Anda di halaman 1dari 14

Nama/NIM : Hafidh Muhammad Nazmi

Kelas : AKT 5C

Judul : Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah dan Perbedaan Akuntansi Syariah dengan

Konvensional

Pendahuluan

Akuntansi sebagai salah satu ilmu yang pada zaman sekarang sering diterapkan dalam

mengelola aset keuangan,telah dikenal sejak zaman Rasulullah

Perintah Allah Subhanahu wa taala (Swt.) yang disampaikan melalui Nabi untuk

mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai dan kewajiban umat Islam membayar zakat

berimplikasi terhadap munculnya kebutuhan umat Islam untuk mengembangkan dan

menerapkan akuntansi. Praktik akuntansi tersebut makin berkembang seiring dengan

berkembangnya wilayah kekuasaan pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan. Beberapa

bukti bahkan menunjukkan bahwa buku akuntansi yang dikarang oleh Luca Pacioli, yang

dikenal sebagai bapak akuntansi modern, merujuk pada praktik akuntansi yang diterapkan

dan dikembangkan oleh masyarakat Islam pada saat itu.

Maka dari itu kemudian berkembanglah konsep akuntasi syariah, dimana dalam

pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam atau ketentuan-ketentuan dalam Islam.

Namun meskipun demikian,akuntansi syariah bukanlah suatu ilmu yang hanya bisa

diterapkan oleh negara-negara Islam, karena akuntansi syariah sendiri lebih berkembang

pesat di negara yang bukan negara Islam seperti Australia.


Tinjauan konsep/pembahasan

1. Sejarah lahirnya akuntansi

Pada tahun 1494, Luca Pacioli memublikasikan buku yang berjudul Summa de

Aritmatica, Geometrica Proortioni et Propotionallia. Dalam buku tersebut, terdapat

subjudul “Tractus de Computies et Scriptoris” yang mengajarkan sistem pembukuan

berpasangan. Subjudul inilah yang menjadi cikal bakal munculnya akuntansi. Setahun

setelah buku tersebut dipublikasi, akuntansi mulai diterapkan di Italia.

Seiring berjalannya waktu, akuntansi mulai diakui sebagai disiplin ilmu tersendiri.

Setelah Perang Dunia II, pengaruh akuntansi semakin terasa di dunia barat. Bagi banyak

negara, akuntansi merupakan masalah nasional dengan standar dan praktek nasional yang

melekat erat dengan hukum dan aturan profesional.

Dari sistem ini, pembukuan dan laporan keuangan dapat tersusun secara sistematis

dan terpadu karena dapat menggambarkan laba, rugi, kekayaan, serta hak milik

perusahaan.

Selanjutnya, sistem akuntansi diberi nama sesuai dengan nama orang yang

mengembangkannya atau dari nama negara masing-masing. Seperti misalnya, Sistem

Anglo Saxon di Amerika Serikat dan Inggris serta Sistem Kontinental di Belanda.

Saat ini, sistem akuntansi yang paling banyak digunakan adalah Anglo Saxon. Ini

disebabkan karena Anglo Saxon dapat mencatat berbagai macam transaksi secara lebih

mudah. Di samping itu, sistem Anglo Saxon melakukan pembukuan yang terdapat dalam

satu bagian akuntansi. Sedangkan sistem lain justru memisahkan antara pembukuan

dengan akuntansi.
2. Perkembangan akuntansi syariah di masa Rasulullah dan Khalifah

Sejarah membuktikan bahwa Ilmu Akuntansi telah lama dipraktekkan dalam dunia

islam, seperti istilah jurnal (dahulu zornal), telah lebih dahulu digunakan pada zaman

khalifah islam dengan istilah “jaridah” untuk buku catatan keuangan. Begitu juga dengan

double entry yang ditulis oleh Luca Pacioli. Dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa

ternyata Islam lebih dahulu mengenal sistem akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan

pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan

bukunya pada tahun 1494.

Negara Madinah merupakan letak awal perkembangan Islam yaitu pada tahun 622 M

atau tahun 1 H. Hal ini didasari oleh konsep bahwa seluruh muslim adalah bersaudara

sehingga kegiatan kenegaraan dilakukan secara gotong royong atau kerja sama dan Negara

tersebut tidak memiliki pemasukan dan pengeluaran. Bentuk sekertariat didirikan akhir

tahun 6 H Nabi Muhammad SAW bertindak sebagai kepala Negara dan juga sebagai ketua

Mahkama Agung. Mufti besar dan panglima perang tertinggi bertindak sebagai

penanggung jawab administrasi Negara.

