Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

AKUNTANSI FORENSIK

“Penyebab dan Resiko Fraud”

Dosen Pengampu: Isnaini Anniswati Rosyida,SE, M.Pd

Oleh :

Rizkiya Ananda B Y 17041007

Saidatul Chorisa 17041014

Cindy Oktavianti 17041020

Vena Lian Rosita Indah Sari 17041025

FAKULTAS EKONOMI / AKUNTANSI

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya. Kami bisa menyusun dan
menyajikan Makalah ini  yang berisi tentang “Penyebab dan resiko fraud”
sebagai tugas kuliah. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu hingga makalah ini selesai dibuat.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu, penulis
mengharapkan keritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan
makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau
tugas-tugas selanjutnya.

Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI Halaman

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

1. Latar Belakang...................................................................................... 4
2. Rumusan Masalah................................................................................. 5
3. Tujuan................................................................................................... 5

BAB II: PEMBAHASAN

1. Penyebab dan resiko fraud..................................................................... 6


2. Faktor resiko fraud................................................................................. 21

BAB III: PENUTUP

1. Kesimpulan .......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

Lamongan ,7 Maret 2020

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua organisasi, apapun jenis (organisasi nirlaba, atas nama pemerintah
dan Negara, perusahaan)  dan skala operasinya (besar, menengah atau kecil)
memiliki risiko mengalami fraud yang berdampak cukup fatal, seperti misalnya
hancurnya reputasi organisasi, kerugian organisisasi, kerugian keuangan Negara,
rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak lainnya. Maraknya berita
mengenai investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud di dalam perusahaan
dan juga pengelolaan keuangan negara menandakan bahwa fraud telah menjadi
masalah serius dalam masyarakat dan perlu segera dibenahi dan diatasi oleh
organisasi dengan didukung oleh regulasi pemerintah.Walaupun saat ini sorotan
utama sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi
terhadap pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku
tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.

Dari sisi pemerintah. pelaku bisnis, dan masyarakat awam sekalipun, fraud
telah dipahami dapat merugikan keuangan negara, keuangan perusahaan, dan
merusak sendi-sendi budaya masyarakat. Namun umumnya pimpinan suatu
instansi/organisasi seringkali merasa bahwa organisasinya termasuk di dalam
lingkungan yang terbebas dari risiko fraud Kenyataanya fraud terdapat di tiap lini
organisasi, mulai dari jajaran manajemen atau pimpinan puncak, sampai kepada
jajaran depan atau pelaksana. Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh
seorang Pegawai yang tampak jujur sekalipun.

Bila disimak lebih dalam, terdapat fenomena spesifik terkait dengan pelaku
fraud. yaitu oleh pegawai pria, pegawai yang sudah menikah, berperndidikan
relatif tinggi, dan usia yang lebih tua. Pengamatan tersebut sejalan dengan Hall
(2001:139) yang mengklasifikasikan pelaku fraud berdasarkan posisi dalam
organisasi. pendidikan, gender, status perkawinan dan usia pernyataan mendasar
atas fenomena tersebut adalah apa penyebab terjadinya fraud, dan bagaimana
deskripsi yang menjelaskan keterkaitan faktor-faktor pemicu dengan risiko
terjadinya fraud. Bab membahas mengenai teori-teori penyebab fraud.

B. Rumusan masalah
1. Apa sajakah penyebab dan resiko fraud?
2. Apa sajakah faktor penyebab fraud?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa sajah yang menyebabkan fraud
2. Memahami faktor- faktor penyebab fraud
BAB II

PEMBAHASAN

A. Segitiga Fraud (Fraud Triangle)

Konsep  fraud triangle saat ini digunakan secara luas dalam praktik
akuntan publik pada Statement of Auditing Standard (SAS) No. 99,
Consideration Of Fraud In A Financial Statment Audit, yang menggantikan
SAS No.82. Konsep ini bertumpu pada riset Donald Cressey (1953) yang
menyimpulkan bahwa fraud triangle terdiri sari 3 sifat umum fraud triangle
terdiri dari tiga kondisi yang umumnya hadir pada saat fraud terjadi.

a. Insentif atau tekanan untuk melakukan fraud (Pressure)

b. Peluang atau kesempatan untuk melakukan fraud (Opportunity)

c. Dalih untuk membenarkan tindakan fraud (Rationanalization)

Cressey tertarik pada embezzlers yang disebutnya “trust violator”atau


“pelanggar kepercayaan”, yakni mereka yang melanggar kepercayaan atau
amanat yang dititipkan kepada mereka. Creassy secara khusus tertarik kepada
hal-hal yang menyebabkan mereka menyerah kepada godaan. Karena alasan
itu dalam penelitiannya, ia tidak menyertakan mereka yang memang mencari
pekerjaan dengan tujuan untuk mencuri.Dalam perkembangan selanjutnya
hipotesa ini lebih dikenal sebagai Fraud Triangle atau Segitiga Fraud. Tiga 
faktor tersebut digambarkan sebagai Segitiga Fraud (Fraud Triangle) sebagai
berikut.
a) Incentive/pressure

Sisi pertama dari segitiga diberi judul pressure yang merupakan percevied
non-shareable financial need. Pressure adalah dorongan orang untuk
melakukan fraud. Pada umumnya tekanan muncul karena kebutuhan atau
masalah finansial, tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.
Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan
(pressure) kebutuhan keuangan yang mendesak yang menghimpitnya yang
tidak dapat diceritakan kepada orang lain. Konsep yang penting di sini adalah
tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang). padahal ia
tidak bisa berbagi (sharing) dengan orang lain Setidak-tidaknya, itulah yang
dirasaknnya. Konsep ini disebut perceived non-shareable financial need. Dari
penelitiannya, Cressey juga menemukan bahwa non-shareable problems yang
dihadapi orang-orang yang diwawancarainya timbul dari situasi yang dapat
dibagi dalam enam kelompok:

 Violation Of Ascribed Obligation


 Problems Resulting From Personal Failure
 Business Reversals
 Physical Isolation
 Status Gaining
 Empleyer-Employee Relations

Violation of ascribed obligation

suatu kedudukan atau jabatan dengan tanggung jawab keuangan, membawa 


konsekuensi tertentu bagi yang bersangkutan dan juga menjadi harapan atasan
atau majikannya. Di samping harus jujur. Ia dianggap perlu memiliki perilaku
tertentu. Orang dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan
seperti berjudi, mabuk, menggunakan narkoba dan perbuatan lain yang
merendahkan martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang
dipercayakan kepadanya, ini adalah ascribed obligation baginya Kalau ia
menghadapi situasi yang melanggar kewajiban yang terkait dengan
jambatannya, ia merasa masalah yang dihadapinya tidak dapat
diungkapkannya kepada orang lain.

