Anda di halaman 1dari 17

KESERAKAHAN DAN KETAKUTAN

Paper ini di ajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah

Etika Profesi Akuntansi

Dosen Pengampu :

Amir, SE.,M.Si.,Ak.,CA

Disusun Oleh Kelompok IV

1. Salwa Khaerunniza (105731121119)


2. Rani Kurnia (105731120519)
3. Akbar (105731123019)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang maha mengetahui dan maha bijaksana yang telah
memberi petunjuk agama yang lurus kepada hamba-Nya dan hanya kepada-Nya. Salawat
serta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW yang membimbing umat nya
degan suri tauladan-Nya yang baik.
Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan anugerah, kesempatan dan
pemikiran kepada kami untuk dapat menyelesaikan paper ini. Paper ini merupakan
pengetahuan tentang keserakahan dan ketakutan yang telah dirangkum di dalamnya agar
pemahaman terhadap permasalahan lebih mudah di pahami dan lebih singkat.
Sistematika paper ini dimulai dari pengantar yang merupakan persepsi atas materi
yang telah dan akan dibahas dalam bab tersebut. Selanjutnya, pembaca akan masuk pada inti
pembahasaan dan diakhiri dengan kesimpulan. Diharapkan pembaca dapat mengkaji berbagai
permasalahan tentang materi ini. Akhirnya, kami penyusun mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses pembuatan paper ini.
Kami menyadari bahwa paper ini masih belum sempurna, maka dari itu kami
menunggu kritik dan saran dari pihak lain untuk membagikannya kepada kami demi
memperbaiki kekurangan pada paper ini. Semoga paper ini bermanfaaat bagi Anda semua.

Malakaji, 06 Oktober 2021

Penyusun Kelompok IV

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A. Keserakahan dan Ketakutan ..................................................................................... 3
B. Greed and Fear ........................................................................................................ 3
C. Pengendalian Diri .................................................................................................... 5
D. Regulasi .................................................................................................................. 6
E. Keserakahan dalam Bisnis ....................................................................................... 6
F. Laba Abnormal........................................................................................................ 8
G. Moral Hazard .......................................................................................................... 9
H. Kecurangan (Fraud) ................................................................................................. 10
I. Pengambilan Keputusan Bisnis ................................................................................ 11
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persaingan dalam dunia bisnis dalam pencapaian untuk mendapatkan sebuah
keuntungan mempengaruhi pelaku bisnis atau seseorang melakukan kecurangan
(fraud). Banyak pemicu seseorang untuk melakukan kecurangan yang dapat
merugikan orang lain. Kecurangan dapat kita lihat dari penyajian laporan keuangan.
Jika laporan keuangan yang disajikan tidak sesuai dengan fakta dan bersifat material
yang diketahui tidak benar dan dilakukan secara sengaja dengan maksud untuk
menipu maka dapat dikatakan sebagai kecurangan. Kecurangan pada dasarnya
merupakan upaya yang disengaja untuk menggunakan hak orang lain untuk
kepentingan pribadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arens (2008), yang menyatakan
bahwa kecurangan adalah setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan
untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam kaitannya dengan
konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefenisikan sebagai salah saji
laporan keuangan yang disengaja. Menurut Simanjuntak (2008), dalam teori GONE
terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan yaitu: greed
(keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), exsposure
(pengungkapan). Greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan
individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan opportunity
dan exsposure berhubungan dengan organisasi sebagai korban pembuatan kecurangan
(disebut juga faktor generik/umum). Faktor individual berhubungan dengan prilaku
yang melekat pada individu itu sendiri. Dalam kaitannya dengan faktor individu
tersebut akan berkaitan dengan moral dan motivasi seseorang untuk melakukan
kecurangan. Sedangkan faktor generik akan berhubungan dengan organisasi yang
berbuat kecurangan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana bentuk keserakanan dan ketakutan dalam etika bisnis?
2. Apa yang mendorong manusia untuk berperilaku Greed and fear?
3. Bagaimana bentuk pengendsalian diri untuk mencerminkan perilaku yang etis ?
4. Bagaimana bentuk regulasi sebagai Pencegahan bagi seseorang (pihak tertentu)
untuk tidak melakukan tindakan tertentu?
5. Bagaimana bentuk keserakan dalam bisnis?
6. Apa itu laba Apnormal?
1
7. Bagaimana Moral hazard terjadi dalam suatu transaksi?
8. Bgaiaman motif Kecurangan (Fraud) dalam suatu bisnis?
9. Bagaimana cara pengambilan keputusan dalam bisnis?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keserakahan dan Ketakutan
Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama
tercermin dalam pertanyaan: "Besok apa makan" Belum pasti, bisa makan, bisa tidak.
Tahap kedua, pertanyaan: "Besok makan apa?" Ada kepastian tentang makan. Yang
jadi masalah adalah alternatif makan yang dipilih. Tahap ketiga: "Besok makan siapa?"
(Anonim, disitir oleh Soemarso, 2002: 37).
Etika (termasuk etika bisnis) merupakan pengendalian yang muncul dari dalam
diri seseorang sebagai pelaku kegiatan ekonomi maupun sosial. Etika didasarkan atas
keyakinan (beliefs), hati nurani, dan harapan (expectation) tentang nilai-nilai moral
(norm) yang dapat digunakan sebagai acuan ketika menjalani kehidupan. Namun,
dalam kehidupan nyata, selalu ada tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang
yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Perilaku tidak etis mungkin orang
