan wewenang. Syafi’ iyah

mengatakan adalah tertetapnya hak kepemilikan bagi dua pihak

atau lebih. Hanafiyah berkata, adalah transaksi yang dilakukan

dua pihak dalam hal permodalan dan keuntungan. Definisi ini paling tepat

karena mengungkapkan hakekat yang notabene sebuah transaksi.

Syirkah terbagi dalam dua bentuk:

( ) adalah keikutsertaaan atau

keinginan bersama untuk menghasilkan sesuatu yang dilakukan oleh

64 | P a g e
dua orang atau lebih dengan menyertakan harta.

bersama-sama memberikan modal

dan keuntungan atau kerugian di bagi bersama.

Syirkah Al Uqud terbagi dalam beberapa jenis yaitu (a) Al Mufawadhah,

(b) Al ‘ Inan, (c) Al A’ maaldan (d) Al Wujuh. Para ahli fiqih mempunyai

perbedaan pendapat apakah mudharabah digolongkan sebagai syirkah

atau tidak. Beberapa ahli fiqih mengatakan bahwa mudharabah sebagai

syirkah karena mudharabah memiliki persyaratan umum yang sama

dengan syirkah. Sebaliknya para ahli fiqih mengatakanbahwa mudharabah

tidak merupakan syirkah .

A. Syirkah Mufawadhah Adalah perjanjian kontrak antara dua pihak

atau lebih. Setiap pihak berhak

mendapatkan keuntungan dan kerugian yang sama. Persyaratan

umum dalam syirkah ini adalah

sama. Dalam mazhab Hanafi dan Maliki, bentuk syirkah ini

diperbolehkan tetapi banyak pula yang membatasinya.

B.Syirkah Al-Inan adalah perjanjian kontrak antara dua atau lebih banyak

lagi orang, dengan ketentuan bahwa masing-masing dari mereka

memberi kontribusi satu porsi dana dan berpartisipasi dalam

pekerjaan. Kedua belah pihak tadi bersepakat untuk membagi

keuntungan atau kerugian, namun pemerataan tidak diisyaratkan

dalam hal dana atau pekrjaan atau keuntungan. Semua Fuqaha

menganggap hal ini diperbolehkan. Mazhab Hanafi dan Hambali

menyatakan bahwa keuntungan kedua belah pihak dibagi sesuai

65 | P a g e
dengan proporsi dana yang diberi, keuntungan mungkin bisa dibagi

sama tapi dalam bentuk dananya berbeda; dan keuntungan mungkin

tidak sama dibaginya tapi

Mazhab Maliki dan Syafi`i menyetujui adanya pembagian keuntungan

atau kerugian yang sesuai dengan kondisi proporsi dana yang

diberikan, karena keuntungan dalam jenis syrikah ini akan kembali

menjadi modal.

C. Syirkah A'mal Adalah kontrak antara dua orang yang menerima

pekerjaan dan keuntungan dari pekerjaan tersebut harus dibagi

antara mereka sebagaimana telah disetujui. Sebagai contoh, dua

orang dengan profesi atau kejuruan yang sama menyetujui untuk

bersama-sama melaksanakan suatu proyek dan membagi

penghasilan yang timbul dari proyek bersangkutan sebagaimana telah

disetujui. Syirkah ini kadangkala disebut atau .

Para mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali membolehkan adanya jenis

syirkah ini, karena para pihak yang terlibat mempunyai profesi yang

sama atau sebaliknya. Hal ini didasarkan pada bukti-bukti yang

ditemukan di zaman Nabi Muhammad S.A.W. Dalam syirkah ini para

ulama fiqih menyetujui dan tidak melarang menggunakannya.

D. Syirkah Al Wujuh Adalah kontrak antara dua pihak atau lebih yang

mempunyai reputasi baik dan

untuk

66 | P a g e
pembelian barang secara kredit dari suatu perusahaan, peminjaman

kredit itu didasarkan atas reputasi mereka sendiri. Kemudian mereka

menjual barang tersebut secara tunai, hasil dari

ini tidak diperlukan modal sebagai dasarnya melainkan

kepercayaan (nama baik) mereka sendiri

Mazhab Hanafi, Hambali mengizinkan adanya jenis

transaksi ini, yang didasarkan pada fakta bahwa

f tidak melarangnya.

Akad kerjasama bagi hasil yang digunakan dalam Lembaga

Keuangan Syariah umumnya adalah (1) syirkah mudharabah dan (2)

syirkah inan (musyarakah). Dalam bab ini akan dibahas tentang

akuntansi musyarakah sedangkan untuk mudharabah akan dibahas

pada bab yang lain.

adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal

yang mencampurkan modal merekauntuk tujuan mencari keuntungan.