Pada abad ke 7 Rasulullah SAW mendirikan Baitul Maal. Fungsinya sebagai

penyimpanan ketika adanya pembayaran wajib zakat dan usur (pajak pertanian dari

muslim) dan adanya perluasan wilayah atau jizia yaitu pajak perlindungan dari non

muslim, dan juga adanya kharaj yaitu pajak pertanian dari non muslim.
Perkembangan Akuntansi Syariah pada Zaman Khalifah :

a. Abu Bakar Assidiq

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan Baitul Maal masih sangat

sederhana, dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang, sehingga

hampir tidak pernah ada sisa.

b. Umar bin Khattab

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab sudah dikenalkan dengan istilah “Diwan”

yaitu tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana akuntansi dicatat dan disimpan

yang berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji. Khalifah Umar menunjukkan bahwa

akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat dari hubungan antar

masyarakat. Selain itu Baitul Maal sudah diputuskan di daerah-daerah taklukan islam.

c. Utsman bin Affan

Pada masa pemerintahan khalifah Utsman, memperkenalkan tentang istilah khittabat

al-Rasull wa sirr yaitu berarti memelihara pencatatan rahasia. Dalam hal pengawasan

pelaksanaan agama dan moral lebih difokuskan kepada muhtasib yaitu orang-orang yang

bertanggung jawab atas lembaga al hisbah, misalnya mengenai timbangan, kecurangan

dalam penjualan, orang yang tidak banyak hutang dan juga termasuk ke dalam perhitungan

ibadah bahkan termasuk memeriksa iman, dan juga masih banyak yang lain yang termasuk

perhitungan atau sesuatu ketidak adilan didunia ini untuk semua mahluk

d. Ali Bin Abi Thalib


Pada masa pemerintahan Ali yaitu adanya sistem administrasi Baitul Maal difokuskan

pada pusat dan lokal yang berjalan baik, surplus pada Baitul Maal dibagikan secara

profesional sesuai dengan ketentuan Rasulallah SAW. Adanya surplus ini menunjukkan

bahwa proses pencatatan dan pelaporan berlangsung dengan baik. Khalifah Ali memilki

konsep tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan

dengannya secara jelas.

3. Metode pengembangan akuntansi syariah

a. Metode Istinbath (Eduksi), yaitu menyimpulkan dari sumber-sumber hukum Islam yang

mukhtamat. Al-Quran, yaitu undang-undang Islam yang terkandung didalamnya hukum-

hukum ibadah dan muamalah. As-Sunnah, yaitu sebagai penjabar, penjelas, dan perinci

hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran. Ijtihad-ijtihad ahli fiqih dan ulama untuk

meletakan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih rinci yang selalu

disesuaikan dengan waktu dan tempat.

b. Metode Tahili (Analitis), yaitu membandingkan kaidah-kaidah dan dasar-dasar

akuntansi islami dengan teori-teori akuntansi positif, dengan membahas segi-segi

persamaan dan perbedaannya.

c. Metode Tathbiqi (Aplikasi), yaitu membahas segi-segi implementasi terhadap dasar-

dasar dan kaidah-kaidah akuntansi Islam di lingkungan perusahaan atau lembaga-lembaga

yang ingin mengaplikasikan syariat Islam, serta pembahasan terhadap kendala-kendala

yang kadang kala menghambat proses pertumbuhan dan perluasan implementasi tersebut.

4. Pendekatan dalam pengembangan akuntansi syariah.

a. Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer


Pendekatan  ini  biasa  disingkat  dengan  pendekatan     induktif,     yang

dipelopori  oleh  AAOIFI  (Accounting  and  Auditing  Organization  for  Islamic

Financial Institution). Pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat

yang sesuai dengan organisasi bisnis Islam dan mengeluarkan bagian yang

bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung pendekatan ini

menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan relevan dengan intitusi

yang  memerlukannya.  Selain  itu,  pendekatan  ini  sesuai  dengan  prinsip  ibaha

(boleh)  yang  menyatakan  bahwa  segala  sesuatu  yang  terkait  dalam  bidang

muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang menyatakannya. Adapun

argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini tidak bisa diterapkan

pada masyarakat  yang kehidupannya wajib berlandaskan pada wahyu dan dipandang

merusak karena mengandung asumsi yang tidak Islami.

b. Pendekatan Deduktif dari Sumber Ajaran Islam

Pendekatan deduktif ini dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi syariah, antara

lain Iwan Triyuwono, Akhyar Adnan, Gaffikin dan beberapa pemikit lainnya. Mereka

berpandangan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan kewajiban zakat.

