Dosen Pengampu
Fia Rahma, S.E., M.S.A.
KELAS 6C
AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SATU TULUNGAGUNG
MARET 2023
Jalan Mayor Sujadi Timur No. 46, Kudusan, Plosokandang, Kec. Kedungwaru,
Kab. Tulungagung Jawa Timur 66221
KATA PENGANTAR
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dilakukan (rationalization).
Berdasarkan frekuensi tindakan kecurangan yang terjadi, penyalahgunaan
aset (asset misappropriation) merupakan tindakan kecurangan yang memiliki
frekuensi tertinggi disusul oleh korupsi (corruption) dan yang terakhir adalah
kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud). Kecenderungan
melakukan tindakan kecurangan sebagian besar terjadi pada perusahaan dengan
latar belakang didominasi oleh pihak dalam (insider) dan kemungkinan besar
tidak memiliki komite audit.2
Upaya pencegahan terhadap tindakan fraud akan lebih efektif untuk
dilakukan dibandingkan dengan melakukan upaya represif. Pencegahan perlu
dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan rusaknya reputasi
institusi maupun individu. Selain itu, kejadian kecurangan yang tidak segera
ditangani dan terungkap karena lambatnya penanganan akan semakin memberi
peluang pelaku untuk menutupi tindakannya dengan kecurangan yang lain.
Perlu adanya upaya untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya
kecurangan yang benar dan tepat sasaran, sehingga segala bentuk dan upaya
praktik kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin agar terhindar dari risiko
kerugian. Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas tentang fraud dan
upaya pencegahannya.
2
Ibid., hlm. 196
2
1.3 Tujuan
Tujuan makalah adalah pernyataan untuk menginformasikan,
menganalisis suatu ide, serta mengajak para pembaca unutuk berfikir secara
kritis mengenai topik yang dibahas dalam makalah. Tujuan dari makalah ini,
antara lain:
1. Mengetahui Upaya Untuk Menanggulangi Fraud dan Implikasinya?
2. Mengetahui Upaya Pencegahan Fraud?
3. Mengetahui Pentingnya Kejujuran dalam Menanggulangi Fraud?
4. Mengetahui Upaya Untuk Meminimalisir Peluang Terjadinya Fraud?
3
BAB 2
PEMBAHASAN
4
peluang pelaku untuk menutupi tindakannya dengan kecurangan yang lain.
Oleh karena itu perlu adanya upaya untuk melakukan pencegahan terhadap
terjadinya kecurangan yang benar dan tepat sasaran, sehingga segala bentuk dan
upaya praktik kecurangan dapat diantisipasi sedini mungkin agar terhindar dari
risiko kerugian.3
Banyak upaya untuk menanggulangi terjadinya fraud, dengan harapan
praktik fraud dapat diantisipasi sedini mungkin. Salah satu cara
menanggulanginya yaitu dengan menerapkan pengendalian internal (internal
control) dan menerapkan manajemen risiko.
2.1.1 Pengendalian Internal
Pengendalian internal merupakan bagian dari suatu sistem yang
dipakai oleh manajemen untuk mengatur dan mengarahkan setiap
kegiatannya. Pelaksanaan kegiatan internal dipengaruhi oleh manusia,
sehingga dalam pelaksanaannya mempunyai keterbatasan dan
kelemahan, diantaranya:
a. Kurang matangnya suatu pertimbangan dalam pengambilan
keputusan;
b. Kegagalan menerjemahkan perintah, sehingga pelaksanaannya
tidak efektif;
c. Pengabaian manajemen, yaitu sikap manajemen ketidakpeduliannya
terhadap kebijakan dan prosedur;
d. Adanya kolusi atau persekongkolan dalam pelaksanaanya, sehingga
kendali yang dilaksanakan hanya formalitas.
3
Eko Sudarmanto dan Citra Kharisma Utami, “Pencegahan Fraud Dengan Pengendalian
Internal dalam Perspektif Alquran”, dalam https://jurnal.stie-
aas.ac.id/index.php/jei/article/download/1593/1034, diakses 11 Maret 2023
5
Pengendalian internal harus dirancang agar dapat mengantisipasi
adanya kecurangan yang melibatkan orang lain berkolusi dan
membantu pelaku dalam menyelesaikan kejahatannya supaya tidak
terdeteksi. Sehingga peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi
pengendali internal harus dilakukan secara terus menerus dan
berkesinambungan. Ketelitian pengendali internal dapat meningkatkan
kemampuan dalam mendeteksi kecurangan. Pengendali internal yang
preventif dapat meningkatkan kualitas pengendalian dan meningkatkan
kinerja perusahaan. Sistem pengendalian internal yang baik berfungsi
sebagai penghalang (proteksi) terhadap kecurangan. Sedangkan
pengendalian internal yang proaktif dan memadai dapat membangun
budaya jujur menuju organisasi yang berintegritas.4
2.1.2 Manajemen Risiko
Risiko adalah suatu konsep yang menggambarkan suatu
ketidakpastian, atau suatu kejadian atas kondisi yang berkaitan dengan
hambatan dalam mencapai tujuan. Dalam upaya pencegahan
kecurangan, manajemen harus melakukan suatu proses pengelolaan
sumber daya organisasinya untuk mengantisipasi risiko-risiko yang
mungkin terjadi yang sebelumnya telah diidentifikasi, diukur dan
dipikirkan bagaimana penanganannya. Setiap aktivitas organisasi akan
selalu ada ketidakpastian yang identik dengan risiko termasuk risiko
adanya kecurangan (fraud), sehingga manajemen harus
bertanggungjawab untuk mengelola risiko yang akan dihadapi.
Landasan utama dalam pelaksanaan program pencegahan fraud yang
efektif di organisasi adalah dengan melaksanakan proses penilaian risiko
secara menyeluruh. Konsep dasar penilaian risiko fraud adalah penilaian
keterjadian dan dampak atas risiko yang telah teridentifikasi. Di dalam
Committee of Sponsoring Organizations of the Threadway Commission, terdapat
beberapa tahapan dalam proses penilaian risiko fraud diantaranya:
a. Membentuk tim penilai risiko yang melibatkan tingkatan
manajemen yang tepat;
b. Mengidentifikasi potensi risiko fraud organisasi dengan menilai
4
Ibid, hlm. 198
6
risiko pada seluruh tingkatan organisasi dan yang berasal dari
lingkungan internal dan ekternal, mengakomodir berbagai jenis
fraud serta mempertimbangkan terjadinya management override
control;
c. Menilai kemungkinan dan signifikansi atas masing-masing risiko
fraud yang telah teridentifikasi;
d. Menentukan karyawan dan departemen yang berpotensi terlibat
berdasarkan fraud triangle;
e. Mengidentifikasi kontrol yang ada dan menilai keefektifannya
f. Menilai dan merespon risiko fraud residual yang perlu dimitigasi;
g. Mendokumentasikan penilaian risiko fraud;
h. Menilai risiko fraud kembali secara periodik.
Selanjutnya, Popoola berpendapat bahwa pelaksanaan fraud risk
assessment (FRA) memerlukan perubahan dan proses siklus yang
berulang untuk dapat mengidentifikasi dan menilai risiko atas
kesenjangan pencapaian tujuan organisasi. Penilaian atas risiko
kecurangan menuntut agar mempertimbangkan atas perubahan
lingkungan eksternal dan dampaknya dalam model aktivitas, yang
tujuannya adalah sebagai kontrol atas aktivitas internal yang tidak
efektif. Penilaian atas risiko kecurangan dianggap sebagai alat yang
efektif untuk pencegahan fraud dan karena dengan sarana ini dapat
meningkatkan kompetensi auditor dalam mencari, mendeteksi dan
mencegah fraud.5 Manajemen risiko dan pengendalian internal
memberikan kontribusi bagi penerapan good corporate governance (GCG),
khususnya dalam meningkatkan keberhasilan pencapaian sasaran
organisasi. Tanpa manajemen risiko, sistem pengendalian internal
menjadi berkurang keefektifannya. Sementara tanpa sistem
pengendalian internal, aspek pengendalian dari GCG menjadi kurang
efektif.
ACFE IC (Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
mengemukakan strategi dasar untuk menanggulangi terjadinya fraud
5
Eko Sudarmanto, “Manajemen Risiko: Deteksi Dini Upaya Pencegahan Fraud”, dalam
https://jurnal.um-palembang.ac.id/ilmu_manajemen/article/download/2506/1873, diakses 11
Maret 2023
7
yang dapat diterapkan oleh sektor publik khususnya maupun sektor
usaha lainnya sebagai berikut:
a. Strategi yang berfokus pada upaya untuk mencegah kehilangan
data
Bentuk strategi yang dapat dilakukan adalah menggunakan jasa
privacy officer yang memahami teknologi dan hukum, memiliki
program kerja, mampu menetapkan kebijakan keamanan data,
berikut teknologi dan instrumen yang dibutuhkan untuk menjaga
data perusahaan tetap aman, memahamkan pentingnya kerahasiaan
data pelanggan dan data perusahaan, mengelola konektivitas data
dengan internet untuk memastikan kebermanfaatan internet of things
(IoT) dan mencegah terjadinya penggalian data perusahaan dari
pihak eksternal, menentukan tingkat kerahasiaan data perusahaan
beserta peringkat wewenang untuk akses data, menetapkan jadwal
pelaporan dan memprioritaskan ketepatan waktu pelaporan, dan
melaksanakan pemantauan dan pengendalian data secara real time.
Fraud diyakini terjadi karena adanya kesempatan (opportunity) untuk
melakukannya. Oleh karena itu, hal penting yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya fraud adalah dengan menghilangkan
kesempatan tersebut dengan cara meningkatkan penerapan sistem
pengendalian internal, memanfaatkan jasa internal maupun external
auditing, melakukan fraud examination, serta memberlakukan forensic
accounting, baik secara manual maupun dalam bentuk digital (digital
forensic accounting) (Kementrian Riset dan Teknologi Republik
Indonesia, 2019).
b. Menciptakan kultur anti fraud atau kultur kejujuran dalam
perusahaan
Sebagaimana dijelaskan dalam teori Akuntansi Keperilakuan,
bahwa perilaku manusia memiliki keterkaitan erat dengan sistem
akuntansi, dimana perubahan yang terjadi pada satu sisi akan
menjadi faktor pemicu perubahan pada sisi lainnya. Oleh karena
itu, jika perusahaan dapat menciptakan kultur anti fraud hingga
mampu mengubah perilaku setiap anggota perusahaan, maka
8
perubahan ini dalam jangka panjang akan dapat menjadi
penghalang terjadinya fraud. Cara yang dilakukan adalah dengan
menanamkan nilai kejujuran dan menjelaskan dampak negatif fraud
terhadap setiap bagian dari perusahaan. Penjelasan tersebut
disampaikan kepada pihak dengan jabatan paling tinggi dalam
perusahaan hingga ke staf pada tingkat paling bawah oleh akuntan
atau oleh staf privacy officer yang khusus menganalisis masalah fraud
dalam perusahaan.6
Sumber gambar: W. Steve Albrecht, et. all., (ed.), Fraud Examination 3rd edition, hlm. 117
Menurut W. Steve Albrecht, Conan C. Albrecht, Chad O. Albrecht, Mark
Zimbelman dalam bukunya yang berjudul Fraud Examination, upaya dalam
pencegahan fraud terdiri dari dua, yaitu:
1. Menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan saling tolong menolong
dalam organisasi. Untuk mewujudkannya diperlukan beberapa hal yang
perlu dilakukan:
a. Mempekerjakan orang-orang yang jujur dan menyediakan pelatihan
kesadaran mengenai fraud.
b. Menciptakan lingkungan kerja yang positif.
c. Melakukan program asistensi untuk tenaga kerja.
2. Menghilangkan peluang terjadinya fraud.
6
Dian Kristiyani dan Hamidah, “MODEL PENERAPAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK UNTUK
MENCEGAH FRAUDPADA SEKTOR PUBLIK DI ERA DIGITAL”, dalam
https://jurnaltsm.id/index.php/JBA/article/download/732/556, diakses 11 Maret 2023
9
Untuk mewujudkannya diperlukan beberapa hal yang perlu dilakukan:
a. Memiliki pengendalian internal yang baik.
b. Memperkecil kolusi antara karyawan dan meringatkan vendor dan
kontraktor terhadap kebijakan perusahaan.
c. Memantau karyawan dan menerpakan pusat pengaduan.
d. Menciptakan sebuah peraturan dan sanksi.
e. Proaktif dalam mengaudit fraud.7
Sedangkan menurut Arum Ardianingsih, pencegahan fraud dapat
dilakukan dengan:
1. Menerapkan manajemen risiko.
Seorang auditor harus mengenali apa yang menyebabkan terjadinya
fraud serta bagaimana cara manajemen dalam mencegah kemungkinan
adanya fraud. Terdapat beberapa penyebab terjadinya fraud, antara lain:
a. System risk, yaitu kegagalan dari suatu sistem.
b. Human resources, yaitu adanya pegawai yang tidak kompeten atau tidak
jujur.
c. Processes risk, yaitu risiko yang terjadi karena (1) operational control risk,
karena pelanggaran pengendalian intern mulai awal sampai akhir; (2)
transaction risk, karena kesalahan dalam memproses transaksi, dan (3)
relationship risk, yaitu risiko tidak langsung akibat dari hubungan
dengan risiko lainnya.
Dalam teori manajemen risiko menyebutkan bahwa perlakuan
terhadap risiko dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu: (1)
menghindari risiko, artinya dengan memutuskan untuk tidak melakukan
aktivitas yang mendatangkan risiko; (2) mengurangi risiko, yaitu
mengurangi kemungkinan terjadinya dan mengurangi konsekuensi atau
dampaknya; (3) mentransfer risiko, yaitu memindahkan risiko ke pihak lain
untuk menanggung risikonya; (4) menerima risiko, artinya tanpa
melakukan tindakan lebih lanjut atas kompensasi risiko yang harus diambil;
dan (5) mengeksploitasi risiko, yaitu tindakan untuk mengambil risiko
dalam pilihan-pilihan lain yang merupakan hasil keputusan proaktif dan
7
W. Steve Albrecht, et. all., (ed.), Fraud Examination 3rd edition, (USA: South-Western
Cengage Learning, 2009), hlm. 117
10
dilakukan secara sadar untuk mengambil risiko yang baru karena memiliki
area-area yang lebih unggul (Susilo & Victor, 2019).8
2. Mengidentifikasi gejala fraud.
Menurut W. Stave Albrect (2002) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa jenis tanda- tanda fraud, antara lain:
a. Keganjilan akuntansi.
Keganjilan akuntansi biasanya dilakukan melalui: (1)
ketidakberesan dokumen pendukung akuntansi seperti
menghilangkan,merusak, serta mengubah dokumen kegiatan atau
transaksi di mana pelaku melakukan kecurangan; (2) kesalahan
penjurnalan antara lain berupa jurnal tanpa dokumen pendukung,
jurnal koreksi tanpa otoritas, dan jurnal-jurnal yang banyak dibuat
pada akhir periode akuntansi.
b. Kelemahan pengendalian internal.
Pengendalian internal bertujuan sebagai alat yang dirancang untuk
dapat mengamankan harta milik perusahaan. Kelemahan
pengendalian internal dapat berupa tidak diterapkannya pemisahan
fungsi, persetujuan transaksi yang layak, dokumentasi dan pencatatan,
serta pengecekan independen dalam melaksanakan tugas.
c. Penyimpangan analisis.
Tanda-tanda fraud dapat dilakukan dengan berbagai analisis, yaitu
analisis vertikal, analisis horizontal, analisis rasiondan analisis
remendem, serta teknik analisis lainnya. Analisis vertikal adalah
analisis hubungan antar-item dalam laporan keuangan tahun lalu
dengan tahun sekarang yang digambarkan dalam presentase. Analisis
horizontal adalah analisis presentase perubahan item laporan keuangan
selama beberapa periode laporan. Analisis rasio adalah perbandingan
antar-item dalam laporan keuangan, seperti rasio kas dan rasio lancar.
Analisis remendem adalah perbandingan antara hasil barang jadi
dengan bahan baku.
a) Gaya hidup berlebihan.
8
Eko Sudarmanto, “Manajemen Risiko: Deteksi Dini Upaya Pencegahan Fraud”, dalam
e86e7d3cde7093f4fb24a5b33ccd0472ac9f.pdf (semanticscholar.org), diakses 10 Maret 2023
11
Tekanan ekonomi merupakan salah satu penyebab
terjadinya fraud. Gaya hidup pelaku fraud akan mengalami
perubahan seperti hidup konsumtif dan boros. Gaya hidup
berlebihan merupakan tanda terjadinya fraud yang harus
diwaspadai.
b) Kelakuan tidak biasa.
Rasa ketakutan yang tidak biasa sebagai akibat akibat dari
rasa bersalah dapat terlihat dari adanya sikap gelisah, karena
dihantui rasa bersalah. Bila diajak berbicara mengenai fraud
biasanya defensif atau berargumen untuk mencari pembenaran
atau alasan.
c) Pengaduan.
Pengaduan dapat berupa keluhan atas kegiatan atau pelayanan
organisasi atau pegawai. Pengaduan belum tentu merupakan
justifikasi bahwa fraud terjadi. Gejala fraud melalui pengaduan
harus segera ditelaah lebih lanjut, diuji, dan dianalisis.
3. Identifikasi bendera merah (red flags).
Mendeteksi fraud dapat juga dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik tertentu yang merupakan peringatan dini (red flags). Pelaku
kecurangan biasanya adalah dari manajemen dan tingkatan yang lebih
rendah.
a. Fraud dilakukan oleh manajemen puncak.
Tanda-tanda kecurangan oleh manajemen puncak antara lain: (1)
cenderung untuk meraih keuntungan finansial sebanyak-banyaknya.
Keberhasilan dirtikan sebagai kesuksesan pencapaian finansial bukan
dari profesionalitas; (2) cenderung memperlakukan orang sebagai
objek, bahkan seringkali sebagai objek eksploitasi; (3) sangat egois dan
lebih banyak berbicara mengenai prestasi dan keunggulan yang
mereka raih secara licik daripada kegagalan mereka; (4) terlihat
sembrono atau tidak hati-hati terhadap fakta-fakta dan sering
membesar-besarkan; (5) sering membeli barang-barang mewah untuk
dirinya sendiri maupun kerabat terdekat; (6) egois atau tidak mau
menerima pendapat yang berlawanan dengan dirinya; (7) sering
12
berganti bawahan dan mengadu domba mereka; (8) menuntut
loyalitas mutlak dari bawahannya, tetapi mereka sendiri hanya loyal
pada kepentingan pribadinya.
b. Fraud dilakukan di tingkat yang lebih rendah.
Tanda-tanda yang dilakukan oleh karyawan, antara lain: (1) bonus-
bonus tergantung pada tingkat kinerja jangka pendek dan tidak
mempertimbangkan kenyataan keadaan ekonomi maupun persaingan
yang terjadi. Akibatnya, memicu rasa tidak puas sehingga memicu
tindakan fraud; (2) pengendalian internal yang buruk; (3) banyak sekali
ketidakjelasan mengenai tugas dan tanggung jawab di antara bawahan.
c. Menilai dan menanggapi risiko fraud.
Sikap skeptisme digunakan oleh seorang auditor ketika
mempertimbangkan serangkaian informasi yang ada untuk
mempertimbangka adanya risiko fraud. Pertimbangan adanya fraud
menyangkut hal-hal berikut:
a) Bagaimana dan di mana menurut keyakinan auditor atas laporan
keuangan perusahaan kemungkinan mengandung salah saji
material akibat kecurangan.
b) Bagaimana manajemen dapat melakukan sekaligus dapat
menutupi pelaporan keuangan yang curang.
c) Bagaimana seseorang dapat menyalahgunakan aset perusahaan.
d. Tanggung jawab auditor independen untuk mendeteksi fraud.
Dalam standar profesional akuntan publik disebutkan bahwa
seorang auditor independen memiliki tanggung jawab untuk
mendeteksi fraud. Dalam mendeteksi kemungkinan adanya fraud,
auditor biasanya akan menggunakan rumus W5H2 (who, what, why,
when, where, how, how much). Jika terdapat indikasi unsur pelanggaran
hukum yang berdampak secara material maka auditor berkewajiban
melaksanakan prosedur audit yang dirancang secara khusus untuk
meyakinkan adanya pelanggaran hukum tersebut. Di samping itu,
auditor yang dalam pelaksanaan auditnya terjadi fraud harus
memandang masalah bukti dari segi hukum. Auditor harus melakukan
pengujian atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
13
untuk mendeteksi kemungkinan terjadi kekeliruan, ketidakwajaran,
dan tindakan melawan hukum.9
Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa upaya
dalam mencegah terjadinya fraud adalah memastikan bahwa
pengendalian internal suatu organisasi sudah baik, membuat
manajemen risiko, membentuk pusat pengaduan, dan membuat kode
etik serta sanksi apabila seorang karyawan melakukan sebuah
kecurangan (fraud). Tindakan fraud ini dapat dideteksi mulai dari level
bawah hingga atas, yaitu oleh manajemen puncak hingga bawahannya.
Indikasi seseorang melakukan fraud dapat dilihat dari gerak-geriknya
yang terlihat gelisah ketika membahas fraud, kehidupan pribadinya
yang hedon, dan pandangan seorang karyawan terhadap suatu
pencapaian adalah bukan karena profesioanalitas tetapi didasarkan
pada kesuksesan secara finansial.
9
Arum Ardianingsih, (ed.), Audit Laporan Keuangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2017), hlm. 82-
89
14
satunya dengan menerapkan budaya jujur dan etika yang tinggi. Cara yang paling
efektif untuk mencegah dan menghalangi kecurangan adalah dengan
mengimplementasikan program serta pengendalian anti kecurangan, yang
didasarkan pada nilai-nilai inti yang dianut perusahaan. Nilai-nilai semacam itu
menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku dan ekspektasi yang dapat
diterima, bahwa pegawai dapat menggunakan nilai itu untuk mengarahkan
tindakan mereka. Nilai-nilai ini membantu menciptakan budaya jujur dan etika
yang menjadi dasar bagi tanggung jawab pekerjaan karyawan dan mendorong
karyawan dalam berperilaku etis yang jujur.
Adapun hasil penelitian dari Sudarma dkk (2019) yang menyatakan bahwa
hasil penelitian ini mendukung teori Arens (2008) yang menyatakan bahwa cara
yang paling efektif untuk mencegah kecurangan yaitu menerapkan perilaku etis
dan budaya kejujuran dalam organisasi atau perusahaan. Pemahaman dan
penerapan konsep kejujuran serta nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam
organisasi atau perusahaan dapat mendukung suasana kondusif dan membantu
meminimalisasi terjadinya kecurangan (fraud). Perilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai atau normanorma yang baik cenderung akan menghindari perilaku curang.
Tentunya pula hal ini akan mempengaruhi dilakukannya pendeteksian fraud
(kecurangan) dalam perusahaan. Jadi dapat disimpulkan disini bahwa semakin
mampu seorang karyawan untuk berperilaku jujur maka akan semakin besar
pula kecenderungan karyawan untuk dapat mencegah kecurangan.10
10
Syamsuddin dan Purwanto Wahtyudi, “ Pencegahan Fraud dalam Perspektif Metafora
Amanah”, dalam https://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/assets/article/download/29296/14956/, diakses pada 12 Maret 2023
15
antara karyawan dan pelanggan atau vendor dan menginformasikan vendor dan
kontak luar lainnya dari kebijakan perusahaan, (3) pengawasan karyawan dan
menyediakan whistle-blowing system, (4) menciptakan harapan hukuman, dan
(5) melakukan proaktif audit. Masing-masing metode ini mengurangi peluang
aktual atau yang dirasakan untuk melakukan penipuan.11
11
W. Steve Albrecht, et. all., (ed.), Fraud Examination 3rd edition, (USA: South-Western
Cengage Learning, 2009), hlm. 109-110
12
Ibid., hlm. 110
13
Ibid., hlm. 110
16
Aktivitas pengendalian yang baik melibatkan kebijakan dan praktik yang
menyediakan kontrol fisik aset, otorisasi yang tepat, pemisahan tugas,
pemeriksaan independen, dan dokumentasi yang tepat. (Kontrol fisik, tepat
otorisasi, dan pemisahan tugas adalah kontrol yang biasanya mencegah
penipuan, sehingga disebut preventif kontrol, sementara pemeriksaan
independen dan dokumen dan catatan biasanya kontrol detektif yang
menyediakan peluang deteksi penipuan dini). Sebuah sistem kontrol yang
memenuhi persyaratan ini memberikan alasan yang masuk akal jaminan
bahwa tujuan dan sasaran organisasi akan terpenuhi dan kecurangan akan
berkurang.
Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2, tiga yang pertama adalah
kontrol preventif, dan dua yang terakhir adalah kontrol detektif.14
14
Ibid., hlm. 111
17
2. Mencegah kolusi antara karyawan dan pelanggan atau vendor dan
menginformasikan vendor dan kontak luar lainnya dari kebijakan
perusahaan
Terdapat dua tren terbaru dalam bisnis mungkin meningkatkan
jumlah penipuan kolusi. Yang pertama adalah sifat bisnis yang semakin
kompleks. Di lingkungan yang kompleks, karyawan tepercaya lebih mungkin
untuk beroperasi secara terisolasi atau khusus lingkungan di mana mereka
terpisah dari yang lain individu. Yang kedua adalah meningkatnya frekuensi
aliansi pemasok, di mana perjanjian lisan menggantikan kertas jejak dan
hubungan yang lebih dekat ada antara pembeli dan pemasok.
Masalah dengan mempercayai orang melalui aliansi pemasok terlalu
banyak adalah peluang dan godaan meningkat. Terkadang vendor dan
pelanggan yang tidak bersalah ditarik ke dalam penipuan oleh organisasi
karyawan karena mereka takut jika mereka tidak berpartisipasi, hubungan
bisnis akan hilang. Di sebagian besar kasus, pelanggan atau vendor tersebut
hanya memiliki satu atau dua kontak dengan perusahaan. Mereka sering
diintimidasi oleh orang yang meminta gratifikasi ilegal atau menyarankan
jenis perilaku yang tidak pantas lainnya. Surat periodik kepada vendor yang
menjelaskan kebijakan organisasi tentang tidak memungkinkan karyawan
untuk menerima hadiah atau gratifikasi membantu vendor memahami
apakah pembeli dan penjual bertindak sesuai dengan aturan organisasi.
Seperti surat memperjelas harapan, yang sangat penting dalam mencegah
penipuan. Banyak penipuan yang terungkap ketika, setelah surat tersebut
dikirim.15
Tindakan pencegahan terkait yang seringkali efektif dalam mencegah
penipuan jenis kolusif adalah hak untuk mengaudit semua pembelian faktur.
Klausa seperti itu memberi tahu vendor bahwa perusahaan berhak untuk
mengaudit pembukuan mereka. Hak untuk mengaudit juga merupakan alat
yang berharga saat melakukan investigasi penipuan.
3. Pengawasan karyawan dan menyediakan whistle blowing system
Whistle blowing system merupakan mekanisme penyampaian
pengaduan dugaan tindak pidana tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi
15
Ibid., hlm. 113
18
yang melibatkan pegawai dan orang lain yang yang dilakukan dalam
organisasi tempatnya bekerja, dimana pelapor bukan merupakan bagian dari
pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Perorangan yang melakukan penipuan dan menimbun barang hasil
curian hampir tidak ada. Hampir selalu, pelaku menggunakan uang curian
mereka untuk mendukung kebiasaan, meningkatkan gaya hidup mereka,
atau membayar pengeluaran ditanggung. Ketika manajer dan sesama
karyawan membayar memperhatikan gejala gaya hidup yang dihasilkan dari
pengeluaran ini, penipuan seringkali dapat dideteksi lebih awal. Sebagian
besar dana yang dicuri dihabiskan dengan cara yang mencolok. Pelaku
penipuan biasanya membeli mobil, mahal pakaian, atau rumah baru;
mengambil liburan mewah; atau di luar kepentingan bisnis.
Salah satu dari 4 firma CPA Besar menyimpulkan bahwa ada empat
alasan beberapa sistem whistle-blowing gagal dalam upaya untuk mendeteksi
pelanggaran, yaitu:
a. Kurangnya anonimitas, salah satu hambatan terbesar bagi pelapor
untuk melaporkan pelanggaran adalah ketakutan akan pembalasan.
b. Budaya organisasi, karyawan kurang cenderung untuk berbicara karena
dua alasan: pertama mereka takut dihukum oleh manajemen; dan
kedua, mereka percaya bahwa manajemen tidak mungkin bertindak atas
laporan whistle-blower.
c. Kebijakan, jika perilaku dan etika tidak terlalu jelas dalam suatu
organisasi, karyawan akan tidak yakin tentang apa yang merupakan
pelanggaran dan apakah akan melaporkan aktivitas mencurigakan atau
tidak.
d. Kurangnya kesadaran, jika whistle-blowing system tidak
dikomunikasikan secara efektif atau terus-menerus diperkuat, karyawan
cenderung tidak menggunakannya atau mengetahui cara mengaksesnya.
Dari hal di atas terdapat beberapa upaya agar sistem whistle-blowing bekerja
secara efektif, yaitu:
a. Anonimitas, karyawan harus yakin bahwa mereka dapat melaporkan
dugaan insiden pelanggaran tanpa takut akan pembalasan. Sistem yang
efektif harus merahasiakan identitas pelapor.
19
b. Kemandirian, karyawan merasa lebih nyaman melaporkan pelanggaran
kepada pihak independen yang sama sekali tidak terkait dengan
organisasi atau pihak-pihak yang terlibat di dalam pelanggaran.
c. Aksesibilitas, karyawan harus memiliki beberapa saluran berbeda untuk
melaporkan pelanggaran, yaitu, melalui telepon, e-mail, online, atau
surat.
d. Tindak lanjut, insiden yang dilaporkan melalui whistle-blowing system
harus ditindaklanjuti dan tindakan korektif jika diperlukan. Ini akan
menunjukkan manfaat dari sistem dan mendorong pelaporan
pelanggaran lebih lanjut.16
4. Menciptakan harapan hukuman
Faktor keempat dalam menghilangkan peluang penipuan adalah
menciptakan harapan bahwa ketidakjujuran akan terjadi hukuman. Seperti
yang dinyatakan beberapa kali, salah satu yang terbesar pencegah
ketidakjujuran adalah ketakutan akan hukuman. Di dalam bisnis dan
lingkungan sosial saat ini, hanyalah keberadaan dihentikan bukanlah
hukuman yang berarti. Nyata hukuman melibatkan harus memberitahu
anggota keluarga dan teman tentang perilaku tidak jujur. Tipuan pelaku
biasanya pelaku pertama kali yang menderita rasa malu yang luar biasa
ketika mereka dipaksa memberi tahu orang yang mereka cintai bahwa
mereka telah melakukan penipuan dan tertangkap.
Kebijakan penuntutan yang kuat dipublikasikan dengan baik
membiarkan karyawan mengetahui bahwa tindakan tidak jujur akan
dihukum. Sedangkan penyidikan dan penuntutan seringkali mahal dan
memakan waktu, dan sementara tindakan hukum merangsang kekhawatiran
tentang liputan pers yang tidak menguntungkan. Dalam jangka panjang,
kegagalan untuk mengambil tindakan hukum mengirim pesan kepada
karyawan lain bahwa penipuan dapat ditoleransi dan hal terburuk yang
terjadi pada pelaku adalah pemutusan hubungan kerja. Karena undang-
undang privasi hari ini dan pekerjaan tinggi tingkat perputaran, pemutusan
hubungan kerja saja bukanlah penipuan yang kuat. Seperti kode etik yang
16
Ibid., hlm. 115
20
baik yang disampaikan harapan, kebijakan hukuman yang kuat membantu
menghilangkan rasionalisasi. 17
5. Melakukan proaktif audit
Sangat sedikit organisasi yang secara aktif mengaudit penipuan.
Sebaliknya, auditor mereka puas untuk melakukan keuangan, operasional,
dan kepatuhan audit dan untuk menyelidiki penipuan hanya ketika
gejalanya sangat mengerikan sehingga penipuan dicurigai. Organisasi yang
secara proaktif mengaudit penipuan menciptakan kesadaran di antara
karyawan bahwa tindakan tersebut dapat ditinjau setiap saat. Audit
penipuan yang baik melibatkan empat langkah: (1) mengidentifikasi
eksposur risiko penipuan, (2) mengidentifikasi gejala penipuan masing-
masing paparan, (3) membangun program audit secara proaktif mencari
gejala dan eksposur, dan (4) menyelidiki gejala penipuan yang
teridentifikasi.
Menurut pernyataan Standar Audit (SAS) No. 99, Pertimbangan
Kecurangan dalam Keuangan Audit Pernyataan. SAS No. 99 mencakup
beberapa bagian berurusan dengan brainstorming risiko penipuan
sementara menekankan peningkatan skeptisisme profesional; diskusi
dengan manajemen dan pihak lain mengenai perlu atau tidaknya tidak
mereka mengetahui gejala penipuan atau penipuan; itu penggunaan tes
audit yang tidak dapat diprediksi; dan menanggapi pengesampingan
pengendalian oleh manajemen dengan mensyaratkan audit prosedur untuk
mendeteksi mengesampingkan manajemen.18
Dewan Pengawas Akuntansi Perusahaan Terbuka (PCAOB) percaya
bahwa memaksa auditor untuk secara eksplisit mempertimbangkan dan
melakukan brainstorming tentang penipuan, kemungkinan bahwa auditor
akan mendeteksi salah saji material karena kecurangan dalam keuangan
audit meningkat. Dengan kemajuan teknologi, pendeteksian penipuan
secara proaktif sekarang dimungkinkan lebih dari sebelumnya. Penggunaan
teknologi untuk mendeteksi penipuan secara proaktif akan ditangani di
masa mendatang, deteksi penipuan proaktif tidak bisa hanya menangkap
17
Ibid., hlm. 115-116
18
Ibid., hlm. 116
21
penipuan yang terjadi lebih awal, tetapi juga dapat berfungsi sebagai
pencegah yang kuat ketika karyawan dan orang lain tahu bahwa suatu
organisasi tersebut terjadi tindakan penipuan.19
19
Ibid., hlm. 116
22
hal ini Dwi Herawati selaku teller dan dua head teller dari Citibank ikut
dijadikan sebagai tersangka.
Aksi Melinda Dee ini mulai ketahuan pada tahun 2010, saat sejumlah
nasabah Citigold melapor ke pihak bank soal kejanggalan transaksi. Para
nasabah merasa tidak pernah menarik uang dalam jumlah tertentu seperti
yang ada pada catatan rekening. Setelah ada laporan dari para nasabah,
Citibank kemudian melakukan audit internal. Akhirnya terungkap ternyata
Malinda adalah pelaku dari hilangnya uang para nasabah tersebut.
Setelah aksinya terkuak, sejumlah barang mewah yang dimiliki Melinda
Dee mulai dari pakaian sampai mobil sport Ferrari turut terkuak. Beberapa
dari kekayaanya tersebut disita dan diberikan kepada Citibank cabang
Landmark, Jakarta Selatan. Pihak Citibank kemudian bertanggungjawab
mengganti rugi uang nasabah yang dibobol oleh Malinda Dee. Dari aksinya
tersebut, Malinda Dee divonis oleh pengadilan dengan hukuman delapan
tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 Miliar.
23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan fraud
sebagai suatu penggunaan jabatan oleh seseorang untuk memperkaya dirinya
melalui penyelahgunaan yang disengaja atau penyalahgunaan penggunaan aset
atau sumber daya organisasi. Upaya pencegahan terhadap tindakan fraud akan
lebih efektif untuk dilakukan dibandingkan dengan melakukan upaya represif.
Pencegahan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan
rusaknya reputasi institusi maupun individu.. Banyak upaya untuk
menanggulangi terjadinya fraud, dengan harapan praktik fraud dapat diantisipasi
sedini mungkin. Salah satu cara menanggulanginya yaitu dengan menerapkan
pengendalian internal (internal control) dan menerapkan manajemen risiko.
Menurut W. Steve Albrecht, Conan C. Albrecht, Chad O. Albrecht, Mark
Zimbelman dalam bukunya yang berjudul Fraud Examination, upaya dalam
pencegahan fraud terdiri dari dua, yaitu:
1. Menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan saling tolong menolong
dalam organisasi.
2. Menghilangkan peluang terjadinya fraud.
Sedangkan menurut Arum Ardianingsih, pencegahan fraud dapat dilakukan
dengan:
1. Menerapkan manajemen risiko.
2. Mengidentifikasi gejala fraud.
3. Menurut Sholehah (2019)
Kejujuran (honesty) merupakan kualitas utama yang harus dimiliki baik
oleh akuntan maupun seorang auditor. Tanpa kejujuran, hakikat seorang
akuntan maupun seorang auditor menjadi tidak sesuai dengan fitrahnya. Jadi,
semakin mampu seorang karyawan untuk berperilaku jujur maka akan semakin
besar pula kecenderungan karyawan untuk dapat mencegah kecurangan.
Beberapa metode untuk menghilangkan peluang penipuan: (1) memiliki
pengendalian internal yang baik, (2) mencegah kolusi antara karyawan dan
24
pelanggan atau vendor dan menginformasikan vendor dan kontak luar lainnya
dari kebijakan perusahaan, (3) pengawasan karyawan dan menyediakan whistle-
blowing system, (4) menciptakan harapan hukuman, dan (5) melakukan
proaktif audit.
3.2 Saran
Bagi mahasiswa
Berdasarkan hasil pemaparan makalah tersebut, dapat diketahui bahwa dalam
penjelasan materi di atas masih terdapat kekurangan. Besar harapan kami
apabila para mahasiswa yang membaca makalah ini dan dapat menelaah lebih
dalam dan lebih jauh terkait dengan fraud dan upaya pencegahannya untuk
nantinya dapat digunakan sebagai pengetahuan dalam sebuah penyusunan tugas
akhir.
25
DAFTAR PUSTAKA
Ardianingsih, Arum, (ed.). 2017. Audit Laporan Keuangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Bagus, Herry. 2011. “Citibank Ganti Kerugian Nasabah Melinda Dee”, dalam
https://investor.id/archive/citibank-ganti-kerugian-nasabah-malinda-dee,
diakses 14 Maret 2023.
Kristiyani Dian dan Hamidah. 2020 “Model Penerapan Akuntansi Sektor Publik
untuk Mencegah Fraud pada Sektor Publik di Era Digital”. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi (online), 22 (2): 289-304,
(https://jurnaltsm.id/index.php/JBA/article/download/732/556), diakses
11 Maret 2023.
Putranto, Aryo. 2022. “Kisah Malinda Dee 6 Tahun Bobol Rekening Nasabah
Citibank”, dalam
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/14/06040091/kisah-malinda-
dee-6-tahun-bobol-rekening-nasabah-citibank, diakses 14 Maret 2023.
Rosarians, Fransisco. 2011. “Kasus Citibank, Malinda Suka Tebar Uang ke Teller”,
dalam https://nasional.tempo.co/read/366926/kasus-citibank-malinda-suka-
tebar-uang-ke-teller, diakses 14 Maret 2023.
Santoso, Bagus. 2011. “Melinda Curi Duit Nasabah untuk Biayai 4 Perusahaannya”,
dalam https://news.okezone.com/read/2011/12/07/339/539321/melinda-
curi-duit-nasabah-untuk-biayai-4-perusahaannya, diakses 14 Maret 2023.
Steve Albrecht, W., et. all., (ed.). 2009. Fraud Examination 3rd edition. USA:
26
aas.ac.id/index.php/jei/article/download/1593/1034), diakses 11 Maret
2023.
27