Dalam masing-masing mitra (LKS dan nasabah)

sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha

tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru.

Dalam kamus istilah keuangan dan perbankan syariah yang

dikeluarkan Bank Indonesia dijelaskan

adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama

antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana

masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan

bahwa keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati,

sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak sebesar partisipasi

67 | P a g e
modal yang disertakan dalam usaha.

Dalam PSAK 106 tentang musyarakah dibahas beberapa

pengertian dan istilah yang terkait dengan pembahasan akuntansi

musyarakah sebagai berikut:

adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih

untuk suatu usaha tertentu, dimana

masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan

ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan

sedangkan risiko berdasarkan porsi kontribusi dana.

sesuai akad dan jumlahnya tetap

hingga akhir masa akad.

dana entitas akan dialihkan secara

bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan

menurun dan pada akhir masa akad mitra akan menjadi pemilik

penuh usaha tersebut.

mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik

mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra

tersebut.

f beberapa istilah yang terkait dengan

musyarakah sebagai berikut:

Musyarakah adalah suatu bentuk kemitraan di antara bank Islam dan

para nasabahnya, di mana masing-masing bagian akan memberikan

sumbangsihnya kepada modal tersebut dengan tingkat yang setara

68 | P a g e
atau berbeda-beda untuk mendirikan suatu proyek baru atau bagian

dalam proyek yang telah ada, di mana masing-masing mereka akan

menjadi pemegang saham modal atas dasar tetap atau menurun dan

akan memperoleh bagian keuntungan sebagaimana mestinya. Akan

tetapi, kerugian akan dibagi bersama secara sebanding sesuai dengan

sumbangsih modal dan apabila tidak ditentukan lain, tidak akan

ditetapkan lain.

Musyarakah tetap adalah Musyarakah di mana bagian mitra dalam

modal Musyarakah tetap sepanjang jangka waktunya yang ditetapkan

dalam akad tersebut.

Musyarakah Menurun (musyarakah menurun menjadi Kepemilikan)

adalah Musyarakah di mana bank memberikan kepada pihak lainnya

hak untuk membeli bagian sahamnya dalam Musyarakah sehingga

bagian bank menurun dan kepentingan saham mitra meningkat

sampai menjadi pemilik tunggal dari keseluruhan modal.

4.6.1 Pengertian dan rukun

menyewa

antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan

atas obyek sewa yang disewakannya dengan “ opsi perpindahan hak


69 | P a g e
milik” obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.

Muntahiya Bittamlik (IMBT) – sewa yang diakhiri dengan

pemindahan kepemilikan barang. Sejenis perpaduan antara kontrak

jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan

kepemilikan barang di tangan di penyewa.

Rukun Ijarah adalah:

Musta’ jir / penyewa

Mu’ ajjir pemilik barang

Ma’ jur / barang atau obyek sewaan

Ajran atau Ujrah / Harga sewa atau manfaat sewa

Ijab Qabul

Ijarah

Pihak yang terlibat harus saling ridha

Manfaatnya dapat diberikan kepada pihak yang menyewa

4.6.2 Karakteristik Ijarah

Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Ijarah

70 | P a g e
sebagaimana tercantum dalam fatwa

berikut:

Pertama: Rukun dan syarat ijarah:

Pernyataan ijab dan qabul.

Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor,

pemilik asset, LKS) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil

manfaat dari pengguna asset nasabah).

Objek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset.

Manfaat dari penggunaan asset dalam ijarah adalah obyek kontrak yang

harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari

sewa dan bukan asset itu sendiri.

Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang

berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent,

dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS) dan penerimaan

yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

Kedua: Ketentuan Obyek Ijarah

Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.

Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.

Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.

Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

Manfaat arus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk

menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan

sengketa.

Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka

waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.

71 | P a g e
Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS

sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga

dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam ijarah.

Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang

sama dengan obyek kontrak.

Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diiwujudkan

dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.

Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah:

Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:

Menanggung

cacat pada aset yang disewakan.

nasabah

Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga

keutuhan aset yang disewa serta menggunakannya sesuai

kontrak.

Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari

penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian

pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab

atas kerusakan tersebut.

Sedangkan Fatwa yang berkaitan dengan al-Ijarah Muntahiyah

al-Bittamlik sebagaimana tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah

Nasional no 27/DSN-MUI/III/2002 tanggal 28 Maret 2002 (Fatwa, 2006)

sebagai berikut:

Pertama : Ketentuan Umum

72 | P a g e
Akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik boleh dilakukan dengan

ketentuan sebagaiberikut:

Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN

nomor :

Tamlik.

Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik

harus disepakatiketika akad Ijarah ditandatangani.

Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad

Kedua : Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik

Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus

melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan

kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat

dilakukan setelah masa Ijarah selesai

Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad Ijarah

adalah wa’ ad yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janjian itu

ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan

yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.

Dalam PSAK 107 tentang akuntansi Ijarah dijelaskan beberapa

karakteristik dari Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik sebagai berikut:

merupakan sewa-menyewa obyek tanpa perpindahan

risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan

atau tanpa untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik

( ) kepada penyewa ( ) pada saat tertentu.

Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik

kepada penyewa, dalam

73 | P a g e
telah diserahkan

kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:

a. hibah;

b. penjualan sebelum akhir masa akad;

c. penjualan pada akhir masa akad;

d. penjualan secara bertahap.

Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas

untuk menghindaririsiko kerugian.

Spesifikasi obyek , misalnya jumlah, ukuran, dan jenis harus

jelas diketahui dantercantum dalam akad.

4.6.3 Cakupan Akuntansi Ijarah

berikut diberikan beberapa ketentunan dapal PSAK 30 tentang

Sewa (revisi 2007), antara lain sewa pembiayaan ( )

dalam laporan keuangan dan laporan keuangan

A.

Transaksi kejadian lainnya dicatat dan disajikan sesuai

dengan subtansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu

74 | P a g e
mengikuti bentuk legalnya. Meskipun bentuk legal perjanjian

sewa menyatakan bahwa tidak memperoleh hal legal

atas asset sewaan, dalam hal sewa pembiayaan, secara

subtansi dan realitas keuangan pihak memperoleh

manfaat ekonomis dari pemakaian aset sewaan tersebut

selama sebagian besar umur ekonomisnya. Sebagai

konsekuensinya lessee menanggung kewajiban untuk

membayar hak tersebut sebesar suatu jumlah, pada awal sewa,

yang mendekati nilai wajar dari aset dan beban keuangan

( ) terkait (paragraf 17).

Jika transaksi sewa tersebut tercermin dalam neraca

sumber daya ekonomi dan tingkat kewajiban dari entitas

menjadi rendah ( ), sehingga mendistorsi rasio-rasio

keuangan. Oleh karena itu, sewa pembiayaan diakui dalam

neraca sebagai aset dan kewajiban untuk pembayaran

sewa dimasa depan. Pada awal masa sewa, aset dan kewajiban

untuk pembayaran sewa di masa depan diakui dineraca pada

jumlah yang sama, kecuali untuk

18).

Kewajiban

secara langsung kepada

aktivitas untuk suatu sewa pembiayaan ditambahkan ke

75 | P a g e
jumlahyg diakui sebagai aset (paragraf 20).

B.

Pada hakikatnya dalam sewa pembiayaan semua risiko dan

manfaat yang terkait dengan

) yang diterima

sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya

(paragraf 33).

sering kali mengeluarkan biaya langsung awal yang

meliputi antara lain komisi, biaya legal, dan biaya internal yang

inkremental dan dapat diatribusikan langsung dengan proses

negosiasi dan pengaturan suatu sewa. Biaya langsung awal

tidak termasuk biaya umum seperti yang lazimnya dikeluarkan

oleh tim penjualan dan pemasaran. Untuk sewa pembiayaan,

selain

dari pengukuran awal

piutang sewa pembiayaan dan mengurangi penghasilan yang

diakui selama masa sewa. Tingkat bunga implisit dalam sewa

ditentukan sedemikian rupa sehingga biaya langsung awal

secara otomatis sudah termasuk di dalam piutang sewa

pembiayaan; sehingga tidak diperlukan pengungkapan yang

terpisah. Biaya yang dikeluarkan oleh pabrikan atau

yang terkait dengan negosiasi dan pengaturan suatu

sewa tidak termasuki biaya langsung awal. Dengan demikian

biaya tersebut tidak termasuk investasi sewa neto dan diakui

76 | P a g e
sebagai beban ketika laba penjualan diakui, yang mana untuk

sewa pembiayaan umumnya diakui pada masa awal sewa

(paragraf 34).

