Anda di halaman 1dari 8

Keserakahan dan Ketakutan

Konon, kebutuhan makan seseorang itu bertingkat-tingkat. Tahap pertama tercermin dalam pertanyaan:
"Besok apa makan" Belum pasti, bisa makan, bisa tidak. Tahap kedua, pertanyaan: "Besok makan apa?"
Ada kepastian tentang makan. Yang jadi masalah adalah alternatif makan yang dipilih. Tahap ketiga:
"Besok makan siapa?" (Anonim, disitir oleh Soemarso, 2002: 37) Etika (termasuk etika bisnis) merupakan
pengendalian yang muncul dari dalam diri seseorang sebagai pelaku kegiatan ekonomi maupun sosial.
Etika didasarkan atas keyakinan (beliefs), hati nurani, dan harapan (expectation) tentang nilai-nilai moral
(norm) yang dapat digunakan sebagai acuan ketika menjalani kehidupan. Namun, dalam kehidupan
nyata, selalu ada tindakan-tindakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan norma-
norma yang berlaku. Perilaku tidak etis mungkin orang atau sekelompok orang tersebut telah
memperoleh pendidikan yang baik, berada dalam lingkungan sosial yang layak, atau telah menguasai
agama secara mendalam Walaupun merupakan suatu hal yang wajar dalam kehidupan manusia, tetapi
pembahasan tentang pelanggaran etika tetap merupakan suatu hal yang menarik. Tingginya peradaban
dunia, salah satunya, ditandai oleh seberapa jauh masyarakat di dalamnya telah menghayati dan
melaksanakan etika dalam kehidupan sosialnya. Pelanggaran etika perlu dibedakan dengan pelanggaran
hukum. Hak dan sanksi untuk memaksa ditaatinya ketentuan hukum jauh lebih kuat dibandingkan
dengan pelanggaran etika. Ketentuan hukum mengandung unsur law enforcement sedangkan etika lebih
mengandalkan pada pengendalian diri.

GREED AND FEAR

Hubungan antara keserakahan dan ketakutan dan pelanggaran etika dapat diłukiskan seperti terlihat
dalam Gambar 4.1.

Seperti terlihat dalam Gambar 4.1, keserakahan dan ketakutan (greed and fear) yang merupakan sifat
dasar manusia mendorong orang untuk berperilaku tidak etis (unethical behaviour). Perilaku ini
tercermin dalam tindakan moral hazard yang mereka lakukan. Kecurangan (fraud) adalah akhir dari
perilaku tidak etis yang dihasilkan oleh suatu pengambilan keputusan ekonomi. Pengambilan keputusan
yang didasarkan atas peridaku tidak etis dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran etika atau
pelanggaran hukum. Pelanggaran etika berakibat diberikannya sanksi sosial. Pelanggaran hukunm dapat
berupa pelanggaran pidana atau pclanggaran perdata. Jika terbukti, keduanya akan memperoleh sanksi
hukum. Keterlibatan sifat serakah dan takut dalam proses pengambilan keputasan dikawal oleh regulasi
dari pemerintah dan pengendalian diri (etika) oleh pengambil keputusan.

Pada dasarnya, pelanggaran etika dan hukum didorong oleh nafsu. Adalah takdir bahwa manusia
dilahirkan dengan nafsu. Dalam bentuk negatif, nafsu tercermin dalam sifat serakah (greed). Keserakahan
itu sendiri didefinisikan sebagai keinginan berlebihan (excessive desire) dibandingkan dengan yang
dibutuhkan (needed) atau yang menjadi haknya (deserved). Kalimat yang lebih popular barangkali adalah
mental "ingin cepat kaya". Keserakahan biasanya dikonotasikan dengan hal- hal yang bersifat duniawi
dalam kehidupan, misalnya laba, keuntungan, kekayaan, atau manfaat lain. Dalam khazanah Jawa,
keserakahan dikaitkan dengan harta, tahta, dan wanita. Dunia Islam mengenal nafsu sufiah, nafsu
amarah, nafsu aluamah, dan nafsu mutmainah.
Para ahli psikologi menyimpulkan bahwa keserakahan dapat diakibatkan oleh ketakutan (fear) terhadap
tidak diperolehnya atau tidak tersedianya sesuatu yang diinginkan. Keadaan ini menimbulkan rasa tidak
aman bagi mereka. Sesuatu yang tidak akan diperoleh atau yang tidak akan tersedia untuk memenuhi
kebutubannya membuat sescorang berusaha sekuat tenaga, dengan cara apa pun, untuk
mendapatkannya. Keserakahan dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian diri dalam kaitannya
dengan kepatuhan terhadap etika.

Keserakahan dapat diakibatkan oleh pengalaman negatif masa kecil. Rasa aman terhadap sesuatu yang
tidak diperoleh pada waktu kecil membuat mereka merasa takut untuk menjalani kehidupan. Dalam hal
ini, "sesuatu" dapat berupa rasa cinta kasih (love), perhatian (attention) interaksi (interaction),
kepedulian (care), atau pengasuhan (nurture). Rasa tidak aman atau takut dapat menimbulkan konsepsi
yang salah (nis-conception) tentang diri sendiri, kehidupan, atau hal- hal lainnya. Konsepsi salah dapat
berupa pandangan tentang benar-salah atau baik-buruk.

Bagian lain dari sifat dasar manusia adalah rasa takut (fear). Rasa takut berkaitan dengan dampak negatif
terhadap kehidupan, misalnya kerugian atau bangkrut. Rasa takut mengakibatkan seseorang berusaha,
secara eksesif, memperoleh apa yang menyebabkan rasa takut tersebut. Hanya dengan itu, ia merasa
berani melangkah ke depan. Orang yang dihinggapi rasa takut akan merasa cemburu (iri) jika orang lain
memiliki apa yang diinginkan. Akhirnya, pada saat dewasa, orang mencoba untuk menyembunyikan rasa
tidak aman atau rasa takut masa kecil itu dengan menyuarakan kebalikan faktor yang ia alami. Rasa takut
dapat dihilangkan apabila orang yang bersangkutan telah merasa aman dan mempunyai kepastian.

Keserakahan (dan ketakutan) berkaitan dengan keinginan (desire), seperti kutipan tentang falsafah
makan pada awal bab ini, selalu meningkat. Maslow, dalam Fahmi (2013: 162), menyebutkan adanya 5
(lima) jenjang kebutuhan manusia yang terus meningkat, mulai dari kebutuhan dasar (physiological
needs), keamanan (safety and security), kebutuhan bersosial (social needs), kehormatan (esteem), dan
aktualisasi (pengembangan) diri (self actualization). Namun, Maslow tidak berbicara tentang
keserakahan atau ketakutan. Ia lebih mengaitkan jenjang kebutuhan itu dengan keperluan untuk
motivasi diri. Apa pun tujuannya, kebutuhan (keinginan) manusia adalah sumber keserakahan dan
ketakutan. Cara untuk memperoleh tiap-tiap jenjang kebutuhan itulah, sebenarnya, inti dari persoalan
yang menyangkut etika, bukan kebutuhannya atau jenjangnya.

PENGENDALIAN DIRI

Walaupun tindakan yang mencerminkan perilaku tidak etis dapat disebabkan oleh pengaruh dari luar,
tetapi, pada intinya, munculnya tindakan itu tetap diakibatkan oleh dorongan dari dalam diri seseorang.
Tentu saja, kemunculan tersebut setelah melalui proses pengambilan keputusan yang didasarkan atas
hati nurani dan rasionalitas. Nilai-nilai moralitas atau norma termasuk dalam pertimbangan hati nurani.
la adalah constraints (batasan) dalam rangka pengendalian diri (self control). Sementara itu, rasionalitas
lebih mengacu pada logika dan sistematika yang dikaitkan dengan tujuan pengambilan keputusan.
Perilaku tidak etis mencerminkan gagalnya pengendalian diri.

Keserakahan dan ketakutan dapat diatasi dengan pengendalian diri. Bentuknya berupa sikap ikhlas atau
selalu bersyukur dalam sctiap keadaan yang dihadapi. Jika sedang merasa gundah karena keinginan yang
tidak tercapai, hadapilah dengan sikap ikhlas sembari bersyukur. Bahwa capaian itu merupakan hal
terbaik baginya. Bahwa, betapapun kecilnya, masih ada capaian yang dihasilkan. Sebaliknya, jika sedang
merasa senang karena hasil yang melebihi keinginan, bersyukurlah atas segala karunia yang diberikan.
Wartakanlah rasa syukur itu dengan berbagi, Rasa syukur bukan berarti puas diri (complacent). Akan
selalu ada hal yang lebih baik lagi untuk diraih bagi diri sendiri maupun untuk sesama umat. Itulah
sebetulnya inti dari kebahagiaan yang menjadi tujuan hidup manusia.

Sumber pengendalian diri dapat berupa pendidikan dari keluarga, agama, budaya, atau lingkungan
sosial. Jika telah disepakati sebagai suatu kebenaran oleh lingkungan sosial, nilai-nilai moral, atau norma
tersebut, pada dasarnya, telah menjadi hukum sosial yang dapat berupa hukum adat atau hukum agama.
Oleh karena itu, tindakan yang menyimpang akibat gagalnya pengendalian diri hanya dapat diberikan
sanksi oleh sumber sumber pengendalian diri tersebut. Sanksi-sanksi tersebat diberikan oleh lingkungan
sosial dimana yang berangkutan berada dan sering disebut dengan sanksi sosial.

REGULASI

Pencegahan bagi seseorang (pihak tertentu) untuk tidak melakukan tindakan tertentu juga dapat
dilakukan melalui regulasi, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah. Jika etika
merupakan norma-norma yang bersumber dari diri seseorang, hukum negara adalah ketentuan dari
negara yang dapat dipaksakan. Sebagian dari hukum negara, barangkali berasal dari norma-norma sosial,
yang telah diterima oleh masyarakat. Adopsi norma norma tersebur menjadi hukum negara yang
mengandung arti bahwa norma-norma tersebut telah diterimia sehagai kebutuhan negara. Jika etika
tidak dilaksanakan atau organisasi yang bersangkutan tidak mampu mengatur diri sendiri, subjek-subjek
tentang etika dapat diambil alih dengan cara regulasi.

Karena sifat dapat dipaksakan, regulasi tentu lebih kuat dibandingkan dengan etika. Pelanggaran etika
hanya dapat diadili oleh pengadilan etika yang bisanya dilakukan oleh masyarakat yang menetapkan etika
tersebut dimana pelanggar etika merupakan bagian dari masyarakat tersebut. Pelanggaran etika juga
dapat diadili oleh organisasl yang menaungi pelanggar yang bersangkutan. Dalam hal ini, organissi
tersebut menjadi organisasi regulasi mandiri (self regulating organization). Pelanggaran hukum, dapat
berupa pelanggaran hukum pidana atau hukum perdata. Pelanggaran hukum pidana dapat dikenakan
sanksi penjara atau sanksi uang dalam bentuk denda atau uang pengganti. Hukum perdata berkaitan
dengan pihak pihak yang bersengketa. Sanksi yang diberikan biasanya berupa uang.

KESERAKAHAN DALAM BISNIS

Bisnis memang suatu kegiatan ekonomi yang didirikan dengan tujuan mencari laba. Bisnis merupakan
salah satu sarana dalam ekonomi pasar untuk merealisasikan keinginan manusia, yaitu untuk maju atau
memperoleh kehidupan yang lebih baik, melalui konsep pemilikan pribadi dan berjalannya mekanisme
pasar. Pemupukan modal merupakan konsekuensi dari hak kepemilikan pribadi. Oleh karena itu, saat
berbicara tentang bisnis, kepemilikan pribadi, dan pemupukan modal, kita akan selalu mengacu pada
perorangan. Walaupun bisnis dilakukan oleh perusahaan, tetap pada akhirnya, kepemilikan dan modal
akan bermuara pada perorangan. Selain itu, bisnis juga akan dilaksanakan oleh orang.
Secara naluriah, kegiatan usaha (bisnis) memang akan selalu bersinggungan dengan orang (pihak) lain.
Tindakan seseorang (perusahaan) dalam bisnis akan memengaruhi kepentingan ekonomi pihak lain. Di
awal sudah dijelaskan bahwa laba adalah bagian dari kegiatan tukar menukar yang diperbolehkan untuk
diambil demi kepentingan diri sendiri. Bagian itu merupakan imbalan atas risiko yang selalu terkandung
dalam setiap usaha (bisnis). Besarnya kegiatan tukar menukar yang dapat diambil untuk kepentingan diri
sendiri sangat tergantung pada kondisi pasar, kondisi produk dan upaya dari yang bersangkutan.

Dalam pasar dengan kompetisi sempurna (perfect competition), kemungkinan seseorang memperoleh
laba abnormal sangatlah kecil. Namun, kondisi pasar dengan persaingan sempurna memerlukan
persyaratan yang sulit dipenuhi, di antaranya jenis barang harus homogen, jumlah penjual dan pembeli
harus banyak, dan adanya keterbukaan informasi yang juga harus sempurna. Kondisi pasar dengan
persaingan tidak sempurna (imperfect competition), misalnya monopoli dan oligopoli, memungkinkan
seseorang untuk memperoleh laba abnormal.

Jenis produk yang diperdagangkan dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh
laba abnormal. Produk dengan spesifikasi tertentu, yang berbeda dengan barang lain, akibat suatu
inovasi, memungkinkan terjadinya monopoli alami (natural monopoly). Hak-hak yang diberikan negara
untuk produk-produk tertentu, misalnya hak paten, hak merek, hak cipta, atau hak kekayaan intelektual
lain memungkinkan kepemilikan eksklusif. Pemasaran atas produk- produk tersebut dapat menghasilkan
laba abnormal bagi pemilik hak.

Penguasaan pasar dapat dicapai melalui upaya yang dilakukan oleh seseorang atau perusahaan, melalui
efisiensi dan pelayanan (service). Sebetulnya, efisiensi merupakan ciri utama dalam sistem ekonomi
pasar. Alokasi sumber daya secara efsien merupakan tujuan dari sistem tersebut. Mereka yang tidak
dapat menjalankan usaha secara efisien akan, dengan sendirinya, terdepak dari pasar.

Ukuran organisasi dan bentuk manajemen dapat mengarah pada ketidak-efisienan. Namun, besarnya
penguasaan pasar dapat membuat mereka tetap berada di dalamnya. Pelayanan, sebetulnya, bisa
termasuk sebagai jasa tersendiri dalam kegiatan usaha. Oleh karena itu, ada harga di dalamnya lika
pelayanan sudah díakomodasikan ke dalam harga produk, sebetulnya, yang terjadi adalah efisiensi
terselubung. Dampaknya akan sangat besar, tidak saja terhadap perluasan pasar, tetapi juga perluasan
dan kepuasan konsumen. Pelayanan dapat mengubah preferensi konsumen.

Upaya perluasan, penguasaan pasar, dan insentif yang diperoleh, yaitu laba abnormal, membuat mereka
yang bergerak dalam bidang bisnis berlomba-lomba untuk meraihnya. Ini adalah asal mula dari sifat
serakah, seperti yang telah disebutkan. Keserakahan merupakan penyebab dari hilangnya pengendalian
diri yang kemudian mengarah pada perilaku tidak etis.

Ketakutan karena gagal dalam berusaha merupakan sisi lain dari penyebab terjadinya pelanggaran
terhadap etika. Risiko yang terkandung dalam setiap kegiatan usaha membuat kegagalan merupakan
suatu halyang niscaya. Akibat dari suatu kegagalan usaha terhadap kehidupan seseorang tergantung
pada kondisi orang tersebut, baik dari segi ekonomi maupun mental. Ketakutan akan gagal membuat
orang, dengan segala cara, berusaha untuk menghindarinya. Rasa takut juga dapat berkaitan dengan
upaya kepastian tentang keberlanjutan usaha.
LABA ABNORMAL

Laba abnormal sebagai pemicu keserakahan merupakan konsep yang abstrak dan subjektif. Tidak ada
ketentuan yang jelas dan tegas untuk mendefinisikan abnormalitas. Selain aspek pengertian (unsur apa),
abnormalitas dapat berkaitan dengan cara memperolchnya (unsur bagaimana), dan bersinggungan
dengan dari siapa bagian sumber daya ekonomi yang ingin dialihkan (unsur siapa). Oleh karena itu,
pengendalian diri dalam bidang bisnis berhubungan dengan apa, bagaimana, dan dari siapa laba
abnormal diperoleh dan diperuntukkan. Etika (bisnis) merupakan alat pengendalian diri dalam berusaha.
Oleh karena itu, laba sebagai tujuan usaha, cara melakukan usaha, dan perlakuan terhadap pihak-pihak
di luar usaha yang berkepentingan terhadap usaha merupakan hal-hal yang perlu dijelaskan dan
ditegaskan kepada semua pihak yang melaksanakan usaha (perusahaan).

Permasalahan tentang "apa" yang disebut laba abnormal berkaitan dengan jumlah, scmentara jumlah
ditentukan oleh komposisi. Laba secara konsepsi adalah residu dari kegiatan usaha berupa jual beli.
Residu ini menjadi hak dari orang yang melakukan usaha tersebut. Laba adalah selish antara perdapatan
dan beban. Pertanyaannya, apakah penentuan pendapatan dan beban telab dilakukan dengan tepat
sesuai kenyataan? Jika jawabannya "ya" jumlah yang tercatat sebagai laba tentu tidak dapat dianggap
melanggar kaidah-kaidah perdagangan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak mengandung keserakahan.

Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang diterapkan termasuk
cara memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian. Jika produk yang dijual harus melalui
proses produksi, proses perdagangan akan mencakup input-proses-output. Cara- cara yang benar dalam
menghasilkan dan menjual produk menunjukkan tidak adanya keserakahan dalam bisnis. Cakupan yang
jelas dan tegas tentang siapa yang sumber daya ekonomisnya akan dialihkan, dirugikan, atau
dipengaruhi. juga masih merupakan hal yang perlu dielaborasi.

Konsep stakeholder,seperti yang telah diuraikan di awal, merupakan upaya untuk menjabarkan pihak-
pihak yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan. Kepentingan dalam hal ini berkaitan dengan
pengalihan sumber daya ekonomis atau kerugian yang ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan.
Proteksi terhadap kepentingan para pihak tersebut dengan sendirinya dapat melepaskan tuduhan
keserakahan bagi perusahaan.

Uraian tersebut menyimpulkan bahwa laba (baik normal maupun abnormal) bukan momok yang dapat
digunakan untuk memberikan stigma serakah terhadap perusahaan. Laba tetap merupakan hak yang sah
bagi seseorang yang berani mengambil risiko dengan melakukan usaha. Keserakahan lebih mengacu
pada cara untuk memperoleh laba tersebut dan perlakuan yang tidak adil (merugikan) terhadap pihak-
pihak yang berkepentingan terhadap usaha. Cara curang dan pengabaian terhadap hak orang lain adalah
ciri keserakahan, bukan ciri laba.

MORAL HAZARD

Moral hazard bersama dengan adverse selection merupakan topik utama dalam ekonomi informasi
(information economic). Moral hazard terjadi apabila dalam suatu transaksi, salah satu pihak melakukan
tindakan yang memengaruhi penilaian pihak lain atas transalksi tersebut dan pihak lain tidak dapat
memonitor/memaksa secara sempurna (Kreps, 1990: 577). Moral hazard biasanya terjadi dalam suatu
kontrak atau regulasi. Pihak yang melakukan moral hazard berusaha untuk menyembunyikan informasi
ril yang ia miliki ketika berhubungan dengan pihak lain yang bertransaksi dengannya. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa moral hazard adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang demi keuntungan
diri sendiri dan dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.

Walaupun moral hazard mungkin tidak didorong oleh keserakahan atau ketakutan, tetapi tindakan yang
mementingkan diri sendiri tersebut dapat digolongkan sebagai tindakan yang tidak elok. Jika berkaitan
dengan regulasi, tindakan itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Istilah moral hazard itu
sendiri bukan berarti bahwa tindakan yang dilakukan adalah tidak bermoral. Tindakan itu merupakan
jawaban dari insentif yang diterima. Umumnya, moral hazard dilakukan dengan memanfaatkan celah
yang terdapat dalam kontrak atau regulasi. Tindakan moral hazard sulit dibuktikan atau barangkali tidak
dapat dikatakan sebagai pelanggaran hukum, tetapi secara etis tindakan itu tidak dilakukan oleh orang
yang memiliki iktikad baik

KECURANGAN (FRAUD)

Gordon Gecko, dalam film berjudul Waill Street yang di putar sckitar tahun 1980-an berkata, "Greed for
lack of better word, is good". Untuk mercalisir impiannya, lepas dari kepapaan dan menjadi "orang" di
New York, Gecko tidak segan-segan melakukan pelanggaran etika (bahkan hukum) dalam melakukan
perdagangan saham. Gecko bersama Bud Fox, sekutunya, melakukan insider trading. Menjadi "orang".
yang dalam pilciran mereka, tinggal di apartemen mewah di Manhattan, memakai jas buatan penjahit
tertentu, dan makan kaviar di hotel-hotel mewah di seputar New York. Namun, ketika target perusahaan
yang ingin dicaplok adalah Blue Star, milik ayahnya, Fox berbalik arah. la berusaha dengan segala macam
cara untuk menyelamatkannya, sehingga membuat pasar modal New York kacau balau. Saat itu, Fox
bekerja dengan hati nurani. Walaupan untuk upaya penyclamatan tersebut, ia harus masuk penjara pada
akhirnya Di dunia nyata, banyak kasus-kasus seperti yang digambarkan dalam fim Wall Street, Kasus
Enron, Worldcom, Xerox, don Lehman Brothers, jika harus menyebut nama, merupakan beberapa contoh
tentang tidak diterapkannya etika bisnis dalam berusaha. Kasus-kasus di atas menunjukkan hilangnya
pengendalian diri dalam mencapai tujuan perusahaan. Keserakahan dengan motif kepentingan pribadi
sangat menonjol dalam kasus-kasus itu. Perhatikan bahwa kepentingan pribadi tersebut dibalut dengan
cara (praktik) curang Fraud) saat melakukan usaha. Perhatikan juga bahwa motif pribadi yang mereka
lakukan tidak memedulikan kepentingan (hak) orang lain. Dalam hal ini, kepentingan pribadi bukan lagi
cerminan dari self interest, melainkan selfishness Praktik curang, tanpa memedulikan kepentingan
(hak)orang lain,adalah ciri dari keserakahan Dasarnya adalah egoisme (selfishness). Motifnya adalah
penipuan. Artinya, praktik curang memang dengan sengaja dilakukan untuk merugikan orang lain demi
keuntungan diri sendiri. Praktikcurang dapat dilakukan di setiap tahap kegiatan usaha. Mulai dari
penetapan tujuan dalam mendirikan usaha, selama proses menghasilkan produk, sampai saat melakukan
pemasaran dan penjualan. Dalam produksi, praktik curang mencakup komponen input, proses, dan
output. Bahkan, praktik curang juga dapat dilakukan pada proses pendanaan usaha, misalnya pencarian
pinjaman bank, penjualan obligasi, atau pengeluaran saham. Praktik curang dapat dihindari melalui
pengendalian diri, pengendalian sosial, dan pemaksaan hukum. Etika adalah sarana untuk pengendalian
diri dan pengendalian sosial, sedangkan regulasi merupakan alat pemaksa hukum.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN BISNIS

Kegiatan usaha dilakukan oleh orang melalui kepatusan-keputusan yang mereka lakukan. Hasil kegiatan
usaha adalah akibat dari keputusan-keputusan tersebut. Tentu saja, setiap keputusan usaha harus
mengacu pada tujuan pendirian usaha yang bersangkutan, Namun, karakter dan motif pribadi pengambil
kepatusan dapat memengaruhi proses dan hasilnya. Keserakahan dan ketakutarn dapat muncul dari
orang-orang yang melaksanakan usaha sehinggo tercermin dalam keputusan- keputusan yang mereka
buat. lmu ckonomi mendalilkan bahwa setiap pengambilan keputusan akan didasarkan atas asas
rasionalitas Namun, pada kenyataan sehari-hari, dasar itu tidak dilakukan secara taat mbil keputusan.
Herbert A. Simon dalam"Models of Man menyatakan bahwa seseorang dalam melakukan tindakan hanya
sebagian yang didausarkan atas pemikiran rasional., Sebagian lain ditentukan oleh emosi/ketidak-
rasionalan. Pengalaman sescorang akan membatasi formulasi dan pemecahan masalah yang komplels.
Pemrosesan informasi (penerimaan, penyimpanan, penemuan kemball, dan penyampaian) dalam rangka
penganblan kepatosan juga dibatasi alch kerangka berpikir seseorang Shefrin (2002: 4-5) menyebutkan
adanys dua hal pokok yang mengakibatkan timbulnya bias dalam pengambilan keputusan. Kedua hal
tersebut adalah sifat coba-coba (heuristic) dan ketergantungan pola pikir (frame of dependence),
Pengimbilan keparusan heuristik didasarkan atas rules of thumb yang diperoleh melalul upaya coba-coba
(trial &errors) Pengalaman masa lalu digunakan sebagai alat predilksi untuk masa mendatang,
Keputuisan diambil berdasarkan stereotype yang telah terjadi. Pengambil keputusan cenderung terlalu
percaya diri (over confidence) dan mengandalkan konservalisme (conservatism). Ambiguitas terhadap
kepastian perlu dihindarl. Bias dalam pengambilan keputusan hearistik dapat disebabkan oleh kesalnhan
dalam aspek kognitif (cognitive) dan emosi akibat stercotip yang pernah dialami. Bias akibat
ketergantungan pola pikir (frame dependence) seseorang disebabkan oleh berbedanya proses
pengolahan informasi dalam pengambilan keputusan. Perbedaan dalam pola pikir dapat mengakibatkan
berbedanya substansi. Shefrin (2002) menjelaskan ketergantungan pola ( pikir ) sebagai " the arm used
to describe decision problem " Ketakutan terhadap kerugian ( loss awersion), misalnya, merupakan salah
satu contoh bagaimana pengambilan keputusan dapat bias karena pola pikir pengambil keputusan. Pola
pikir juga akan memengaruhi aspek kognitif dan emosi seseorang. Aspek kognitif berkaitan dengan cara
mengorganisir informasi, sementara aspek emosi berhubungan dengan perasaan sescorang pada saat ia
mencatat adanya informasi tersebut. Pengendalian diri(selfcontrol) berartimengendalikan emosi. Kecewa
(regret) adalah penyalahan diri sendiri secara emosional larena telah membuat keputusan yang tidak
benar. Kekecewaan tertanam dalam pola pikir dan akan menengaruhi pengamibilan keputusan
selanjutnya. Mercka cenderung tidak bersedia mengambil variasi dalam pengambilan keputusan agar
kekecewaan dapat diminimalkan. Pola pikir juga berkaitan dengan khayalan uang (money ilusion), Dalam
pola pikir ini, orang cenderung hanya memperhatikan nilai normal.

Pengambilan keputusan heuristik maupun yang didasarkan atas frame dependence sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi pengambil keputusan. Beberapa hal yang termasuk sebagai karakteristik
pribadi adalah pengalaman, motif, dan egoisme. Pengambilan keputusan yang demikian dapat
mengakibatkan terjadinya bias karena kesalahan. Sementara itu, asumsi yang digunakan dalam setiap
pengambilan keputusan adalah bahwa pemrosesan data selama pengambilan keputusan, seseorang
akan menggunakan data statistik secara benar. Diasumsikan juga bahwa dalam pengambilan keputusan,
seseorang tidak akan dipengaruhi oleh pola pikirnya frame independence). Artinya, pengambil
keputusan memandang bahwa setiap pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan objektif
tentang risiko dan imbalan. Kepentingan pribadi (self interest) boleh dijadikan dasar, tetapi bukan
egoisme.

Anda mungkin juga menyukai