Anda di halaman 1dari 6

PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH

Hal utama yang berkaitan dengan akuntansi adalah pencatatan transaksi keuangan,
pengakuan, penilaian, dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Akuntansi syariah
merupakan ilmu sosial profetik, seluruh aturan yang berkaitan dengan akuntansi syariah
diperoleh secara normatif dari perintah yang terdapat di dalam Al quran yang digunakan
sebagai arah praktik akuntansi. Arah praktik akuntansi tersebut tentu akan sesuai dengan
syariah. Dalam akuntansi syariah, pencatatan transaksi akuntansi dikaitkan dengan semangat
Islam, sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282. Pencatatan transaksi keuangan
yang disesuaikan dengan semangat Islam adalah pencatatan transaksi yang dilakukan oleh
petugas pencatat transaksi yang terbebas dari efek negatif transaksi keuangan. Sesuai dengan
surat Al-Baqarah ayat 282, akuntansi dalam Islam memiliki konsep keadilan, kebenaran, dan
pertanggungjawaban.1

Akuntansi syariah sebagai alat pertanggungjawaban, diwakili informasi berupa sajian


data akuntansi syariah dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan syariah yaitu
mematuhi prinsip full disclosure. Laporan keuangan akuntansi syariah tidak lagi berorientasi
pada maksimasi laba, akan tetapi membawa pesan moral dalam menstimuli perilaku etis dan
adil terhadap semua pihak.2 Dapat disimpulkan bahwa akuntansi syariah berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran, dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan kewajiban-
kewajibanya secara adil.

PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH

Teori akuntansi syariah bersifat manusiawi. Perintah normatif yang ada dalam Al-Quran yang
berkaitan dengan akuntansi sangat berpihak pada manusia, sesuai dengan fitrah manusia dan
dapat dipraktekkkan oleh manusia dengan segala potensi yang Allah berikan kepada manusia.
Allah memberikan tiga potensi sebagai modal dasar bagi manusia, yaitu potensi ruhyah
(jiwa), fikriah (pikiran), dan jasadiah. Dengan ketiga potensi tersebut manusia dapat
mempraktekkan akuntansi syariah dengan mudah. Dengan kekuatan ruhiyah yang tinggi,
yang didapat manusia dari kedekatannya dengan Allah sebagai pencipta, manusia akan
terdorong untuk melakukan praktik akuntansi sesuai perintah Allah, dzat yang menciptakan
manusia. Kekuatan ini merupakan kekuatan utama yang mampu mendorong seseorang agar

1
Sri Kasnelly, “Teori dan Praktek Akuntansi Syariah” dalam
https://ejournal.an-nadwah.ac.id/index.php/Al-amal/article/download/226/183, diakses 6 Maret 2023
2
M Rizal Hazibuan dan M. Salman, “Peta Riset Akuntansi Syariah” dalam
https://annahl.staile.ac.id/index.php/annahl/article/view/54, diakses 6 Maret 2023
bertindak sesuai dengan syariah, termasuk dalam melakukan praktik akuntansi. Seseorang
yang tidak memiliki kedekatan dengan penciptanya, atau yang kekuatan ruhiyahnya rendah
akan lebih mudah berbelok dan melakukan praktik akuntansi yang tidak sehat, yaitu praktik
akuntansi yang bertentangan dengan syariah. Dia akan melanggar aturan normatif yang
tercantum dalam alquran. Potensi fikriah akan mempermudah manusia dalam melakukan
praktik akuntansi, karena dengan potensi ini, manusia dapat membedakan mana yang benar
dan yang salah, dan manusia dapat berpikir dengan akal yang Allah berikan. Potensi yang
tidak kalah penting adalah potensi jasadiah yang akan mempermudah manusia melakukan
setiap aktivitas dalam kehidupan, tanpa jasadiah yang sehat manusia tidak dapat melakukan
transaksi.3

ARTI PENTING TEORI DAN PRAKTIK AKUNTANSI SYARIAH

Teori akuntansi merupakan bagian dari praktik akuntansi. Pemahaman yang benar
mengenai teori akuntansi akan mendorong perkembangan akuntansi menuju praktik
akuntansi yang sehat. Secara konseptual, praktik akuntansi syariah hadir sebagai solusi atas
permasalahan transaksi konvensional yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bahwa
aspek-aspek akuntansi konvensional tidak dapat diterapkan pada lembaga yang menerapkan
prinsip-prinsip Islam, dari implikasi akuntansi ataupun akibat ekonomi. Solusi dari berbagai
permasalahan yang muncul dijelaskan dalam Al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup
bagi umat muslim. Hal ini sangat berbeda dengan solusi akuntansi konvensional yang
diperoleh melalui taktik cerdik atau penalaran yang sehat. Baik akuntansi konvensional
maupun syariah sebenarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menuju praktik akuntansi yang
baik dan sehat. Untuk menuju praktik akuntansi yang baik dan sehat, diperlukan teori yang
baik dan sehat.4

Kehadiran dan keberadaan akuntansi syari’ah juga banyak diakui oleh sarjana non-
muslim kontemporer. Tokoh-tokoh semacam Gambling, Scott, Craig, Clarke, Mueller,
Gernon, Meek, dan Gaffikin adalah diantara pakar yang secara jernih dapat melihat urgensi
akuntansi syariah. Oleh karena itu, tidak perlu dimasalahkan lagi apakah ada atau tidak
akuntansi dalam ajaran Islam. Tujuan dalam akuntansi syariah yaitu pemerataan
kesejahteraan bagi seluruh ummat. Kesejahteraan seharusnya didistribusikan kepada seluruh
masyarakat dan tidak hanya diperuntukkan hanya pada seseorang atau segolongan orang saja.

3
Sri Kasnelly, “Teori dan Praktek Akuntansi Syariah” dalam
https://ejournal.an-nadwah.ac.id/index.php/Al-amal/article/download/226/183, diakses 6 Maret 2023
4
Ibid., diakses 6 Maret 2023
Oleh karena itu, Islam menyediakan sarana untuk pemerataan kesejahteraan dengan sistem
zakat, infaq, dan shadaqah dan sistem tanpa bunga (riba).5

Akuntansi merupakan suatu kejadian yang tidak hanya statis, artinya akuntansi
berkembang mengikuti pola evolusi masyarakat. Pengembangan paradigma akuntansi
syari’ah dikembangkan berdasarkan kepercayaan masyarakat muslim. Secara nyata dasar-
dasar paradigma syari’ah ditunjukkan dari 3 (tiga) sumber, yaitu Al-Qur’an, Hadis, dan Fiqh.
Sumber-sumber tersebut urut secara hirarkhi tidak dapat mendahului satu terhadap yang
lainnya, sumber yang pertama yaitu selalu Al-Qur’an, kemudian diikuti oleh Hadis, kemudian
Fiqh dan seterusnya.6

Dalam konsep syariah, teori yang baik dan sehat itu diperoleh dari AlQur’an sebagai
pedoman hidup manusia, dan sunnah berupa segala hal yang dilakukan oleh nabi Muhammad
SAW sebagai penerima wahyu. Akuntansi syariah sebenarnya merupakan solusi dari masalah
ekonomi saat ini dan tidak hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, karena karakteristik
Al-Qur’an adalah rahmatan lil alamin. Dari penjelasan tersebut, tidaklah aneh jika
masyarakat non muslim pun beralih pada ekonomi Islam, sehingga konsekuensi dari transaksi
yang mengandung syariah maka kebijakan akuntansi yang diterapkan harus sesuai dengan
standar akuntansi syariah. Pemecahan masalah dalam praktik akuntansi konvensional
dilakukan dengan taktik cerdik untuk masalah yang sifatnya sederhana, dan kearifan untuk
masalah yang kompleks dan berpengaruh luas terhadap praktik akuntansi. Pemecahan
masalah tersebut seringkali mengandung kepentingan praktis dan jangka pendek, yang
berasal dari pembuat standar. Contoh yang seringkali muncul adalah adanya kecenderungan
praktisi dan profesional yang hanya menggunakan pengalaman praktiknya dalam pemecahan
masalah praktik akuntansi, dan merasa puas dengan pencapaian pengalaman praktik tersebut.
Padahal kemajuan profesi akuntansi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengalaman praktik
saja, tetapi juga harus didukung oleh teori sebagai landasan dalam riset akuntansi.7

Sebaliknya, pemecahan masalah dalam akuntansi syariah harus bebas dari


kepentingan, dan hanya ditujukan untuk tujuan yang benar sesuai dengan yang ditetapkan
dalam Al-Qur’an, dan berorientasi jangka panjang, tidak berorientasi jangka pendek saja.

5
Whedy Parsetyo, “Kajian Karakter Akuntansi Syariah: Dulu, Kini, dan Esok” dalam
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JAUJ/article/download/1226/988/, diakses 7 Maret 2023
6
Ibid., diakses 7 Maret 2023
7
Sri Kasnelly, “Teori dan Praktek Akuntansi Syariah” dalam
https://ejournal.an-nadwah.ac.id/index.php/Al-amal/article/download/226/183, diakses 6 Maret 2023
Dengan pendekatan teori yang benar, seharusnya orang dapat melihat masalah yang muncul
dengan perspektif yang lebih luas, tidak hanya sekedar coba-coba atau trial and error. Untuk
sampai pada sebuah teori akuntansi Islam digunakan pendekatan normatif deduktif.8

Pendekatan normatif deduktif digunakan karena umat muslim harus


mengimplementasikan prinsip-prinsip syariah dalam seluruh aspek kehidupan termasuk
dalam kehidupan ekonomi. Pendekatan ini digunakan dalam penetapan standar akuntansi,
yang meliputi bagaimana memahami tujuan laporan keuangan, rumus-rumus akuntansi dan
definisi konsep prinsip-prinsip syariah. Dengan pendekatan deduktif, prinsip-prinsip teoritis
akuntansi secara logis didapat melalui deduksi.9

Akuntansi Syariah Normatif

Akuntansi syariah secara normatif dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian antara lain:

1. Pertanggungjawaban (Accountability)
Prinsip pertanggungjawaban (accountability), merupakan konsep yang tidak
asing lagi dikalangan masyarakat muslim. Pertanggungjawaban selalu berkaitan
dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil
transaksi manusia dengan Sang Khalik mulai dari alam kandungan. Manusia dibebani
oleh Allah SWT. untuk menjalankan fungsi kekhalifahan di muka bumi. Inti
kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku
amanah Allah dimuka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa
individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan
pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan diperbuat kepada pihak-pihak
yang terkait.
2. Norma Keadilan
Menurut penasiran Al-Qu’an surat Al-Baqarah; 282 terkandung prinsip
keadilan yang merupakan nilai penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, dan
nilai inheren yang melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu
pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek
kehidupannya. Pada konteks akuntansi, menegaskan kata adil dalam ayat 282 surat
Al-Baqarah, dilakukan oleh perusahan harus dicatat dengan benar. Misalnya, bila nilai

8
Ibid., diakses 6 Maret 2023
9
Ibid., diakses 6 Maret 2023
transaksi adalah sebesar Rp. 265 juta, maka akuntan (perusahaan) harus mencatat
dengan jumlah yang sama dan sesuai dengan nominal transaksi. Secara sederhana
dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dengan kata lain tidak ada window dressing
dalam praktik akuntansi perusahaan.
3. Norma Kebenaran
Prinsip ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan.
Sebagai contoh, dalam akuntansi kita selalu dihadapkan pada masalah pengakuan,
pengukuran laporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila
dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan nilai
keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan tansaksi-transaksi dalam
ekonomi. Maka, pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan
keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara garis besar,
bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syari’ah dapat diterangkan.
Dari penjelasan di atas bahwa kata keadilan dalam kontek aplikasi akuntansi
mengandung dua makna:
A. Keadilan mengandung makna yang berkaitan dengan moral, yaitu kejujuran, yang
menempatkan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran, informasi yang
dihasilkan oleh seorang akuntan akan berakibat fatal pada pemakai dan pengguna
laporan keuangan. Sehingga pengambilan keputusanpun salah dan secara tidak
langsung berdampak pada masyarakat banyak.
B. Kata keadilan bersifat fundamental. Dimana kata adil disini merupakan sebagai
pendorong untuk melakukan upaya-upaya dokontruksi terhadap keadaan
akuntansi modern menuju pada akuntansi yang lebih baik dan termoderinisasi
sesuai dengan nilai-nilai Islam yang ada.
Menurut pandangan beberapa kalangan yang lain akuntansi Islam (syari’ah)
mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut adalah:
1. Prinsip Legitimasi Muamalat yaitu sasaran-sasaran, transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan dan keputusan-keputusan itu sah dan benar menurut syariat.
2. Prinsip Entitas Spiritual adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari
pribadi yang melakukan pendanaan terhadap kegiatan investasi dalam aktivitas
perusahaan.
3. Prinsip Kontinuitas yaitu prinsip yang keberadaanya dapat memberikan
pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai
waktu yang tidak diketahui, dan dilikuidasinya merupakan masalah
pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi yang mengarah kepada
kebalikannya.
 Dari prinsip ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
Umur perusahaan tidak tergantung pada umur pemiliknya.
 Mendorong manusia agar salalu beramal dan bekerja keras, padahal ia
mengetahui bahwa dia akan tiada suatu saat nanti.
1. Prinsip Kontinuitas (Going Concern) merupakan kaidah umum dalam
investasi. Prinsip ini menjadi dasar dalam pengambilan keputusan agar
perusahan terus beroperasi.
2. Prinsip Matching yaitu suatu cermin yang memantulkan hubungan
sebab akibat antara dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga
hasil atau dari hubungan tersebut dari segi lainnya.10

10
Marintan Hutahaean, “Akuntansi Syariah Normatif” dalam
https://www.academia.edu/37439413/Akuntansi_Syariah_Normatif, diakses 7 Maret 2023

Anda mungkin juga menyukai