Transaksi Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik dianggap sebagai

salah satu instrumen keuangan yang digunakan oleh bank syariah, dimana

bank syariah berbeda di dalam memperlakukan pengukuran dan

pengungkapan assets yang disewakan, dan di dalam akuntansi bagi

bagian bank syariah pada biaya langsung awal dan perbaikan assets yang

disewakan. Mereka juga berbeda mengenai pengakuan pendapatan Ijarah

(hampir separuh bank-bank syariah yang berpartisipasi mengakui

pendapatan Ijarah ketika cicilan sewa jatuh tempo, separuh yang lain

mengakui pendapatan sewa pada berbagai waktu). Disamping itu,

menunjukkan bahwa bank syariah juga berbeda di dalam pengungkapan

kebijakan akuntansi mengenai Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamlik.

Perbedaan tersebut di dalam perlakuan akuntansi dan pengungkapan

cendrung mempunyai berbagai effek. Adalah sulit untuk membandingkan

keuntungan yang diperoleh oleh sebuah bank syariah dengan yang

diperoleh oleh bank syariah lain. Ini akan mengurangi kegunaan informasi

kepada para pemakai laporan keuangan bank syariah. Juga, perbedaan

tersebut bisa mempengaruhi alokasi hasil-hasil transaksi investasi

bersama baik keuntungan atau kerugian antara para pemilik rekening

investasi tidak terbatas dan para pemilik di satu sisi dan alokasihasil-

hasil transaksi baik keuntungan maupun kerugian diantara para pemilik

rekening (tidak terbatas dan terbatas) di sisi lain.Tetapi, standarisasi

perlakuan akuntansi pengakuan keuntungan transaksi Ijarah dan Ijarah

Muntahia Bittamlik dan pengungkapannya, sesuai dengan

ketentuan-ketentuan kerangka dasar seperti “ Penentuan hak-hak dan

77 | P a g e
kewajiban semua pihak terkait, termasuk hak-hak yang berasal dari

transaksi yang tidak selesai dan kejadian kejadian lain sesuai dengan

prinsip-prinsip Syari’ ah Islam dan konsep keadilannya, dan

kepatuhan terhadap etika bisnis Islam, dan memberikan informasi yang

berguna bagi para pemakai laporan keuangan bank syariah untuk

memungkinkan mereka mengambil keputusan yang sah di dalam mu’

amalah mereka dengan bank syariah” .

78 | P a g e
BAB V

KERANGKA DASAR PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH

5.1Tujuan

Tujuan utama laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi,

menyangkut posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah

besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Tujan lainnya adalah :

1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prisip syariah;

2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah;

3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas

syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya

pada tingkat keuntungan yang layak.

4. Informasi tentang tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal

dan pemilik dana syirkah temporer dan informasi mengenai pemenuhan

kewajiban (obligation) fungsi social entitas syariah termasuk pengelolaan dan

penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

5.2Karakter Kualitatif

Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi dalam

laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat karakteris kualitatif

pokok, yaitu :

1. Dapat dipahami Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan

keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.

2. Relevan Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan

pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas

relevan kalau dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan

membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa

depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi di masa lalu.

3. Keandalan Andal diartikan sebagai bebas dari pengertian yang menyesatkan,

79 | P a g e
kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang

tulus dan jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar

diharapkan dapat disajikan.

4. Dapat dibandingkan Pemakai harus membandingkan laporan keuangan entitas

syariah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja

keuangan. Agar dapat dibandingkan, informasi tentang kebijakan akuntansi

yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan dan perubahan kebijakan

serta pengaruh perubahan tersebut juga harus diungkapkan termasuk ketaatan

atas standar akuntansi yang berlaku.

Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi

yang berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Biaya historis (historical cost) Aset dicatat sebesar pengeluaran kas atau setara

kas yang dibayar sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk

memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar

jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban atau dalam keadaan

tertentu, dalam jumlah kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi

kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

2. Biaya kini (current cost) Aset dinilai dalam jumlah kas atau setara kas yang

seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara diperoleh. Kewajiban

dinyatakan dalam jumlah kas atau setar kas yang tidak didiskontokan yang

mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban sekarang. 3. Nilai

realisasi/ penyelesaian (realizable/settlement value) Aset dinilai dalam jumlah

kas atau setara kas yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset dalam

pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai

penyelesaian : yaitu jumlah kas yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan

dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.

5.3Laporan keuangan

80 | P a g e
Laporan Keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas :

1. Neraca;

2. Laporan Laba Rugi;

3. Laporan Arus Kas;

4. Laporan Perubahan Ekuitas;

5. Laporan Perubahan Dana Investasi Terkait;

6. Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil;

7. Laporan Sumber dan Penggunaan dan Zakat;

8. Laporan Sumber dan Penggunaan dan Kebajikan; dan

9. Catatan Atas Laporan Keuangan

81 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai