CH 2 Memahami Sebab Seseorang Melakukan Fraud Dan Fraud Triangle Theory
CH 2 Memahami Sebab Seseorang Melakukan Fraud Dan Fraud Triangle Theory
Dosen Pengajar :
Dr. AGUS SAMEKTO, S.E., M.Si., AK.,CA
Disusun Oleh :
Page | 1
PENGANTAR
Adapun beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud atau
kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan dapat digambarkan melalui fraud
triangle sebagai berikut.
FRAUD TRIANGLE
FRAUD
TRIANGLE
E
PRESSURE RATIONALIZATION
Page | 2
pressure yang merupakan perceived non-shareable financial need. Sudut keduanya,
perceived opportunity. Sudut ketiga, rationalization.
PRESSURE
Orang dalam jabatan seperti itu merasa wajib menghindari perbuatan yang dapat
merendahkan martabatnya. Inilah kewajiban yang terkait dengan jabatan yang
dipercayakan kepadanya, ini adalah ascribed obligation baginya. Kalaui ia
menghadapi situasi yang melanggar kewajiban terkait dengan jabatannya, ia merasa
masalah yang dihadapinya tidak dapat diungkapkannya kepada orang lain.
Page | 3
Problems Resulting from Personal Failure
Kegagalan pribadi juga merupakan situasi yang dipersepsikan oleh orang yang
mempunyai kedudukan serta dipercaya dalam bidang keuangan, sebagai kesalahan
nya menggunakan akal sehatnya, dan karena itu menjadi tanggungjawab pribadinya.
Business Reversals
Physical Isolation
Status Gaining
Situasi ini tidak lain dari kebiasaan buruk untuk tidak mau kalah dengan
“tetangga”. Orang lain punya harta tertentu, ia juga harus seperti itu atau lebih dari
Page | 4
itu. Orang lain punya jabatan tertentu, ia juga harus punya jabatan seperti itu atau
bahkan lebih baik. Dalam situasi yang dibahas di atas, pelaku berusaha
mempertahankan status. Di sini, pelaku bersedia meningkatkan statusnya.
Employer-Employee Relation
PERCEIVED OPPORTUNITY
Page | 5
mereka yang mempunyai posisi dengan kepercayaan di bidang keuangan, ketika
menghadapi non-shareable financial problem, akan melihat general information dan
technical skills sebagai jalan keluar dari masalah itu. Posisi mereka yang mendapat
kepercayaan atau trust, khususnya di bidang keuangan, memungkinkan mereka
memanfaatkan general information dan technical skills yang mereka miliki.
RATIONALIZATION
Kejahatan kerah putih adalah terjemahan untuk istilah yang sangat dikenal
dalam bahasa Inggris, yakni white-collar crime. Istilah ini dikenalkan oleh Edwin H.
Sutherland. kejahatan kerah putih merupakan kejahatan kelas atas, kelas manusia
berkerah putih yang terdiri atas orang-orang bisnis dan profesional terhormat, atau
paling tidak, dihormati. Kejahatan kerah putih terbatas pada kejahatan yang dilakukan
dalam lingkup jabatan mereka. Kamus terbitan the Federal Bureau of Justice
Statistics (Dictionary of Criminal Justice Data Terminology) mendefinisikan white-
collar crime sebagai:
"nonviolent crime for financial gain committed by means of deception by persons
whose occupational status is entrepreneurial, professional or semi-professional
and utilizing their special occupational skills and opportunities; also nonviolent
crime for financial gain utilizing deception and committed by anyone having
special technical and professional knowledge of business and government,
irrespective of the person's occupation."
Page | 6
"Kejahatan tanpa kekerasan demi keuntungan keuangan yang dilakukan dengan
penipuan oleh orang yang pekerjaannya adalah wiraswasta, profesional atau semi
profesional dan yang memanfaatkan keahlian dan peluang yang diberikan oleh
jabatannya; juga kejahatan tanpa kekerasan demi keuntungan keuangan yang
dilakukan dengan penipuan oleh orang yang mempunyai keahlian khusus dan
pengetahuan profesional mengenai bisnis dan pemerintahan, meskipun ia tidak terkait
dengan pekerjaannya.".
Ada suatu definisi lain juga yang diusulkan oleh Albert J. Reiss, Jr. dan Albert
Biderman, yaitu :
"White-collar crime violations are those violations of law to which penalties are
attached that involve the use of a violator's position of economic power, influence,
or trust in the legitimate economic or political institutional order for the purpose
of illegal gain, or to commit an illegal act for personal or organizational gain."
"Pelanggaran kerah putih adalah pelanggaran terhadap hukum yang terkena sanksi
tertentu dan yang meliputi pemanfaatan kedudukan pelakunya yang mempunyai
kekuasaan ekonomi, pengaruh, atau kepercayaan dalam lembaga-lembaga yang
sebenarnya mempunyai legitimasi ekonomi dan politik namun disalahgunakan untuk
keuntungan ilegal atau untuk melakukan kegiatan ilegal demi keuntungan pribadi atau
organisasi."
Page | 7
1. Kasus harus berhubungan atau melibatkan Occupational Fraud (didefinisikan
sebagai Fraud secara internal, atau fraud yang dilakukan oleh seseorang yang
di dalam organisasi)
2. Kasus dan investigasi yang dilakukan oleh CFEs haruslah terjadi dalam kurun
waktu survey.
3. Investigasi dari kasus tersebut haruslah sudah selesai pada kurun waktu
survey.
4. CFEs haruslah telah yakin dengan pelaku kejahatan yang telah di identifikasi.
profesionalitas mereka sehingga ACFE tahu siapa yang sedang terlibat untuk
mengatasi kasus yang dikirimkan kepada mereka.
Berikut merupakan responden di dalam Report to the Nation on Occupational Fraud
and Abuse tahun 2012 :
Page | 8
dari table di atas dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden adalah Fraud
Di dalam Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2012, dapat
disimpulkan bahwa Fraud dapat terdeteksi dengan adanya informasi (yang dibeikan
Page | 9
seperti yang di tunjukan dibawah, pelaku kejahatan fraud jika didasarkan oleh umur
adalah laki-laki lebih banyak melakukan fraud di banding dengan perempuan, serta
kebanyakan dari mereka adaah orang yang memiliki degree college sampai kepada
Jika dilihat melalui perbagian di dalam perusahaan maka bagian yang harus
Manajer eksekutif atau manajer tingkat Atas, Costumer service, dan bagian
Page | 10
pembelian. hal dapat terlihat dari survey yang dilakukan di dalam Report to the
Nation on Occupational Fraud and Abuse tahun 2012. dan kebanyakan dari mereka
melakukan fraud karena ada dorongan dari gaya hidup, kebutuhan finansial yang
mendesak, dan karena adanya control yang kurang baik dari organisasi.
REFERENSI
Page | 11