Akuntansi Prilaku
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi
2016
BAB 16
A. Dilema Etika
Sering kali dilemma etika muncul dalam masalah perusahaan. Contohnya saja,
profesi auditor pastinya akan berhadapan dengan dilema etika. Dilema ettika muncul
ketika seorang auditor akan melaksanaakan kegiatan auditingnya, akan berada dalam
konflik audit. Konflik dalam audit akan berkembang apabila auditor mengungkapkan
informasi yang oleh klien tidak ingin dipublikasikan kepada umum. Konflik ini akan
menjadi sebuah dilemma etika ketika audtor diharuskan membuat keputusan yang
menyangkut independensi dan integritas dengan imbalan ekonomis yang mungkin
sudah disepakati. Karena auditor seharusnya bertanggung jawab, dengan masyarakat
dan profesinya daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan pragmatis
pribadi atau kepentingan ekonomis semata, sering kali auditor dihadapkan pada
dilemma etika dalam pengambilan keputusannya.
Dilema etika muncul sebagai konsekuensi konflik audit karean auditor berada
dalam situasi pengambilan keputusan antara yang etis dan tidak etis. Situasi tersebut
terbentuk karena dalam konflik terdapat pada pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap keputusan auditor, sehingga auditor dihadapkan kepada pilihan-pilihan
keputusan antara yang etis dan tidak etis.
a. Penalaran Moral
Penemon (1990)
Menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam
perusahaan publik. Lima puluh dua praktisi CPA dari beracam-macam posisi di
perusahaan publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi.
Penemon (1992a)
Menyelidiki pengaruh dari sosialisasi kantor akuntan publik terhadap tingkat
ethical reasoning masing-masing CPA. Studi dari sosialisasi perusahaan
sebelumnya menunjukkan bahwa manajemen lebih bisa mendorong individu yang
mempunyai pandangan organisasi umum yang sama.
Shaub (1994)
Menyelidiki perbedaan antara sampel yang terdiri atas 207 auditor dan
sampel yang terdiri atas 91 mahasiswa akuntansi senior dengan 6 variabel
demografis. Hasilnya menunjukkan bahwa usia dan pendidikan tidak secara
signifikan berhubungan dengan tingkat moral reasoning kedua sampel.
Sweeney (1995)
Memperluas garis riset dengan menyelidiki asosiasi antara faktor-faktor
demografis dan organisasional dengan tingkat moral reasoningdari auditor.
Jeffrey dab Weatherholt (1996)
Menyelidiki perbedaan pengembangan etika, komitmen profesional, dan sikap
terhadap aturan antara akuntanpada kantor akuntan publik yang termasuk kategori
6 besar dan akuntan pada perusahaan yang termasuk dalam fortune 500.
Kite, Louwer, dan Randtke (1996)
Mengkaji perbedaan dalam tingkat moral reasoningantara auditor
lingkungan, auditor internal lain, dan akuntan publik dengan asumsi bahwa
auditor dengan tingkat moral reasoning yang lebih tinggi kemungkinan akan
memilih sendiri lingkungan penugasan audit.
i. Isu independensi
Ponemo dan Gabhart (1990)
Mengkaji hubungan antara penilaian independensi auditor dengan
tingkat moral reasonin. Subjek menyelesaikan DIT dan studi kasus yang
melibatkan dilema auditor dalam hal independensi. Instrumen studi kasus
meminta subjek untuk membaca studi kasus hipotesis dan menilai strategi
independensi yang benar untuk diikuti didasarkan pada lingkungan kasus.
Windson dan Ashkanasy (1995)
Mengkaji bagaimana hubungan antara budaya organisasi,
pengembangan moral reasoning, dan kepercayaan dalam dunia
memengaruhi independensi auditor serta gaya pengambilan keputusan.
Schatzberg, Sevcik, dan Shapiro (1996)
Menguji validasi dari tiga kondisi ekonomi umum yang dianggap
penting terhadap kerusakan independensi. Hal ini menunjukkan bahwa
masing-masing kondisi tidak dianggap sebagai benar kebutuhan, dan
bahwa eksistemsi bersama dari ketiga kondisi tersebut tidak dapat
diinterpretasikan secara ketat untuk memprediksi terjadinya kerusakan
independensi.
Shaub dan Lawrence (1996)
Menyelidiki latihan skeptisme profesional auditor sebagai sebuah
alat untuk menekan perilaku klien yang mementingkan dirinya sendiri.
Mereka mendefinisikan skeptisme sebagai fungsi dari 1. Disposisi etis, 2.
Pegalaman, dan 3. Faktor-faktor situasional.
BAB 19
Implikasi Keperilakuan dari Prinsip Akuntansi yang Diterima secara Umum
a. Efek Samping
Potensi implikasi motivasional yang tidak diinginkan dari metode
arus (flow) terhadap akuntansi pajak meluas pada banyak keputusan
akuntansi dan pajak yang menciptakan perbedaan waktu antara pengakuan
pendapatan dan biaya untuk tujuan pajak dan untuk tujuan pembukuan.
Dalam banyak kasus perusahaan marginal, akuntansi yang menghasilkan
perbaikan keuntungan ini bekerja dengan baik karena manajemen
menerima beberapa metode tersebut guna memperbaiki laba, terlepas dari
implikasi penundaan pajak dan pertimbangan bisnis yang mendasarinya.
Bonus tambahan yang didasarkan pada besaran laba mengakibatkan
penerapan seluruh arus (flow) guna menunda pajak, sehingga akan
semakin sulit untuk mempertahankan penggunaan metode ini.
b. Profesi Kuat
Profesi akuntansi harus melanjutkan pekerjaannya dalam mengurangi
dorongan penyalahgunaan metode akuntansi. Selain itu, profesi akuntansi
harus mengeliminasi praktik yang tidak dapat dibenarkan oleh lingkungan
berbeda. Di luar tindakan ini, dilema yang muncul adalah :
1. Kebutuhan terhadap fungsi audit public berpengetahuan dan
independen dengan komitmen kuaat terhadap kewajaran.dalam
pelaporan perusahaan dan melindungi pihak ketiga dari salah
interpretasi atas informasi akuntansi
2. Sebuah definisi lebih jelas tentang lingkungan di mana praktik
akuntansi alternative dapat dibenarkan.
d. Kemajuan Terbaru
Selama lima tahun, terakhir dewan akuntansi telah membuat
sejumlah keputusan signifikan yang memengaruhi bias motivasional dari
prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum.
h. Pengumpulan Retroaktif.
Sebelum opini No. 10, penggabungan bisnis yang dilakukan
selama atau segera setelah penutupan periode akuntansi, tetapi sebelum
laporan keuangan bisnis boleh diterbitkan kepada pemegang saham, dapat
dimasukkan menggunakan metode poolng of interest yang terjadi pada
saat penutupan periode akuntansi. Tidak terdapat ketentuan untuk
mengungkapkan hasil operasi dan kondisi fiscal sebelum perusahaan
melakukan penggabungan. Pemegang saham tidak dapa membedakan
bagian yang menjadi laporan laba operasi dengan laporan laba akuisisi.
Praktik akuntansi ini menimbulkan dorongan kuat bagi beberapa manajer
untuk mengakuisisi perusahaan agar mencapai proyeksi tingkat laba yang
diakuisisikan sebelumnya.
Opini No 10 tidak membuang insentif akuntansi untuk akuisisi,
tetapi hal ini mengurangi kekuatan dari insentif tersebut. Opini No. 10
merekomendasikan untuk menunjukkan efek pooling terhadap tren laba
perusahaan mungkin perlu disediakan rekonsiliasi antara nilai laba
sebelumnya dengan yang dilaporkan sekarang. Efektivitas pengungkapan
tersebut masih belum diuji secara penuh.
Kemudahan perubahan yang disponsori oleh APB mengurangi
peluang bagi manajer untuk memperbaiki laba secara tersembunyi melalui
manipulasi akuntansi. Sementara APB tidak mampu menghapus kondisi
yang mendorong manajer untuk mengadopsi praktik ini untuk alasan yang
tidak sesuai, tetapi ini mengeliminasi atau mengurangi kekuatan potensial
dari metode akuntansi.
a. Menyatukan Kepentingan
Metode pembelian (purchase method) tidak popular dari umumnya
tidak mendorong para manajer untuk secara aktif melakukan akuisisi
terhadap perusahaan lebih kecil. Manajer segan menampilkan goodwill
dengan nilai besar dalam neraca walaupun tidak terdapt ketentuan untuk
mengakui asset tidak berwujud atau saldo laba, kecuali terdapat penurunan
permanen pada profitabilitas dari bisnis yang diakuisisi.
Dimulai sekitar sepuluh tahun yang lalu, metode pooling secara
lambat berkembang ke semakinn banyak merger dan sekarang ke setiao
akuisisi yang melibatkan pertukaran saham bebas pajak.
e. Pengendalian Internal
Beberapa perusahaan menggunakan prinsip-prinsip ini untuk tujuan
penyalahgunaan internal, sehingga berlawanan dengan penggunaan untuk
laporan pemegang saham. Berikut terdapat empat contoh pengendalian
internal:
1. Terdapat sangat sedikit perusahaan yang mengungkapkan
kapitalisme sewa guna usaha pada laporan keuangan
publiknya, meskipun sebagian besar dari perusahaan
tersebut menuntut manajer divisional untuk mengapitalisasi
sewa guna usaha pada laporan divisional. Karena
manajemen mengakui bahwa manajer dapat memperbaiki
tingkat pengembalian perusahaan terhadap total asset
melalui sewa guna usaha.
2. Beberapa perusahaan membolehkan manajer divide untuk
mengaptalisasi biaya penelitian dan pengembangan,
terutama karena hal ini cenderung membuat mereka keluar
dari kesulitan
3. Untuk alasan serupa sejumlah perusahaan menggunakan
depresiasi dipercepat untuk tujuan internal
4. Tampaknya, beberapa perusahaan memberi kredit pada
divisi untuk kredit pajak invetasi yang mengalir dari
investasi mereka. Alasannya, karena hal ini dapat
mendorong divisi melakukan investasi terutama untuk
mendapatkan kredit pajak.
KASUS
Kasus yang terjadi pada akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi
melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River Internasional,
Tbk.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam
yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga
ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River
yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam
membayar utang.