atau sekelompok orang tersebut telah memperoleh pendidikan yang baik, berada dalam
lingkungan sosial yang layak, atau telah menguasai agama secara mendalam.
Walaupun merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi
pembahasan tentang pelanggaran etika tetap merupakan suatu hal yang menarik.
Tingginya peradaban dunia, salah satunya, ditandai oleh seberapa jauh masyarakat di
dalamnya telah menghayati dan melaksanakan etika dalam kehidupan sosialnya.
Pelanggaran etika perlu dibedakan dengan pelanggaran hukum. Hak dan sanksi untuk
memaksa ditaatinya ketentuan hukum jauh lebih kuat dibandingkan dengan
pelanggaran etika. Ketentuan hukum mengandung unsur law enforcement sedangkan
etika lebih mengandalkan pada pengendalian diri.
B. Greed and Fear
keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang merupakan sifat dasar manusia
mendorong orang untuk berperilaku tidak etis (unethical behaviour). Perilaku ini
tercermin dalam tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud)
adalah akhir dari perilaku tidak etis yang dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan
ekonomi. Pengambilan keputusan yang didasarkan atas peridaku tidak etis dapat
mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika atau pelanggaran hukum. Pelanggaran
etika berakibat diberikannya sanksi sosial. Pelanggaran hukunm dapat berupa
pelanggaran pidana atau pclanggaran perdata. Jika terbukti, keduanya akan memperoleh
sanksi hukum. Keterlibatan sifat serakah dan takut dalam proses pengambilan
3
keputasan dikawal oleh regulasi dari pemerintah dan pengendalian diri (etika) oleh
pengambil keputusan.
Pada dasarnya, pelanggaran etika dan hukum didorong oleh nafsu. Adalah takdir
bahwa manusia dilahirkan dengan nafsu. Dalam bentuk negatif, nafsu tercermin dalam
sifat serakah (greed). Keserakahan itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan
berlebihan (excessive desire) dibandingkan dengan yang dibutuhkan (needed) atau yang
menjadi haknya (deserved). Kalimat yang lebih popular barangkali adalah mental
"ingin cepat kaya". Keserakahan biasanya dikonotasikan dengan hal- hal yang bersifat
duniawi dalam kehidupan, misalnya laba, keuntungan, kekayaan, atau manfaat lain.
Dalam khazanah Jawa, keserakahan dikaitkan dengan harta, tahta, dan wanita. Dunia
Islam mengenal nafsu sufiah, nafsu amarah, nafsu aluamah, dan nafsu mutmainah.
Para ahli psikologi menyimpulkan bahwa keserakahan dapat diakibatkan oleh
ketakutan (fear) terhadap tidak diperolehnya atau tidak tersedianya sesuatu yang
diinginkan. Keadaan ini menimbulkan rasa tidak aman bagi mereka. Sesuatu yang tidak
akan diperoleh atau yang tidak akan tersedia untuk memenuhi kebutubannya membuat
sescorang berusaha sekuat tenaga, dengan cara apa pun, untuk mendapatkannya.
Keserakahan dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian diri dalam kaitannya
dengan kepatuhan terhadap etika.
Keserakahan dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif masa kecil. Rasa aman
terhadap sesuatu yang tidak diperoleh pada waktu kecil membuat mereka merasa takut
untuk menjalani kehidupan. Dalam hal ini, "sesuatu" dapat berupa rasa cinta kasih
(love), perhatian (attention) interaksi (interaction), kepedulian (care), atau pengasuhan
(nurture). Rasa tidak aman atau takut dapat menimbulkan konsepsi yang salah (nis-
conception) tentang diri sendiri, kehidupan, atau hal- hal lainnya. Konsepsi salah dapat
berupa pandangan tentang benar-salah atau baik-buruk.
Bagian lain dari sifat dasar manusia adalah rasa takut (fear). Rasa takut berkaitan
dengan dampak negatif terhadap kehidupan, misalnya kerugian atau bangkrut. Rasa
takut mengakibatkan seseorang berusaha, secara eksesif, memperoleh apa yang
menyebabkan rasa takut tersebut. Hanya dengan itu, ia merasa berani melangkah ke
depan. Orang yang dihinggapi rasa takut akan merasa cemburu (iri) jika orang lain
memiliki apa yang diinginkan. Akhirnya, pada saat dewasa, orang mencoba untuk
menyembunyikan rasa tidak aman atau rasa takut masa kecil itu dengan menyuarakan
kebalikan faktor yang ia alami. Rasa takut dapat dihilangkan apabila orang yang
bersangkutan telah merasa aman dan mempunyai kepastian.
4
Keserakahan (dan ketakutan) berkaitan dengan keinginan (desire), seperti kutipan
tentang falsafah makan pada awal bab ini, selalu meningkat. Maslow, dalam Fahmi
(2013: 162), menyebutkan adanya 5 (lima) jenjang kebutuhan manusia yang terus
meningkat, mulai dari kebutuhan dasar (physiological needs), keamanan (safety and
security), kebutuhan bersosial (social needs), kehormatan (esteem), dan aktualisasi
(pengembangan) diri (self actualization). Namun, Maslow tidak berbicara tentang
keserakahan atau ketakutan. Ia lebih mengaitkan jenjang kebutuhan itu dengan
keperluan untuk motivasi diri. Apa pun tujuannya, kebutuhan (keinginan) manusia
adalah sumber keserakahan dan ketakutan. Cara untuk memperoleh tiap-tiap jenjang
kebutuhan itulah, sebenarnya, inti dari persoalan yang menyangkut etika, bukan
kebutuhannya atau jenjangnya.
C. Pengendalian Diri
Walaupun tindakan yang mencerminkan perilaku tidak etis dapat disebabkan oleh
pengaruh dari luar, tetapi, pada intinya, munculnya tindakan itu tetap diakibatkan oleh
dorongan dari dalam diri seseorang. Tentu saja, kemunculan tersebut setelah melalui
proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas hati nurani dan rasionalitas. Nilai-
nilai moralitas atau norma termasuk dalam pertimbangan hati nurani. la adalah
constraints (batasan) dalam rangka pengendalian diri (self control). Sementara itu,
rasionalitas lebih mengacu pada logika dan sistematika yang dikaitkan dengan tujuan
pengambilan keputusan. Perilaku tidak etis mencerminkan gagalnya pengendalian diri.
Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya
berupa sikap ikhlas atau selalu bersyukur dalam sctiap keadaan yang dihadapi. Jika
sedang merasa gundah karena keinginan yang tidak tercapai, hadapilah dengan sikap
ikhlas sembari bersyukur. Bahwa capaian itu merupakan hal terbaik baginya. Bahwa,
betapapun kecilnya, masih ada capaian yang dihasilkan. Sebaliknya, jika sedang merasa
senang karena hasil yang melebihi keinginan, bersyukurlah atas segala karunia yang
diberikan. Wartakanlah rasa syukur itu dengan berbagi, Rasa syukur bukan berarti puas
diri (complacent). Akan selalu ada hal yang lebih baik lagi untuk diraih bagi diri sendiri
maupun untuk sesama umat. Itulah sebetulnya inti dari kebahagiaan yang menjadi
tujuan hidup manusia.
Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga, agama, budaya,
atau lingkungan sosial. Jika telah disepakati sebagai suatu kebenaran oleh lingkungan
sosial, nilai-nilai moral, atau norma tersebut, pada dasarnya, telah menjadi hukum
sosial yang dapat berupa hukum adat atau hukum agama. Oleh karena itu, tindakan
5
yang menyimpang akibat gagalnya pengendalian diri hanya dapat diberikan sanksi oleh
sumber sumber pengendalian diri tersebut. Sanksi-sanksi tersebat diberikan oleh
lingkungan sosial dimana yang berangkutan berada dan sering disebut dengan sanksi
sosial.
D. Regulasi
Pencegahan bagi seseorang (pihak tertentu) untuk tidak melakukan tindakan
tertentu juga dapat dilakukan melalui regulasi, baik dalam bentuk undang-undang
maupun peraturan pemerintah. Jika etika merupakan norma-norma yang bersumber dari
diri seseorang, hukum negara adalah ketentuan dari negara yang dapat dipaksakan.
Sebagian dari hukum negara, barangkali berasal dari norma-norma sosial, yang telah
diterima oleh masyarakat. Adopsi norma norma tersebur menjadi hukum negara yang
mengandung arti bahwa norma-norma tersebut telah diterimia sehagai kebutuhan
negara. Jika etika tidak dilaksanakan atau organisasi yang bersangkutan tidak mampu
mengatur diri sendiri, subjek-subjek tentang etika dapat diambil alih dengan cara
regulasi.
Karena sifat dapat dipaksakan, regulasi tentu lebih kuat dibandingkan dengan
etika. Pelanggaran etika hanya dapat diadili oleh pengadilan etika yang bisanya
dilakukan oleh masyarakat yang menetapkan etika tersebut dimana pelanggar etika
merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Pelanggaran etika juga dapat diadili oleh
organisasl yang menaungi pelanggar yang bersangkutan. Dalam hal ini, organissi
tersebut menjadi organisasi regulasi mandiri (self regulating organization). Pelanggaran
hukum, dapat berupa pelanggaran hukum pidana atau hukum perdata. Pelanggaran
hukum pidana dapat dikenakan sanksi penjara atau sanksi uang dalam bentuk denda
atau uang pengganti. Hukum perdata berkaitan dengan pihak pihak yang bersengketa.
Sanksi yang diberikan biasanya berupa uang.
E. Keserakahan dalam Bisnis
Bisnis memang suatu kegiatan ekonomi yang didirikan dengan tujuan mencari
laba. Bisnis merupakan salah satu sarana dalam ekonomi pasar untuk merealisasikan
keinginan manusia, yaitu untuk maju atau memperoleh kehidupan yang lebih baik,
melalui konsep pemilikan pribadi dan berjalannya mekanisme pasar. Pemupukan modal
merupakan konsekuensi dari hak kepemilikan pribadi. Oleh karena itu, saat berbicara
tentang bisnis, kepemilikan pribadi, dan pemupukan modal, kita akan selalu mengacu
pada perorangan. Walaupun bisnis dilakukan oleh perusahaan, tetap pada akhirnya,

6
kepemilikan dan modal akan bermuara pada perorangan. Selain itu, bisnis juga akan
dilaksanakan oleh orang.
Secara naluriah, kegiatan usaha (bisnis) memang akan selalu bersinggungan
dengan orang (pihak) lain. Tindakan seseorang (perusahaan) dalam bisnis akan
memengaruhi kepentingan ekonomi pihak lain. Di awal sudah dijelaskan bahwa laba
adalah bagian dari kegiatan tukar menukar yang diperbolehkan untuk diambil demi
kepentingan diri sendiri. Bagian itu merupakan imbalan atas risiko yang selalu
terkandung dalam setiap usaha (bisnis). Besarnya kegiatan tukar menukar yang dapat
diambil untuk kepentingan diri sendiri sangat tergantung pada kondisi pasar, kondisi
produk dan upaya dari yang bersangkutan.
Dalam pasar dengan kompetisi sempurna (perfect competition), kemungkinan
seseorang memperoleh laba abnormal sangatlah kecil. Namun, kondisi pasar dengan
persaingan sempurna memerlukan persyaratan yang sulit dipenuhi, di antaranya jenis
barang harus homogen, jumlah penjual dan pembeli harus banyak, dan adanya
keterbukaan informasi yang juga harus sempurna. Kondisi pasar dengan persaingan
tidak sempurna (imperfect competition), misalnya monopoli dan oligopoli,
memungkinkan seseorang untuk memperoleh laba abnormal.
Jenis produk yang diperdagangkan dapat memberikan kesempatan bagi seseorang
untuk memperoleh laba abnormal. Produk dengan spesifikasi tertentu, yang berbeda
dengan barang lain, akibat suatu inovasi, memungkinkan terjadinya monopoli alami
(natural monopoly). Hak-hak yang diberikan negara untuk produk-produk tertentu,
misalnya hak paten, hak merek, hak cipta, atau hak kekayaan intelektual lain
memungkinkan kepemilikan eksklusif. Pemasaran atas produk- produk tersebut dapat
menghasilkan laba abnormal bagi pemilik hak.
Penguasaan pasar dapat dicapai melalui upaya yang dilakukan oleh seseorang
atau perusahaan, melalui efisiensi dan pelayanan (service). Sebetulnya, efisiensi
merupakan ciri utama dalam sistem ekonomi pasar. Alokasi sumber daya secara efsien
merupakan tujuan dari sistem tersebut. Mereka yang tidak dapat menjalankan usaha
secara efisien akan, dengan sendirinya, terdepak dari pasar.
Ukuran organisasi dan bentuk manajemen dapat mengarah pada ketidak-
efisienan. Namun, besarnya penguasaan pasar dapat membuat mereka tetap berada di
dalamnya. Pelayanan, sebetulnya, bisa termasuk sebagai jasa tersendiri dalam kegiatan
usaha. Oleh karena itu, ada harga di dalamnya lika pelayanan sudah díakomodasikan ke
dalam harga produk, sebetulnya, yang terjadi adalah efisiensi terselubung. Dampaknya
7
akan sangat besar, tidak saja terhadap perluasan pasar, tetapi juga perluasan dan
kepuasan konsumen. Pelayanan dapat mengubah preferensi konsumen.
Upaya perluasan, penguasaan pasar, dan insentif yang diperoleh, yaitu laba
abnormal, membuat mereka yang bergerak dalam bidang bisnis berlomba-lomba untuk
meraihnya. Ini adalah asal mula dari sifat serakah, seperti yang telah disebutkan.
Keserakahan merupakan penyebab dari hilangnya pengendalian diri yang kemudian
mengarah pada perilaku tidak etis.
Ketakutan karena gagal dalam berusaha merupakan sisi lain dari penyebab
terjadinya pelanggaran terhadap etika. Risiko yang terkandung dalam setiap kegiatan
usaha membuat kegagalan merupakan suatu halyang niscaya. Akibat dari suatu
kegagalan usaha terhadap kehidupan seseorang tergantung pada kondisi orang tersebut,
baik dari segi ekonomi maupun mental. Ketakutan akan gagal membuat orang, dengan
segala cara, berusaha untuk menghindarinya. Rasa takut juga dapat berkaitan dengan
upaya kepastian tentang keberlanjutan usaha.
F. Laba Abnormal
Laba abnormal sebagai pemicu keserakahan merupakan konsep yang abstrak dan
subjektif. Tidak ada ketentuan yang jelas dan tegas untuk mendefinisikan abnormalitas.
Selain aspek pengertian (unsur apa), abnormalitas dapat berkaitan dengan cara
memperolchnya (unsur bagaimana), dan bersinggungan dengan dari siapa bagian
sumber daya ekonomi yang ingin dialihkan (unsur siapa). Oleh karena itu, pengendalian
diri dalam bidang bisnis berhubungan dengan apa, bagaimana, dan dari siapa laba
abnormal diperoleh dan diperuntukkan. Etika (bisnis) merupakan alat pengendalian diri
dalam berusaha. Oleh karena itu, laba sebagai tujuan usaha, cara melakukan usaha, dan
perlakuan terhadap pihak-pihak di luar usaha yang berkepentingan terhadap usaha
merupakan hal-hal yang perlu dijelaskan dan ditegaskan kepada semua pihak yang
melaksanakan usaha (perusahaan).
Permasalahan tentang "apa" yang disebut laba abnormal berkaitan dengan jumlah,
scmentara jumlah ditentukan oleh komposisi. Laba secara konsepsi adalah residu dari
kegiatan usaha berupa jual beli. Residu ini menjadi hak dari orang yang melakukan
usaha tersebut. Laba adalah selish antara perdapatan dan beban. Pertanyaannya, apakah
penentuan pendapatan dan beban telab dilakukan dengan tepat sesuai kenyataan? Jika
jawabannya "ya" jumlah yang tercatat sebagai laba tentu tidak dapat dianggap
melanggar kaidah-kaidah perdagangan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak mengandung
keserakahan.
8
Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang
diterapkan termasuk cara memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian.
Jika produk yang dijual harus melalui proses produksi, proses perdagangan akan
mencakup input-proses-output. Cara- cara yang benar dalam menghasilkan dan menjual
produk menunjukkan tidak adanya keserakahan dalam bisnis. Cakupan yang jelas dan
tegas tentang siapa yang sumber daya ekonomisnya akan dialihkan, dirugikan, atau
dipengaruhi. juga masih merupakan hal yang perlu dielaborasi.
Konsep stakeholder,seperti yang telah diuraikan di awal, merupakan upaya untuk
menjabarkan pihak-pihak yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan.
Kepentingan dalam hal ini berkaitan dengan pengalihan sumber daya ekonomis atau
kerugian yang ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan. Proteksi terhadap
kepentingan para pihak tersebut dengan sendirinya dapat melepaskan tuduhan
keserakahan bagi perusahaan.
Uraian tersebut menyimpulkan bahwa laba (baik normal maupun abnormal)
bukan momok yang dapat digunakan untuk memberikan stigma serakah terhadap
perusahaan. Laba tetap merupakan hak yang sah bagi seseorang yang berani mengambil
risiko dengan melakukan usaha. Keserakahan lebih mengacu pada cara untuk
memperoleh laba tersebut dan perlakuan yang tidak adil (merugikan) terhadap pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap usaha. Cara curang dan pengabaian terhadap hak
orang lain adalah ciri keserakahan, bukan ciri laba.
G. Moral Hazard
Moral hazard bersama dengan adverse selection merupakan topik utama dalam
ekonomi informasi (information economic). Moral hazard terjadi apabila dalam suatu
transaksi, salah satu pihak melakukan tindakan yang memengaruhi penilaian pihak lain
atas transaksi tersebut dan pihak lain tidak dapat memonitor/memaksa secara sempurna
(Kreps, 1990: 577). Moral hazard biasanya terjadi dalam suatu kontrak atau regulasi.
Pihak yang melakukan moral hazard berusaha untuk menyembunyikan informasi ril
yang ia miliki ketika berhubungan dengan pihak lain yang bertransaksi dengannya.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa moral hazard adalah tindakan yang dilakukan
oleh seseorang demi keuntungan diri sendiri dan dapat menimbulkan kerugian bagi
orang lain.
Walaupun moral hazard mungkin tidak didorong oleh keserakahan atau
ketakutan, tetapi tindakan yang mementingkan diri sendiri tersebut dapat digolongkan
sebagai tindakan yang tidak elok. Jika berkaitan dengan regulasi, tindakan itu dapat
9
dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Istilah moral hazard itu sendiri bukan berarti
bahwa tindakan yang dilakukan adalah tidak bermoral. Tindakan itu merupakan
jawaban dari insentif yang diterima. Umumnya, moral hazard dilakukan dengan
memanfaatkan celah yang terdapat dalam kontrak atau regulasi. Tindakan moral hazard
sulit dibuktikan atau barangkali tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum,
tetapi secara etis tindakan itu tidak dilakukan oleh orang yang memiliki iktikad baik.
H. Kecurangan (Fraud)
Gordon Gecko, dalam film berjudul Waill Street yang di putar sckitar tahun
1980-an berkata, "Greed for lack of better word, is good". Untuk merealisir impiannya,
lepas dari kepapaan dan menjadi "orang" di New York, Gecko tidak segan-segan
melakukan pelanggaran etika (bahkan hukum) dalam melakukan perdagangan saham.
Gecko bersama Bud Fox, sekutunya, melakukan insider trading. Menjadi "orang". yang
dalam pikiran mereka, tinggal di apartemen mewah di Manhattan, memakai jas buatan
penjahit tertentu, dan makan kaviar di hotel-hotel mewah di seputar New York. Namun,
ketika target perusahaan yang ingin dicaplok adalah Blue Star, milik ayahnya, Fox
berbalik arah. la berusaha dengan segala macam cara untuk menyelamatkannya,
sehingga membuat pasar modal New York kacau balau. Saat itu, Fox bekerja dengan
hati nurani. Walaupan untuk upaya penyclamatan tersebut, ia harus masuk penjara pada
akhirnya.
Di dunia nyata, banyak kasus-kasus seperti yang digambarkan dalam fim Wall
Street, Kasus Enron, Worldcom, Xerox, don Lehman Brothers, jika harus menyebut
nama, merupakan beberapa contoh tentang tidak diterapkannya etika bisnis dalam
berusaha. Kasus-kasus di atas menunjukkan hilangnya pengendalian diri dalam
mencapai tujuan perusahaan. Keserakahan dengan motif kepentingan pribadi sangat
menonjol dalam kasus-kasus itu. Perhatikan bahwa kepentingan pribadi tersebut dibalut
dengan cara (praktik) curang Fraud) saat melakukan usaha. Perhatikan juga bahwa
motif pribadi yang mereka lakukan tidak memedulikan kepentingan (hak) orang lain.
Dalam hal ini, kepentingan pribadi bukan lagi cerminan dari self interest, melainkan
selfishness.
Praktik curang, tanpa memedulikan kepentingan (hak)orang lain,adalah ciri dari
keserakahan Dasarnya adalah egoisme (selfishness). Motifnya adalah penipuan.
Artinya, praktik curang memang dengan sengaja dilakukan untuk merugikan orang lain
demi keuntungan diri sendiri. Praktik curang dapat dilakukan di setiap tahap kegiatan

10
usaha. Mulai dari penetapan tujuan dalam mendirikan usaha, selama proses
menghasilkan produk, sampai saat melakukan pemasaran dan penjualan.
Dalam produksi, praktik curang mencakup komponen input, proses, dan output.
Bahkan, praktik curang juga dapat dilakukan pada proses pendanaan usaha, misalnya
pencarian pinjaman bank, penjualan obligasi, atau pengeluaran saham. Praktik curang
dapat dihindari melalui pengendalian diri, pengendalian sosial, dan pemaksaan hukum.
Etika adalah sarana untuk pengendalian diri dan pengendalian sosial, sedangkan
regulasi merupakan alat pemaksa hukum.
I. Pengambilan Keputusan Bisnis
Kegiatan usaha dilakukan oleh orang melalui kepatusan-keputusan yang mereka
lakukan. Hasil kegiatan usaha adalah akibat dari keputusan-keputusan tersebut. Tentu
saja, setiap keputusan usaha harus mengacu pada tujuan pendirian usaha yang
bersangkutan, Namun, karakter dan motif pribadi pengambil kepatusan dapat
memengaruhi proses dan hasilnya. Keserakahan dan ketakutarn dapat muncul dari
orang-orang yang melaksanakan usaha sehinggo tercermin dalam keputusan- keputusan
yang mereka buat.
Ilmu ekonomi mendalilkan bahwa setiap pengambilan keputusan akan didasarkan
atas asas rasionalitas Namun, pada kenyataan sehari-hari, dasar itu tidak dilakukan
secara taat mbil keputusan. Herbert A. Simon dalam"Models of Man menyatakan
bahwa seseorang dalam melakukan tindakan hanya sebagian yang didausarkan atas
pemikiran rasional., Sebagian lain ditentukan oleh emosi/ketidak-rasionalan.
Pengalaman seseorang akan membatasi formulasi dan pemecahan masalah yang
komplels. Pemrosesan informasi (penerimaan, penyimpanan, penemuan kemball, dan
penyampaian) dalam rangka penganblan kepatosan juga dibatasi alch kerangka berpikir
seseorang.
Shefrin (2002: 4-5) menyebutkan adanya dua hal pokok yang mengakibatkan
timbulnya bias dalam pengambilan keputusan. Kedua hal tersebut adalah sifat coba-
coba (heuristic) dan ketergantungan pola pikir (frame of dependence), Pengimbilan
keparusan heuristik didasarkan atas rules of thumb yang diperoleh melalul upaya coba-
coba (trial &errors) Pengalaman masa lalu digunakan sebagai alat predilksi untuk masa
mendatang, Keputuisan diambil berdasarkan stereotype yang telah terjadi. Pengambil
keputusan cenderung terlalu percaya diri (over confidence) dan mengandalkan
konservalisme (conservatism). Ambiguitas terhadap kepastian perlu dihindarl. Bias

11
dalam pengambilan keputusan hearistik dapat disebabkan oleh kesalnhan dalam aspek
kognitif (cognitive) dan emosi akibat stereotip yang pernah dialami.
Bias akibat ketergantungan pola pikir (frame dependence) seseorang disebabkan
oleh berbedanya proses pengolahan informasi dalam pengambilan keputusan.
Perbedaan dalam pola pikir dapat mengakibatkan berbedanya substansi. Shefrin (2002)
menjelaskan ketergantungan pola ( pikir ) sebagai "the arm used to describe decision
problem". Ketakutan terhadap kerugian ( loss awersion), misalnya, merupakan salah
satu contoh bagaimana pengambilan keputusan dapat bias karena pola pikir pengambil
keputusan. Pola pikir juga akan memengaruhi aspek kognitif dan emosi seseorang.
Aspek kognitif berkaitan dengan cara mengorganisir informasi, sementara aspek emosi
berhubungan dengan perasaan sescorang pada saat ia mencatat adanya informasi
tersebut.
Pengendalian diri (selfcontrol) berarti mengendalikan emosi. Kecewa (regret)
adalah penyalahan diri sendiri secara emosional larena telah membuat keputusan yang
tidak benar. Kekecewaan tertanam dalam pola pikir dan akan menengaruhi
pengamibilan keputusan selanjutnya. Mereka cenderung tidak bersedia mengambil
variasi dalam pengambilan keputusan agar kekecewaan dapat diminimalkan. Pola pikir
juga berkaitan dengan khayalan uang (money ilusion), Dalam pola pikir ini, orang
cenderung hanya memperhatikan nilai normal.
Pengambilan keputusan heuristik maupun yang didasarkan atas frame dependence
sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pengambil keputusan. Beberapa hal yang
termasuk sebagai karakteristik pribadi adalah pengalaman, motif, dan egoisme.
Pengambilan keputusan yang demikian dapat mengakibatkan terjadinya bias karena
kesalahan. Sementara itu, asumsi yang digunakan dalam setiap pengambilan keputusan
adalah bahwa pemrosesan data selama pengambilan keputusan, seseorang akan
menggunakan data statistik secara benar. Diasumsikan juga bahwa dalam pengambilan
keputusan, seseorang tidak akan dipengaruhi oleh pola pikirnya frame independence).
Artinya, pengambil keputusan memandang bahwa setiap pengambilan keputusan
dilakukan secara transparan dan objektif tentang risiko dan imbalan. Kepentingan
pribadi (self interest) boleh dijadikan dasar, tetapi bukan egoisme.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelanggaran etika maupun hukum biasanya didorong oleh nafsu yang merupakan
sifat alamai manusia. Serakah (greed) adalah bentuk negatif dari nafsu. Keserakahan
didefinisikan sebagai dorongn untuk memperoleh lebih dari apa yang dibutuhkan atau
menjadi haknya. Sementara ketakutan (fear) adalah penyebab dari munculnya
keserakahan. Ketakutan akan menimbulkan rasa tidak aman dan ketidakpastian.
Pelanggaran etika maupun hukum dicerminkan alam tindakan kecurungan (fraud) dan
moral hazard. Pengendalian diri dan regulasi adalah cara untuk mengatasi keserakahan
dan ketakutan seseorang untuk berbuat curang. Pengendalian diri dicerminkan dalam
perilaku etis dalam setiap tindakan.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan makalah ini. Penyusun banyak berharap para pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya Semoga
makalah ini berguna bagi penyusun pada khusunya juga para pembaca pada umumnya.

13
DAFTAR PUSTAKA
Soemarso S.R.2018.”Etika dalam Bisnis & Prifesi Akuntan dan Tata Kelola
Perusahaan”.Jakarta Selatan:SalembaEmpat.ilib.ugm.ac.id/jurnal/download.php?dataId=1189

14

Anda mungkin juga menyukai