Pendekatan ini diawali denngan menentukan tujuan berdasarkan prinsip ajaran Islam

yang terdapat dalam Al-Qur‗an dan Sunnah. Kemudian tujuan tersebut dignakan untuk

mengembangkan akuntansi kontemporer. Argumen yang mendukung pendekatan ini

menyatakan bahwa pendekatan ini akan memminimalisasi pengaruh pemikiran sekuler

terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan. Adapun argumen yang menentang

menyatakan bahwa pendekatan ini sulit dikembangkan dalam bentuk praktisnya.

c. Pendekatan Hibrid

Pendekatan ini didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran

Islam  dan persoalan masyarakat  yang akuntansi  syariah  mungkin dapat  bantu


menyelesaikan. Pendekatan ini dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah Shahul

Hameed.  Pendekatan  Hibrid  secara  parsial  telah  diterapkan  di  lingkungan

beberapa perusahaan konvensional. Pendekatan ini mengapresiasi perkembangan

akuntansi sosial dan lingkungan di Eropa dalam tiga dekade terakhir, dan menganggap

itu perlu diaplikasikan  dalam akuntansi syariah. Dan selanjutnya yang perlu dilakukan

oleh pemikir akuntansi Islam adalah mengembangkan triple

bottom  line  menjadi  fourt  bottom  line  (ekonomi,  sosial,  lingkungan,  dan

kesesuaian syariah).

5. Kelemahan akuntansi konvensional

a. Mengklaim sebagai praktik yang bebas nilai, terpisah dari nilai spiritual

b. informasi yang disajikan melalui laporan-laporan keuangan hanyalah informasi-

informasi dari kegiatan yang memiliki satuan moneter atau bernilai material

c. praktik akuntansi yang berlaku saat ini hanya berfokus pada pemberian bagaimana

penyajian laporan keuangan akan dapat menyenangkan shareholder atau menarik investor

tanpa memperhatikan kepentingan pihak-pihak lain

d. Informasi yang diberikan hanya sebatas informasi yang bersifat kuantitatif,sedangkan

informasi yang bersifat kualitatif tidak disampaikan

6. Kebutuhan akan akuntansi Islam menurut berbagai ahli


 Harahap
Akuntansi Islam muncul sejalan dengan munculnya sistem ekonomi,

perdagangan, perbankan Islami. Sistem kapitalis yang dibangun dengan konsep dan

filosofi yang berbeda dengan Islam dan melahirkan akuntansi kapitalis. Jika konsep

akuntansi kapitalis ini diterapkan pada lembaga atau transaksi yang berbeda secara

filosofis dan konsepsional dengan konsep dan filosofi Islam maka akan muncul
inkonsistensi nilai yang akhirnya akan menimbulkan inkonsistensi persepsi dan

prilaku. Oleh karenanya maka muncullah pemikiran akuntansi Islam. Munculnya

akuntansi Islam ini didorong oleh berbagai hal seperti

a. Meningkatnya religiousity (keagamaan) masyarakat.

b. Meningkatnya tuntunan kepada etika dan tanggung jawab sosial yang selama ini

tampak diabaikan oleh akuntansi konvensional.

c. Semakin lambannya akuntansi konvensional mengantisipasi tuntunan masyarakat

khususnya mengenai penekanan pada keadilan, kebenaran, dan kejujuran.

d. Kebangkitan umat Islam khususnya kaum terpelajar yang merasakan kekurangan

yang terdapat dalam kapitalisme Barat.

e. Perkembangan atau anatomi disiplin akuntansi itu sendiri.

f. Kebutuhan akan sistem akuntansi dalam lembaga bisnis syariah seperti bank,

asuransi, pasar modal, trading, dan lain-lain.

g. Kebutuhan yang semakin besar pada norma perhitungan zakat dengan

menggunakan norma akuntansi yang sudah mapan sebagai dasar perhitungan.

h. Kebutuhan akan pencatatan, pertanggungjawaban, dan pengawasan harta umat

misalnya dalam Baitul Maal atau kekayaan milik umat Islam atau organisasinya.

