Anda di halaman 1dari 6

PENGERTIAN PIUTANG

Piutang merupakan bagian dari aset lancar. Aset lancar merupakan aset ye diharapkan akan direalisasi
dalam siklus aset operasi berjalan. Apabila ditinjau dae sumber terjadinya, piutang digolongkan menjadi
dua kategori, sebagai berikut

1. Piutang Usaha Piutang usaha (account receivables) meliputi piutang yang timbul karena adama
penjualan produk atau penyerahan jasa dalam rangka kegiatan usaha normal perusahaan.
Piutang ini seluruhnya dapat dimasukkan ke dalam aset lancar dengan syarat jangka waktu
penagihannya kurang dari satu tahun atau satu sids usaha normal.
2. Piutang Lain-Lain Piutang lain-lain (other receivables) timbul dari transaksi di luar kegiatan usaha
normal perusahaan. Piutang ini diharapkan akan direalisasikan dalam waktu satu tahun.

PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN

Penyajian piutang usaha dan piutang lain-lain dalam laporan keuangan harus secara terpisah dengan
menggunakan identifikasi yang jelas. Sebagai contoh, disebutkan piutang penjualan angsuran.

Piutang dalam laporan keuangan tersebut juga dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan diikuti dengan
jumlah taksiran piutang yang tidak dapat ditagih atau piutang yang diragukan.

Bentuk piutang lain-lain seperti piutang yang dijaminkan disyaratkan harus diungkapkan dalam catatan
laporan keuangan. Demikian pula diperlukan penjelasan untuk penjualan yang diikuti perjanjian untuk
dibeli kembali

AKUNTANSI ATAS PIUTANG

Perlakuan akuntansi atas piutang tetap mendasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pada
umumnya sering memberikan potongan kepada para pelanggan karena membayar tunai atau pelanggan
membeli barang dalam jumlah besar. Dalam transaksi penjualan biasanya juga terdapat syarat jual beli
yang menunjukkan unsur penjualan kredit, sebagai contoh 3/10 dan n/10. Persyaratan dimaksudkan
bahwa potongan tunai 3% diberikan apabila pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
setelah tanggal transaksi, namun kredit harus dilunasi sepenuhnya dalam 30 (tiga puluh) hari Sebagai
contoh, Tuan Abadi menjual barang yang bernilai Rp20.000.000,00 secara kredit. Dalam akuntansi
komersial, penjualan tersebut dicatat dengan ayat jurnal:

Barang yang dijual mungkin dikembalikan oleh pelanggan, dan karenanya diberikan potongan harga
(sales return dan allowance). Sebagai contoh, pelanggan Than Abadi mengembalikan barang yang
bernilai Rp10.000.000,00. Maka berdasarkan nota kredit yang dikeluarkan, jurnal yang harus dibuat
adalah:

METODE PENGHAPUSAN PIUTANG

Kemungkinan tidak semua jumlah piutang dapat ditagih. lika jumlah piutang yang tidak dapat ditagih
relatif kecil, maka perusahaan tidak membentuk cadangan/ penyisihan. Sebaliknya apabila piutang ini
jumlahnya cukup besar dan berisiko, sebaiknya perusahaan membentuk cadangan.
a. Metode penghapusan piutang yang digunakan adalah sebagai berikut Metode Penghapusan
Langsung (Direct Write-off Method)
Pada periode di mana terdapat piutang yang tidak dapat ditagih, maka pada saat itu dilakukan
pencatatan. Sebagai contoh, piutang terhadap Th. Yahya Rp25.000.000,00 tidak dapat ditagih
dan harus dihapus. Ayat jurnal yang disusun sebagai berikut.
b. Metode Penyisihan/Pencadangan (Allowance Method)
Dengan metode inl.piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih dicatat melalu ayat jurnal.
Sebagai contoh, piutang usaha Rp50.000.000,00 diperkirakan 3 % tidak dapat ditagih dan saldo
Penyisihan Piutang Tidak Tertagih Rp6.000.000,00. Ayat Jurnal yang disusun sebagal berikut.

PENYISIHAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH

Akuntansi komersial mengatur balhwa jumlah kotor piutang tetap disajikan di neraca yang dikuti dengan
penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran piutang yang tidak dapat ditagih. Pada prinsipnya,
terdapat 2 (dua) cara dalam menetapkan jumlah penyisihan plutang tidak tertagih.

1. Atas Dasar Saldo Piutang

Cara ini dilakukan dengan menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang rata-rata atau golongan
unsur piutang pada akhir periode.

Contoh:

Saldo plutang per 1 Januari 2016 sebesar Rp10,000,000,00 dan saldo plutang pe 31 Desember 2016
Sp20.000.000,00 diasumsikan penyisihannya 2%. Besarny penyisihan piutang tidak tertagih dihitung
sebagai berikut.

Apabila dasar yang digunakan adalah golongan umur piutang pada akhir periode, maka pada akhir
periode perusahaan harus membuat daftar umur piutang (anging schedule of receivable) seperti contoh
berikut.

2. Atas Dasar Saldo Penjualan

Seperti cara sebelumnya, cara ini juga dilakukan dengan menetapkan persentase tertentu terhadap
penjualan. Dasar yang digunakan dapat menggunakan penjualan kredit atau total penjualan. Sebagai
contoh, total penjualan kredit tahun 2016 Rp1.400.000,00. Persentase penyisihan yang ditetapkan
perusahaan 2% dari penjualan. Besarnya saldo penyisihan piutang tidak tertagih (2 % x
Rp140.000.000,00) Rp2.800.000,00, sedangkan biaya piutang tidak tertagih juga sama, yaitu (2% x
Rp140.000.000,00) Rp2.800.000,00. Apabila cara ini yang digunakan, maka jumlah penyisihannya sama
dengan yang dibebankan sebagai biaya.

BIAYA PIUTANG TIDAK TERTAGIH

Sebagai contoh diketahui bahwa besarnya penyisihan yang harus dibentuk pada tahun 2016 sebesar
Rp7.500.000,00. Jumlah tersebut harus tampak di laporan posisi keuangan dengan akun "Penyisihan
Piutang Tidak Tertagih". Selanjutnya untuk menentukan berapa besarnya yang dibebankan sebagai biaya,
saldo awal akun "Penyisihan Piutang Tidak Tertagih" perlu diperhatikan dahulu.

Diasumsikan saldo awalnya kredit sebesar Rp3.000.000,00 selisihnya (Rp7.500.000,00-Rp3.000.000,00) -


Rp4.500.000,00 menjadi biaya tahun yang bersangkutan dengan ayat jurnal penyesuaian sebagai berikut.

Demikian pula sebaliknya apabila saldo debit akun "Penyisihan Piutang Tidak Tertagih" sebesar
Rp1.000.000,00, maka ayat jurnal penyesuaian yang dibuat adalah sebagai berikut.

Bila dasar saldo penjualan yang digunakan, maka besarnya piutang tidak tertagih yang dibebankan sama
dengan penyisihannya, maka pembebanannya díbuat adalah ayat jurnal seperti berikut ini.

PENGHAPUSAN PIUTANG

Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih dibentuk sebagai cadangm kemungkinan rugi akibat
piutang tidak dapat ditagih. Kenyataan dalam per tertentu piutang perusahaan nyata-nyata tidak dapat
ditagih karena pailit atau se lain, maka piutang tersebut harus dihapuskan (write-off). Untuk lebih
jelasnya dapat digambarkan sebagai berikut.

Perlu diperhatikan bahwa atas penghapusan piutang telah didebit pada aku "Penyisihan Piutang Tidak
Tertagih" dan tidak pada akun "Biaya". Pembebanan ake plutang tidak dapat ditagih telah dilakukan pada
waktu pembentukan penyisihan.

Bagaimana selanjutnya apabila piutang yang telah dihapuskan ternyata debitur melunasi utangnya, maka
dapat dibuat ayat jurnal sebanyak dua kali. yaitu sebap berikut

1. Penyesuaian dengan menimbulkan kembali saldo piutang


2. Pada saat penerimaan pelunasan piutang

AKUNTANSI PAJAK

Dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur pembebanan sebagai
biaya atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau leb dikenal dengan penghapusan piutang
dengan syarat:

1. telah dibebankan sebagai biaya pada laporan laba rugi lkomersial;


2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepade Direktorat
Jenderal Pajak; dan
3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau adanya perjanjiaan
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

Pelaksanaan tersebut selanjutnya akan diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.
Masalah yang bersangkutan dengan penghapusan piutang ini sebelumnya telah diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tentang Penghapusan Piutang Tidak Tertagih
yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Dalam keputusan tersebut, yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut.

1. Piutang Tidak Tertagih yang dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak adalah Piutang Tidak Tertagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga
pembiayaan, industri, dagang, dan jasa lainnya.
2. Piutang Tidak Tertagih yang dapat dihapuskan adalah piutang usaha sesuai dengan bidang usaha
dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
3. Terdapat persyaratan dalam mengelompokkan sebagai Piutang Tidak Tertagih seperti yang telah
dimuat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Penghasilan. Persyaratan yang
diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan bersifat kumulatif, namun untuk pelaksanaan tahun
2001 mengacu pada undang-undang.
Pengaturan selanjutnya seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
105/PMK/2009 Tanggal 10 Juni 2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang
Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto yang diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 57/PMK.03/2010 yang berlaku pada tanggal Januari 2009. Dengan tetap mengacu pada
Pasal 6 ayat (1) huruf "h Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dalam penegasan bahwa
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Wajib Pajak yaitu piutang yang timbul dari
transaksi bisnis yang wajar sesuai bidang usahanya yang nyata- nyata tidak dapat ditagih
meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
Pengertian penerbitan umum atau khusus adalah sebagai berikut.
1. Penerbitan umum yaitu pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar atau majalah
atau media massa cetak yang lazinm lainnya yang berskala nasional; atau
2. penerbitan khusus yaitu pemuatan pengumuman pada:
a. penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank
Umum Nasional (PERBANAS);
b. penerbitan atau pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
c. penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan
pihak kreditur sebagai anggotanya.

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang timbul di bidang usaha bank, lembaga pembiayaan
industri, dagang dan jasa lainnya dapat dibebankan sebagai beban (biaya) dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak. Untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tidak termasuk piutang yang
berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa pembebanannya seba pengurang penghasilan bruto harus terpenuhi syarat
sebagaimana tercante dalam Pasal 6 ayat (1) huruf "h" Undang-Undang Pajak Penghasilan, tetani syarat
yang tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) huruf "h" angka "3" Undang Undang Pajak Penghasilan tidak
berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil
lainnya. Piutan debitur kecil dimaksud yaitu yang jumlahnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang telah diberikan oleh
suatu institusi bank atau lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
1) Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif
yang diberikan kepada keluarga Prasejahtera dan keluarga Sejahtera 1 yang telah menjadi
peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;
2) Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi
primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (clianneling) atau kepada Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberi kredit, untuk keperluan petani yang
tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi,
palawija, dan holtikultura;
3) Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada
masyarakat untuk pemilihan rumah sangat sederhana (RSS);
4) Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;
5) Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan modal usaha kecil lainnya
selain KUK; dan/atau
6) kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan
usaha kecil dan koperasi.

Batasan untuk debitur kecil lainnya yaitu diukur dengan jumlah yang tidak melebihi Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah). Dengan tetap mendasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan, bila terjadi
piutang yang nyata- nyata tidak dapat ditagih dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur
jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian merupakan penghasilan bagi kreditur
pada tahun pajak diterimanya pembayaran.

Praktik-praktik akuntansi komersial tetap diikuti oleh akuntansi pajak, tetapi perlu diperhatikan bahwa
dalam hal penyisihan (allowance) misalnya "Sales Return and Allowance", tidak diperkenankan untuk
tujuan pajak. Pajak lebih menekankan keadaan yang sebenarnya (nyata-rnyata) dan bukan antisipasi
melalui pembentukan cadangan/penyisihan. Demikian juga terhadap piutang yang diragukan untuk
dapat ditagih, sesuai ketentuan akuntansi komersial. jumlah putang yang diragukan tersebut akan
dihapuskan dari pembukuan dan dibebankan kepada cadangan/penyisihan. Ketentuan Pasal 9 ayat (1)
huruf c tentang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa tidak diperkenankan melakukan pembentukan
atau pemupukan dana cadangan untuk dibebankan sebagai biaya. Namun, ada pengecualian yang
memperkenankan pembentukan atau pemupukan dana cadangan pembentukan, seperti:

1. cadangan piutang tidak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa dengan hak opsi, perubahan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang:
2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan
penyelenggaraan jaminan sosial;
3. cadangan penjaminan untuk lembaga penjaminan simpanan:
4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
5. cadangan biaya penanaman kembali untuk kehutanan;
6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan Tempat Pembuangan Limbah Industri untuk usaha
pembuangan limbah industri.

Ketentuan pengecualian pada butir1 sampai dengan butir 6 dan syarat-syaratnya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PEMBENTUKAN CADANGAN PIUTANG TIDAK TERTAGIH USAHA BANK

Sesuai Keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK.01/1998 Tanggal 14 April 1998 tentang perubahan
Keputusan Menteri Keuangan No. 80/KMK.04/1995 tentang Besarnya Dana Cadangan yang Boleh
Dikenakan sebagai Biaya yang Menyatakan bahwa Bank dapat Membentuk Dana Cadangan Piutang Tidak
Tertagih. Besarnya dana cadangan piutang tidak tertagih yang diperkenankan untuk dibebankan sebagai
biaya usaha bank tersebut adalah:

1. 5% dari kredit yang digolongkan perhatian khusus


2. 15% dari kredit yang digolongkan kurang lancar
3. 50 % dari kredit yang digolongkan diragukan;
4. 100 % dari kredit yang digolongkan macet

Penggolongan tersebut telah sesuai dengan yang digariskan dalam Lampiran Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 Masing-masing setelah dikurangkan dengan
nilai agunan tunai. Agunan tunai dimaksud adalah agunan berupa giro, deposito, atau tabungan yang
diblokir oleh bank.

Pembentukan cadangan dan perhitungannya harus diaudit oleh kantor akuntan publik yang menyatakan
perhitungan dana cadangan piutang tidak tertagih tersebut dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku
dan telah diperhitungkan ke laba rugi komersial.

Kerugian sebenarnya yang disebabkan oleh piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan ke
akun Cadangan/Penyisihan Piutang Tidak Tertagih dengan ayat jurnal sebagai berikut.

Dalam hal cadangan piutang tidak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian,
maka kelebihan cadangan diperhitungkan sebagai penghasilan.

Demikian pula sebaliknya apabila cadangan tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan
sebagai kerugian.

Masalah pembentukan dana Cadangan Penghapusan Piutang Ragu-Ragu atas Surat Berharga Pasar Uang
(SBPU) yang telah diatur dalam SE-22/PJ42/1990 menjadi tidak berlaku. Dengan demikian, SBPU yang
tidak di-endors oleh Bank Indonesia tidak termasuk pengertian kredit, karena itu tidak diperkenankan
membentuk cadangan.

Perubahan berkali-kali dilakukan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 68/KMK.04/1999 diadakan
perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan No. 80/KMK.04/1995 yang telah pula dilakukan
perubahan dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 235/KMK.01/1998.

Anda mungkin juga menyukai