Anda di halaman 1dari 74

TEORI ETIKA

DAN
KEPUTUSAN
BERETIKA
TEORI – TEORI ETIKA
1. Etika Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang
berarti kewajiban. Etika deontologi menekankan kewajiban
manusia untuk bertindak secara baik. Menurut teori ini tindakan
dikatakan baik bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat
baik, melainkan berdasarkan tindakan sendiri sebagai baik pada
dirinya sendiri.

Contoh: manusia beribadah kepada Tuhan karena sudah


merupakan kewajiban manusia untuk menyembah Tuhannya,
bukan karena perbuatan tersebut akan mendapatkan pahala.

2
LANJUTAN TEORI-TEORI ETIKA ………….

2. Etika Teleologi, berasal dari kata Yunani telos yang berarti


tujuan, sasaran, akibat dan hasil. Menurut teori ini, suatu tindakan
dikatakan baik jika tujuannya baik dan membawa akibat yang baik
dan berguna.
 Dari sudut pandang “apa tujuannya”, etika teleologi dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Teleologi Hedonisme (hedone= kenikmatan) yaitu tindakan
yant bertujuan untuk mencari kenikmatan dan kesenangan.
b. Teleologi Eudamonisme (eudamonia=kebahagiaan) yaitu
tindakan yang bertujuan mencari kebahagiaan hakiki.

3
LANJUTAN TEORI-TEORI ETIKA ………….

 Dari sudut pandang “untuk siapa tujuannya”, etika teleologi


dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Egoisme Etis, yaitu tindakan yang pada dasarnya bertujuan
untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinnya
sendiri.
b. Utilitarianisme, yaitu tindakan yang berguna dan membawa
manfaat bagi semua pihak.

4
Klasifikasi Etika
Etika Umum

Etika Etika terhadap


Individual sesama
Etika

Etika Keluarga
Etika Khusus Etika Sosial

Etika Politik

Etika Lingkungan
Hidup Etika Profesi

Etika Bisnis Etika Etika Etika Etika Media


Hukum Biomedis Pendidikann

5
TIGA ASPEK POKOK BISNIS

Bisnis modern merupakan realitas yang amat kompleks. Banyak faktor yang
turut mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Antara lain ada faktor
organisatoris – manajerial, ilmiah – teknologis, dan politik – sosial –
kultural.Bisnis sebagai kegiatan sosial bisa disoroti sekurang –kurangnya dari
tiga sudut pandang yang berbeda tetapi tidak selalu mungkin dipisahkan, yaitu
sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika .

SUDUT PANDANG EKONOMIS


SUDUT PANDANG MORAL
SUDUT PANDANG HUKUM
Sudut Pandang Ekonomis
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar,
jual – beli, memproduksi – memasarkan, bekerja – memperkerjakan, dan interaksi
manusiawi lainnya dengan maksud memperoleh untung. Bisnis dapat dilogiskan sebagai
kegiatan ekonomis yang kurang lebih terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan
keuntungan.

Bisnis bukanlah karya amal. Bisnis justru tidak mempunyai sifat membantu orang dengan
sepihak, tanpa mengharapkan suatu kembalian.

Teori ekonomi menjelaskan bagaimana dalam sistem ekonomi pasar bebas para
pengusaha dengan memanfaatkan sumber daya langka, menghasilkan barang dan jasa
yang berguna bagi masyarakat. Efisiensi ekonomis artinya hasil maksimal akan dicapai
dengan pengeluaran minimal.

Efisiensi merupakan kata kunci dalam ekonomi modern.


Dipandang dari sudut ekonomis, good business atau bisnis yang baik adalah bisnis yang
membawa banyak untung.
Sudut Pandang Moral
Dengan tetap mengakui peranan sentral dari sudut pandang ekonomis dalam
bisnis, perlu segera ditambahkan adanya sudut pandang lain yang tidak boleh
diabaikan, yaitu sudut pandang moral.

Bisnis yang baik (good business) bukan saja bisnis yang menguntungkan. Bisnis
yang baik adalah juga bisnis yang baik secara moral. Malah perlu ditekankan, arti
moralnya merupakan salah satu arti penting bagi kata “ baik “.

Perilaku yang baik merupakan perilaku yang sesuai dengan norma – norma
moral, perilaku yang buruk bertentangan atau menyimpang dari norma – norma
moral. Suatu perbuatan dapat dinilai baik menurut arti terdalam justru kala
memenuhi standard etis tersebut.
Sudut Pandang Hukum

Seperti etika pula, hukum merupakan sudut pandang normatif,


karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan. Terdapat kaitan erat antara hukum dan etika. Dalam
kekaisaran Roma sudah dikenal pepatah : “ Quid leges sine
moribus? “, yang berarti “ Apa artinya undang – undang, kalau
tidak disertai moralitas?
“ Walaupun terdapat hubungan erat antara norma hukum dan
norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama.
Disamping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan
sudut pandang moral. Untuk itu dapat dikemukakan beberapa
alasan.
Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, sedangkan menurut hukum tidak dilarang. Tidak
semuanya yang bersifat immoral adalah ilegal juga. Malah ada perilaku yang dari segi
moral sangat penting, tetapi tidak diatur oleh hukum.

Kedua, bahwa proses terbentuknya undang – undang atau peraturan hukum memakan
waktu lama, sehingga masalah – masalah baru tidak bisa segera diatur secara hukum.

Ketiga, bahwa hukum itu sering kali bisa disalahgunakan. Perumusan hukum tidak
pernah sempurna sehingga orang yang beritikat buruk bisa memanfaatkan celah – celah
dalam hukum. Alasan yang keempat cukup dekat dengan itu.

Ke empat, bisa terjadi, hukum memang bisa dirumuskan dengan baik, tetapi karena
salah satu alasan sulit untuk dilaksanakan, misalnya, karena sulit dijalankan control yang
efektif.

Kelima, hukum kerap kali mempergunakan pengertian yang dalam konteks hukum itu
sendiri tidak di definisikan dengan jelas dan sebenarnya diambil dari konteks moral.
Tolak Ukur Aspek Pokok Bisnis

Hati Nurani Suatu perbuatan adalah baik jika dilakukan sesuai hati nurani
dan suatu perbuatan adalah buruk jika dilakukan bertentangan dengan hati
nurani. Hati nurani adalah norma yang sering kali sulit dipakai dalam forum
umum dan harus dilengkapi dengan norma – norma yang lain.

Kaidah Emas Cara lebih objektif untuk menilai baik buruknya perilaku
moral adalah mengukurnya dengan kaidah emas yang berbunyi : “
hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda sendiri ingin
diperlakukan. “ atau : “ janganlah melakukan terhadap orang lain, apa
yang anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri anda. “

Penilaian Umum menyerahkannya kepada masyarakat umum untuk dinilai.


Disebut juga “ audit sosial. “.
Audit sosial “ menuntut adanya ketebukaan. Dapat disimpulkan, supaya patut
disebut good business, tingkah laku bisnis harus memenuhi syarat – syarat dari
semua sudut pandang tadi.
ETIKA BISNIS
(Terdiri dari 2 kata: Etika & Bisnis)
 Etika sebagai ujud kesepakatan dan atau
kesepahaman umum mengenai cara bertingkah-
laku untuk mengatur relasi sosial antar-orang atau
antara individu dan masyarakat atau antar-
masyarakat adalah dimaksudkan untuk mencapai
relasi yang saling menguntungkan atau yang tidak
saling merugikan.

 Wujud konkrit suatu etika boleh jadi tidak tertulis


atau tertulis.

 Perwujudan etika yang tidak tertulis biasanya


berlangsung melalui proses pewarisan (sosialisasi)
dari generasi ke generasi.

12
PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Business ethics is a form of the art of applied ethics that
examines ethical rules and principles within a commercial
context, the various moral or ethical problems that can
arise in a business setting, and any special duties or
obligations that apply to persons who are engaged in
commerce.
Business ethics dapat merupakan suatu disiplin yang
normatif dan deskriptif.
• Sebagai suatu korporasi praktis dan suatu karir/bidang
spesifik, maka di lapangan sifatnya adalah normatif
• Di dunia akademi pendekatan deskripitif juga digunakan

Rank dan kuantiti isu-sisu bisnis yang bersifat etika


merefleksikan derajad dimana bisnis adalah ditempatkan
sebagai sesuatu yang memiliki kemungkinan dengan nilai-
nilai sosial non-ekonomi.
13
PRAKTIK PENERAPAN ETIKA BISNIS
Praktik penerapan etika bisnis yang paling sering dijumpai
masih terbatas pada penyediaan buku saku kode etik
(code of conduct) perusahaan (pra-penerapan).
 Buku kode etik perusahaan biasanya mengkodifikasi nilai-
nilai etika bisnis & budaya perusahaan (corporate culture)
dalam suatu bentuk rumusan tata-tindak tertulis mengenai
segala sesuatu yang dapat & tidak dapat dilakukan oleh
menejemen & karyawan perusahaan bersangkutan >>>
etika dapat ditafsirkan sebagai bagian dari Code of Conduct
dari suatu entitas usaha (Kwik Kian Gie, 2003).

 Dalam Code of Conduct inilah tercantum nilai-nilai etika


berusaha sebagai salahsatu pelaksanaan kaidah-kaidah
Good Governance >>> Code of Conduct itu harus disusun
berdasar prinsip-prinsip etika bisnis yang tepat, benar
dengan memperhatikan prinsip berkeadilan (fairness) dan
tidak semata-mata mencari keuntungan usaha.
14
Kesulitan Melakukan Tindakan Bisnis yang Etis dan
sesuai Hukum

Status Etis Tidak Jelas Tidak Etis


Hukum
Menurut Tindakan Etis Keetisan tindakan Legal walau
hukum dan legal tidak jelas tapi tindakan tak
legal etis
Tidak Jelas Tindakan Etis Keetisan tindakan Tidak jelas
yang tak jelas dan aspek legal menentang
etisnya yang tak jelas hukum walau
tak etis
Melanggar Tindakan Etis Keetisan tindakan Tindakan tak
Hukum tapi tak legal tak jelas dan tak etis dan tak
legal legal

15
PERAN & MANFAAT ETIKA (1)

 Seorang manusia akan menyelaraskan segala tindak-


tanduk dan tingkahlaku menurut etika yang berlaku di
lingkup dia bertempat tinggal dan atau bekerja.
 Tidak ada satupun manusia yang dapat hidup sebebas-
bebasnya karena manusia hidup dalam suatu konstelasi
tingkahlaku standar, religi, norma, nilai moralitas, dan
hukum yang mengatur bagaimana seseorang harus
bertindak dan mengendalikan semangat kebebasan
(freedom) serta tunduk terhadap etika yang disepakati
secara luas.

16
PERAN & MANFAAT ETIKA (2)
 Etika memiliki peran penting dalam kehidupan manusia karena
seseorang tidak mungkin hidup sendiri dan menetapkan mana yang
benar dan tidak benar, mana yang baik dan tidak baik menurut kata
hati sendiri.

 Sebagai bagian dari suatu keluarga dan masyarakat maka seseorang


akan tunduk pada aturan, nilai dan norma yang telah disepakati oleh
keluarga dan masyarakat dimana dia bertempat tinggal.

 Dan kesepakatan ini akan berlangsung lama dan menjadi komitmen


bersama untuk ditindaklanjuti dalam ujud tingkahlaku, tindak-tanduk
dan cara bergaul sesama manusia, di lingkup keluarga dan di
masyarakat, yang diwariskan dari generasi ke generasi.

 Dengan kata lain, etika mencakup segala aspek tindakan kehidupan


manusia, baik yang bersifat deskriftif maupun normatif.

17
PERAN & MANFAAT ETIKA (3)

Peran dan kemanfaatan etika dalam kehidupan


berkeluarga, bermasyarakat menjadi sangat penting
dalam mengatur kehidupan sesorang, keluarga,
masyarakat & bahkan suatu negara dimana orang,
keluarga, dan masyarakat berada di dalamnya.
Mengapa demikian?
Karena dalam suatu negara, walau sudah ada hukum
yang mengatur tentang baik-buruk, salah-benar
tindakan yang dilakukan oleh warganya, ternyata etika
tetap diperlukan.
Pertanyaannya adalah mengapa?
Alasannya adalah karena norma hukum (1) tidak
selalu dapat menjangkau wilayah abu-abu, yang dapat
dilihat hanyalah wilayah hitam-putih (2) tidak selalu
cepat-tanggap terhadap perubahan zaman, sehingga
sering terdapat kesenjangan hukum yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan orang perseorangan
atau kelompok tertentu dan sebaliknya merugikan
pihak lain, (3) sering tidak mampu mendeteksi
dampak di kemudian hari dilihat dari moral-etis.
18
PERAN & MANFAAT ETIKA (4)

• Etika pada dasarnya mengajak orang untuk bersikap


kritis dan rasional di dalam melakukan suatu keputusan
untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan
sehingga tidak bertentangan dengan nilai dan norma
yang berlaku tetapi juga tidak mengorbankan
kepentingan orang per orang dalam tatanan masyarakat
luas.

• Paham kebenaran dan kebaikan suatu etika sering


berbentrokan dengan paham kebebasan yang dalam
konteks global acap disebut paham individualisme dan
liberalisme atau paham separatisme atau paham
........isme. .

19
ETIKA DESKRIPTIF & NORMATIF
 Etika deskriptif adalah bentuk etika yang berusaha
menganalisis secara kritis, logis dan rasional mengenai
sikap & prilaku manusia serta apa yang ingin dicapai
oleh seseorang sebagai sesuatu yang bernilai dalam
hidup dan kehidupannya;

 Etika normatif adalah bentuk etika yang berusaha


merumuskan pola perilaku normatif atau ideal yang
seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh seseorang sehingga
hidup dan kehidupannya mempunyai arti yang bermakna:
 Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma
sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan
diputuskan.

20
Kritik Atas Etika Bisnis

Etika Bisnis Mendiskriminasi


Kritik pertama ini berasal dari Peter Drucker, ahli ternama dalam bidang teori
manajemen. Inti keberatan Drucker ialah bahwa etika bisnis menjalankan
semacam diskriminasi. Mengapa dunia bisnis harus dibebankan dengan etika?

Etika Bisnis Itu Kontradiktif


Kritik ini ditemukan dalam kalangan populer yang cukup luas. Orang – orang ini
menilai etika bisnis sebagai suatu usaha naïf. Dunia bisnis itu ibarat rimba raya
dimana tidak ada tempat untuk etika. Etika dan bisnis bagaikan air dan minyak.
Etika Bisnis Tidak Praktis
Andrew Stark, seorang dosen manajemen di Universitas Toronto memberikan kritik
yang cukup pedas. Menurutnya, etika bisnis adalah “ too general, too theoretical,
too impractical. “

Pertama, Stark hanya memandang dan mengutip artikel dan buku ilmiah tentang etika
bisnis.

Kedua, Stark merupakan contoh tentang tendensi Amerika Utara untuk


mengutamakan tahap mikro dalam etika bisnis. Ia hanya memperhatikan aspek –
aspek etis dari keputusan yang harus diambil manajer dan kurang berminat untuk
kerangka menyeluruh dimana pekerjaannya ditempatkan.

Ketiga, sebagai ilmu, etika bisnis selalu bergerak pada taraf refleksi dan akibatnya pada
taraf teoritis juga.
Etikawan Tidak Bisa Mengambil Alih Tanggung Jawab
Kritisi ini meragukan entah etika bisnis memiliki keahlian etis khusus, yang tidak
dimiliki oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri. Kritik tersebut merupakan
salah paham. Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil alih tanggung
jawab etis dari para pebisnis.

Etika bisnis tidak berpretensi memiliki keahlian yang sama sifatnya seperti
banyak keahlian yang lain. Etika bisnis tidak bermaksud mengganti tempat dari
orang yang mengambil keputusan moral.

Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang dapat
dipertanggungjawabkan, tapi tidak berniat mengganti tempat dari para pelaku
moral dalam perusahaan. Bagi etika bisnis berlaku peribahasa inggris : “ you can
lead the horse to the water, but you cannot make him drink. “
Prinsip-prinsip Profesi Pebisnis

1. Prinsip otonomi.
2. Prinsip kejujuran
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip saling menguntungkan
(mutual benefit principle).
5. Integritas moral
6. Tanggungjawab

24
– Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk mengambil keputusan & bertindak
berdasar kesadaran sendiri tentang apa yang
dianggap baik utk dilakukan.

a. Jujur dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian kontrak


b. Jujur dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding
c. Jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan
 Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku
bisnis yang mendasarkan bisnisnya pada tipu-menipu atau
tindakan curang (entah karena situasi eksternal tertentu
atau karena dasarnya memang mereka suka tipu-menipu)

25
Menuntut agar tiap orang diperlakukan sama, sesuai dengan
aturan yang adil & sesuai dengan kriteria rasional objektif &
dapat dipertanggungjawabkan

Menuntut agar tiap orang dalam kegiatan bisnis, dalam relasi


eksternal atau internal perusahaan perlu diperlakukan sesuai
dengan hak masing-masing.

Menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak


dan kepentingannya.

26
a. Menuntut agar bisnis menguntungkan semua pihak.
b. Mengakomodasi hakikat & tujuan bisnis.
Anda ingin untung & saya pun ingin untung, bisnis
dijalankan dengan prinsip saling menguntungkan
c.Menuntut agar persaingan bisnis, yang kompetitif,
melahirkan suatu win-win solution.
Produsen ingin untung dan konsumen ingin mendapat
barang dan jasa yang memuaskan (menguntungkan
dalam bentuk harga & kualitas yang baik).

27
• Prinsip ini terutama dihayati sebagai
tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis
atau perusahaan agar perlu menjalankan
bisnis dengan tetap menjaga nama baik
pimpinan, orang-orangnya maupun
perusahaan.

28
1. Tanggungjawab mengandaikan bahwa suatu tindakan
dilakukan dengan sadar & tahu.
 Tanggungjawab seseorang hanya dpt dituntut
kalau ia bertindak sadar & tahu tentang
konsekuensi tindakannya
2. Tanggungjawab mengandaikan kebebasan
 Tanggungjawab hanya mungkin relevan dituntut
dari seseorang, kalau tindakannya itu dilakukan
secara bebas.
3. Tanggungjawab mensyaratkan bahwa orang yang
melakukan tindakan tertentu memang mau &
bersedia melakukan tindakan itu
4. (Syarat ini relevan dgn syarat 1&2)

29
Mempertahankan standar etika & tanggung jawab
perusahaan
1. Cara mempertahankan standar etika

A. Menciptakan kepercayaan perusahaan


B. Jalankan kode etik
C. Lindungi hak perorangan
D. Adakan pelatihan etika
E. Lakukan audit etika secara periodik
F. Pertahankan standar yang tinggi tentang tingkah
laku, jagan hanya aturan
G. Hindari contoh etika yang tercela
H. Ciptakan budaya komunikasi dua arah
2. Tanggung Jawab Perusahaan

A. Tanggung jawab terhadap lingkungan


B. Tanggung jawab terhadap karyawan
C. Tanggung jawab terhadap investor
D. Tanggung jawab terhadap pelanggan
E. Tanggung jawab terhadap masyarakat
1. Berikan contoh keputusan bisnis yang dapat merugikan suatu
perusahaan atau organisasi

2. Apakah yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan


tanggung jawabnya kepada para pelanggan mereka.

3. Berikan contoh tentang peranan konsumerisme dari suatu produk


tertentu, dan sebutkan nama produknya.

4. Berikan contoh tentang peranan konsumerisme dari suatu produk


tertentu, dan sebutkan nama produknya.

5. Apakah peran pemerintah untuk mencegah warganya dari perbuatan


perusahaan yang tidak bertanggung jawab?

6. Jelaskan kegiatan yang harus dilakukan oleh perusahaan untuk


memastikan tanggung jawabnya terhadap karyawan mereka.

7. Pada akhir-akhir banyak pendapat yang muncul mengenai praktik-


praktik bisnis yang dikaitkan dengan isu lingkunngan. Bagaimana
pendapat saudara?
Etika Utilitarianisme

Jeremy Bentham (1748-1832).

Persoalan yang dihadapi oleh Bentham dan orang-orang


sezamannya adalah bagaimana menilai baik buruknya
suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi, dan legal
secara moral.

Singkatnya, bagaimana menilai sebuah kebijaksanaan


publik, yaitu kebijaksanaan yang punya dampak bagi
kepentingan banyak orang, secara moral.

Utilitarianisme
Criteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Criteria pertama adalah manfaat ,


yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat
atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik
adalah yang menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan
atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian
tertentu.

Criteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa


kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau
dalam situasi tertentu lebih besar)dibandingkan dengan
kebijaksanaan atau tindakan alternative lainnya.
Criteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme

Criteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak


mungkin orang,
yaitu dengan kata lain suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik
dan tepat dari segi etis menurut etika utilitarianisme adalah
kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan
yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.
Secara padat ketiga prinsip itu dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Bertindaklah sedemikian rupa sehingga


tindakanmu itu mendatangkan
keuntungan sebesar mungkin bagi
sebanyak mungkin orang.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme

a) Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh etika


utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan
kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak
bias kita persoalkan keabsahannya.

b) Dalam kaitannya dengan itu, utilitarianisme sangant


menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap
orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan
dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga
criteria objektif dan rasional tadi.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme

c) Universalitas, yaitu berbeda dengan etika teleologi


lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri
sendiri atau kelompok sendiri, utilitarianisme justru
mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu
tindakan bagi banyak orang.
Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar
Penilaian

a) Etika utilitarianisme dipakai sebagai proses untuk


mengambil sebuah keputusan, kebijak-sanaan,
ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, etika
utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk
mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode
untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang
tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar
Penilaian

b) Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar


penilaian baik tindakan atau kebijak-sanaan yang
telah dilakukan. Dalam hal ini, ketiga criteria di atas
lalu benar-benar dipakai sebagai criteria untuk
menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan
yang telah dilakukan memang baik atau tidak. Yang
paling pokok adalah menilai tindakan atau
kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat
atau konsekuensinya yaitu sejauh mana ia
mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.
Analisis Keuntungan dan Kerugian

Pertama, keuntungan dan kerugian (cost and benefits) yang dianalisis jangan
semata-mata dipusatkan pada keuntungan dan kerugian bagi
perusahaan, kendati benar bahwa ini sasaran akhir. Yang juga perlu
mendapat perhatian adalah keuntungan dan kerugian bagi banyak pihak lain
yang terkait dan berkepentingan, baik kelompok primer maupun sekunder.
Jadi, dalam analisis ini perlu juga diperhatikan bagaimana daan sejauh mana
suatu kebijaksanaan dan kegiatan bisnis suatu perusahaan membawa akibat
yang menguntungkan dan merugikan bagi kreditor, konsumen, pemosok,
penyalur, karyawan, masyarakat luas, dan seterusnya. Ini berarti etika
utilitarianisme sangat sejalan dengan apa yang telah kita bahas sebagai
pendekatan stakeholder.
Analisis Keuntungan dan Kerugian

Kedua, seringkali terjadi bahwa analisis keuntungan dan


kerugian ditempatkan dalam kerangka uang (satuan yang
sangat mudah dikalkulasi). Yang juga perlu mendapat
perhatian serius adalah bahwa keuntungan dan kerugian
disini tidak hanya menyangkut aspek financial, melainkan juga
aspek-aspek moral; hak dan kepentingan konsimen, hak
karyawan, kepuasan konsumen, dsb. Jadi, dalam kerangka
klasik etika utilitarianisme, manfaat harus ditafsirkan secara
luas dalam kerangka kesejahteraan, kebahagiaan, keamanan
sebanyak mungkin pihhak terkait yang berkepentingan.
Analisis Keuntungan dan Kerugian

Ketiga¸bagi bisnis yang baik, hal yang juga mendapat


perhatian dalam analisis keuntungan dan kerugian
adalah keuntungan dan kerugian dalam jangka
panjang. Ini penting karena bias saja dalam jangka
pendek sebuah kebijaksanaan dan tindakan bisnis
tertentu sangat mengun-tungkan, tapi ternyata dalam
jangka panjang merugikan atau paling kurang tidak
memung-kinkan perusahaan itu bertahan lama.
Karena itu, benefits yang menjadi sasaran utama
semua perusahaan adalah long term net benefits.
Sehubungan dengan ketiga hal tersebut, langkah konkret yang
perlu dilakukan dalam membuat sebuah kebijaksanaan bisnis
adalah.

Pertama mengumpulkan dan mempertimbangkan alternative


kebijaksanaan bisnis sebanyak-banyaknya. Semua alternative
kebijaksanaan dan kegiatan itu terutama dipertimbangkan dan
dinilai dalam kaitan dengan manfaat bagi kelompok-kelompok
terkait yang berkepentingan atau paling kurang, alternatif
yang tidak merugikan kepentingan semua kelompok terkait
yang berkepentingan.
Kedua, semua alternative pilihan itu perlu dinilai berdasarkan
keuntungan yang akan dihasilkannya dalam kerangka luas
menyangkut aspek-aspek moral.

Ketiga, neraca keuntungan dibandingkan dengan kerugian,


dalam aspek itu, perlu dipertimbagkan dalam kerangka jangka
panjang. Kalau ini bias dilakukan, pada akhirnya ada
kemungkinan besar sekali bahwa kebijaksanaan atau kegiatan
yang dilakukan suatu perusahaan tidak hanya menguntungkan
secara financial, melainkan juga baik dan etis.
Jalan Keluar

Dalam banyak hal kita perlu menggunakan perasaan


atau intuisi moral kita untuk mempertimbangkan
secara jujur apakah tindakan yang kita ambil itu, yang
memenuhi criteria etika utilitarianisme diatas, memang
manusiawi atau tidak.

Dalam kasus konkret di mana kebijaksanaan atau tindakan bisnis


tertentu yang dalam jangka panjang tidak hanya menguntungkan
perusahaan tetapi juga banyak pihak terkait, termasuk secara moral,
tetapi ternyata ada pihak tertentu yang terpaksa dikorbankan atau
dirugikan secara tak terelakkan, kiranya pendekatan dan komunikasi
pribadi akan merupakan sebuah langkah yang punya nilai moral
tersendiri.
Rumusan Prinsip Etika

 Trustworthiness  Respect (rasa hormat)


(Dapat Dipercaya)

 Responsibility  Fairness (kewajaran)


(tanggung Jawab)

 Caring (kepedulian)  Citizenship (kewarganegaraan)


Need for Ethics

perilaku etis diperlukan untuk masyarakat agar profesi


berfungsi secara tertib.

Kebutuhan etika dalam masyarakat cukup penting bahwa


banyak nilai-nilai etika umumnya yang dimasukkan ke dalam
undang-undang.
Why People Act Unethically
standar etika seseorang berbeda
dari orang-orang dari masyarakat secara keseluruhan

Orang memilih untuk bertindak egois.


A Person Chooses to Act Selfishly
Seseorang Memilih untuk Bertindak dengan egois

Si A menemukan tas yang berisi surat-surat penting


dan $ 1.000.

Dia melemparkan tas dan menyimpan uang.

Dia sesumbar kepada teman-temannya tentang nasib


baiknya.

Tindakan ini mungkin berbeda dari sebagian besar


masyarakat
.
A Person Chooses to Act Selfishly
Seseorang Memilih untuk Bertindak dengan egois

Orang B menghadapi situasi yang sama tetapi


merespon secara berbeda.

Dia menyimpan uang tetapi meninggalkan koper

Dia mengatakan tidak ada dan menghabiskan uang

Dia telah melanggar standar etika sendiri dan memilih


untuk bertindak egois.
Ethical Dilemmas

Dilema etika adalah situasi dimana seseorang


menghadapi pengambilan keputusan yang sesuai.

Rasionalisasi Perilaku Tidak Etis

Semua orang melakukannya

Jika itu legal, itu etika

Kemungkinan terbongkar dan konsekuensinya


Resolving Ethical Dilemmas

1. Dapatkan fakta yang relevan


2. Identifikasi masalah etika dari fakta-fakta
3. Tentukan siapa yang terpengaruh
4. Identifikasi alternatif yang tersedia untuk
orang yang harus menyelesaikan dilema
5. Identifikasi kemungkinan konsekuensi dari
setiap alternatif
6. Tentukan tindakan yang tepat
Relevant Facts

Seorang staf telah diberitahu bahwa ia akan bekerja


dengan jam kerja lembur tanpa dicatat jam kerja lembur jam kerja lembur.

Kebijakan perusahaan melarang praktek ini

Staf lain menyampaikan bahwa praktik seperti ini sudah biasa


Ethical Issue
Apakah etis bagi staf untuk bekerja berjam-jam dan
tidak mencatatnya sebagai jam kerja lembur ?

 Who is affected?
 How are they affected?

What alternatives does the staff person have?


Special Need for Ethical Conduct in Professions

Masyarakat kita telah melekatkan arti khusus pada


istilah profesional.

Profesional diharapkan untuk melakukan sendiri


pada tingkat yang lebih tinggi daripada
sebagian besar anggota masyarakat lainnya.
Difference Between CPA Firms and Other
Professionals

Kantor Akuntan Publik terlibat dan dibayar oleh


perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan.

Penerima manfaat utama dari audit adalah pengguna laporan


keuangan
CPAs Encouraged to Conduct
Themselves at a High Level
GAAS and Continuing
CPA examination interpretations education
requirements

Quality control Conduct of Legal liability


CPA firm
personnel
AICPA
Peer review practice and
quality centers

PCAOB Code of
and SEC Professional
Conduct
3.3 Code of Professional Conduct
Ideal standards of ethical conduct stated in
Principles
philosophical terms. They are not enforceable.
Rules of Minimum standards of ethical conduct stated as
conduct specific rules. They are enforceable.
Interpretation of the rules of conduct bythe AICPA
Interpretations
Division of Professional Ethics.They are not
of the rules
enforceable, but a practitioner must justify
of conduct
departure.
Published explanations and answers to questions
about the rules of conduct submitted to the AICPA
Ethical rulings by practitioners and others interested in ethical
requirements. They are not enforceable, but a
practitioner must justify departure.
Standards of Conduct
Ideal conduct
Principles
by practitioners

Minimum level
Rules of
of conduct by
conduct
practitioners Substandard
conduct
Ethical Principles
1. Integrity:
Members should perform all responsibilities with integrity to
maintain public confidence.

2. Objectivity
Members should be objective.

3. Profesional Competence and due care:


Members should observe the profession’s standards and strive
to improve competence.

4. Confidentiality
Members must respect the confidentiality of information
acquired through thei professional work or relationships.

5. Professional behavior.
Members must refrain from any conduct including ommisions,
that might bring discredit to their profession.
1. Integrity:
Members should perform all responsibilities with integrity to
maintain public confidence.

Prinsip integritas mewajibkan setiap Praktisi untuk tegas, jujur, dan adil
dalam hubungan profesional dan hubungan bisnisnya.Praktisi tidak boleh
terkait dengan laporan, komunikasi, atau informasi lainnya yang diyakininya
terdapat:

(a) Kesalahan yang material atau pernyataan yang menyesatkan;


(b) Pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hatihati;atau
(c) Penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas
informasi yang seharusnya diungkapkan.
2. Objectivity
Members should be objective.

PRINSIP OBJEKTIVITAS
Prinsip objektivitas mengharuskan Praktisi untuk tidak membiarkan
subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari
pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan
bisnisnya.

Praktisi mungkin dihadapkan pada situasi yang dapat mengurangi


objektivitasnya. Karena beragamnya situasi tersebut, tidak mungkin untuk
mendefinisikan setiap situasi tersebut. Setiap Praktisi harus menghindari setiap
hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh
yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya.
3. Profesional Competence and due care:
Members should observe the profession’s standards and strive
to improve competence.

PRINSIP KOMPETENSI SERTA SIKAP KECERMATAN DAN KEHATI-HATIAN


PROFESIONAL

Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional


mewajibkan setiap Praktisi untuk:

(a) Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan untuk


menjamin pemberian jasa profesional yang kompeten kepada klien atau
pemberi kerja; dan
(b) Menggunakan kemahiran profesionalnya dengan saksama sesuai dengan
standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa
profesionalnya.
4. Confidentiality
Members must respect the confidentiality of information
acquired through thei professional work or relationships.

PRINSIP KERAHASIAAN
Prinsip kerahasiaan mewajibkan setiap Praktisi untuk tidak melakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut:

(a) Mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari


hubungan profesional dan hubungan bisnis kepada pihak di luar KAP atau
Jaringan KAP tempatnya bekerja tanpa adanya wewenang khusus, kecuali
jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkannya sesuai dengan
ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku; dan

(b) Menggunakan informasi yang bersifat rahasia yang diperoleh dari


hubungan profesional dan hubungan bisnis untuk keuntungan pribadi atau
pihak ketiga.
5. Professional behavior.
Members must refrain from any conduct including ommisions,
that might bring discredit to their profession.

PRINSIP PERILAKU PROFESIONAL


Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap
ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku,serta menghindari setiap
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap
tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh
pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua
informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.
Dalam memasarkan dan mempromosikan diri dan pekerjaannya, setiap
Praktisi tidak boleh merendahkan martabat profesi.
Independence
Nilai audit sangat bergantung pada persepsi publik tentang
independensi auditor.

Independensi dalam pemikiran


Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang
memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh
hal-hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang
memungkinkan seorang individu untuk memiliki integritas dan
bertindak secara objektif, serta menerapkan skeptisisme profesional.
Independensi dalam penampilan
Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang menghindari
tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga (pihak yang
rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang
relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan) meragukan integritas,
objektivitas, atau skeptisisme profesional dari anggota tim assurance, KAP,
atau Jaringan KAP.
Sarbanes-Oxley Act and SEC Provisions Addressing Auditor
Independence

SEC mengadopsi aturan penguatan independensi auditor pada Januari 2003


konsisten dengan persyaratan dari Sarbanes-Oxley Act.

The Sarbanes-Oxley Act dan revisi Peraturan SEC semakin membatasi,


tetapi tidak sepenuhnya menghilangkan jenis layanan nonaudit yang
dapat diberikan kepada publik.

PCAOB juga telah mengeluarkan aturan independensi tambahan terkait


dengan penyediaan layanan pajak tertentu.
3.6 Sarbanes-Oxley Act and SEC Provisions Addressing Auditor
Independence/ ketentuan BAPEPAM-LK terkait independensi
auditor

Prohibited Services
1. Bookkeeping and other accounting services
2. Financial information systems design and implementation
3. Appraisal or valuation services
4. Actuarial services
5. Internal audit outsourcing
6. Management of human resource functions
7. Broker, dealer, or investment adviser
or investment banker services
8. Legal and expert services unrelated to the audit
9. Any other service that the PCAOB determines
by regulation is impermissible
Audit Committees
Komite audit adalah sejumlah anggota yang dipilih
dewan direksi perusahaan yang tanggung jawabnya
termasuk membantu auditor independen dari manajemen.

Sebagian besar komite audit terdiri dari tiga hingga lima atau
kadang-kadang sebanyak tujuh direktur yang bukan bagian dari
Manajemen perusahaan.

The Sarbanes-Oxley Act mengharuskan semua anggota Komite audit


menjadi independen.

Perusahaan harus mengungkapkan bahwa salah satu komite audit adalah


ahli keuangan.
Conflicts Arising from Employment
Relationships
The SEC has added a one year “cooling off ” period before
a member of the audit engagement team can work for the
client in certain key management positions.

Partner Rotation

The Sarbanes-Oxley Act requires that the lead and concurring


audit partner rotate off the audit engagement after a period of
five years.
Ownership Interests

SEC rules on financial relationships take an engagement


perspective.

Peraturan SEC melarang kepemilikan klien audit oleh


orang-orang yang dapat mempengaruhi audit.

Anda mungkin juga menyukai