 Hamid

Hamid mengemukakan dua hal:

a. Islam sebagai agama yang memiliki aturan-aturan khusus dalam sistem ekonomi

keuangan (misalnya, free interest banking system) dan pasti memerlukan teori

akuntansi yang khusus pula yang dapat mengakomodasi ketentuan syariah itu.
b. Kalau dalam berbagai studi disimpulkan bahwa aspek budaya yang bersifat lokal

(national boundaries) sangat banyak mempengaruhi perkembangan akuntansi, maka

Islam sebagai agama yang melampaui batas negara tidak boleh diabaikan. Islam dapat

mendorong Internasionalisasi dan harmonisasi akuntansi.

 Wan Ismail

Wan Ismail mengemukakan akuntansi Islam itu sangat perlu bagi ummat Islam

disebabkan adanya beberapa faktor:

a. Adanya konsep personal accountability antara manusia dengan Allah dan antara

manusia dengan manusia

b. Adanya konsep dimana kekayaan adalah, harta adalah milik Allah. Manusia hanya

selaku penerima amanah yang harus mempertanggungjawabkan penggunaannya

kepada Allah SWT. Oleh karenanya maka pemanfaatannya harus sesuai dengan

syariah

c. Perlunya proses distribusi kekayaan yang adil melalui zakat

7. Perbedaan akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah

 Taheri

Perbedaan mendasar antara kapitalis dengan syariah adalah dalam prinsip

kepemilikan. Asset dalam kepemilikan akuntansi konvensional mutlak sebagai milik

pribadi. Kepemilikan publik bila diperlukan untuk kebutuhan sosial saja. Sedangkan

dalam Islam asset (kekayaan) harus tersebar disemua lapisan masyarakat dan tidak

dikuasai secara monopoli.

 Baydoun dan Willet


Mengungkapkan adanya perbedaan yang sangat mendasar mengenai sistem,

prinsip dan kriteria akuntansi konvensional dengan akuntansi syariah. Sistem pada

akuntansi syariah yaitu ketauhiddan, sedangkan sistem akuntansi konvensional yaitu

ekonomi yang rasional. Prinsip akuntansi syariah yaitu syariah, kepentingan umat,

keuntungan yang wajar sedangkan prinsip akuntansi konvensional yaitu sekuler,

individualis, memaksimalkan keuntungan. Kriteria akuntansi syariah yaitu

berdasarkan pada etika yang bersumber pada hukum Al-Quran dan Sunnah sedangkan

kriteria akuntansi konvensional yaitu berdasarkan pada hukum perdagangan

masyarakat kapitalis modern.

Perbedaan yang lebih mendasar sebenarnya terletak pada kerangka konseptual

yang mendasari kedua bentuk akuntansi tersebut. Kerangka konseptual akuntansi

syariah, dirumuskan menggunakan pendekatan epistimologi Islam, sedangkan

kerangka konseptual akuntansi konvensional dirumuskan menggunakan pendekatan

epistimologi kapitalis

 Haniffa

Perbedaan Postulat antara akuntansi konvensional dengan akuntansi syari’ah,

yang meliputi:

(1) Entitas, akuntansi konvensional mengakui adanya pemisahan antara entitas bisnis

dan pemilik, dalam akuntansi syari’ah entitas tidak memiliki kewajiban yang terpisah

dari pemilik.

(2) Going concern, bisnis terus beroperasi sampai dengan tujuan tercapai (akuntansi

konvensional), kelangsungan usaha tergantung pada kontrak dan kesepakatan yang

didasari oleh saling ridha (akuntansi syari’ah).


(3) Periode akuntansi, meskipun ada kesamaan dalam menentukan periode akuntansi

selama 12 bulan (satu tahun) namun akuntansi konvensional periode dimaksudkan

mengukur kesuksesan kegiatan perusahaan, sedangkan dalam akuntansi syari’ah

periodisasi bertujuan untuk penghitungan kewajiban zakat.

(4) Unit pengukuran, akuntansi konvensional menggunakan unit moneter sebagai unit

pengukuran, akuntansi syari’ah menggunakan harga pasar untuk barang persediaan,

dan emas sebagai alat ukur dalam penghitungan zakat.

(5) Pengungkapan penuh (menye-luruh), pengungkapan ini ditujukan sebagai alat

dalam pengambilan keputusan, dalam akuntansi syari’ah pengungkapan penuh

ditujukan untuk memenuhi kewajiban kepada Allah swt., kewajiban sosial, dan

kewajiban individu.

(6)  Obyektivitas, bebas dari bias subyektif, dalam akuntansi syari’ah obyektivitas

dimaknai dengan konsep ketakwaan, yaitu pengeluaran materi maupun non-materi

untuk memenuhi kewajiban,

(7) Meterialitas, ukuran materialitas dihubungkan dengan kepentingan relatif

mengenai informasi terhadap pengambilan keputusan, sedangkan akuntansi syari’ah

mengakui materialitas berkaitan dengan pengu-kuran yang adil dan pemenuhan

kewajiban kepada Allah, sosial, dan individu.

(8) Konsistensi, yang dimaksudkan adalah pencatatan dan pelaporan secara konsisten

sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima oleh umum, dalam akuntansi

syari’ah konsistensi dimaknai dengan pencatatan dan pelaporan secara konsisten

sesuai dengan prinsip syari’ah.


(9) Konservatisme, akuntansi konvensional memilih teknik akuntansi yang paling

memberikan pengaruh kecil terhadap pemilik, sedangkan akuntansi syari’ah memilih

teknik akuntansi yang paling mengun-tungkan (berdampak posistif) bagi masyarakat. 

Contoh transaksi dan kasus


Studi kasus pada bank Syariah di Malaysia dimana secara asidental internal auditor bank

Syariah menemukan bahwa bank Syariah yang merupakan cabang dari bank konvensional

telah melakukan pembiayaan kepada sebuah rumah sakit namun ternyata terjadi transaksi non

shariah compliance pada rumah sakit tersebut. Sementara pembiayaan itu sudah berlangsung

selama empat tahun dan selama empat tahun rumah sakit tersebut membayar margin tiap

bulan kepada bank Syariah artinya karena pengelolaannya rumah sakit tersebut tidak shariah

compliance maka secara tidak langsung bank mendapatkan margin dari penghasilan non halal

dari rumah sakit tersebut sehingga penghasilan bank Syariah tersebut bercampur dengan

pendapatan halal dan non halal.

Dari kasus tersebut berdasarkan pada prinsip akuntansi Syariah yang full disclosure dan

transparasi terhadap akuntabilitas Syariah maka bank Syariah dalam laporan keuangannya

harus mengungkapkan semua transaksi tersebut terkait dengan pendapatan non-halal selama

empat tahun dengan membuat catatan tambahan atas laporan keuangan tersebut tentang dana

penghasilan yang telah digunakan dan dibagikan kepada nasabah dalam bentuk non-halal

sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan untuk sisa margin non

halal dari rumah sakit tersebut dikembalikan dalam bentuk sedekah dan memperbaiki akad

rumah sakit menjadi shariah compliance.


Kesimpulan
Akuntansi syariah adalah bidang akuntansi yang menekankan pada 2 (dua) hal yaitu

akuntabilitas dan pelaporan. Akuntabilitas tercermin dari tauhid yaitu dengan menjalankan

segala aktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Islam. Sedang pelaporan ialah bentuk

pertanggungjawaban kepada Allah dan manusia.

Dalam akuntansi syariah, Al-Quran dan Al Hadist menjadi sumber utama pengembangan

teori akuntansi. Prinsip akuntansi harus mengacu pada nilai-nilai yang terkandung dalam

kedua sumber utama hukum tersebut. Bila mana ada praktik akuntansi yang bertentangan

dengan nilai-nilai Al-Quraan dan Al Hadist maka harus dihilangkan atau diganti dengan yang

sesusai dengan aturan kedua sumber hukum tersebut

Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada perintah Allah

melalui Alquran untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai dan untuk membayar

zakat. Dalam hal ini perintah Allah Swt. untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak tunai

telah mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan dokumen ataupun bukti

transaksi (Alquran 2:282)

Tonggak sejarah akuntansi dimulai Pada tahun 1494, Luca Pacioli memublikasikan buku

yang berjudul Summa de Aritmatica, Geometrica Proortioni et Propotionallia. Dalam buku

tersebut, terdapat subjudul “Tractus de Computies et Scriptoris” yang mengajarkan sistem

pembukuan berpasangan. Subjudul inilah yang menjadi cikal bakal munculnya akuntansi.
Daftar Pustaka
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/35076/C.1-
Rizal%20Yaya.pdf?sequence=1
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1503781&val=17955&title=KONSEP%20KEPEMILIKAN%20ASSET%20TETAP
%20DALAM%20AKUNTANSI%20SYARIAH
https://media.neliti.com/media/publications/284459-akuntansi-dalam-pandangan-islam-
b793a957.pdf
https://www.slideshare.net/tajussubqiKINGCROWN/bab-1-konsep-akuntansi-syariah

Anda mungkin juga menyukai