Problems resulting from personal failure

Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan yang dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai
kesalahannya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi
tanggungjawab pribadinya. la takut kehilangan statusnya sebagai orang yang
dipercaya (dalam bidang keuangan), karena itu ia takut mengakui
kegagalannya, sekalipun kepada orang-orang yang sesungguhnya dapat
membantunya, dan ia memilih untuk mencuri Kehormatan pada diri sendiri
menjadi awal kejatuhannya

Business reversals

Cressey menyimpulkan bahwa kegagalan bisnis merupakan kelompok situasi


yang juga mengarah kepada non-shareable problem. Masalah ini berbeda dari
kegagalan pribadi yang dijelaskan di atas, karena pelakunya merasa bahwa
kegagalan itu berada di luar dirinya atau di luar kendalinya. Dalam
persepsinya, kegagalan itu karena inflasi yang tinggi, atau krisis
moneter/ekonomi, tingkat bunga yang tinggi, dan lain-lain.

Physical isolation

Secara bebas, situasi ini dapat diterjemahkan sebagai keterpurukan dalam


kesendirian. Dalam Situasi ini, orang itu bukan tidak mau berbagi keluhan
dengan orang lain. Ia tidak mempunyai orang lain tempat ia berkeluh dan
mengungkapkan masalahnya.

Status gaining

Situasi kelima ini tidak lain dari kebiasaan (buruk) untuk tidak mau kalah
dengan "tetangga". Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus punya seperti
itu atau lebih dari itu. Orang lain Purya jabatan tertentu, ia juga harus punya
jabatan seperti itu atau lebih baik darı itu.

Employer-employee relations

Cressey menjelaskan bahwa umumnya situasi keenam ini mencerminkan


kekesalan (atau kebencian) seorang pegawai yang menduduki jabatan yang
dipegangnya sekarang, tetapi pada saat yang sama ia merasa tidak ada pilihan
baginya, yakni ia harus tetap menjalankan apa yang dikerjakannya  sekarang.
Kekesalan itu bisa terjadi karena ia merasà gaji atau imbalan lainnya tidak
layak dengan pekerjaan atau kedudukannya, atau ia merasa beban
pekerjaannya teramat banyak, atau ia merasa kurang mendapat penghargaan
batiniah (pujian)

 tekanan dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

1. Masalah keuangan seperti gaya hidup melebihi kemampuan dan


penghasilan, boros atau konsumtif (besar pasak dari pada tiang)
sehingga terbelit utang dan membutahkan uang yang segera.
2. Terlbat perbuatan kejahatan atau tidak sesuai dengan norma seperti
selingkuh, judi, narkoba, mabuk atau kehidupan malam
3. Tekanan yang berhubungan dengan Pekerjaan misalnya kinerja yang
buruk, target yang tidak realistis, sudah bekerja dengan baik tetapi
kurang mendapat penghargaan.
4. Tekanan-tekanan yang lain seperti tekanan dari lingkungan keluarga
atau kebutuhan tak terduga (anggota keluarga sakit) atau penghasilan
memang tidak mencukupi menutup kebutuhan dasar. Seringkali kita
dengar anggapan masyarakat bahwa jika sudah lama bekerja di tempat
basah di instansi pemerintah namun tidak juga kaya maka ibarat tikus
mati di lumbung dan justru dianggap aneh saat int. Sebaliknya jika
kaya dianggap normal atau seharusnya demikian.

b) Opportunity

Opportunity adalah peluang yang memungkinkan terjadinya fraud Para


pelaku fraud percaya bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi. Pada
dasarnya ada dua faktor yang dapat meningkatkan adanya peluang atau
kesempatan seseorang berbuat fraud yaitu

Sistem pengendalian intern yang lemah, misal kurang atau tidak ada audit
trail (jejak audit) sehingga tak dapat dilakukan penelusuran, ketidakcukupan
dan ketidakefektifan aktivitas pengendalian pada area proses bisnis yang
berisiko, sistem dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) tidak
mengimbangi kompleksitas organisasi, kebijakan dan prosedur SDM yang
kurang kondusif. Termasuk ketidakefektifan pengendalian adalah adanya
kepercayaan berlebih yang diterima pelaku fraud dari atasan atau pemilik
perusahaan atau atasan tidak disiplin menjalankan pengawasan.

Tata kelola organisasi buruk seperti tidak ada komitmen yang tin8gi dan
suri tauladan yang baik dari lapisan manajemen, sikap manajemen yang lalai,
apatis, atau acuh tak acuh dan gagal mendisiplinkan atau memberikan sanksi
pada pelaku fraud atau pembiaran terhadap pelaku tidak etis atau fraud, tidak
mampu menilai kualitas kinerja karena tidak punya alat atau kriteria
pengukurannya, pengawasan dewan komisaris dan komite audit tidak berjalan
semestinya atau tidak independensi dan objektif, kode etik, regulasi, standar
prosedur internal ada namun hanya hiasan.

Dari tiga elemen fraud triangle, kesempatan mengendalikan fraud terbesar


adalah opportunity Organisasi seharusnya peduli dan serius serta mampu
untuk membangun sebuah proses. prosedur dan kontrol serta tata kelola yang
membuat semua personil dalam organisasi tidak memiliki kesempatan
melakukan fraud dan yang efektif dapat mendeteksi fraud jika hal itu terjadi.
Namun, opportunity sangat berkaitan dengan integritas seseorang Jika
Karyawan dalam perusahaan memiliki integritas yang rendah dan perusahaan
tidak menerapkan Pengendalian intern yang kuat sehingga memunculkan
kesempatan melakukan fraud maka resiko  terjadinya fraud dalam perusahaan
tersebut akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. 

c) Rationalization

Rationalization terjadi karena seseorang mencari pembenaran atas


akifitasnya yang mengandung fraud. Para pelaku fraud meyakini atau merasa
bahwa tindakannya bukan merupakan suatu fraud tetapi adalah sesuatu yang
memang merupakan haknya, bahkan kadang pelaku merasa telah berjasa
karena telah berbuat banyak untuk organisasi. Dalam beberapa Kasus lainnya
terdapat pula kondisi dimana pelaku tergoda untuk melakukan fraud karena
merasa rekan kerjanya juga melakukan hal yang sama dan  tidak menerima
sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Rasionalitas merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur
Bagi mereka yang terbiasa tidak jujur. Mungkin lebih mudah untuk
merasionalisasi fraud Bagi mereka dengan standar moral yang lebih tinggi, itu
mungkin tidak begitu mudah. Pelaku fraud selalu mencari pembenaran secara
rasional untuk membenarkan perbuatannya. Contoh Bila saya melakukan
fraud, perusahaan tidak akan bangkrut karena uang yang saya pakai tidak
seberapa, saya melakukan fraud karena saya mengikuti teman dan atasan Saya
hanya berniat meminjam uang perusahaan sebentar dan nanti akan
dikembalikan, saya melakukan fraud karena perusahaan telah menzalimi saya
dengan merekrut orang baru dengan jabatan dan gaji lebih besar dari pada
saya.

Berlian fraud (Diamond Theory)

Banyak penelitian menunjukkan bahwa terjadinya fraud kemungkinan


dikarenakan terjadi ketika seseorang memiliki insentif (tekanan) untuk melakukan
fraud. Kontrol, tata kelola atau pengawasan lemah memberikan kesempatan bagi
orang untuk melakukan fraud dan orang tersebut merasionalisasi perilaku fraud-
nya. Ada cara lain yang disebut Diamond Fraud untuk meningkatkan pencegahan
dan deteksi fraud dengan mempertimbangkan elemen keempat selain menangani
peluang atau insentif (tekanan). kesempatan, dan rasionalisasi, yaitu
mempertimbangkan kemampuan individu (capability)

Menurut David T Wolfe dan Dana Hermanson, banyak fraud, terutama yang
bernilai milyaran tidak akan terjadi tanpa keberadaan orang yang tepat dengan
kemampuan yang tepat. Peluang membuka pintu untuk fraud, tekanan dan
rasionalisasi dapat menarik orang melakukan fraud Tapi orang tersebut harus
memiliki kemampuan untuk mengenali peluang sebagai sebuah kesempatan dan
mengambil keuntungan tersebut Menurut diamond theory terdapat 4 elemen
penyebab fraud sebagai berikut

1. Insentif: memiliki kebutuhan atau dorongan untuk melakukan fraud,


2. Peluang: ada kelemahan dalam sistem yang dapat dimanfaatkan,
3. Rasionalisasi: fraud yang dilakukan sebanding dengan risikonya,
4. Kemampuan: memiliki sifat dan kemampuan yang dperlukan untuk
menjadi orang yang tepat untuk melakukan fraud

GONE Theory 

Teori lain tentang penyebab fraud dikenal dengan teori GONE oleh jack
Bologna . teori ini menggabarkan empat faktor pendorong seseorang melakukan
faud, yaitu:

a) Greed (kserakahan)
b) Opportunity (kesempatan)
c) Need  (kebutuhan)
d) Exposure (pengungkapan)

Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang brhubungan dengan individu
pelaku fraud (disebut juga faktor individual). Keserakahan dan kebutunga
merukan hal yang bersifat sangat personal sehingga sulit sekali dapat dihilangkan.
Sedangkan faktor opportunity dan exposure merupaka faktor yang berhubungan
dengan organisasi sebagai orban perbuatan fraud (disebut juga faktor
generik/umum)

1. Faktor generik

Kesempatan (opportunity) untuk melakukan fraud tergantung pada


kedudukan pelaku terhadap objek fraud. Kesempatan untuk melakukan fraud
selalu ada pada setiap kedudukan. Namum, da yang mempunyai ksempetan
besar dan ada yang kecil. Secara umuum manajem suatu organisai/ perusahaan
mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan fraud daripada
karyawan.

2. Faktor individu

Salah satu aspek  adalh moral yang sangat rendah karena berhubungan
dengan kesrakahan (greed). Disebut moral ynag sangat rendah karena serakah
bertalikan dengan oerbuatan fraud ynag pasti dilakukan sesudah berulangkali
sehingga dianggap hal bisa dan bukan merupakan sustu pebuatan yang slah
sertasudah melampaui batas kebutuhan dasar manusia sesuai lapis pertama
kebutuuhan manusia teori Abraham Maslow.

Aspek yang lain adalah motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan (need)
yang mendorong pikran dan keperluan pegai / pejabat yang memiliki akses dan
otoritas terhadap aset yang dimiliki perusahaan/ instansi/ organsasi tempat ia
bekerja. Dalam hal orang tersebut merasa tertekan oleh kebutuhannya maka ia
dapat tertorong untuk melkukan fraud. Permaslahannya adalah smpsai lapid yang
mana kebutuhan harus dipenuhi pelaku fraud. Selain itu tekanan  yag dihadapi
dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk
mrlalkukan fraud. Pabila pelaku dan sesusi dengan sifat manusia dan hukum
ekonomi bahwa needs adalah tidak terbatas dan apalagi faktor generik sangat
lemah maka aawalnya adlah alasan kebutuhan namun akan menjadi keserakahan.
Lionel Robbins mengatakan bhawa seperti contoh orang yang sudah meliliki
rumah tidak merasa cukup dengan sati rumah, misalnya rumah untuk investai atau
untuk anak-anaknya.

MCP Theory

Teori MCP merupakan singkata dari tiga faktor yang sangat dianggap dapat
mendukung atau memicu terjadinya frund dalam orgaisasi teory MCP terdiri dari:

1. Motives (motifasi dan motif yang mendorong seseorang melakuakn froud)


2. Capabilities (kemampuan yang diiliki seseorang yang memungkinkan
melakukan fraud)
3. Possibility Exposure (kemungkinan tindakan fraud akan terungkap atau
diketahui oleh pihak berwenang dan mendapat sanksi

Motives

Motif menggabarkan dorongan, kebuutuhan atau alasan sesorang yang


meneybabkan melakukan suatu kejahatan. Motif pada fraud kadang-kadang terkait
dengna takanan, yang biasanya berbentuk pendorong untuk memperoleh
penghasilan tambahan yang tidak sah. Suatu kesulitan bagi organisasi untuk
mengelola motif karyawan untuk melakukan fraud jika motif tersebut berupa
suatu tekanan yang dihadapi karyawan yang berasal dari eksternal organisasi.
Namun demikian, Organisasi dapat menyediakan program konseling bagi
karyawan yang berbeda dibawah tekanan sebelum mereka bertinadak fraud
sebagai satu-satunya alternarif untuk penyelesaian tersebut. ada 4 motif kejahatan
yaitu:

1. Economic
2. Egocentric
3. Psychosis
4. Igeological

Capability

Farud akan terlaksana apabila pelaku mamiliki kemamouan unyuk melakukan


tindakan penyimpangan, misalnya keahlian teknologi yang memudahkan pelaku
untuk memalsukan odokumen. Seorang pelaku fraud yang memiliki kemapuan
biasana memiliki sifat persuasif atau dalat dengan budah membujuk orang lain
untuk ikut terlibat. Dapat berhubungan secara efektif dan konsiaten dan mampu
mengelola stres dengan baik untuk menhadiri tekanan investigasi.

Possibility of Exposure

Salah satu penyebab terjadinya fraud dalam perusahaan adalah adanya


kesempatan atau opportunity yang terbuka bagi karyawan untuk melakukan fraud.
Hal ini dapat diatasi jika perusahaan memiliki pengendalian inter yang bak,
shasing informasi atau komunikasi yang baik antara direksi dengan manajemen,
baik mengenal standar operasu maupun budaya perusahaan.

Albrecht “POI” Theory & Fraud Scale

Albrecht terhadap sumber data untuk menusun daftar legkap variabel tekanan,
peluang dan intergiritas ke dalam dua kategori yakni karakteristik pelaku
dankarakteristik lingkungan organisasional. Sepuluh faktor yang paling tinggi dari
karakteristik personal adalah:

1. Kehidupan (gaya hidup) melebihi kemampuannya


2. Keinginan yang meluap-luap untuk kepentingan pribadi
3. Terjerat utang yang besar
4. Hubungan yang dekat dengan nasabah/pelanggan
5. Merasa imbalan yang diterima tidak sepadan dengan tanggung
jawabnya
6. Sikap seperti pelanggan yang liar
7. Tantangan yang kuat untuk menaklukan atau menyiasati sistem
8. Kebiasaan/ kecanduang berjuadi yang berlebihan
9. Tidak ada pengakuan untuk kinerja kerjanya.
10. Tekanan dari pasngan tau keluraga yang berlebihan

Sedangkan faktor yang paling tinggi dan karakteristik osganisani adalah:

1. Terlalu berlebihan memberi kepercayaan kepada pegawai kunci


2. Ketiadaan prosedur yang tepat pada otorisasi transaksi
3. Ketiadaan pelaporan penghasilan dan harta kekayaan
4. Tidak ada pemisah antara otorisasi transaksi dan penyimpangan aset
5. Ketiadaan pengecekan independen atas kineja yang dilaporkan 
6. Ketidakcukupan atensi/ perhatian pada hal yang detil
7. Tidak ada pemisah antara penyimpangan aset dan pencatatan aset
8. Tidak ada pemisahan tugas diantara fungsi akuntansi
9. Ketidakjelasan garis/ lini otorisasi dan pertanggungjawaban
10. Jarang diaudit oleh audit intern

Studi richard c.holinger & jhon p.clark

Pada tahun 1983 holinger-clark melakukan study (surfey) terhadap 10.000


pekerja. Hasil studynya dibukukan dengan judul “thefe by employed” dengan
hasil yang agak berbeda dengan Cressey. Penyebab pegawai mencuri utamanya
adalaha kinerja kondisi tempat kerja dan iaya fraud yang sebenarnya adalah tiadak
apa adanya atau terlalu rendah dilaporkan. Hollinger-Clark mengemnagkan lila
hipotesisi penyebab pencurian oleh pegawai (thefy by employees) sebagai berikut:

 Yekanan ekonomi dari eksternal pelaku seperti halnya non-sharcable


financial problem menurut cresey.
 Pegawai khususnya pegawai yang masih mudah bukanlah pekerja
keras dan jujur seperti pegawai masa lalu.
 Setiap pegawai akan berupaya mencuri dari pemberi kerja dengan
asusmsi pegawai memiliki metalitas serakah dan tidak jujur.
 Pencuri utaamanya disebabkan ketidakpuasan kerja.
 Pencuru terjadi karena struktur organisai formal dan informal yang
menyebar (broadly shared formal and informal organization
stucture)yaitu sepanjang waktu normal yang baik atau yang buruk di
dalam kelompok menjadi standar pelaku 

Melakukan fraud seperti gaya hidup berlebihan, Sifat serakah, kebiasaan


buruk, tekanan keluarga,dan lain-lain.selain itu, ada pula fakror umum seperti
lemahnya pengendalian internal perusahaan yang memberi kesempatan bagi
karyawan yang memiliko kemampuan untuk melakukan fraud karena
kemungkinan pengetahuan yang kecil. Terakhir adalah rasionalisasi atau pola
pikir karyawan yang merasa bahwa tindakan yang dilakukan bukan merupakan
fraud melainkan hal yang wajar atau sebagai balas Budi atas kerja karyawan
tersebut.

Kriminologi dan Viktimologi untuk Memenuhi sebab Terjadinya Fraud

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mrmpelajari atau mencari


sebab musabab kejahatan. Sebab-sebab terjadinya kejahatan. Akibat-akibat yang
ditimbulkan dari kejahatan untuk Menjawab mengapa seseorang melakukan
kejahatan. Memahami dan menganalisis prilaku manusia dan mengapa ada orang
mematuhi hukum menjelaskan mengapa beberapa orang terlibat fraud. Ada
beberapa teori kriminologi yang mencoba menjelaskan mengapa seseorang
melakukan kejahatan. pemikiran teoritik  kriminologi dapat dibagi secara garis
besar yaitu:

a. Mazhab klasik dengan pelopornya Casare Bonesana Becceria (1738-94)


dan Jeremy Bentham, dimodifikasi oleh mazhab Neo-klasik melalui Code
Panel Prancis 1819. Kriminologi klasik lendasarkan diri pada prinsip
filosofis utilitarianisme yang memiliki akar bahwa manusia adalah rasional
dan perhitungan sehingga melakukan segala sesuatunya untuk
menghasilkan kenikmatan dan cenderung menghindari segala sesuatu yang
menyakitinya.
b. Mazhab posotivis dengan pelopornya adalah Casare Lombroso  (1835-
1909) yang merupakan seorang dokter, dianggap sebagai awal pemikiran
ilmiah kriminologi tentang sebab musabab kejahatan. Lombroso
mengusung teori biologis. Menurut lombroso, pelaku kriminal dilahirkan,
orang yang memiliki ciri-ciri leluhurnya. Mazhab ini berkeyakinan bahwa
prilaku manusia disebabkan atau ditentukan sebagian oleh faktor-faktor
atau ciri-ciri biologis. teori biologis berkembang saat ini malalui buku The
Bell Curve, Richard Hernsteindan Charles Murray meneliti genetika
kejahatan. Mereka Berargumen kecerdasan yang rendah dan kriminal
saling berhubungan  dan Kecerdasan IQ adalah keturunan. Namun mazhab
positif sebagian besar sebab kejahatan merupakan lencerminan
karakteristik dunia sosial kultural dimana manusia hidup. Dalam teori ini
bahwa kejahatan yang dilakukan oleh seseorang bisa disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh baik dari dalam maupun dari luar sehingga para pelaku
kejahatan tidak dapat hanya dipidana saja, akan tetapi harus dilakukan
dengan menyelesaikan penyebab (kausa) nya terlebih dahulu. Jadi dalam
teori ini kita harus bisa mencari mengapa seseorang melakukan kejahatan.
c. Mazhab kritikal menurut mishab ini tidak penting apakah manusia bebas
memilih perilakunya (mashab klasik) atau manusia terikat biologis (fisik)
sosial kultural. Menurut mereka jumlah perbuatan pidana atau kejahatan
yang terjadi maupun karakteristik para pelakunya ditentukan terutama oleh
bagaimana hukum pidana itu  dirumuskam dan dilaksanakan. Dalam
mazhab ini yang menentukan baik atau buruk adalah siapa yang berkuasa
pada saat itu segala peraturan adalah dari orang yang berkuasa pada saat
itu.

Perkembangan kriminologi kodern telah memperhatikan juga korban


kejahatan di sampin fokusnya yang pertama adalah pelaku kejahatan. Ilmu yang
mempelajari korban suatu detik (korban kejahatan) adalah viktimonologi.
Perhatian penegak hukum (poliso dan penuntut umum) di indonesia juga mulai
diarahkan pada viktimklogi, namun persepsinya masih keliru. Bagaimana
sebaiknya melihat masalah korban? Gagasan pertama untuk penyelenggaraan
simposium tentang korban datang setelah kongres ke-6 International Society Of
Criminology (madrid 1970) dengan simposium pertama ini maka Viktimologi
telah diberi suatu pengakuan intermasional  sebagai suatu fokus penelitian kusus
dalam kriminologi.
Viktimologi merupakan bidang  spesialisasi dalam kriminologi. Viktimologi
memiliki hal paralel dengan kriminologi. Kriminologi bertanya mengapa orang
tertentu melanggar hukum dan orang lainya tidak. Viktimolog bertanya mengapa
beberapa indjvidu, rumah tangga dan organisasi menjadi korban sedangkan yang
lainya tidak. Kriminologi melihat kadang-kadang banyak orang melanggar
hukum, kadang-kadang mematuhi hukum; hanya sedikit orang yang menjadi
penjahat. Viktimolog menyadari bahwa setiap orang dapat kurang beruntung
berada ditempar dan waktu yang salah tetapi heran mengapa ada orang yang
sering menjadi korban . Kriminolog mengkaji bagaimana kondisi sosial, ekonomi,
dan politik memicu tindakan kriminal. Viktimolog mengkaji sifat orang, faktor
sosial, dan Budaya yang memaksa seseorang untuk mengambil risiko dan
membahayakan hidupnya. Kriminolog dan viktimolog memiliki metode
pengumpulan dan penginterpretasi data. Kriminolog mengumpulkan dan
menganalisa informasi tentang individu yang melakukan tindakan ilegal, seperti
umur dan latar belakang. Viktimolog melihat statistik tentang umur dan latar
belakang sosial orang-orang yang menjadi korban tindakan ilegal. Kriminolog
menerapkan temuan mereka untuk membuat strategi pencegahan kejahatan;
kriminolog menggunakan pola dan trend untuk mengembangkan dan menguji
taktik mengurangi risiko.
Merujuk fenomena Korulsi saat ini, ada beberapa kesulitan melekat di mazhab
klasik. Pertama, banyak pelaku/calon pelaku tidak pernah berhenti mengkalkulasi
untung rugi melanggar ketentuan sebelum melakukan fraud. Kedua, dampak
sanksi bagi setiap orang berbeda, ada yang merasa ngeri/ takut dipenjara tetapi ada
juga yang tidak ngeri. Ketiga, sangat sulit mengetahui apakah sanksi yang berat
akan terwujut pada prilaku sebab kebanyakan pelaku hanya takut terdeteksi atau
tertangkap bukan takut sanksi. Kendala madzab klasik ini sesuai dengan fenomena
saat ini dimana korupsi atau fraud tidak pernah hilang atau berkurang malah
semakin kompleks dan tetap signifikan.

Kriminologi  : Teori Aktivitas Rutin.


Routine Activities Theory adalah Variasi dari mazhab klasik yang
mengacu pada mptivasi melakukan fraud dan pasokan pelaku yang konstan.
Selalu ada sejumlah tertentu orang yang termotivasi dengan keserakahan, hawa
nafsu, dan kekuatan lain yang mendorong melakukan fraud, faktor penentu
terjadinya kejahatan yang merugikan ini adalah :
1. Adanya /tersedianya Target potensial , orang atau organisasi, yang
sesuai (dapat dilakukam perbuatan fraud)
2. Ketiadaan penjaga atau pengawas Yang andal sepwrti Audit intern,
CCTV, penjaga keamanan, dan lain-lain
3. Adanya pelaku yang termotivasi seperti pelaku  yang tidak bahagia,
pelaku yang mengalami masalah keuangan, dan lain-lain.
Kriminologi : Teori Psikologi
Psychological theory berakar dari psikologi yang didasarkan pandangan
bahwa perilaku kriminal adalah produk proses mental paikologis. Ide psikoanalitis
dari Sigmaund Freud  fokus pada pengembangan pribadi dan Motivasi bawah
sadar sejak dini (anak-anak). Fraud Mengidentifikasi 3 Bagian syruktur
kepribadian yaitu : the Id ( dorongan untuk seks, makan, dan kebutuhan lain guna
mempertahankan hidul), the superego ( kesadaran hati yang berkembang ketika
nilai yang dipelajari masuk ke dalam perilaku) dan the ego ( “ Saya” atau hasil
interaksi antara apa yang dimau orang lain dengan kesadaran hati yang
dimilikinya untuk memenuhi kemauan orang lain). Teori kognitif menekankan 
ketidakcukupan pengembangan moral dan intelektual sebagai akar perbuatan
kriminal. Teori Integratif dari James Q. Wilson dan Richard J. Hernstein dalam
Bukunya Crime and Human Nature yang memadukan teori pilihan, teori biologis,
dan teori psikologikal mengatakan perbuatan krimimal adalah pilihan
(rasionalitas) yang dipengaruhi unsur biologis dan psikologikal. Kedua peneliti
juga mengeplorasi adanya faktir sosial seperti sekolah,keluarga, dan keanggotaan
Gengster. Teori psikologikal yang lain adalah teori pengkondisian. (Condotioning
Theory) dari H.J Eysenck. Ia berargumen kegagalan seseorang memasukan
catatan yang memuaskan dari masyarakat merepresentasikan penjelasan utama
mengenai prilaku kriminal yang berikutnya. Menurutnya orang yang ekstrovert
lebih sulit untuk dikondisikan  (dilatih) daripada yang introvery sehingga orang
yang ekstrovet lebkh banyak masalah daripada yang introvert.
Kriminologi : Teori Struktur sosial
Teori ink konsentrasi pada macam-macam kehidupan masyarakat yang
menghasilkan kriminalitas tertentu. Mengapa kriminal sangat rendah dijepang
tetapi sangat tinggi di Amerika serikat? Mengapa tingkat pembunuhan diAmerika
Latin tinggi sementara diinggris relatif rendah? Menurut teori social scructure
kekuatan dimasyarakat  berpenghasilan rendah menekan mereka kedalam Prilaku
kriminal. Teori ketegangan (strain theory), bagian dari struktur sosial memandang
perbuatan kriminal sebagai hasil langsung dari frustasi dan kemarahan orang yang
mengalami ketidakmampuan mencapai hasrat keberhasilan sosial dan finansial.
Teori Anomie yang dibuat oleh Rkbert Merton yang Merupakan strain Theory
yang terbaik menyatakan kesenjangan antara orang yang didoktrinasi mengenai
hasrat dan cara memenuhi hasratnya merupakan titik pojok untuk menjelaskan
mengapa terjadi perbuatan kriminal. Bagi Merton, anomie di Amerika Serikat
dicirikan dengan kekuatan yang berlebihan untuk memprroleh benda dan status
sosial dan fakta dimasyarakat adalah pentingnya status sosial di ukur dengan
uang.

Kriminologo : Teori proses sosial


Tidak semua semua sosiologis percaya teori struktur sosial sendiriam
mengendalikan arah dari nilai (value) seseorang, sikap dan prilaku. Sebab banyak
orang yang tinggal bahkan di daerah yang paling kumuh tetap patuh hukum.
Menurut teory social process, kriminalitas adalah fungsi sosialisasi individu dan
interasi sosial-psikologikal seseorang dengan berbagai organisasi, lembaga, dan
masyarakat. Teori pembelajaran sosial (social learning)  menyatakan bahwa
prilaku kriminal adalah fungsi dari orang menyerap informasi, pandangan, dan
motivasi dari orang lain, terutama dari orang dekatnya seperti anggota
kelompoknya. Menurut teory ini seluruh orang memiliki potensi melakukan fraud
bila menghadapi kondosi tertentu; orang yang tumbuh dan hidup di lingkungan di
mana aktivitas kriminal adalah tidak pantas maka akan menghindari fraud ; orang
yang memiliki sikap bahwa perbuatan kriminal menguntungkan maka akan
melakukanya. Teori Asosiasi Doferensial dari Edwin H.sutherland menjadi teori
terbaik yang menjelaskan kriminalitas. Sutherhand tertarik meneliti fraud yang
dilakukan elite perusahaan terhadap pabrik dan pemegang saham. Asumsi bahwa
pelaku mungkin memiliki gangguan intelektual dan emosi yang patologis
nampaknya tidak masuk akal, dan sama-sama tidak masuk akal juga kriminalitas
yang dilakukan pengusaha dan orang yang berpenghasilan rendah.
B. Faktor-faktor risiko fraud

Segitiga frauddariCressey menjadirujukan bagi profesi Akuntan


Publikuntuk merevisi pendekatan mengidentifikasi risiko dalam melaksanaan
audit atas laporan keuangan. Berdasarkan catatan tambahan pada Statement of
Auditing Standard (SAS) No.99 dari American Institute of Certified Public
Accountant (AICPA) yang Merevisi SAS No. 82 "Consideration of Fraud in a
Financial Statement Audit" disebutkan contoh dan faktor-faktor risiko fraud.
SAS No 99 telah mengaitkan faktor risiko fraud dengan segitiga fraud.
Konsep segitiga fraud dipakai untuk menjelaskan faktor risiko fraud. Apa
yang disajikan oleh catatan tambahan pada SAS No. 99 adalah hanya sekedar
contoh, karena faktor risiko fraud sebenarnya mencakup situasi dan kondisi
yang luas dan beragam, auditor sendiri yang harus dapat memperkirakan dan
menentukan faktor-faktor risiko fraud dalam setiap penugasannya. Tidak
semua contoh pada SAS No.99 relevan dan cocok dalam semua kondisi dan
situasi.

Menurut standar auditing tersebut, terdapat dua tipe fraud yang relevan
untuk pekerjaan Auditor Independen yang harus dipertimbangkan dalam
setiap penugasan audit, yaitu:

1. fraud yang berkaitan dengan penyajian dan pelaporan laporan


keuangan (fraudulent financial reporting) dan
penggelapan/penyalahgunaan aset (misappropriation of assets).
2. penggelapan/penyalahgunaan asel (misappropriation of asseis).

Dua tipe fraud tersebut juga dipakai oleh Standar Auditing Seksi 316 yang
menjadi rujukan Akuntan Publik di Indanesia dalam mengaudit laporan
keuangan. Berikut ini adalah faktor risiko yang harus diketahui Akuntan
Publik terkait dua jenis fraud tersebut sesuai SAS No.99 dan faktor risiko
tersebut mengacu pada segitiga fraud.

1. Faktor- faktor risiko yang berkaitan dengan penyajian secara salah laporan
keuangan dalam nilai material atau signifikan (fraudulent financial
reporting).
1.1.Insentif atau Tekanan (Pressures)
A. Stabilitas keuangan atau keuntungan (profitability) terancam oleh
situasi dan kondisi ekonomi, industri, politik dan lain-lain termasuk
terancam oleh situasi dan kondisi bisnis entitas yang bersangkutan
seperti atau yang diindikasikan oleh:
 Tingkat kompetisi usaha yang sengit atau pasar berada pada
titik jenuh (market saturation:) yang diikuti oleh penurunan
marjin keuntungan.
 Kerawanan yang tinggi terhadap perubahan yang sangat cepat
misalnyaperubahan teknologi, keusangan produk, suku bunga
dan kurs valuta asing.
 Penurunan yang signifikan pada permintaan pasar (customer
demand) dan kenaikan tingkat kegagalan bisnis di lingkup
industri atau pereknomian.
 Kerugian operasi yang dapat mengancam kebangkrutan,
penutupan usaha, atau pengambilalihan secara kasar (hostile
takeover) dalam waktu dekat.
 Arus kas negatif yang berulang-ulang dari operasi dan
ketidakmampuan menghasilkan arus kas dari operasi sementara
entitas melaporkan keuntungan atau pertumbuhan laba.
 Pertumbuhan usaha yang sangat cepat atau tingkat keuntungan
(profitability) yang tidak biasa, khususnya dibandingkan
dengan perusahaan lain dalam industri yang sama
 Persyaratan akuntansi, peraturan, regulasi, atau kewajiban baru
B. Tekanan yang berlebihan terhadap manajemen untuk memenuhi
persyaratan dan harapan pihak ketiga dalam rangka
 Ekspektasi tingkat kecenderungan (trend level) atau
keuntungan (profitability) dari analis investasi, investor
lembaga atau institusi, kreditur besar, atau pihak luar lainnya
(terutama ekspektasi yang tidak realistis atau terlalu agresif),
termasuk ekspektasi yang dibuat oleh manajemen di dalam,
misalnya, siaran pers atau pesan-pesan di dalam laporan
tahunan yang sangat optimistis
 Kebutuhan mendapatkan tambahan pembiayaan dari utang atau
ekuitas (modal) untuk membiayai pengeluaran modal (capital
expenditures), riset dan pengembangan supaya entitas tetap
dapat mempertahankan keunggulannya
 Kemampuan yang marjinal untuk memenuhi persyaratan
supaya tetap tercatat dalam papan bursa saham membayar
kembali utang atau persyaratan perjanjian utang lainnya
 Dampak buruk yang nyata atau dirasakan akibat dari pelaporan
hasil keuangan yang jelek dari transaksi yang signifikan yang
belum selesai (pending) seperti penggabungan usaha atau
realisasi kontrak
C. Informasi yang tersedia menunjukkan bahwa situasi finansial
pribadi dewan Pengarah (Board of Director) atau manajemen
terancam oleh kinerja keuangan entitas yang dikelolanya yang
berasal dari:
• Kepentingan yang signifikan atas keuangan entitas
• Porsi yang signifikan atas kompensasi yang akan didapat
(misalnya, bonus, opsi saham atau stock options, dan perjanjian
laba atau earn-out arrangements) yang menjadi tergantung atau
kontinjen terhadap pencapaian target yang agresif terhadap
harga saham, hasil operasi, posisi keuangan, atau arus kas
• Jaminan pribadi (Personal guarantee) atas utang-utang entitas.
D. Ada tekanan yang berlebihan kepada manajemen atau pegawai
operasional untuk menuhi target keuangan yang ditentukan oleh
Dewan Pengarah (Board of Director) atau manajemen, termasuk
sasaran penjualan dan insentif keuntungan (profitability)
1.2.Peluang atau kesempatan (Opportunities)
A. Sifat industri atau sifat operasionalnya entitas memberikan peluang
untuk terlibat dalam fraudulent financial reporting yang dapat
muncul atau berkembang dari:
• Transaksi dengan pihak afiliasi yang signifikan di luar usaha
yang lazim atau biasanya atau transaksi dengan pihak terafiliasi
yang tidak diaudit atau diaudit oleh kantor akuntan lain
• Kehadiran keuangan yang kuat atau kemampuan mendominasi
sektor industri tertentu yang memungkinkan entitas mengatur
persyaratan jual beli atau terms or conditions kepada langganan
atau pembeli dan pemasok yang menghasilkan transaksi
dengan harga yang tidak wajar atau tidak tepat atau non-arm's-
lengen transactions
• Nilai aset, kewajiban atau utang, penghasilan, atau beban-
beban berdasarkan pada estimasi yang signifikan yang
melibatkan pertimbangan yang subjektr atau ketidakpastian
yang sulit untuk dicari kebenarannya.
• Transaksi yang sangat signifikan, tidak biasa, atau kompleks,
khususnya yang mendekati akhir periode pembukuan yang
menghadapi pertanyaan yang sulit.
C. Pemantauan manajemen yang tidak efektif sebagai hasil dari:
• Dominasi manajermen oleh satu orang atau sekelompok kecil
(di dalam suatu bisnis yang dikelola oleh bukan pemilik) tanpa
kontrol yang memadal dan mengimbanginya
• Dewan Pengarah (Board of Directors) atau Komite Audit yang
tidak elextil memantau proses penyusunan, penyajian, dan
pelaporan laporan keuangan dan sistem pengendalian (kontrol)
intern.
D. Terdapat struktur organisasi yang tidak stabil atau kompleks,
dibuktikan oleh:
• Kesulitan dalam menentukan organisasi atau siapa individu
yang memiliki kekuasaan pengendalian dalam entitas
• struktur organisasi yang terlalu kompleks yang melibatkan
entitas legal atau garis otoritas manajerial yang tidak biasa
• Tingkat keluar atau berhenti dan masuk atau pergantian y ang
tingg di manajemen senior, anggola Dewan Pengarah (Board of
Directors) atau penasehat (asunas).

E. Komponen pengendalian intern kurang memadai sebagai hasil dari:


• Ketidakmemadaian pemantauan (monitoring) termasuk
pengendalian yang terotomasi dan pengendalian terhadap
laporan keuangan
• Tingkat keluar atau berhenti dan masuk atau pergantian yang
tinggi atau penggunaan pecgawai yang tidak efektif di bagian
accounting, audit internal, atau teknologi informasi
• Sistem informasi dan akuntansi yang tidak efektif, termasuk
situasi yang melibatkan suatu keadaan yang harus dilaporkan
(reportable conditions)
1.3.Sikap atau Rasionalitas (Aftitudes/Rationalizations)
Faktor sikap atau rasionalitas manajemen senior, anggota Dewan
Pengarah (Board of Directors), atau pegawai yang menyebabkan
mereka terlibat atau menjustifikasi fraudulent financial reporting,
mungkin merupakan hal yang sulit atau yang tidak dapat dicurigai
dengan mudah atau tidak mudah diobservasi oleh auditor. Namun
demikian, auditor harus waspada jika ada informasi tentang faktor
sikap atau rasionalitas. Misalnya:
• Komunikasi, implementasi, dukungan, atau penegakan
peraturan, standar, etika, nilai yang tidak efektif oleh
manajemen atau komunikasi nilai, standar, etika yang salah
atau tidak tepat.
• Partisipasi yang berlebihan oleh manajemen yang bukan dari
bagian keuangan di dalam pemilihan prinsip akuntansi atau
estimasi akuntansi yang signifikan
• Reputasi atau sejarah yang telah diketahui atau dikenal atas
pelanggaran peraturan pasar modal atau peraturan lainnya dan
klaim atau tuntutan terhadap entitas, manajemen senior, atau
anggota Dewan Pengarah (Board of Directors) berupa fraud
atau pelanggaran peraturan.
• Kepentingan yang berlebihan dari manajemen dalam menjaga
atau memelihara dan meningkatkan harga saham entitas dan
kecenderungan laba (earnings trend)
• Praktek yang dilakukan manajemen untuk memberikan
komitmen kepada analis kreditur, dan pihak ketiga lainnya
untuk mencapai peramalan atau proyeksi yane agresif atau
tidak realistis.
• Manajemen gagal memperbaiki suatu keadaan yang harus
dilaporkan (reportable cornditions) yang diketahuinya dengan
tepat waktu
• Adanya kepentingan manajemen dalam menggunakan cara
yang tidak tepat untuk meminimalkan laba yang dilaporkan
untuk tujuan dan motivasi perpajakan
• Upaya yang berulang oleh manajemen untuk menjustifikasi
atau membenarkan akuntansi yang tidak tepat secara material
o Hubungan yang tegang atau genting antara manajemen dan
auditor yang bertugas saat ini atau yang sebelumnya,
seperti yang ditunjukkan sebagai berikut: Perselisihan yang
sering antara auditor yang bertugas saat sebelumnya dengan
manajemen mengenai akuntansi, auditing, atau masalah
pelaporan
o Permintaan yang tidak beralasan kepada auditor, seperti
kendala waktu yang tidak beralasan mengenai penyelesaian
audit atau penerbitan laporan audit
o Pembatasan formal atau tidak formal secara tidak tepat
terhadap auditor yang menyebabkan akses yang terbatas
kepada orang atau informasi atau kemampuan
berkomunikasi secara efektif dengan Dewan Pengarah
(Board of Directors) atau komite audit
o Perilaku marnajemen yang mendominasi dalam
berhubungan dengan auditor khususnya upaya untuk
mempengaruhi ruang lingkup audit atau dalam pemilihan
atau melanjutkan personil yang ditugaskan pada penugasan
audit
2. Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan salah penyajian secara material
atau signifikan karena penyalahgunaan atau penggelapan aset (asset
misappropriation).

Segitiga fraud juga dapat dipakai untuk menjelaskan faktor-faktor risiko


yang berkaitan dengan salah penyajian laporan keuangan karena
penggelapan atau penyalahgunaan aset. Beberapa faktor risiko yang
berkaitan dengan salah penyajian yang timbul dari fraudulent financia!
reporting juga mungkin ada ketika terjadi salah penyajian karena
penggelapan aset. Misalnya, pemantauan manajemen yang tidak efektif
dan kelemahan pada sistem yang mungkin ada ketika salah saji terjadi baik
pada fraudulent financial maupun penggelapan aset. Berikut ini adalah
contoh faktor risiko yang berkaitan pengendalian intern dengan salah
penyajian karena penggelapan aset.

2.1. Insentif atau Tekanan (Pressures)


A. Kewajiban finansial atau utang pribadi dapat membuat tekanan
atau beban dan kepada manajemen atau pegawai yang memiliki
akses ke kas atau aset lainnya yang mudah dicuri atau digelapkan.
B. Hubungan kerja yang tidak menyenangkan antara entitas dan
pegawai yang memiliki akses ke kas atau aset lainnya yang mudah
dicuri atau digelapkan Hubungan kerja yang tidak menyenangkan
bisa terjadi karena:
• pemberhentian hubungan kerja yang sudah , sedang dan akan
terjadi
• perubahan kompensasi dan imbalan manfaat yang sedang dan
akan terjadi.
2.2. Peluang atau kesempatan (Opportunities)
A. Karakteristik atau keadaan tertentu dapat meningkatkan
kemungkinan aset dicuri ngunakan. Misalnya, peluang untuk
penggelapan atau penyalahgunaan aset dapat meningkat karena:
• Saldo kas tunai atau kas yang dikelola jumlahnya besar
• Jenis persediaan banyak dalam ukuran kecil, nilainya mahal
atau laku di pasaran dan dicari banyak orang

• Aset mudah dikonversi atau dijual seperti obligasi atas unjuk


(bearer bonds). berlian atau chips komputer
• Aktiva tetap banyak dalam ukuran kecil, dapat dijual atau tanpa
identifikasi kepemilikan yang jelas dan mudah dapat dilihat
mata

B. Pengendalian intern atas aset yang tidak memadai. Misalnya,


penggelapan atau penyalahgunaan aset dapat terjadi karena:
• Pemisahan tugas atau pengecekan independen tidak memadai
atau tidak cukup dibentuk
• Pengawasan oleh manajemen atau supervisi yang tidak
memadai terhadap pengawai yang bertanggung jawab atas aset
termasuk terhadap lokasi entitas yang jauh atau terpencil.
• Penyaringan yang tidak memadai terhadap pelamar kerja dan
kandidat yang memiliki akses ke kas atau aset lainnya yang
mudah dicuri atau digelapkan.
• Penatausahaan dan dokumentasi yang tidak memadai yang
terkait dengan aset
• Sistem otorisasi dan persetujuan yang tidak memadai atas
transaksi (misalnya, pada fungsi pembelian)
2.3. Sikap atau Rasionalitas (Attitudes/Rationalizations) Faktor-faktor
risiko yang merefleksikan sikap atau rasionalitas pegawai yang
memungkinkan seseorang menjustifikasi penggelapan atau
penyalahgunaan aset, merupakan hal yang sulit untuk diobservasi oleh
auditor. Akan tetapi auditor harus menyadari dan mempertimbangkan
adanya informasi tentang risiko sikap dan rasionalitas dalam
mengidentifikasi risiko salah penyajian laporan keuangan secara material
karena penggelapan atau penyalahgunaan aset. Misalnya, auditor harus
menyadari sikap atau rasionalitas di bawah ini yang terdapat pada diri
beberapa pegawai yang memiliki ke kas atau aset lainnya yang mudah
dicuri atau digelapkan merupakan suatu resiko fraud : 
• Mengabaikan kebutuhan pergawasan dan pemantatuan atau
mengurangi risiko yang berhubungan dengan penggelapan atau
penyalahgunaan aset.
• Mengabaikan pengendalian interm terhadap penggelapan atau
penyalahguna aset dengan mengabaikan atau merusak
pengendalian yang sudah ada atau gagal memperbaiki
kelemahan pengendalian intern yang sudah diketahuinya
• Perilaku yang mengindikasikan ketidaknyamanan dan
ketidakpuasan terhadap perusahaan atau perlakuan yang tidak
schat terhadap pegawai
• Perubahan dalam gaya hidup yang mengindikasikan
penggelapan atau penyalahgunaan aset

Menelaah SAS No.99 kita dapat melihat internalisasi salah satu teori
penyebab fraud yaitu segitiga fraud sebagai faktor risiko yang dapat
menyebabkan fraudulent finarcel reporting dan asset misappropriation atau
dengan kata lain risiko apa-apa saja yang dapatMmencetuskan atau
menyebabkan terjadinya kedua jenis fraud dalam perspektif segitiga fraud
yang harus diperhatikan Akuntan Fublik dalam mengaudit laporan keuangan.
Berdasarkan uraian di Bab I dapat disimpulkan bahwa fraud dapat terjadi
dimana saja baik di sektor publik maupun sektor swasta, baik di Negara
berkembang maupun di Negara maju. Fraud dapat mengambil berbagai rupa.
Profesi auditor, akuntan forensik, termasuk manajemen perlu mengenali jenis
-jenis dan klasifikasi fraud untuk mendeteksi, mencegah dan memerangi fraud
dari berbagai lembaga.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Semua organisasi, apapun jenis (organisasi nirlaba, atas nama pemerintah dan
Negara, perusahaan)  dan skala operasinya (besar, menengah atau kecil) memiliki
risiko mengalami fraud yang berdampak cukup fatal, seperti misalnya hancurnya
reputasi organisasi, kerugian organisisasi, kerugian keuangan Negara, rusaknya
moril karyawan serta dampak-dampak lainnya. Maraknya berita mengenai
investigasi terhadap indikasi penyimpangan (fraud di dalam perusahaan dan juga
pengelolaan keuangan negara menandakan bahwa fraud telah menjadi masalah
serius dalam masyarakat dan perlu segera dibenahi dan diatasi oleh organisasi
dengan didukung oleh regulasi pemerintah.Walaupun saat ini sorotan utama
sering terjadi pada manajemen puncak perusahaan, atau terlebih lagi terhadap
pejabat tinggi suatu instansi, namun sebenarnya penyimpangan perilaku tersebut
bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Priantara Diaz, 2013.,Fraud Auditing dan Investigation.,Mitra Wacana Media,


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai