Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344671088

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR (PSBB)


SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-
19)

Article  in  DECISION · September 2020


DOI: 10.23969/decision.v2i2.2978

CITATIONS READS

0 832

1 author:

Dian Herdiana
Universitas Padjadjaran
32 PUBLICATIONS   45 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Penulisan Disertasi View project

Prosiding Seminar View project

All content following this page was uploaded by Dian Herdiana on 15 October 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR
(PSBB) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN CORONA VIRUS DISEASE
2019 (COVID-19)

Dian Herdiana

Program Program Studi Administrasi Negara,


Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Cimahi
kyberdian@gmail.com

ABSTRAK
Artikel ini membahas upaya pemerintah untuk mengatasi COVID-19 yang telah menyebar
ke semua provinsi. Pemerintah pusat telah menetapkan COVID-19 sebagai bencana non-alami
sehingga upaya penanggulangannya dikoordinasikan langsung oleh pemerintah pusat. PSBB
dipilih oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengatasi COVID-19 dan dilaksanakan di beberapa
daerah yang memiliki kasus infeksi COVID-19 yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, tujuan
artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana kebijakan PSBB diimplementasikan sebagai upaya
untuk mengatasi COVID-19. Pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif digunakan
sebagai metode penelitian. Hasil analisis menggunakan tiga indikator yaitu substansi kebijakan,
para pelaksana dan kelompok sasaran menunjukan bahwa PSBB memiliki substansi kebijakan
yang jelas dan telah dilaksanakan oleh para pelaksana dengan baik, tetapi masalahnya yaitu
masyarakat sebagai kelompok sasaran tidak sepenuhnya mematuhi kebijakan PSBB yang
disebabkan oleh tiga hal, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang kebijakan PSBB,
keengganan masyarakat untuk mematuhi kebijakan PSBB dan ketidakmampuan masyarakat untuk
mematuhi kebijakan PSBB.
Kata Kunci: COVID-19, PSBB, Penanggulangan Penyakit, Kebijakan.

ABSTRACT
This article discusses the Indonesian government's efforts to tackle COVID-19 which has
spread to all provinces. The central government has determined COVID-19 as a non-natural
disaster so that the response efforts are coordinated directly by the central government. The PSBB
was chosen by the government as an effort to tackle COVID-19 and was carried out in several
areas that had high cases of COVID-19 infection. Based on the description above, the purpose of
this article is to find out how PSBB policy is implemented as an effort to tackle COVID-19. A
qualitative approach with a descriptive analysis method is used as a research method. The results
of the analysis using three indicators namely the substance of the policy, the implementers and the
target group revealed that the PSBB has a clear policy substance and has been implemented by
the implementers well, but the problem is that the community as a target group is not fully
complying with the PSBB policy caused by three things, namely the community's lack of awareness
of PSBB policy, the unwillingness of the community to obey PSBB policy and the inability of the
community to comply PSBB policy.
1
Keywords: COVID-19, PSBB, Disease Countermeasures, Policy.

I. Pendahuluan dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat (11) sebagai:


COVID-19 meskipun baru diketemukan di “Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah
Kota Wuhan China pada akhir tahun 2019 tetapi pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
penyebarannya begitu cepat, hingga berselang 4 suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit
bulan setelah laporan kasus pertama yaitu pada dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk
bulan April 2020 setidaknya terdata lebih dari mencegah kemungkinan penyebaran penyakit
200 negara memiliki kasus COVID-19 dengan atau kontaminasi.
korban terinfeksi sebanyak lebih dari 2.300.000 Didasarkan kepada peraturan perundang-
(dua juta tiga ratus) orang yang mana total undangan tentang Kekarantinaan Kesehatan
kematian akibat COVID-19 tersebut mencapai tersebut di atas, maka diberikan peluang kepada
lebih dari 150.000 (seratus lima puluh ribu) pemerintah apakah memilih kebijakan
orang di seluruh dunia (World Health lockdown (karantina wilayah) atau kebijakan
Organization, 2020). social distancing (PSBB) sebagai upaya
Berbagai upaya dilakukan oleh berbagai menanggulangi COVID-19. Didasarkan kepada
negara untuk menanggulangi penyebaran Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020
COVID-19 dan meminimalisir dampak yang Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar
ditimbulkannya, kebijakan yang diambil oleh dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona
banyak negara yang terpapar COVID-19 Virus Disease 2019 (Pemerintah Indonesia,
terpusat kepada 2 (dua) kebijakan utama yaitu 2020b) maka kebijakan PSBB merupakan
social distancing dan/atau lockdown. Indonesia kebijakan yang resmi diambil oleh pemerintah
sebagai salah satu negara yang terpapar yang dapat diterapkan di daerah-daerah di
COVID-19 melakukan kebijakan yang sama. Indonesia berdasarkan kepada izin dari Menteri
Apabila dilihat dalam peraturan mengenai Kesehatan dalam rangka penanggulangan
kesehatan yang ada, maka konsep social COVID-19.
distancing dan lockdown telah diatur dalam Beberapa daerah di Indonesia telah
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang menerapkan PSBB yang antara lain yaitu
Kekarantinaan Kesehatan (Pemerintah seluruh wilayah di DKI Jakarta, Provinsi
Indonesia, 2018). Banten (Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang
Konsep lockdown diterjemahkan melalui dan Kota Tangerang Selatan atau disebut
peraturan Undang-Undang Kekarantinaan wilayah Tangerang Raya) dan seluruh wilayah
Kesehatan sebagai Karantina Wilayah yang di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur
mana dijelaskan dalam Pasal 1 Ayat (10) yang (Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
berbunyi: “Karantina Wilayah adalah Kabupaten Gresik yang merupakan wilayah
pembatasan penduduk dalam suatu wilayah Surabaya Raya) dan Provinsi Sulawesi Selatan
termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya tepatnya di Kota Makassar.
yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau Penerapan PSBB di berbagai wilayah
terkontaminasi sedemikian rupa untuk tersebut di atas memunculkan pertanyaan
mencegah kemungkinan penyebaran penyakit apakah kebijakan PSBB tersebut merupakan
atau kontaminasi, sedangkan konsep social kebijakan yang tepat diambil oleh pemerintah
distancing diterjemahkan sebagai Pembatasan mengingat berbagai kalangan seperti dari para
Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mana akademisi yang menyatakan bahwa kebijakan

2
lockdown merupakan kebijakan yang paling yang menyatakan bahwa pendekatan kualitatif
tepat untuk memutus penyebaran COVID-19 di merupakan penelitian yang menyajikan uraian
Indonesia (Maharani, 2020). Pertanyaan kata dan bukan uraian data statistik (Creswell,
selanjutnya yaitu bagaimana pelaksanaan 2007; Silalahi, 2009). Sehingga dalam
kebijakan PSBB yang menjadi keputusan penelitian tentang implementasi kebijakan
pemerintah dalam upayanya menanggulangi PSBB maka hasil penelitian berupa gambaran
COVID-19, dapatkan kebijakan tersebut sejauhmana kebijakan PSBB diterapkan yang
diimplementasikan dengan baik. didalamnya menyangkut uraian tentang
Didasarkan kepada uraian tersebut di atas, substansi kebijakan yang diterapkan secara
maka artikel ini ditujukan untuk menguraikan empiris, faktor apa saja yang menjadi
implementasi kebijakan PSBB yang pendukung dan penghambat implementasi
dilaksanakan sebagai upaya dalam kebijakan PSBB, serta bagaimana masyarakat
penanggulangan COVID-19. Dalam penelitian sebagai kelompok sasaran/target group
ini fokus analisis implementasi kebijakan dibagi bersikap terhadap kebijakan PSBB tersebut.
kedalam 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi Studi dokumentasi (documentary study)
implementasi kebijakan, yaitu: Pertama, digunakan sebagai teknik pengumpulan data
substansi atau isi kebijakan. Kedua, untuk menggali data sekunder berupa dokumen-
implementor atau para pelaksana. Ketiga, target dokumen yang dianggap relevan dengan tema
group atau kelompok sasaran. Berdasarkan kebijakan PSBB yang menjadi fokus kajian
kepada analisis terhadap ketiga faktor tersebut penelitian. Adapun dokumen tersebut terdiri
maka tujuan penelitian ini diharapkan mampu dari buku, jurnal, laman web, berita digital, dan
mengungkap dari ketiga faktor yang dikaji, sumber referensi lainnya. Teknik analisis data
faktor mana yang menjadi pendorong dan/atau dilakukan melalui 3 (tiga) tahap kegiatan yang
penghambat bagi implementasi kebijakan didasarkan kepada konsep Creswell (2007)
PSBB, dengan begitu diharapkan akan menjadi yaitu tahap reduksi data, tahap penyajian
masukan bagi para pemangku kebijakan sebagai data/display dan penarikan kesimpulan,
bahan perbaikan implementasi kebijakan PSBB sedangkan pengujian keabsahan data
di wilayah lainnya. menggunakan teknik triangulasi yang meliputi
tahap check, tahap re-check dan tahap cross-
II. Metode Penelitian check (Sugiyono, 2010).
Pendekatan kualitatif dengan metode
analisis deskriptif digunakan sebagai metode III. Hasil dan Pembahasan
penelitian dalam artikel ini, alasan penggunaan Hasil dan pembahasan dalam artikel ini
metode tersebut didasarkan kepada adanya akan dibagi kedalam 2 (dua) bagian, yaitu:
kesesuaian dengan tujuan penelitian yang Pertama, mengkaji masalah COVID-19 yang
hendak menggambarkan tentang implementasi ada di Indonesia. Kedua, implementasi
kebijakan PSBB yang merupakan kebijakan kebijakan PSBB sebagai upaya
pemerintah dalam upayanya menanggulangi penanggulangan COVID-19. Adapun uraian
penyebaran COVID-19. mengenai kedua bagian tersebut secara rinci
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam dapat dijelaskan sebagai berikut:
penelitian ini dimaksudkan menguraikan
realitas yang lebih menekankan kepada 1. Perkembangan COVID-19 di Indonesia
gambaran fenomena secara alamiah dalam COVID-19 merupakan jenis virus baru
bentuk kata, bukan dalam bentuk hitungan yang mana awal mulanya ditemukan di Kota
statistik atau penjabaran berupa angka-angka, Wuhan China, hal ini berdasarkan adanya
pemahaman isi sejalan dengan pendapat ahli laporan dari WHO China Country Office pada

3
tanggal 31 Desember 2019 yang menyatakan maka penyebaran COVID-19 dapat dikatakan
bahwa telah terjadi kasus pneumonia yang cepat (rapid infectious disease). Hal ini dapat
belum diketahui etiologinya. Kemudian pada dilihat dari data yang menyatakan bahwa dalam
tanggal 7 Januari 2020, pemerintah China kurun waktu 3 bulan dari pengumuman
menyatakan bahwa pneumonia yang terjadi di COVID-19 sebagai penyakit pandemik oleh
Kota Wuhan sebagai klaster Novel Coronavirus WHO, setidaknya sampai dengan Bulan April
yang kemudian di ditetapkan sebagai SARS- 2020 sudah ada lebih dari 2.300.000 (dua juta
COV-2/ Corona Virus Disease 2019 (COVID- tiga ratus) orang yang terinfeksi COVID-19
19), didasarkan kepada persebarannya yang yang mana lebih dari 150.000 (seratus lima
cepat dan telah menginfeksi banyak negara, puluh ribu) orang dinyatakan meninggal
maka pada tanggal 30 Januari 2020, WHO diakibatkan oleh COVID-19 (Worldometer,
menetapkan COVID-19 sebagai Public Health 2020). Berdasarkan kepada kelompok penyakit
Emergency of International Concern (PHEIC) menular yang mana dikelompokan kepada 3
atau disebut juga dengan kedaruratan kesehatan (tiga) yaitu: Pertama, penyakit yang sangat
masyarakat yang meresahkan dunia (Putra, ZA, berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.
& Bimo, 2020). Kedua, penyakit menular tertentu yang dapat
Penyebaran COVID-19 sudah terjadi di menimbulkan kematian dan cacat, walaupun
negara-negara ASEAN pada bulan Januari akibatnya lebih ringan dari yang pertama.
2020, meskipun demikian pada saat itu belum Ketiga, penyakit menular yang jarang
ditemukan kasus warga negara Indonesia yang menimbulkan kematian dan cacat tetapidapat
terinfeksi COVID-19, hal tersebut mewabah yang menimbulkan kerugian materi
memunculkan banyak argumentasi yang salah (Darmawan, 2016), maka COVID-19 dapat
satunya menyudutkan pemerintah Indonesia dikelompokan sebagai penyakit yang sangat
yang dianggap tidak mampu melakukan berbahaya dikarenakan angka kematian tinggi.
pengetesan terhadap paparan COVID-19, Berbagai pihak melakukan kajian
pernyataan tersebut antara lain diungkapkan mengenai tingkat penyebaran COVID-19 yang
oleh Pemerintah Australia dan salah satu cepat dan menimbulkan korban dalam jumlah
profesor dari Universitas Harvard (Darmajati, yang banyak, berdasarkan kajian dari tim
2020; Mukaromah, 2020), meskipun akhirnya peneliti Universitas Gadjah Mada yang
pemerintah Indonesia dengan tegas membantah menyatakan bahwa setidaknya terdapat 2 (dua)
pernyataan tersebut. alasan mengapa COVID-19 menyebar cepat di
COVID-19 dilihat dari klaster virusnya Indonesia, yaitu: Pertama, dikarenakan
dapat dikatakan sebagai virus menular yang COVID-19 merupakan jenis penyakit yang
mana ketika seseorang sudah terpapar COVID- baru, sehingga seseorang belum mempunyai
19 maka dapat menularkannya kepada orang kekebalan tubuh terhadap paparan Virus SARS-
lain sehingga disebut sebagai penyakit menular. COV-2. Kedua, menyangkut obat dari COVID-
Secara konseptual penyakit menular 19 yang mana belum ditemukannya obat bagi
dikategorikan sebagai akut atau kronis yang seseorang yang sudah terinfeksi COVID-19,
mana istilah akut mengacu pada “cepat” atau ditambah lagi belum diketemukannya vaksin
kata lainnya disebut dengan “infeksi”, suatu agar terhindar dari paparan COVID-19 (Center
kondisi yang mana respon imun relatif cepat for Tropical Medicine UGM, 2020). Atas dasar
menghilangkan patogen setelah periode waktu tersebut maka tidak heran apabila COVID-19
yang singkat (dalam hitungan hari atau minggu) telah menginfeksi 1.986 orang dan
(Djafri, 2015). mengakibatkan 181 orang meninggal hanya
Berdasarkan kepada penjelasan mengenai berselang satu bulan pasca pengumuman kasus
karakter dari penyakit menular tersebut di atas, pertama warga negara Indonesia yang terpapar

4
COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 (Gugus Implementasi kebijakan publik dalam
Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, perkembangannya memiliki banyak model
2020). yang ditujukan untuk melihat sejauhmanna
Jumlah orang yang terinfeksi dan yang kebijakan tersebut dijalankan dan faktor-faktor
meninggal dikarenakan COVID-19 terus apa saja yang menjadi pendorong dan
bertambah setiap harinya, berbagai ahli penghambat pelaksanaan kebijakan tersebut.
menyatakan bahwa penyebaran COVID-19 Beberapa pakar yang mengungkapkan model
akan terus berlangsung selama beberapa bulan implementasi kebijakan publik diantaranya
ke depan, bahkan penelitian dengan yaitu Grindle (1980) yang mengungkapkan
menggunakan simulasi model proyeksi bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi
SEIQRD (Suceptible-Exposed-Quarantine- oleh isi kebijakan (content of the policy) dan
Recovery-Death) yang dilakukan oleh tim lingkungan kebijakan (context of the policy).
simulasi dan permodelan Covid-19 Indonesia Edward III (Tachjan, 2008) yang
(SimcovID) bahwa puncak persebaran COVID- mengungkapkan bahwa implementasi
19 akan terjadi pada bulan Agustus 2020 kebijakan publik dipengaruhi oleh faktor
apabila pemerintah melakukan kebijakan komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur
pembatasan sosial (PSBB) dengan tidak birokrasi. Menurut Mazmanian dan Sabatier
melakukan karantina wilayah. Berdasarkan (Winarno, 2008) yang mengungkapkan bahwa
kepada hasil kajian tersebut, maka Indonesia implementasi dipengaruhi oleh karakteristik
sepanjang tahun 2020 diprediksi akan terpapar dari masalah (tractability of the problems),
oleh COVID-19 (Permana, 2020). karakteristik kebijakan/undang-undang (ability
of statute to structure implementation), variabel
2. Implementasi Kebijakan PSBB di Indonesia lingkungan (nonstatutory variables affecting
Kebijakan publik secara singkat diartikan implementation).
oleh Dye (Islamy, 1994) sebagai “whatever Berdasarkan kepada pemahaman dari
governments choose to do or not to do” yang berbagai ahli tersebut di atas, konsep
merujuk kepada respon atau tindakan implementasi kebijakan pada dasarnya
pemerintah terhadap suatu masalah publik, memiliki 3 (tiga) faktor yang harus dipenuhi,
sedangkan menurut Anderson (2006) kebijakan yaitu: Pertama, substansi atau isi kebijakan
publik adalah berbagai tindakan atau kebijakan- yang rinci termasuk didalamnya memuat tujuan
kebijakan yang dikembangkan oleh badan- sasaran kebijakan. Kedua, adanya implementor
badan dan pejabat-pejabat pemerintah. atau para pelaksana yang menjadi roda
Berdasarkan kepada pemahaman tersebut, maka penggerak suatu kebijakan dalam tataran
implementasi kebijakan publik hakekatnya praktis. Ketiga, adanya target group atau
merupakan suatu upaya atau tindakan guna kelompok sasaran yang mana dijadikan objek
melaksanakan kebijakan atau program yang dari implementasi kebijakan. Didasarkan
telah dibuat atau ditetapkan oleh pemerintah, kepada pemahaman tersebut, maka analisis
dengan istilah lain menurut Grindle (1980) terhadap implementasi kebijakan PSBB sebagai
implementasi kebijakan sebagai proses upaya penanggulangan COVID-19 didasarkan
tindakan setelah adanya kejelasan tujuan dan kepada ketiga unsur tersebut. Adapun uraian
sasaran. Dalam konteks COVID-19, maka mengenai ketiga faktor tersebut secara rinci
respons pemerintah yang diwujudkan dengan dapat dijelaskan sebagai berikut:
adanya kebijakan PSBB sebagai upaya untuk a) Substansi Kebijakan
menanggulangi penyebaran COVID-19 Kebijakan PSBB diatur secara nasional
merupakan tindakan pemerintah dalam praktik melalui Peraturan Pemerintah Republik
kebijakan publik. Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 Tentang

5
Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Menteri Kesehatan sebagaimana diatur dalam
Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Pasal 4, selain itu dijelaskan dalam Pasal 5
Disease 2019 (COVID-19), peraturan tersebut bahwa Ketua Pelaksana Gugus Tugas
secara operasional dijelaskan melalui Peraturan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 2019 (COVID-19) dapat mengajukan
tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala permohonan PSBB di suatu wilayah tertentu.
Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Berdasarkan kepada aturan tersebut di atas
Corona Virus Disease 2019 (Pemerintah maka menjadi jelas terdapat 2 (dua) pihak yang
Indonesia, 2020a). Kedua aturan tersebut secara dapat mengajukan permohonan PSBB yaitu
tegas menetapkan serangkaian tindakan yang kepala daerah dan Ketua Pelaksana Gugus
harus dilaksanakan guna menegah penyebaran Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus
COVID-19 secara meluas. Adapun aturan Disease 2019 (COVID-19).
mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar Ketiga, mengatur aktivitas apa saya yang
pada intinya terbagi kedalam tiga konsep, yaitu: dibatasi yang menurut Peraturan Menteri
Pertama, pengertian yang dijadikan dasar Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13
pemahaman yang mana Pembatasan Sosial terdapat 6 kegiatan yang terdiri dari: a)
Berskala Besar dalam Peraturan Menteri Peliburan sekolah dan tempat kerja. b).
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 1 Ayat Pembatasan kegiatan keagamaan. d)
(1) diartikan sebagai “Pembatasan kegiatan Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas
tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang umum. d). Pembatasan kegiatan sosial dan
diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 budaya. e) Pembatasan moda transportasi. f).
(COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait
kemungkinan penyebaran Corona Virus aspek pertahanan dan keamanan. Berdasarkan
Disease 2019 (COVID-I9)”. Berdasarkan kepada jenis aktivitas tersebut di atas, maka
kepada pemahaman tersebut maka PSBB para pemangku kepentingan dan masyarakat
merupakan kebijakan dengan konsep social harus mengikuti apa yang telah ditetapkan,
distancing yang mana hanya membatasi sedangkan berbagai aktivitas diluar yang telah
kegiatan yang dilakukan di suatu wilayah, dibatasi tersebut di atas, bisa dilaksanakan
bukan menghentikan semua aktivitas yang dengan tetap berpedoman kepada prinsip
berada di suatu wilayah tertentu sebagaimana pembatasan sosial sebagaimana yang telah
konsep lockdown. diatur.
Kedua, proses dan prosedur PSBB yang Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas,
mana untuk dapat menerapkan PSBB, suatu maka implementasi kebijakan PSBB telah
wilayah harus memenuhi 2 (dua) kriteria memiliki kejelasan isi baik mencakup mengenai
sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan konsep atau pengertian, proses atau prosedur,
Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Pasal maupun aktivitas mana saja yang dibatasi dalam
2 yaitu: Pertama, jumlah kasus dan/atau jumlah PSBB. Dengan adanya kejelasan tersebut maka
kematian akibat penyakit meningkat dan implementasi kebijakan PSBB dijadikan dasar
menyebar secara signifikan dan cepat ke bagi terlaksananya kebijakan PSBB dengan
beberapa wilayah. Kedua, terdapat kaitan baik di wilayah penyebaran COVID-19.
epidemiologis dengan kejadian serupa di b) Para Pelaksana
wilayah atau negara lain. Para pelaksana merupakan penggerak dari
Kewenangan penetapan PSBB merupakan sebuah kebijakan yang mana para pelaksana
hak dari Menteri Kesehatan yang mana tersebut akan menjalankan substansi kebijakan
Gubernur atau Walikota/Bupati dapat secara empiris. Dikaitkan dengan konteks
mengajukan permohonan PSBB kepada implementasi kebijakan PSBB maka para

6
pelaksana dibagi kedalam 2 (dua) tingkatan, sejauhmana sikap para pelaksana dalam
yaitu para pelaksana yang berada dalam tingkat melaksanakan perannya agar kebijakan tersebut
pemerintahan pusat dan para pelaksana yang terlaksana sebagaimana tujuan awal. Ketiga,
berada dalam tingkat pemerintahan daerah baik menyangkut kapasitas para pelaksana yang
itu tingkat provinsi maupun tingkat mana kemampuan dari para pelaksana dalam
kabupaten/kota. Para pelaksana di kedua tingkat melaksanakan kebijakan akan menentukan
pemerintah ini memiliki kewenangannya keberhasilan dari kebijakan tersebut. Dikaitkan
masing-masing yang mana di tingkat dengan implementasi kebijakan PSBB maka
pemerintah pusat memiliki kewenangan ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai
melaksanakan kebijakan PSBB yang berikut:
cakupannya seluruh wilayah yang ada di 1) Pemahaman Para Pelaksana
Indonesia, sedangkan para pelaksana di tingkat Pemahaman menurut Bloom (1979)
daerah memiliki kewenangan melaksanakan diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
kebijakan PSBB di tiap daerahnya masing- mengerti atau memahami sesuatu setelah
masing, meskipun demikian pelaksanaan diketahui atau diingat, berdasarkan kepada
kebijakan PSBB merujuk kepada aturan yang pemahaman tersebut maka dalam konteks
sama yang telah ditetapkan oleh pemerintah implementasi kebijakan PSBB, pemahaman
pusat, mengingat COVID-19 telah ditetapkan merupakan kemampuan para pelaksana
sebagai bencana nasional bukan alam. memahami isi kebijakan yang kemudian
Berdasarkan kepada konteks implementasi ditunjukan dengan menjalankan perannya
kebijakan PSBB yang mana seluruh masyarakat sesuai dengan maksud dari kebijakan PSBB
menjadi objek atau sebagai kelompok sasaran, tersebut.
serta didasarkan kepada tingkat penyebaran Substansi kebijakan PSBB merupakan
COVID-19 yang berbeda antar satu daerah kebijakan yang tidak membutuhkan
dengan daerah lainnya, maka implementasi pendalaman atau pelatihan agar para pelaksana
kebijakan PSBB lebih menekankan kepada memahaminya, pada intinya kebijakan PSBB
kewenangan pemerintah daerah sebagai unsur sebagaimana telah dijelaskan dalam
pelaksana yang langsung berhadapan dengan pembahasan sebelumnya merupakan kebijakan
masyarakat setelah wilayah tersebut disetujui yang mengharuskan masyarakat menerapkan
oleh Menteri Kesehatan untuk melaksanakan jarak sosial ketika berada di ruang publik antara
PSBB. Pemerintah daerah melalui aparatur satu dengan yang lainnya, serta menggunakan
pemerintahannya berkewajiban melaksanakan alat perlindungan diri apabila berinteraksi
kebijakan PSBB dengan bekerja bersama-sama seperti menggunakan masker. Didasarkan
dengan unsur lainnya seperti dengan unsur kepada pemahaman ini, maka para pelaksana
Kepolisian dan unsur Tentara Nasional atau disebut juga implementer bertugas
Indonesia. memastikan bahwa masyarakat yang berada di
Terdapat 3 (tiga) faktor yang ruang publik menjaga jarak antara satu orang
mempengaruhi para pelaksana suatu kebijakan, dengan orang lainnya, serta menggunakan alat
yaitu: Pertama, menyangkut pemahaman para pelindung diri seperti masker, apabila hal
pelaksana, hal ini menyangkut sejauhmana para tersebut terlaksana maka implementasi
pelaksana memahami substansi kebijakan yang kebijakan PSBB terlaksana dengan baik.
akan dilaksanakan termasuk di dalamnya peran Para pelaksana dalam prakteknya baik
dari masing-masing para pelaksana untuk yang berada di tingkat pemerintah pusat
mewujudkan tujuan sebagaimana yang telah maupun yang berada di tingkat pemerintah
ditetapkan dalam kebijakan tersebut. Kedua, daerah secara umum memahami akan substansi
menyangkut komitmen, hal ini menyangkut kebijakan PSBB tersebut. Hal ini ditunjukan

