Anda di halaman 1dari 7

Akuntansi Dalam Pandangan Islam

Akuntansi dalam Pandangan Islam


Ditujukan sebagai Tugas Mata Kuliah Agama Islam
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran
Tahun 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam (bahasa Arab, al-islām = ,‫ اإلسالم‬berserah diri kepada Tuhan) adalah agama
yang mengimani satu Tuhan, yaitu ALLAH. Secara istilah, Islam berarti berserah diri kepada
Allah dengan cara yang disampaikan Rasul-NYA yang berisi ajaran tauhid dan pedoman
hidup secara menyeluruh. Hal tersebut dijelaskan dalam surah Al-Maidah ayat 3 yang
berbunyi “...Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu...”.
Islam memiliki 3 pokok ajaran yang terdiri dari aqidah (kepercayaan atau keimanan
mengenai keesaan Allah), akhlak (budi pekerti dan perilaku), dan syariah (Aturan yang Allah
perintahkan kepada hamba-hambanya). Ketiga hal tersebut saling berhungungan
sebagaimana suatu pohon, di mana aqidah merupakan akar, syariah merupakan batang dan
akhlak adalah dedaunan. Syariah dan akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang
mengakarinya.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam aspek mata pencaharian
kehidupan (perdagangani). Dalam sejarah peradaban bangsa arab, saudagar-saudagar arab
bisasanya mengadakan 2 kali perjalanan dagang dalam setahun yaitu pada musim dingin dan
musim panas, seperti yang dijelaskan dalam surat al-Quraisy ayat 1-2 yang berbunyi “Karena
kebiasaan orang-orang quraisy, (yaitu) kebiasaan berpergian pada musim dingin dan musim
panas”.
Setelah bertambahnya kabilah-kabilah (kelompok suku), masuknya imigran-imigran
dari negara tetangga dan berkembangnya perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa
arab terhadap pembukuan dagang dan dasar-dasar perhitungan (akuntansi) dalam transaksi
mereka.
Berdasarkan uraian diatas, akuntansi memiliki peran yang tentunya tidak dapat
dipisahkan dalam ajaran islam. Untuk itulah penulis tertarik menyusun makalah yang
berjudul “Akuntansi dalam pandangan Islam”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan akuntansi dalam pandangan islam?
2. Apakah inti dari konsep akuntansi dalam ajaran islam?
3. Apakan tujuan akuntansi dalam islam?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengetian Akuntansi dalam Islam
2. Inti dari Konsep Akuntansi Islam
3. Tujuan-tujuan Akuntansi dalam Islam

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengetian Akuntansi dalam Islam


Dalam istilah Islam yang menggunakan istilah arab, akuntansi disebut
sebagai Muhasabah. Secara umum muhasabah memiliki dua (2) pengertian pokok yaitu:
1. Muhasabah dengan arti Musa'alah (perhitungan) dan munaqasyah(perdebatan). Kemudian
dilanjutkan dengan pembalasan yang sesuai dengan catatan
perbuatannya. Proses Musa'alah dapat diselesaikan secara individu atau dengan perantara
orang lain, atau dapat pula dengan perantara Malaikat, atau oleh Allah sendiri pada hari
kiamat nanti.

2. Muhasabah dengan arti pembukuan/ pencatatan keuangan seperti yang diterapkan pada masa
awal munculnya Agama Islam. Juga diartiakan dengan penghitungan modal pokok serta
keuntungan dan kerugian.Muhasabah juga berarti pendataan, pembukuan, dan semakna
dengan Musa'alah, perdebatan, serta penentuan imbalan/ balasan seperti yang diterapkan
dalam lembaga-lembaga Negara, lembaga Baitul Maal, undang-undang wakaf, Mudharabah,
dan serikat-serikat kerja.
Adapun kata hisab yang searti dengan kata muhasabah, memiliki arti:
1. Hisab dalam arti menghitung dan mendata
2. Hisab dalam arti perhitungan, pembalasan, dan perdebatan (dalam hal ini
Sama dengan muhasabah)
3. Hisab dengan arti muhasabah dan munaqasyah di hari kiamat
4. Hisab dengan arti merasa cukup dengan kelapangan karunia yang diberikan Allah tanpa
ikatan dan tekanan

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian Akuntansi dalam Agama
Islam adalah:
1. Pembukuan keuangan (menghitung dan mendata semua transaksi keuangan)
2. Perhitungan, Perdebatan, dan Pengimbalan
Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar
hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber syariah islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan
dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.

2.2 Inti dari Konsep Akuntansi Islam


1. Kaidah-kaidah Dasar Akuntansi Islam Bersumber dari Al-Qur’an,
Sunnah Nabawiyah dan Fiqih Para Ulama
Kaidah-kaidah tersebut memiliki keistimewaan yaitu permanen dan Objektif.
Dikatakan permanen karena dasar kaidah tersebut berasal dari Allah dan sesuai untuk
segala waktu dan kondisi sesuai dengan firman Allah SWT, “ Apakah Allah yang
menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu nyatakan dan yang kamu rahasiakan); dan dia
maha halus lagi maha mengetahui?” (Al-Mulk: 14)
Berdasarkan ayat ini, tidak boleh bagi seorang akuntan untuk mengabaikan atau
berpaling dari kaidah-kaidah akuntansi yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah serta
ijma para ulama. Ruang lingkup ijtihad hanyalah dalam masalah-masalah furu’ (cabang) atau
sekitar cara, metode dan prosedur akuntansi itu saja.

2. Akuntansi islam dilandasi oleh aqidah yang kuat


Setiap akuntan yang menjalankan berbagai proses akuntansi wajib percaya bahwa
harta yang ia hitung adalah harta Allah, dan Allah menyuruh untuk mencatat perputaran harta
itu, seperti pemasukkan dan pengeluaran berdasarkan kaidah-kaidah hukum, karena Allah
juga akan menghisabnya (Akuntan/Juru Tulis) pada hari kiamat terhadap sejauh mana ia
melaksanakan pekerjaan itu dengan baik. Ia Pun harus percaya bahwasannya Allah selalu
mengawasi perbuatannya.
Oleh karena itu, seorang akuntan harus menguasai hukum-hukum syariat Islam,
sehingga ia mampu menyebarluaskan dan meneliti dengan cermat akuntansi Islam, dan ia
juga harus konsisten dengan kaidah-kaidah itu, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan.

3. Akuntansi Islam berdasarkan Akhlak yang baik


Seorang akuntan yang melaksanakan proses akuntansi harus mempunyai sifat
amanah, jujur, netral, adil dan profesional, supaya pihak yang dilayaninya merasa tenang
terhadap harta dan terhadap orang yang ia mberinteraksi dengannya, hingga ia merasa tenang
terhadap dokumen-dokumen penting dan informasi-informasi detail yang menerima dari
seorang akuntan.
Seorang akuntan harus memperhatika nilai-nilai akhlak seperti yang diisyaratkan oelh
ayat Al-Qur’an, “ Ya Bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita) karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah
orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al-Qashash : 26)

4. Seorang Akuntan Memiliki Tanggung Jawab Di Depan Masyarakat


dan Umat Islam Tentang Seberapa Jauh Kesatuan Ekonomi oleh
Hukum Syariat islam. Khususnya berkaitan dengan Hal Mu’amalah
Keputusan-keputusan yang akan diambil, yang akan diajukan ke kantor-kantor resmi
maupun organisasi-organisasi sosial, hendaklah mengandung informasi-informasi mengenai
bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan sebab-sebabnya serta bentuk-bentuk yang kontradiktif
antara syariat dengan dan implementasi praktis.
Seorang akuntan juga harus memiliki tanggung jawab sosial untuk merealisasikan
kesatuan ekonomi. Jadi seorang akuntan harus menyiapkan laporan-laporan perhitungan yang
mengandung informasi-informsi tentang evaluasi usaha, sebab-sebabnya, dasar perbaikan
serta perkembangan positif.

5. Akuntansi Islam Berdasarkan dengan Proses Keuangan yang Sah


Seorang akunta harus melaporkann suatu penyimpangan (proses yang tidak sah) kepada
pihak yang berwenang untuk mendiskusikan akibat-akibat dari proses ini, sehinga dapat
menghindari kesalahan-kesalahan serupa dimasa mendatang.
Dasar karakteristik ini adalah bahwa bidang mu’amalah dalam islam adalah yang baik
dan untuk kemaslahatan serta menjauhi yang buruk yaitu kemudharatan.

6. Akuntansi Islam sangat memperhatikan aspek perilaku sebagai Unsur


dalam Kesatuan Ekonomi.
Dalam akuntansi islam, ketika merumuskan undang-undang akuntansi dan
menentukan petunjuk-petunjuk evaluasi kerja, perlu diperhatikan motivasi-motivasi yang
manusiawi, baik materiil maupun moril. Walaupun itu tidak termasuk tugas akuntan saja,
tetapi setidak-tidaknya seorang akuntan memiliki peranan tersebut.
Selain itu, perlu difokuskan peranan informasi akuntansi dalam membangun motivasi
dan mengangkat nili-nilai moral pada diri seorang pekerja atau pengusaha, dan memotivasi
mereka untuk berproduksi dan menciptakan.

2.3 Tujuan-tujuan Akuntansi dalam Islam


Tujuan terpenting dari akuntansi menurut islam adalah sebagai berikut:
1. Hizful Amwal (memelihara Uang)
Perintah untuk menuliskan uang dan harta adalah suatu keharusan untuk menjaga harta
itu dan menghilangkan keragu-raguan. Jika orang yang berutang itu bertakwa, penulisan itu
tidaklah mudharat baginya, tetapi apabila ia tidak bertakwa, orang yang mencatatnya harus
jujur dan amanah dalam agamanya serta terhadap kebutuhan si yang mempunyai hak.
Perintah untuk melakukan pencatatkan dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 282
sebagai berikut, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua
orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila
mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar
sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di
antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit
menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
mengetahui segala sesuatu.”.
Ibnu Abidin, seorang ulama dari mahzab hanafi, berkata, “Jika seseorang bekerja
tidak berdasarkan aturan-aturan yang ada dalam buku catatan, akan mengakibatkan hilangnya
hak-hak orang lainkarena kebanyakan transaksi para pedagang berjalan tanpa saksi
(menyaksikan barang) dan waktu perhitungan serta perdebatan mereka hanyalah berpegang
pada buku catatan dan surat-surat penting.”
Hal ini juga dijelaskan sebagaimana perkataan al-Hariry, “Sesungguhnya bekerjan
menghitung itu harus teliti dan akurat, sedangkan pena si pencatat (akuntan) adalah sebagai
pengontrol. Adapun hisbah adalah orang-orang yang bertugas menjaga keuangan. Jadi, jika
tidak ada si hasib (pengontrol), rusaklah hasil usaha, timbullah thagabun(Saling
menyalahkan), aturan-aturan mu’amalah tidak berlaku, konflik terus membelenggu serta
kezaliman yang menghunus sampai waktu perhitungan.”
Keterangan tersebut menjelaskan peranan akuntansi (pencatatan) yang tidak hanya
memelihara harta,tetapi juga meneliti dan merinci pendapatan, menutup kesalahpahaman,
mengatur transaksi-transaksi, serta meredam konflik dan kezaliman.

2. Eksistensi al-Kitabah (Pencatatan ketika ada perselisihan)


Ibnu Abidin mengatakan dalam kitabnya al-amwal, bahwa si penjual kasir dan
agen/makelar adalah hujjah/dalil menurut kebiasaan yang berlaku. Hal ini sudah diisyaratkan
Al-Qur’an pada firmasn Allah sebagai berikut ini: “...(penacatatan ini) lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbukan keraguanmu)...”(Al-
Baqarah: 282)
Begitulah jelasnya fungsi pembukuan (akuntansi) pada waktu terjadinya tanya jawab
dan perdebatan di depan pengadilan ketika terjadi perselisihan. Dalam contoh ini,kesaksian
yang ada berupa kertas catatan atau pembukuan kontrak akan lebih kuat dan dipercaya.

3. Dapat membantu dalam mengambil keputusan


Imam Syafi’i pernah berkata,”Siapa yang mempelajari hisab (ilmu hitung), luaslah
pikirannya”. Artinya, seorang pedagang atau siapapun, tidak akan dapat mengungkapkan
pikiran yang benar dan sehat, atau mengambil keputusan yang bijaksana, tanpa bantuan dan
data-data yang tercatat dalam surat-surat atau buku catatan khusus.
Al-Qur’an telah menjelaskan fungsi pencatatan ini untuk menghilangkan keraguan
ketika mengambil keputusan, seperti pada firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 282,
“...yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian, dan
lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu...”.

4. Menentukan Hasil-Hasil Usaha yang Akan Dizakatkan


Diantara tujuan akuntansi utama pada perode pertama islam ialah untuk mengetahui
hasil-hasil perdagangan di akhir tahun, sehingga mudah bagi mereka untuk mengetahui
modal pokok murni, keuntungan murni dan kerugiannya. Denagn demikian, mereka dapat
mengukur standar dan jumlah zakat hartanya.
Khusus tentang ini,berkata abu Usaid bin Salam, berkata Maimun bin Mahran, “Jika
telah sampai waktumu berzakat, perhatikanlah apa-apa yang kamu miliki seperti uang dan
barang-barang,kemudian nilailah barang-barang itu dengan uang. Kalau ada utang yang
sanggup dilunasi, hitunglah, dan bayarkanlah dari uang itu, dan zakatilah sisanya”.

5. Menentukan dan menghitung hak-hak kawan yang berserikat


Dalam periode pertama Islam, serikat-serikat kerja telah tersebar luas sesuai dengan
anjuran islam, seperti syirkah mudharabah, syirkah al-‘inan (Serikat modal), syirkah
mufawadah (Serikat kerja )dan syirkah wujuh (modal dengan nama baik).
Al-Qur’an telah mengisyaratkan kepada yang demikian yaitu firman Allah dalam surat
As-Shaad ayat 24, “...Dan, Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh; amat sedikitlah mereka ini...”.
Yang dimaksud dengan Khutlatha’ialah syuraka’, yaitu mitra bisnis. Bersabda
Rasulullah SAW, “Dari Rabbul-‘Izzah (berkata), ‘Akulah yang ketiga dari dua orang yang
berserikat selama salahs atunya tidak mengkhianati yang lain. Jika salah seorang berkhianat
kepada temannya, Aku akan keluar dari perserikatan mereka.’”. Dalam hadis lain,
Rasulullah SAW bersabda, “ Pertolongan Allah selalu pada dua orang yang berserikat,
selama salah seorang tidak mengkhianati yang lain.”.
Dasar-dasar akuntansi dalam islam itu diaplikasikan untuk membantu menentukan hak-
hak mitra bisnis seperti harta dan uag, dan keuntungan-keuntungan, baik dalam keadaan
bergabung maupun terpisah.

6. Menentukan Imbalan, Balasan dan Sanksi


Muhasabah adalah perhitungan, perdebatan dan pembalasan/imbalan yang sesuai
dengan data-data yang tercatat atau surat-surat yang berdasarkan syarat-syarat yang telah
dtentukan sebelumnya. Fungsi akuntansi dalam mengevaluasi usaha manusia, baik di dunia
secara pribadi atau perantara ulil amri maupun di akhirat oleh Allah SWT.
Yang demikian itu, telah diterapkan pada periode awal islam, yaitu pada baitulmaal
kaum muslimin.dalam akuntansi (penghitungan) terhadap perputaran uang, baik uang tunai
maupun yang berupa aset (barang), serta usaha-usaha para pekerja.
Selain itu, pada pasar zaman dahulu, terdapat semacam pengawas pasar terhadap
kebenaran suatu transaksi, serta pengawasan terhadap seberapa jauh kesadaran para pedagang
pada kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dari dahulu yang berada dalam pengawasan
peraturan-peraturan hisbah (pengawas keuangan pasar).

BAB 3
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka akuntansi dalam konsep


Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari Sumber-Sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai
aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.
Inti dari konsep akuntansi islam adalah kaidah-kaidahnya yang bersumber dari Al-
Qur’an, As-Sunnah serta fiqih para ulama; Akuntansi Islam dilandasi oleh akidah dan
keimanan yang kuat; Akuntansi Islam berdasarkan Akhlak yang baik; Seorang Akuntan
memiliki tanggug jawab sosial di depan masyarakat dan umat islam; Akuntansi Islam
berdasarkan dengan proses keuangan yang sah; Akuntansi Islam sangat memperhatikan aspek
perilaku sebagai Unsur dalam Kesatuan Ekonomi.
Adapun tujuan akuntansi dalam pandangan Islam adalah untuk memelihara keuangan
(hifzul amwal), menguatkan persaksian bila terjadi perdebatan di depan pengadilan ketika
terjadi perselisihan, membantu dalam mengambil keputusan, menentukan hasil usaha yang
akan di zakatkan, menentukan hak-hak kawan yang berserikat, dan menentukan imbalan,
balasan atau sanksi dalam mengevaluasi usaha manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Hakim, lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Surakarta: Erlangga.


Syahtah, husein. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Jakarta:AKBAR Media Eka
Sarana.

Abidin, Zainal. 2013. “Pengertian Akuntansi dalam Konsep


Islam”.http://ikumpul.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-akuntansi-dalam-konsep-
islam.html. 24 September 2013.

Anda mungkin juga menyukai