7
dari adanya kesigapan yang dilakukan oleh Puskesmsas, serta berbagai bentuk pelayanan
aparat dari pemerintah pusat dan pemerintah publik lainnya di kantor-kantor pemerintahan
daerah dengan bekerjasama dengan pihak yang senantiasa didasarkan kepada kebijakan
Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia PSBB.
melakukan penertiban di ruang publik bagi Komitmen dalam melaksanakan kebijakan
masyarakat yang tidak mentaati adanya PSBB tidak hanya ditujukan secara langsung
kebijakan PSBB. Upaya yang telah dilakukan kepada masyarakat, tetapi juga ditunjukan
tersebut menunjukan bahwa para pelaksana dengan adanya anggaran baik yang berasal dari
yang terlibat memahami substansi kebijakan APBN maupun yang berasal dari APBD yang
PSBB. secara langsung ditunjukan untuk membiayai
2) Komitmen Para Pelaksana implementasi kebijakan PSBB, hal lainnya
Komitmen menurut Soekidjan (2009) yaitu membuat instrumen aturan pelaksana/
diartikan sebagai kemauan dan kemampuan operasional guna mendukung keberhasilan
untuk dapat menyelaraskan perilaku pribadi implementasi kebijakan PSBB baik itu yang
dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan berasal dari pemerintah pusat maupun yang
organisasi. Berdasarkan kepada pemahaman berasal dari pemerintah daerah.
tersebut maka seorang individu harus 3) Kapasitas Para Pelaksana
mengutamakan kepentingan yang ada di dalam Kapasitas menurut Morgan (dalam Yusuf,
organisasinya terlebih dahulu. Lebih lanjut Sintaningrum, & Utami, 2018) diartikan
Armstrong & Baron (1998) mengungkapkan sebagai kemampuan, keterampilan,
bahwa komitmen kerja diartikan sebagai adanya pemahaman, sikap dan aspek terkait lainnya
pengenalan secara pasti tentang tujuan, nilai memungkinkan setiap individu atau organisasi
organisasi dan keinginan/kesanggupan untuk dapat melaksanakan fungsinya dan mencapai
menjadi milik organisasi. Dikaitkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks
konteks implementasi kebijakan PSBB maka implementasi kebijakan PSBB kapasitas
komitmen diartikan sebagai keinginan dan diartikan sebagai kemampuan organisasi
kemampuan para pelaksana untuk memahami pemerintah pusat dan daerah beserta unsur yang
tujuan kebijakan PSBB guna terlaksana dengan ada di dalamnya untuk menjalankan kebijakan
baik. PSBB dengan baik.
Komitmen para pelaksana dalam Pengukuran kapasitas dalam konteks
implementasi kebijakan PSBB baik di tingkat implementasi kebijakan PSBB memiliki banyak
pemerintah pusat maupun di tingkat pemerintah dimensi mengingat kebijakan PSBB merupakan
daerah dapat dikatakan baik. Hal ini dibuktikan kebijakan yang diputuskan di tingkat nasional
dengan adanya kesungguhan untuk dan diimplementasikan di berbagai daerah, serta
melaksanakan kebijakan PSBB seperti menyangkut banyak aktor pelaksana, sehingga
melakukan operasi penindakan bagi masyarakat dimungkinkan untuk menghasilkan tingkat
yang melanggar kebijakan PSBB yang kapasitas yang berbeda antara satu pelaksana
dilakukan oleh pemerintah daerah bekerjasama dengan pelaksana lainnya dan berbeda pula
dengan Kepolisian, melakukan edukasi kepada antara satu daerah dengan daerah lainnya.
masyarakat untuk selalu melaksanakan Meskipun demikian, berdasarkan kepada
kebijakan PSBB apabila berada di ruang publik penilaian secara umum, maka kapasitas para
yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, serta pelaksana dalam mengimplementasikan
mewujudkan pelayanan publik dengan berbasis kebijakan PSBB dapat dikatakan baik, hal ini
kepada kebijakan PSBB seperti mengatur didasarkan kepada aspek-aspek berikut ini:
antrean dan tempat duduk di unit pelayanan Pertama, aspek sumber daya manusia.
kesehatan baik di Rumah Sakit maupun di Sumberdaya manusia menjadi faktor pertama

8
agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan diri agar tidak terpapar COVID-19 sehingga
dengan baik, sumber daya manusia tidak dalam prakteknya masyarakat yang berada di
diartikan secara kuantitatif saja tetapi juga ruang publik dapat melindungi dirinya dari
secara kualitatif. Indonesia dalam paparan COVID-19.
penanggulangan COVID-19 membutuhkan Ketiga, aspek jaringan kerja. Adanya
banyak tenaga medis, bahkan Gugus Tugas kerjasama yang baik antar unsur pemerintahan
Penanggulangan COVID-19 menyatakan dalam implementasi kebijakan PSBB mutlak
membutuhkan relawan sebanyak 4000 (empat dilakukan, dalam prakteknya sudah terjalin
ribu) orang yang 1500 (seribu lima ratus) kerjasama antar sektor pemerintahan khususnya
diantaranya merupakan tenaga medis (Aji & dalam praktek di tingkat daerah seperti adanya
Chairunnisa, 2020). Akan tetapi dalam konteks kerjasama berbagai unsur pemerintah daerah
implementasi kebijakan PSBB yang mana seperti dari dinas kesehatan, polisi pamong
intinya menuntut masyarakat untuk praja, kepolisian dan dari unsur militer untuk
mempraktekan pembatasan sosial ketika berada secara bersama-sama menghimbau dan
di ruang publik, maka adanya kerjasama antara menertibkan masyarakat yang berada di ruang
unsur pemerintah daerah seperti dari aparat publik dengan tidak mentaati kebijakan PSBB.
dinas kesehatan dan polisi pamong praja dengan Kegiatan tersebut menunjukan telah adanya
Kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia, kerjasama yang ditunjukan dari berbagai unsur
maka sumber daya dalam implementasi pemerintahan.
kebijakan PSBB sudah cukup, menjadi bahan Keempat, aspek anggaran.
perbaikan kedepannya yaitu bagaimana Penanggulangan COVID-19 selain
kerjasama dari berbagai unsur pemerintahan membutuhkan aparatur yang memiliki kapasitas
tersebut dapat bekerja secara efisien guna yang baik di bidangnya masing-masing, juga
penegakan kebijakan PSBB yang lebih baik. membutuhkan anggaran agar berbagai kegiatan
Kedua, aspek infrastruktur. Implementasi dapat dilaksanakan dengan baik, anggaran yang
kebijakan PSBB memerlukan ketersediaan digunakan dalam implementasi kebijakan
infrastruktur guna menyokong Penanggulangan PSBB menggunakan anggaran yang berasal dari
COVID-19. Infrastruktur tersebut baik yang APBN dan APBD sehingga berbagai kegiatan
bersifat langsung seperti ketersediaan alat yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan
perlindungan diri baik bagi aparatur pelaksana PSBB sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah,
maupun bagi masyarakat maupun infrastruktur sehingga dalam konteks anggaran maka
penunjang lainnya seperti alat desinfektan. implementasi kebijakan PSBB tidak mengalami
Menjadi permasalahan kemudian yaitu adanya masalah.
kelangkaan alat perlindungan diri baik bagi para c) Kelompok Sasaran
pelaksana maupun masyarakat khususnya Kelompok sasaran atau disebut juga target
ketersediaan masker mulut yang mana jumlah group menjadi salah satu penentu keberhasilan
ketersediaan tidak sebanding dengan jumlah implementasi kebijakan, tingkat daya tanggap
permintaan, sehingga berakibat kepada kelompok sasaran akan menentukan sikap dari
melambungnya harga masker mulut dan juga kelompok sasaran tersebut, apakah menerima
beberapa barang penunjang lainnya seperti dan melaksanakan atau sebaliknya menolak dan
cairan pembunuh bakteri/hand-sanitizer. melanggar suatu kebijakan yang telah
Permasalahan tersebut di atas perlu ditetapkan (Grindle, 1980). Kelompok sasaran
mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam konteks implementasi kebijakan PSBB
dikarenakan infrastruktur utama yang yaitu masyarakat secara keseluruhan, dalam
menunjang implementasi kebijakan PSBB artian masyarakat yang tinggal dan berada di
diartikan sebagai alat penunjang keselamatan wilayah yang telah ditetapkan sebagai tempat

9
pelaksanaan PSBB merupakan target group mengharuskan masyarakat apabila berada di
yang harus melaksanakan kebijakan PSBB. ruang publik harus mentaati klausul yang
Sikap kelompok sasaran untuk dapat terdapat dalam aturan PSBB seperti menjaga
menerima atau menolak suatu kebijakan disebut jarak antara satu orang dengan orang lainnya,
oleh Weaver (2009) sebagai target group menggunakan alat pelindung diri seperti
compliance yang mana dalam masker, serta meminimalisir aktivitas yang
mengimplementasikan suatu kebijakan, berada di ruang publik.
kelompok yang menjadi sasaran harus benar- Masyarakat yang tidak mengetahui adanya
benar memahami manfaat dari kebijakan kebijakan PSBB dapat dikelompokan kedalam
tersebut sehingga akan dengan mudah masyarakat yang antara lain yaitu kelompok
melaksanakan kebijakan sebagaimana tujuan masyarakat yang memiliki sedikit akses
yang telah ditetapkan. Pemahaman tersebut terhadap informasi dan berita, kelompok
dalam konteks implementasi kebijakan PSBB masyarakat yang minim mengakses informasi
diartikan sebagai sejauhmana masyarakat melalui teknologi informasi seperti berita
mengetahui dan memahami adanya kebijakan daring/online, serta kelompok masyarakat yang
PSBB dengan begitu akan memunculkan tidak memiliki minat untuk memperhatikan
keinginan dan dorongan masyarakat untuk turut permasalahan sosial termasuk didalamnya
serta dalam menyukseskan kebijakan PSBB mengikuti perkembangan informasi COVID-
sesuai dengan kapasitasnya. 19. Kelompok masyarakat tersebut merupakan
Ketaatan pada dasarnya dipengaruhi oleh bagian dari masyarakat yang harus diberikan
berbagai faktor, menurut OECD (Organisation sosialisasi oleh aparat di tingkat terendah seperti
for Economic Cooperation and Development) aparat pemerintah desa atau aparat kelurahan.
setidaknya terdapat tiga faktor yang dapat Kondisi yang berbeda ditemui di wilayah dekat
mempengaruhi atau menumbuhkan perilaku dengan Jakarta yang mana adanya kemudahan
ketaatan, yaitu: Pertama, menyadari dan akses terhadap informasi serta ditunjang dengan
memahami adanya aturan (aware of the rule). mobilitas yang tinggi, sehingga sebagian besar
Kedua, adanya kemauan untuk mentaati aturan dari masyarakat desa mengetahui adanya
(willing to comply). Ketiga, adanya kemampuan kebijakan PSBB yang ditujukan sebagai upaya
untuk mentaati (able to comply) (Rachmawati, pencegahan penularan COVID-19, meskipun di
2015). Uraian mengenai ketiga faktor tersebut sisi lain terdapat juga masyarakat yang bersikap
di atas dikaitkan dengan implementasi acuh.
kebijakan PSBB dapat dijelaskan sebagai Adanya masyarakat yang tidak mengetahui
berikut: kebijakan PSBB dalam konteks tertentu bisa
1) Menyadari dan Memahami Adanya Aturan dimaklumi, hal ini didasarkan kepada alasan
Setiap kebijakan yang telah disahkan oleh bahwa COVID-19 merupakan penyakit yang
pemerintah wajib untuk dilaksanakan dan setiap relatif baru muncul di Indonesia pada awal
orang yang menjadi subjek hukum dianggap tahun 2020, menyusul kemudian pemberlakuan
mengetahui adanya aturan tersebut atau dikenal kebijakan PSBB yang dijadikan agenda
juga dengan konsep presumption iures de iure pemerintah untuk merespons penyebaran
(Marwan, 2016). Didasarkan kepada COVID-19 tersebut juga baru diberlakukan,
pemahaman tersebut maka masyarakat sehingga sosialisasi kebijakan PSBB yang
dianggap mengetahui adanya kebijakan PSBB dilaksanakan dalam waktu yang singkat tentu
yang harus dipatuhi dan dijalankan. Akan tetapi, akan memiliki dampak atau output yang tidak
kondisi empiris tidak menunjukan hal demikian akan maksimal yang salah satunya yaitu tidak
yang mana masih ada masyarakat yang belum semua warga masyarakat mengetahui akan
mengetahui adanya kebijakan PSBB yang adanya pemberlakuan kebijakan PSBB.

10
2) Kemauan untuk Mentaati warga masyarakat untuk dapat mentaati
Pengetahuan mengenai adanya kebijakan PSBB, berbagai alasan menyebabkan
pemberlakuan suatu kebijakan tidak akan seseorang tidak mampu mentaati kebijakan
selamanya diikuti oleh kemauan untuk PSBB yang diantaranya antara lain seperti
melaksanakan kebijakan tersebut. Kemauan adanya kelangkaan persediaan masker mulut
mentaati kebijakan PSBB didasarkan kepada dan hand-sanitizer sehingga warga masyarakat
sikap individu terhadap kebijakan tersebut, kesulitan untuk membeli produk tersebut dan
sikap tersebut salah satunya didasarkan kepada berimplikasi kepada tidak digunakannya alat
apa manfaat atau keuntungan dari mentaati perlindungan diri ketika berada di ruang publik.
kebijakan PSBB bagi warga masyarakat yang Kedua, kondisi sosial ekonomi yang tidak
bersangkutan. Masyarakat yang memiliki memungkinkan seperti bekerja di layanan atau
keinginan untuk mentaati kebijakan PSBB ruang publik seperti pedagang yang mana
didasarkan kepada pemahaman bahwa dengan pekerjaan tersebut menuntut interaksi antar
mentaati kebijakan PSBB maka akan sesama warga masyarakat dan dalam beberapa
memberikan manfaat perlindungan bagi dirinya kasus pembeli tidak memakai masker dan
yaitu meminimalisir resiko terpapar COVID- menjaga jarak fisik, sehingga membuka peluang
19, selain dari pada itu masyarakat yang untuk penularan COVID-19. Contoh lainnya
memiliki keinginan untuk mentaati kebijakan seperti ketidakmampuan fasilitas publik untuk
PSBB didasarkan kepada adanya harapan mendukung kebijakan PSBB seperti pada
bahwa dengan menunjukan sikap kepatuhan angkutan bus, angkutan perkotaan (angkot) dan
terhadap kebijakan PSBB, diharapkan mampu kereta api/commuter line yang tidak selamanya
menghambat penyebaran COVID-19 sehingga mendukung kebijakan PSBB yang mana
permasalahan yang disebabkan oleh COVID-19 memungkinkan warga masyarakat dalam
akan segera diatasi. Warga masyarakat yang jumlah yang banyak berkumpul antri masuk ke
tidak memiliki keinginan untuk mentaati moda transportasi tersebut, sehingga
kebijakan PSBB dapat dikatakan masyarakat masyarakat terpaksa tidak bisa menjaga jarak
yang tidak mengetahui manfaat yang akan antara satu dengan yang lainnya, serta kondisi
dirasakan dari tindakannya melaksanakan di dalam moda transportasi tersebut yang bisa
kebijakan PSBB, serta didasarkan kepada dalam keadaan penuh/bersesakan.
alasan adanya sikap acuh warga masyarakat Contoh ketidaktaatan seperti yang telah
terhadap permasalahan kesehatan yang sedang dijelaskan di atas menunjukan bahwa
dihadapi yaitu penularan COVID-19. kemampuan untuk mentaati kebijakan PSBB
Didasarkan kepada permasalahan tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakmampuan
di atas, maka menjadi penting untuk melakukan yang berasal dari internal warga masyarakat,
kegiatan edukasi kepada masyarakat agar tetapi juga dapat berasal dari lingkungan sosial
memiliki kesadaran akan arti penting dan yang tidak mendukung terhadap pelaksanaan
manfaat melaksanakan kebijakan PSBB. Hal ini kebijakan PSBB sehingga berimplikasi kepada
dikarenakan adanya sikap mentaati kebijakan ketidakmampuan seorang warga negara untuk
PSBB selain akan memberikan manfaat kepada berupaya menerapkan kebijakan PSBB.
dirinya sendiri, juga akan memberikan dampak Berdasarkan kepada uraian tersebut di atas,
kepada sesama warga lainnya agar penyebaran maka dapat dikatakan bahwa masyarakat yang
COVID-19 dapat segera ditanggulangi. tidak mentaati kebijakan PSBB didasarkan
3) Kemampuan untuk Mentaati kepada alasan tidak mengetahui adanya
Pemahaman yang cukup dan keinginan kebijakan PSBB dan/atau tidak memiliki
yang baik untuk mentaati kebijakan PSBB tidak keinginan untuk mentaati kebijakan PSBB serta
selamanya sejalan dengan kemampuan seorang ketidakmampuan untuk mentaati kebijakan

11
PSBB. Ketidaktaatan terhadap kebijakan PSBB mendukung terlaksananya PSBB dengan cara
tersebut didasarkan faktor yang berasal dari menyelenggarakan aktivitas pelayanan publik
dirinya sendiri dan/atau faktor yang berasal dari berdasar kepada aturan PSBB.
lingkungan.

IV. Kesimpulan Daftar Pustaka


COVID-19 diputuskan oleh pemerintah
sebagai bencana nasional non-alam sehingga Aji, R. M., & Chairunnisa, N. (2020). Gugus
penanggulangannya merupakan tanggung Tugas Covid-19: Kita Butuh 1.500
jawab pemerintah. Upaya pemerintah dalam Dokter dan 2.500 Perawat. Retrieved
menanggulangi COVID-19 yaitu dengan April 2, 2020, from
menetapkan kebijakan PSBB. Implementasi https://nasional.tempo.co/read/1324310
kebijakan PSBB secara empiris kurang berjalan /gugus-tugas-covid-19-kita-butuh-1-
secara optimal. Berdasarkan kepada 3 (tiga) 500-dokter-dan-2-500-perawat
indikator yang diteliti yaitu substansi kebijakan,
para pelaksana dan kelompok sasaran Anderson, J. E. (2006). Public Policy
menunjukan bahwa kebijakan PSBB telah Making. New York: Holt Rinehart &
memiliki substansi kebijakan yang jelas serta Wiston.
telah diimplementasikan oleh para pelaksana Armstrong, M., & Baron, A. (1998).
dengan baik, akan tetapi yang menjadi kendala Performance Management- The New
yaitu bahwa masyarakat sebagai kelompok Realities. London: Institute of
sasaran tidak sepenuhnya mentaati kebijakan Personnel and Developmnet.
PSBB yang disebabkan oleh tiga hal yaitu
ketidakpahaman masyarakat terhadap kebijakan Bloom, B. S. (1979). Taxonomy of
PSBB, ketidakmauan masyarakat untuk Educational Objective. New York:
mentaati kebijakan PSBB dan ketidakmampuan Longman.
masyarakat untuk melaksanakan kebijakan
PSBB. Center for Tropical Medicine UGM. (2020).
Berdasarkan kepada hasil analisis tersebut, Desa Tangguh COVID-19. Yogyakarta:
maka implementasi kebijakan PSBB Universitas Gadjah Mada.
kedepannya perlu lebih memperhatikan aspek
Creswell, J. W. (2007). Qualitative Inquiry
masyarakat sebagai kelompok sasaran dengan
and Reseach Design: Choosing Among
cara antara lain yaitu memberikan edukasi yang
Five Approaches. Thousand Oaks: Sage
berkelanjutan mengenai pemahaman akan
Publications.
manfaat kebijakan PSBB baik bagi warga
masyarakat itu sendiri maupun bagi masyarakat Darmajati, D. (2020). Australia Sebut
secara luas, sehingga diharapkan akan Indonesia Punya Keterbatasan Tes
memunculkan keinginan dan kemampuan dari Corona. Retrieved April 11, 2020, from
setiap warga masyarakat untuk melaksanakan https://news.detik.com/berita/d-
kebijakan PSBB dengan baik. Faktor lainnya 4931310/australia-sebut-indonesia-
yang perlu diperhatikan agar kebijakan PSBB punya-keterbatasan-tes-corona
dapat berjalan lebih baik kedepannya yaitu
dengan memastikan badan penyedia jasa Darmawan, A. (2016). Epidemologi
layanan publik seperti kantor pemerintah, moda Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
transportasi umum (semisal bus dan kereta api) Menular. Jambi Medical Journal, 4(2),
dan pusat perbelanjaan/swalayan tetap 195–202.

12
Djafri, D. (2015). Pemodelan Epidemiologi Berskala Besar Dalam Rangka
Penyakit Menular. Jurnal Kesehatan Percepatan Penanganan Corona Virus
Masyarakat Andalas, 10(1), 1–2. Disease 2019 (2020). Indonesia.
Grindle, M. S. (1980). Politics and Policy Pemerintah Indonesia. Peraturan Pemerintah
Implementation in The Third World. Nomor 21 Tahun 2020 Tentang
New Jersey: Princeton University Press. Pembatasan Sosial Berskala Besar
dalam Rangka Percepatan Penanganan
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-
COVID-19. (2020). Apa yang Harus 19) (2020). Indonesia.
Kamu Ketahui? Jakarta. Retrieved from
https://covid19.go.id/edukasi/apa- Permana, A. (2020). Dr. Nuning Nuraini
yang-harus-kamu-ketahui-tentang- bersama Tim SimcovID Sampaikan
covid-19 Kajian Ilmiah Terbaru Pandemi
COVID-19 di Indonesia. Retrieved
Islamy, M. I. (1994). Prinsip-Prinsip April 14, 2020, from
Perumusan Kebijakan Negara https://www.itb.ac.id/news/read/57461/
(Cetakan Ke). Jakarta: Bumi Aksara. home/dr-nuning-nuraini-bersama-tim-
simcovid-sampaikan-kajian-ilmiah-
Maharani, E. (2020). Ketua Dewan Guru
terbaru-pandemi-covid-19-di-indonesia
Besar FKUI Usulkan Lockdown
Wilayah. Retrieved March 30, 2020, Putra, D. I., ZA, S., & Bimo. (2020).
from https://www.msn.com/id- Pedoman Umum Menghadapi Pandemi
id/berita/nasional/ketua-dewan-guru- COVID-19 bagi Pemerintah Daerah:
besar-fkui-usulkan-lockdown- Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis
wilayah/ar-BB11MCL9 dan Manajemen. Jakarta: Kementerian
Dalam Negeri RI.
Marwan, A. (2016). Mengkritisi
Pemberlakuan Teori Friksi Hukum. Rachmawati, T. (2015). Kepatuhan
Jurnal De Jure, 16(3), 251–264. Kelompok Sasaran sebagai Penentu
Keberhasilan Implementasi Kebijakan:
Mukaromah, V. F. (2020). Dianggap
Studi Kasus Implementasi PERDA
Menghina, Ini Klarifikasi Profesor
Kota Bandung Nomor 4 Tahun 2011
Harvard soal Virus Corona di
tentang Penataan dan Pembinaan
Indonesia. Retrieved April 11, 2020,
Pedagang Kaki Lima. Jurnal Ilmiah
from
Administrasi Publik, 1(2), 27–36.
https://www.kompas.com/tren/read/20
20/02/16/133000365/dianggap- Silalahi, U. (2009). Metode Penelitian
menghina-ini-klarifikasi-profesor- Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
harvard-soal-virus-corona-di
Soekidjan. (2009). Manajemen Sumber
Pemerintah Indonesia. Undang-Undang Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Nomor 6 Tahun 2018 Tentang
Kekarantinaan Kesehatan (2018). Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Indonesia. Kuantitatif, Kualitatif & Reseach and
Development. Bandung: Alfabeta.
Pemerintah Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 Tachjan. (2008). Implementasi Kebijakan
tentang Pedoman Pembatasan Sosial Publik. Bandung: AIPI Bandung-Puslit

13
KP2W Lemlit UNPAD. Coronavirus Disease (COVID-19)
Pandemic. Geneva.
Weaver, R. K. (2009). Target Compliance:
The Final Frontier of Policy Worldometer. (2020). COVID-19
Implementation. Issues in Governace Coronavirus Pandemic. Retrieved April
Studies, (27). Retrieved from 11, 2020, from
https://www.brookings.edu/wp- https://www.worldometers.info/corona
content/uploads/2016/06/0930_compli virus/
ance_weaver.pdf
Yusuf, N. F., Sintaningrum, & Utami, S. B.
Winarno, B. (2008). Kebijakan Publik: Teori (2018). Kapasitas Organisasi Dalam
dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita. Meningkatkan Mutu Pendidikan
Madrasah Di Indonesia. Jurnal
World Health Organization. (2020). Responsive, 1(1), 1–5.

14

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai